Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab terdahulu dimana penulis telah


menjabarkan teori tentang Sistemik Lupus Eritematosus yang termuat dalam
tinjauan teoritis. Sedangkan tinjauan teoritis diperoleh melalui pendekatan
langsung pada klien An. “A” dengan Sistemik Lupus Eritematosus yang sedang
dirawat di UGD Anak RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar, maka pada bab ini
penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan kasus yang telah didapatkan
melalui beberapa tahapan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, impelementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit rematik
autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengauhi
setiap organ atau system tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan eposisi
autoantibody dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan
jaringan (Nurarif & Kusuma, 2015).
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun
yang menyebabkan kerusakan pada beberapa sistem organ. Manifestasi klinik
serta prognosis yang beragam, lebih sering ditemukan pada wanita dan sampai
saat ini etiologi penyakit belum diketahui. (Lauddin, Nurulita, & Muhadi,
2018).
Penyebab dari SLE belum diketahui dengan pasti. Di duga melibatkan
interaksi yang kompleks dan multifaktorial antara bervariasi genetic dan factor
lingkungan. (Nurarif & kusuma, 2015)
a. Faktor genetik
Kejadian SLE yang lebih tinggi pada kembar monozigottik (25%)
dibandingkan dengan kembar dizigotik (3%), peningkatan frekuensi SLE
pada keluarga penderita SLE dibandingkan dengan control sehat

44
peningkatan prevalensi SLE pada kelompok etnik tertentu, menguatkan
dugaan bahwa faktor genetik berperan dalam pathogenesis SLE
b. Factor hormonal
SLE merupakan penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan.
Serangan pertama kali jarang terjadi pada usia prepubertas dan setelah
menopouse.
c. Autoantibody
Antibody ini ditunjukkan kepada self molekul yang terdaoat pada nucleus,
sitoplasma, permukaan sel, dan juga molekul terlarut seperti IgG dan
faktor regulasi.
d. Fakto lingkungan
1. Infeksi
Risiko timbulnya SLE meningkat pada mereka yang lain pernah sakit
herpes zoster (shingles). Herpes zoster adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus varisela, virus yang juga menjadi penyebab dari
penyakit cacar air (variscela atau chiken pox).
2. Antibiotik
Hormon Kurang lebih dari 90% dari penderita SLE adalah wanita.
Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mungkin menjadi latar
belakang timbulnya lupus.
3. Faktor sinar matahari
Adalah salah satu kondisi yang dapat memperburuk gejala Lupus.
Diduga oleh para dokter bahwa sinar matahari memiliki banyak
ekstrogen sehingga mempermudah terjadinya reaksi autoimmun.
Tetapi bukan berarti bahwa penderita hanya bisa keluar pada malam
hari. Pasien Lupus bisa saja keluar rumah sebelum pukul 09.00 atau
sesudah pukul 16.00 WIB dan disarankan agar memakai krim
pelindung dari sengatan matahari. Teriknya sinar matahari di negara
tropis seperti Indonesia, merupakan faktor pencetus kekambuhan bagi
para pasien yang peka terhadap sinar matahari dapat menimbulkan
bercak-bercak kemerahan di bagian muka.kepekaan terhadap sinar

45
matahari (photosensitivity) sebagai reaksi kulit yang tidak normal
terhadap sinar matahari.
4. Stres yang berlebihan
5. Obat-obatan yang tertentu.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dikemukakan dalam tinjauan teoritis adalah sebagai
berikut :

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungn dengan ekspansi paru


menurun, hiperventilasi, ansietas.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
3. Kerusakan integritas kulit berhubungn dengan lesi pada kulit.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungn dengan deformitas skeletal.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
7. Retensi urine berhubungn dengan inhibisi arkus refleks
8. Resiko infeksi berhubungn dengan pertahanan tubuh primer
(kerusakan integritas kulit), ketdakadekuatan pertahanan sekunder
(leukopeni).
9. Resiko penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan suplai O2 keotak (hipoksia).
10. Keletihan berhubungn dengan peningkatan aktivitas pnyakit, rasa
nyeri, depresi.
11. Gangguan citra tubuh berhubungn dengan perubahan pada struktur
kulit (proses penykit SLE).
12. Ansietas berhubungn dengan penularan penyakit interpersonal,
perubahan dalam status kesehatan dan lingkungan.

