Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspek dari pembangunan adalah mengusahakan agar seluruh masyarakat Kabupaten
Kubu Raya menempati rumah yang layak di lingkungan yang sehat. Dalam dasawarsa ini laju
pembangunan dan teknologi berkembang dengan cepat yang diikuti dengan pertambahan
penduduk yang makin besar pula. Ini berarti memerlukan tambahan lahan pertanian, lahan
permukiman dan lahan untuk tujuan lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan akan sandang,
pangan, dan papan. Masalah perumahan di Indonesia pada saat ini antara lain ditandai oleh
adanya tempat tinggal serta lingkungan yang pada umumnya jauh dari syarat-syarat
kehidupan keluarga yang layak. Masalah permukiman lebih terasa di daerah perkotaan
daripada di daerah pedesaan. Peningkatan jumlah penduduk di kota menyebabkan timbulnya
masalah permukiman. Disadari bahwa luas tanah merupakan faktor tetap, sementara jumlah
penduduk selalu berkembang walaupun telah berhasil ditekan laju pertumbuhannya.
Masalah permukiman selalu muncul, bahkan semakin kompleks (Eko Budiharjo,
1984). Masalah-masalah tersebut sampai saat ini masih menjadi problema seiring dengan laju
pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun.Pemilihan lokasi yang tepat untuk permukiman
mempunyai arti penting dalam aspek keruangan. Karena menentukan keawetan
pembangunan, nilai ekonomi bangunan dan dampak permukiman tersebut terhadap
lingkungan di sekitarnya (Sutikno, 1982).
Terbatasnya lahan untuk permukiman menyebabkan banyaknya bangunan yang
didirikan pada lokasi yang tidak menguntungkan atau lokasi permukiman yang tidak sesuai
dengan kondisi fisik lahan akan menyebabkanmpermukiman tersebut terancam sebagai akibat
dari proses geomorfologi. Permukiman tidak akan berhenti sebagai sumber masalah dalam
sejarah kehidupan manusia sejak dari jaman purba yang hidup dalam gua-gua sampai jaman
kini yang hidup di gedung-gedung pencakar langit.
Adapun masalah permukiman berkaitan dengan pemilihan lokasi yang kurang tepat,
misalnya daerah yang rawan banjir, daerah yang sulit mendapatkan air, keadaan tanahnya
yang labil dan sebagainya. Kebutuhan lahan selalu meningkat dalam bidang permukiman
tersebut seringkali tidak terpenuhi, karena jumlah penduduk cenderung selalu meningkat
sedangkan luas lahan relatif tidak bertambah. Untuk penentuan lokasi permukiman perlu
diperhatikan beberapa hal yang berkenaan dengan teknis pelaksanaan, segi tata guna lahan,
segi kesehatan dan kemudahan, serta segi ekonomi (Prayoga Mirhad, 1983).

1
Penentuan lokasi permukiman tersebut khususnya yang berkenaan dengan pendekatan
geomorfologi. Informasi geomorfologi keteknikan dapat dihasilkan dengan mempertemukan
syarat-syarat lokasi permukiman dengan kondisi geomorfologi daerah. Informasi ini akan
dapat membantu para perencana pembangunan dan menentukan tindakan dan perlakuan yang
diperlukan, sehingga dapat menekan biaya pembangunan dan pemeliharaan bangunan
permukiman.

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana perencanaan pemukiman masyarakat ditinjau dari aspek rumah sehat?
1.3 Tujuan
Mengetahui perencanaan pemukiman masyarakat ditinjau dari aspek rumah sehat

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Rumah

Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah bangunan
yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Menurut John F.C Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan, “Rumah adalah
bagian yang utuh dari permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan merupakan
suatu proses yang terus berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya dalam
suatu kurun waktu. Yang terpenting dan rumah adalah dampak terhadap penghuni, bukan wujud atau
standar fisiknya. Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang
diberikan rumah kepada penghuni serta apa yang dilakukan penghuni terhadap rumah”.
Menurut Siswono Yudohusodo (Rumah Untuk Seluruh Rakyat, 1991: 432), rumah adalah
bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Jadi,
selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan
iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah merupakan tempat awal pengembangan kehidupan.
Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman menyebutkan bahwa
rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping pangan, sandang, pendidikan dan
kesehatan. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap gangguan alam/cuaca dan makhluk lainnya,
rumah juga memiliki peran sosial budaya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan
nilai kehidupan, penyiapan generasi muda, dan sebagai manifestasi jati diri. Dalam kerangka
hubungan ekologis antara manusia dan lingkungannya maka terlihat jelas bahwa kualitas sumber daya
manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukimannya.
(Sumber: Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan
Prasarana Permukiman)

2. Pengertian Perumahan

Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, perumahan berada dan
merupakan bagian dari permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan (pasal 1 ayat 2).
Pembangunan perumahan diyakini juga mampu mendorong lebih dari seratus macam kegiatan
industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan permukiman (Sumber: Kebijakan dan Strategi
Nasional Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Permukiman )

3
3. Pengertian Permukiman

Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1992 Pasal 3, Permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang
terstruktur (pasal 1 ayat 3).
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 menyebutkan bahwa penataan perumahan dan
permukiman berlandaskan asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan,
kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Jadi, pemukiman adalah suatu wilayah atau area yang ditempati oleh seseorang atau kelompok
manusia. Pemukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam dan sosial
kemasyarakatan sekitar.

4. Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman

Dalam Pasal I menyebutkan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal
atau hunian dan sarana pembinaan keluarga; Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan; sedangkan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan
ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur;
Asas dari penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas manfaat, adil dan
merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan
kelestarian lingkungan hidup (Bab II Pasal 3). Sedangkan dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa
penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk:
 Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
 Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, dan teratur;
 Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
 Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.

4
Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman
skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap (Bab
IV Pasal 18). Pembangunan kawasan permukiman tersebut ditujukan untuk menciptakan kawasan
permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman dan mengintegrasikan secara
terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah ada di dalam atau di sekitarnya,
yang dihubungkan oleh jaringan transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain yang
memberikan berbagai pelayanan dan kesempatan kerja.
Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang
wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang menyeluruh dan terpadu
yang ditetapkan olch pemerintah daerah dengan mepertimbangkan berbagai aspck yang terkait serta
rencana, program, dan prioritas pembangunan perumahan dan permukiman.

5. Fungsi Rumah

Menurut Turner (1972:164-167), terdapat tiga fungsi yang terkandung dalam rumah:
1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga, yang diwujudkan dalam kualitas hunian atau
perlindungan yang diberian rumah. Kebutuhan tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni
mempunyai tempat tinggal atau berteduh secukupnya untuk melindungi keluarga dari iklim setempat.
2. Rumah sebagai penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial, budaya,
dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga. Fungsi ini diwudkan dalam lokasi tempat rumah itu
didirikan. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan
kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.
Rumah sebagai penunjang rasa aman dalam arti terjaminnya kehidupan keluarga di masa depan
setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan
keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan.
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia, perwujudannya bervariasi menurut siapa penghuni atau
pemiliknya. Berdasarkan hierarchy of need (Maslow, 1954:10), kebutuhan akan rumah dapat didekati
sebagai:
1. Physiological needs (kebutuhan akan makan dan minum), merupakan kebutuhan biologis yang
hampir sama untuk setiap orang, yang juga merupakan kebuthan terpenting selain rumah, sandang,
dan pangan juga termasuk dalam tahap ini.
2. Safety or security needs (kebutuhan akan keamanan),merupakan tempat berlindung bagi
penghuni dari gangguan manusia dan lingkungan yang tidak diinginkan.
3. Social or afiliation needs (kebutuhan berinteraksi), sebagai tempat untuk berinteraksi dengan
keluarga dan teman.

5
4. Self actualiztion needs (kebutuhan akan ekspresi diri), rumah bukan hanya sebagai tempat
tinggal, tetapi menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri.