46
Kesenjangan data tinjauan teoritis dan tinjauan kasus pada penyakit
An. ‘’A’’adalah :

Pada awal pengakajian yang tmukan pada kasus SLE yang dikelola
ini terdapat nyeri sendi, ulserasi pada mulut dan hidung, adanya efusi
pleura, nyeri dada dan sesak. Dan permaslah yang ditemukan pada kasus
An’A’ ini adalah.

1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.


2. ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru
menurun.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit.
5. Resiko infeksi

C. Perencanaan
Penulis membuat perencanaan keperawatan berdasarkan prioritas
masalah yang didapat. Pada perencanaan ini tidak terdapat kesenjangan yang
berarti dengan perencanaan yang tercantum dalam tinjauan teori.

D. Pelaksanaan
Semua tindakan keperawatan yang dilaksanakan senantiasa
berorientasi pada rencana keperawatan yang telah dibuat terlebih dahulu agar
tujuan dapat dicapai.

Tindakan yang telah dilaksanakan berpedoman pada tinjauan teori,


tindakan tersebut berupa tindakan mandiri, tindakan observatif, tindakan
kolaboratif dan tindakan edukatif.

Tindakan yang dilaksanakan didukung oleh adanya kerjasama yang


baik dengan klien, keluarga serta perawat ruangan.

47
E. Evaluasi
Pada evaluasi dari lima prioritas masalah yang diangkat semua
masalah belum teratasi. salah satu faktor yang mempengaruhi belum
teratasinya seluruh masalah adalah sedikitnya atau keterbatasan waktu penulis
dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan.

Dan untuk masalah yang belum teratasi, penulis mendelegasikan


kepada perawat ruangan untuk melanjutkan asuhan keperawatan klien.

48
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan kelainan reumatik
autoimun dengan etiologi yang belum diketahui secara pasti dengan gambaran
klinik yang sangat bervariasi dari kelainan berupa rash (kemerahan) pada
kulit, anemia, trombositopenia, glomerulonefritis, dan dapat mengenai organ
yang lainnya di tubuh. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia
reproduksi dengan angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik,
imunologik, dan hormonal serta lingkungan diduga berperan dalam
patogenesis SLE.
Data rumah sakit pada tahun 2016 diketahui bahwa di Indonesia terdapat
2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit SLE, dengan 550 pasien
diantaranya meninggal dunia. Jumlah pasien rawat inap rumah sakit
meningkat sejak tahun 2014- 2016. Jumlah kasus SLE tahun 2016 meningkat
hampir dua kali Iipat dibandingkan tahun 2014, yaitu sebanyak 1.169 kasus.
Jumlah kematian akibat SLE pada pasien rawat inap di rumah sakit juga
meningkat tinggi dibandingkan dengan tahun 2014. Jumlah pasien meninggal
akibat SLE pada tahun 2015 (110 kematian) menurun jika dibandingkan tahun
2014. Jumlah ini meningkat drastis pada tahun 2016, yaitu sebanyak 550
kematian.
Penyebab pasti lupus eritematosus masih misteri, tetapi autoimunitas
kemungkinan merupakan penyebab yang utama, bersamaan dengan faktor
lingkungan, hormonal, genetik dan mungkin mungkin faktor virus.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2. ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru menurun.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit.
5. Resiko infeksi

49
B. SARAN
Saya sebagai penulis laporan ini, masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu saya sebagai penulis senantiasa menerima saran serta kritik yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan laporan ini selanjutnya.

50

Anda mungkin juga menyukai