6. Lingkungan Perumahan

Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu (K. Basset dan
John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :
 Nature (unsur alami), mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi, hidrologi, tanah,
iklim, maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna.
 Man (manusia sebagai individu), mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti biologis,
emosional, nilai-nilai moral, perasaan, dan perepsinya.
 Society (masyarakat), adanya manusia sebagai kelompok masyarakat.
 Shells (tempat), dimana mansia sebagai individu maupun kelompok melangsungkan kegiatan
atau melaksanakan kehidupan.
 Network (jaringan), merupakan sistem alami maupun buatan manusia, yang menunjang
berfungsinya lingkungan permukiman tersebut seperti jalan, air bersih, listrik, dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pada dasarya suatu permukiman terdiri dari isi (contents) yaitu
manusia, baik secara individual maupun dalam masyarakat dan wadah yaitu lingkungan fisik
permukiman lingkungan fisik permukiman yang merupakan wadah bagi kehidupan manusia dan
merupakan pengejawantahan dari tata nilai, sistem sosial, dan budaya masyarakat yang membentuk
suatu komunitas sebagai bagian dari lingkungan permukiman tersebut.

7. Perumahan Pinggiran Desa

Menurut Silas (1993) dalam Razziati (1999:15) mengatakan bahwa desa pinggiran di Surabaya yang
berlokasi dalam jangkauan peluang kerja, dibandingkan dengan di kampung, biaya penyediaan rumah
di desa lebih murah. Bermacam bentuk pembiayaan dengan berbagai cara pembayaran, selain aspek
positif dari peluang bangunan. Desa-desa tersebut tersebar dalam kisaran 100 Ha – 400 Ha, dengan
penduduk antara 100 – 4000 orang atau 250 – 800 rumahtangga per desa. Kurang lebih sekitar 1/5
dari luas tanah digunakan untuk perumahan dengan kepadatan sekitar 150 orang/Ha, dimana 4/5 luas
tanahnya untuk lahan pertanian.
Di desa pinggiran kota, rumah atau ruang kamarnya dapat dijual atau disewakan serta dikontrakkan
dengan perjanjian yang fleksibel, dan separoh (jauh lebih murah) dari harga di kampung kota.
Penjualan tanah untuk bangunan tidak umum pada waktu itu (sebelum tahun 1970-an). Sampai awal
tahun 1970-an, kebanyakan desa pinggiran di Surabaya memiliki tingkat pertumbuhan yang rendah.
Tetapi sejak mengacu pada kebijakan pembangunan kota, para pengembang menjadi tertarik pada

6
desa serta potensinya. Banyak pembangunan proyek real estate dekat desa dan mempengaruhi harga
tanah di desa tersebut. Dalam kurun waktu akhir 1970-an, harga tanah untuk kepentingan
pembangunan formal melonjak 100% - 150%. Meskipun harga tanah sudah naik, pada perumahan
untuk golongan pendapatan rendah, kenaikan harganya masih berkisar 20% - 50% dibanding tahun
sebelumnya.
Berdasarkan Razziati (1999), masuknya industri besar ke sebuah desa akan berpengaruh terhadap
perkembangan hunian di desa tersebut melalui transformasi sosial ekonomi. Bila dibandingkan
dengan Kota Surabaya, maka Desa Cangringmalang sebagai desa pinggiran mempunyai karakteristik
yang hampir sama dengan pada kurun waktu tahun 1970-an. Harga tanah pun masih rendah seperti
sebelum desa pinggiran Surabaya tersebut berkembang pesat. Yang membedakan antara desa-desa
tersebut adalah penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas lain.

8. Persyaratan Permukiman

Dalam penentuan lokasi suatu permukiman, perlu adanya suatu kriteria atau persyaratan untuk
menjadikan suatu lokasi sebagai lokasi permukiman. Kriteria tersebut antara lain:
1. Tersedianya lahan yang cukup bagi pembangunan lingkungan dan dilengkapi dengan prasarana
lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial.
2. Bebas dari pencemaran air, pencemaran udara dan kebisingan, baik yang berasal dari sumber daya
buatan atau dari sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun, dsb).
3. Terjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan individu dan
masyarakat penghuni.
4. Kondisi tanahnya bebas banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15 %, sehingga dapat dibuat sistem
saluran air hujan (drainase) yang baik serta memiliki daya dukung yang memungkinkan untuk
dibangun perumahan.
5. Adanya kepastian hukum bagi masyarakat penghuni terhadap tanah dan bangunan diatasnya yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu :
 Lokasinya harus strategis dan tidak terganggu oleh kegiatan lainnya.
 Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan kesehatan, perdagangan,
dan pendidikan.
 Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan tidak sampai
menimbulkan genangan air.
 Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap untuk
disalurkan ke masing-masing rumah.
 Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor, yang dapat dibuat dengan sistem individual
yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.

7
 Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar lingkungan
permukiman tetap nyaman.
 Dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti taman bermain untuk anak, lapangan atau taman,
tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya permukiman tersebut.
 Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
(Sumber: “Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun” Departemen PU)

Hal yang sama mengenai persyaratan lokasi permukiman juga dijelaskan dalam Joseph De Chiara
dalam Standar Perencanaan Tapak, 1994, dimana yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
perumahan tapak untuk perumahan apabila ingin dicapai pembangunan dan pemeliharaan yang sehat,
antara lain:

A. Sifat Khas Fisis Tapak yang Penting

1. Kondisi tanah dan bawah tanah.


Kondisi bawah tanah dan harus sesuai dengan untuk pekerjaan galian dan persiapan, peletakan
jaringan utilitas serta pelandaian dan penanaman, memberikan daya dukung yang baik untuk
penghematan konstruksi bangunan yang akan dibangun. Untuk menghemat konstruksi, sebaiknya
lapisan bawa tanah tidak mengandung batuan keras atau rintangan lain untk efisiensi galian utilitas
pondasi atau kolong bangunan.
2. Air tanah dan drainase
Muka air tanah yang relatif rendah untuk untuk melingdungi bangunan dari genangan pada kolong
bangunan dan gangguan air selokan, tidak adanya rawa, dan kelandaian lereng yang cukup
memungkinkan penyaluran curah hujan permukaan normal dan kelancaran aliran air selokan.
3. Keterbebasan dari banjir permukaan
Daerah pembangunan harus terbebas dari bahaya banjir permukaan yang disebabkan oleh sungai,
danau atau air pasang.
4. Kesesuaian penapakan bangunan yang akan direncanakan
Lahan tidak boleh terlalu curam demi kebaikan kelandaian dalam kaitannya dengan kostruksi hunian.
Tapak bangunan tidak boleh mempunyai ketinggian melebihi kemampuan jangkuan air untuk
keperluan rumah tangga dan penangulangan kebakaran.
5. Kesesuaian untuk akses dan sirkulasi
Topografi harus memungkinkan pencapaian yang baik oleh kendaraan maupun pejalan kaki, ke dan di
dalam tapak. Topografi juga harus memungkinkan pelandaian yang sesuai dengan standar yang ada.
6. Kesesuaian untuk pembangunan ruang terbuka
Lahan untuk halaman pribadi, tempat bermain dan taman lingkungan harus memungkinkan
pelandaian dan pembangunan yang sesuai dengan spesifikasi.

8
7. Keterbatasan dari bahaya kecelakaan topografi
Daerah yang akan dibangun hendaknya bebas dari kondisi topografi yang dapat menyebabkan
kecelakaan, seperti galian, lubang yang menganga, dan garis pantai yang berbahaya.

B. Ketersediaan Pelayanan Saniter dan Perlindungan

1. Persediaan air dan pembuangan air selokan saniter


Sistem persediaan air dan pembuangan harus dipandang sebagai pelayanan saniter jangka panjang dan
bukan hanya sekedar instalasi fisis. Penyetujuan dini dari pihak berwenang dibidang kesehatan
merupakan prasyarat untuk pembuatan fasilitas pembuangan air kotor pada tapak dan untuk usulan
pengembangan jaringan air maupun selokan yang akan melayani tapak tersebut.
2. Pembuangan sampah
Apabila pelayanan sampah kota dapat diadakan, maka pemilihan tapak yang menyangkut hal ini tidak
akan menemui masala. Tetapi kebutuhan fasilitas pengolahan sampah pada tapak atau di sekitas tapak
untuk penguburan, pembakaran dan proses kimiawi memerlukan upaya penelaahan untuk
pengalaman. Masalah yang utama adalah pemisahan lahan untuk pembuangan, penghindaran bau-
bauan yang disebar oleh angin serta penggunaan metode pembuangan untuk mencegah bersarangnya
tikus dan pembiakan serangga.
3. Listrik, bahan bakar dan komunikasi
Listrik sangat penting untuk setiap rumah, tetapi karena pelayanan listrik biasanya dapat diperluas
untuk suatu pembangunan dan dapat dibangkitkan apabila diperlukan maka listrik jarang
menimbulkanmaslah dalam pemilihan tapak. Gas tidak dianggap sebagai utilitas yang penting.
Apabila keperluan gas berada di luar jangkauan jaringan pelayanan, maka tabung gas bertekanan
tinggi yang mudah diangkut dapat digunakan. Pelayanan telepon, seperti listrik dapat diperluas untuk
tapak yang memerlukannya.
4. Pengamanan oleh polisi dan penyelamat kebakaran
Kelayakan perlindungan oleh polisi tidak begitu terpengaruh oleh lokasi, tetapi seperti halnya
perlindungan terhadap kebakaran, apabila letak tempatnya terisolir maka segi pembiayaan harus
diperhitungkan.

C. keterbatasan Dari Bahaya dan Gangguan Setempat

1. Bahaya kecelakaan
Bahaya utama kecelakaan utama adalah tabarakan dengan kendaraan bermotor lainnya, bahaya api
dan ledakan, jatuh, dan tenggelam. Penyebab tabrakan adalah lalu lintas jalan dan jalan kereta api
serta musibah pendaratan pesawat terbang di dekat jalur pendaratan.
2. Kebisingan dan getaran

9
Kebisingan yang berlebihan, kadang-kadang disertai getaran biasanya dihasilkan oleh jalan kereta api,
bandar udara, lalu lintas, industri berat, peluit kapal, dan sebagainya. Perumahan tidak boleh terletak
pada tapak yang terus menerus dilanda kebisingan yang tidak terkendali, terutama di malam hari.
3. Bau-bauan, asap dan debu
Sumber bau-bauan yang tidak sedap biasanya adalah:
 Pabrik, industri, terutama rumah potong hewan, penyamakan kulit dan pabrik yang
menghasilkan produk dari binatang; industri karet, kimia dan pupuk, pewarnaan atau pencucian
tekstil; pabrik kertas, sabun dan cat; dan pabrik gas.
 Tempat pembuangan sampah, terutama apabila proses pemusnahan melibatkan pembakaran.
 Sungai yang dikotori air selokan, atau instalasi pengolahan tinja yang tidak berjalan dengan
sempurna.
 Peternakan, terutama babi dan kambing, terutama apabila dipelihara secara berdesak-desakan
dan dalam keadaan kotor.
 Asap lalu lintas kendaraan bermotor dan kereta api dengan bahan bakar batubara. Sumber asap
dan debu yang sering dijumpai adalah industri, jalur kereta api, tempat pembuangan dan kebakaran
sampah. Debu juga berasal dari lahan terbuka seperti lahan kosong, perkebunan yang tidak ditanami,
tempat rekreasi yang tak terurus dan daerah berdebu yang luas.
(Dirangkum dari: Joseph De Chiara; Lee E. Koppelman. Standar Perencanaan Tapak. 1994. Hal: 91-
95)

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu wilayah, dan sebaliknya
kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi berkembangnya permukiman.
Permukiman berkaitan secara langsung dengan kehidupan dan harkat hidup manusia, faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan permukiman cukup banyak, antara lain faktor geografis, faktor
kependudukan, faktor kelembagaan, faktor swadaya dan peran serta masyarakat, faktor
keterjangkauan daya beli, faktor pertanahan, faktor ekonomi dan moneter. Faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah disebabkan oleh perubahan nilai-nilai budaya
masyarakat.
(Sumber: “Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, Nomor 12.April 1994)
Sedangkan menurut Siswono, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
permukiman yang dapat dilihat dari 9 aspek, antara lain: letak geografis, kependudukan, sarana dan
prasarana, ekonomi dan keterjangkauan daya beli, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi,
kelembagaan, dan peran serta masyarakat
(Sumber : Siswono, dkk)

10
1. Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan pembangunan suatu kawasan.
Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau akan sangat lambat untuk berkembang.
Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika topografi kawasan tersebut tidak datar maka akan
sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang. Lingkungan alam dapat mempengaruhi kondisi
permukiman, sehingga menambah kenyamanan penghuni permukiman.
2. Faktor Kependudukan
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang memberikan pengaruh yang
sangat besar terhadap pembangunan permukiman. Jumlah penduduk yang besar merupakan sumber
daya dan potensi bagi pembangunan, apabila dapat diarahkan menjadi manusia pembangunan yang
efektif dan efisien. Tetapi sebaliknya, jumlah penduduk yang besar itu akan merupakan beban dan
dapat menimbulkan permasalahan bila tidak diarahkan dengan baik. Disamping itu, penyebaran
penduduk secara demografis yang tidak merata, merupakan permasalahan lain berpengaruh terhadap
pembangunan perumahan.
3. Faktor Kelembagaan
Faktor lain yang berpengaruh terhadap pembangunan perumahan adalah perangkat kelembagaan yang
berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan, dan pelaksanaan baik sektor pemerintah
maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di daerah. Secara keseluruhan perangkat kelembagaan
tersebut belum merupakan suatu sistem terpadu. Menurut UU No. 5 Tahun 1979, Pemda memegang
peranan dan mempunyai posisi strategis dalam pelaksanaan pembangunan perumahan. Namun unsur-
unsur perumahan di Tingkat Daerah yang melaksanakan program khusus untuk koordinasi, baik
dalam koordinasi vertikal maupun horisontal dalam pembangunan perumahan, masih perlu
dimantapkan dalam mempersiapkan aparaturnya.
Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan permukiman, keberadaan
lembaga-lembaga desa, misalnya LKMD, Karang Taruna, Kelompok wanita dan sebagainya.
4. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, menengah, tidak tetap,
perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya masyarakat yang dilakukan oleh
berbagai organisasi non-pemerintah. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa masyarakat yang
berpenghasilan tidak tetap serta amat rendah dan tidak berkemampuan tersebut mampu membangun
rumahnya sendiri dengan proses bertahap, yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau
sederhana, kemudian lambat laun diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada pula beberapa
rumah yang sudah bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta masyarakat atau aspek sosial tersebut
juga meliputi kehidupan sosial masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong royong dan pekerjaan
bersama lainnya.
5. Sosial dan Budaya

11
Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi perkembangan permukiman.
Sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya, adat istiadat suatu daerah, kehidupan
bertetangga, dan proses modernisasi merupakan faktor-faktor sosial budaya. Rumah tidak hanya
sebagai tempat berteduh dan berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi berkembang menjadi sarana
yang dapat menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.
6. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli
Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat perekonomian suatu
daerah yang tinggi dapat meningkatkan perkembangan permukiman. Tingkat perekonomian suatu
daerah akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Makin tinggi pendapatan sesorang, maka
makin tinggi pula kemampuan orang tersebut dalam memiliki rumah. Hal ini akan meningkatkan
perkembangan permukiman di suatu daerah. Keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap suatu
rumah akan mempengaruhi perkembangan permukiman. Semakin murah harga suatu rumah di daerah
tertentu, semakin banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah
permukiman yang ada.
7. Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat mempengaruhi
perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai
dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-hari. Semakin lengkap sarana dan
prasarana yang tersedia maka semakin banyak pula orang yang berkeinginan bertempat tinggal di
daerah tersebut.
8. Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk permukiman, menyebabkan
timbulnya slum dan squatter.
9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan perkembangan perumahan dan
permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-teknologi baru dalam bidang jasa konstruksi dan bahan
bangunan maka membuat pembangunan suatu rumah akan semakin cepat dan dapat menghemat
waktu. Sehingga semakin banyak pula orang-orang yang ingin membangun rumahnya. Hal ini akan
meningkatkan perkembangan permukiman.

Amos Rapoport (1983) juga menyatakan bahwa permukiman dapat dilihat sebagai suatu
bentang lahan budaya (cultural landscape feature) terutama permukiman tradisional yang wujud
fisiknya sangat besar kaitannya dengan budaya, dimana ciri-cirinya adalah:
1. Di dalamnya terdapat hubungan/kaitan antara berbagai elemen dan juga sifat dan elemen-elemen
tersebut, termasuk antara lingkungan binaan dengan lingkungan alami.
2. Mempunyai ciri dan karakteristik yang khas, umumnya mengandung budaya yang spesifik.

12
3. Tidak dirancang oleh seorang perancang. Perancangan merupakan suatu konsep yang lebih luas
yang merupakan perwujudan dan keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan manusia, sebuah pilihan
diantara berbagai alternatif yang memungkinkan.
4. Terdapat sifat-sifat spesifik dan pilihan-pilihan tersebut yaitu didasarkan atas hukum yang berlaku,
merefleksikan budaya pada kelompoknya.
5. Merupakan sistem pilihan dan gaya hidup, meliputi pilihan-pilihan bagaimana menentukan material,
waktu dan sumber-sumber simbolik.
6. Bentang budaya misalnya permukiman adalah merupakan sebuah produk dan sistem pilihan
tersebut.
7. Konservasi-preservasi dan bentang budaya yang merupakan suatu tingkatan dan kualitas lingkungan.
Konservasi dan prisip-prinsip dalam bentang budaya tradisional dapat diterapkan dalam rancangan
yang baru.
8. Kualitas lingkungan, yang menyangkut persepsi (terkait dengan psikologikal, sosio kultur) dan
standar (terkait dengan studi fisik dan lingkungan).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah :


1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial. Maksudnya membangun
suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi
pantai, di desa ataukah di kota, di daerah dingin ataukah di daerah panas, di daerah pegunungan dekat
gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya. Rumah didaerah
pedesaan, sudah barang tentu disesuaikan kondisi sosial budaya pedesaaan, misalnya bahanya,
bentuknya, menghadapnya, danlain sebagainya. Rumah didaerah gempa harus dibuat dengan bahan-
bahan yang ringan namun harus kokoh, rumah didekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga
aman terhadap serangan-serangan binatang buas.
2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat
Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu
maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu, kayu atap rumbia dan sebagainya adalah
merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah
bukan sekadar berdiripada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya (Notoadmojo,
2003).

Syarat-syarat rumah yang sehat :


1. Bahan bangunan
a. lantai : Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu
sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu,
untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah

13
tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai
tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan
benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan
sarang penyakit.
b. Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah
tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di
pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang
pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan
alamiah.
c. Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan
bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang
tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng
ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas
didalam rumah.
d. Lain-lain (tiang, kaso dan reng)
Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-
bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus
yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka
lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

2. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di
dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni
rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah yang berarti
kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu tidak cukupnya
ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit.)
Funsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan-ruangan dari bakteri-
bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri
yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan
selalu tetap didalam kelembaban (humuduty) yang optium.
Ada 2 macam ventilasi, yakni :
a) Fungsi kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri,
terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain
ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga

14
lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindung kita dari gigitan-
gigitan nyamuk tersebut.
b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut,
misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi
rumah di pedesaan.
Perlu diperhatika disinni bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak berhenti
atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan
keluarnya udara.

3. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak.
Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang
nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit
penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya
dapat merusakan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :
a) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya
sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Perlu
diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke
dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai ventilasi,
juga sebagai jalan masuk cahaya.
Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan dusahakan agar sinar matahari lama menyinari
lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tenan tinggi dinding
(tembok).
Jaln masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan geneng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat
secra sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa waktu pembuatanya kemudian menutupnya
dengan pecahan kaca.
b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah,
listrik, api dan sebagainya.

4. Luas bangunan rumah


Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lanai
bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak
sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak
sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga

15
terkene penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan
yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).

5. Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat


Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut:
a. Penyediaan air bersih yang cukup
b. Pembuangan Tinja
c. Pembuangan air limbah (air bekas)
d. Pembuangan sampah
e. Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga
Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang).
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk
rumah pedesaan, yakni:
a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan bagian dari rumah tempat
tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri.
b) Kandang ternak. Oleh karena kandang ternak adalah merupakan bagian hidup dari petani, maka
kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal ini tidak sehat, karena ternak kadang-
kadang merupakan sumber penyakit pula. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari
rumah tinggal, atau dibikinkan kandang sendiri (Notoadmojo, 2003).

Sistem Pembuangan
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga,
industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-
zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan
lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari
daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air
permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang tersisa dari
kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan
sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air
yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang
sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan laut dan akan
digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik.
Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokan sebagai
berikut :

16
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang berasal
dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air
bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organic.
2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses
produksi. Zat-zat yang tergantung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang
dipakai oleh masing-masing industri, antara lain : nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya.
Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan memnjadi
rumit.
3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari daerah :
perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada umumnya zat-
zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang
tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah ini
digolongkan menjadi sebagai berikut:

1. Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi.
Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau.
Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian
tinja, dan sebagainya.

2. Karakter kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih
serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainya.
Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila
sudah memulai membusuk. Substansi organic dalam air buangan terdiri dari dua gabungan, yakni :
a. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan asam amino.
b. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan karbuhidrat, termasuk selulosa.

3. Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah
tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air
buangan.
Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah yang tidak
diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan
hidup antara lain :

17
a. menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama: kholera, typhus abdominalis,
desentri baciler.
b. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.
c. Menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk.
d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.
e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup lainya.
f. Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak nyaman, dan sebagainya.
Pegolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air
limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar
terhadap gangguan yang timbul karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam
tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu
dibuang.
Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut :
1. Pengeceran (dilution)
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru
dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin
meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan
diperluka air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.
Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-
badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-
badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan banjir.
2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae),
bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam
berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi
lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang terbuka,
sehingga memungkinkan memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.
3. Irigasi
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk
kedalam tanah melalui dasar dan dindindg parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat
digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk
pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu
sapi, rumah potong hewan, damn lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup
tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

18
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, rumah adalah bangunan
yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Menurut John F.C
Turner, 1972, dalam bukunya Freedom To Build mengatakan, “Rumah adalah bagian yang utuh dari
permukiman, dan bukan hasil fisik sekali jadi semata, melainkan merupakan suatu proses yang terus
berkembang dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya dalam suatu kurun waktu.
Yang terpenting dan rumah adalah dampak terhadap penghuni, bukan wujud atau standar fisiknya.
Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara rumah dan penghuni adalah apa yang diberikan rumah
kepada penghuni serta apa yang dilakukan penghuni terhadap rumah”.

19
DAFTAR PUSTAKA

Balchin, P., N., Isaac, D. And Chen, J., 2006, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota (Regional
and City Planning Journal), Penerbit ITB, Bandung.
Sastra, S & Marlina E, 2006, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, Penerbit
ANDI, Yogyakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai