Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

CA NASOFARING
Untuk Memenuhi Tugas Sensori Persepsi

Disusun Oleh :
1. Aufa Aldhea Onaisha
2. Didi Wahyudi
3.

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumor nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring. Penyakit ini
adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan pada beberapa tempat seperti Amerika
Utara dan Eropa dengan insiden penyakit 1 per 100.000 penduduk. Tumor ganas ini lebih
sering terdapat di Asia Tenggara termasuk Cina, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan
dengan insiden antara 10 – 53 kasus per 100.000 penduduk. Di Timur Laut India, insiden pada
daerah endemik antara 25 – 50 kasus per 100.000 penduduk.Di Eskimo, Alaska, Greenland,
dan Tunisia insidennya juga meningkat yaitu 15-20 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia yaitu sekitar 60% dan menduduki urutan ke-5 dari seluruh keganasan
setelah tumor ganas mulut rahim, payudara, getah bening, dan kulit (Roezin, 2001).

Di Indonesia, tumor ganas ini termasuk dalam urutan pertama tumor ganas pada kepala
dan leher dengan angka mortalitas yang cukup tinggi. Jenis penyakit ini sangat tinggi
populasinya di Negara-negara Asia tertentu, sehingga menimbulkan dugaan bahwa faktor
genetic ikut berperan dalam pathogenesis penyakit. Penyakit karsinoma nasofaring (KNF)
juga memiliki gejala yang berbeda-beda dari setiap pasien, sehingga para medik sering
mengalami kesulitan saat harus melakukan diagnosa tanpa bantuan specialis atau pakar dalam
hal ini dokter specialis penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT).

B. Tujuan Penulisan

o untuk mengetahui definisi dan etiologi kanker nasofaring

o untuk mengetahui patofisiologi, manifestasi klinik dan penatalaksanaan kanker


nasofaring
o untuk mengetahui komplikasi dan pathway kanker nasofaring

o untuk mengetahui rencana asuhan keperawatan penyakit kanker nasofaring


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Karsinoma nasofaring adalah sebuah kanker yang bermula tumbuh pada sel
epitelial batas permukaan badan internal dan eksternal sel didaerah nasofaring (american
cancer asosiety,2011).
Karsinoma nasofaring adalah keganasan yang muncul pada daerah nasofaring
(area diatas tengorokan dibelakang hidung).
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa
nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Tumor ini tumbuh dari epitel yang
meliputi jaringan limfoit, dengan predileksi di fosa Rossenmuller pada nasofaring yang
merupakan daerah transisional dimana epitel kubid berubah menjadi skuamosa dan atap
nasofaring. (Asroel, 2002).

2. Etiologi
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin
mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah:
1) Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan
memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte
antigen) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka
berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring (Pandi, 1983 dan Nasir, 2009) .
2) Infeksi Virus Eipstein-Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring
dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang Asia
dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan
mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula
terhadap antigen dini (EA); antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap
antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang
tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma
nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring
tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-
keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung
dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma (Nasir, 2009 dan
Nasional Cancer Institute, 2009).
3) Faktor Lingkungan
Ventilasi rumah yang jelek dengan asap kayu bakar yang terakumulasi di dalam rumah
juga dapat meningkatkan angka kejadian KNF. (gangguly,2003) selai itu juga serng
kontang dengan zat-zat yang bersifat karsinogen seperti gas kmia, asap industri, dll.

3. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
A. Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan
pengobatan yang sedini mungkin sangat diperlukan..
a. Gejala telinga:
 Sumbatan tuba eustachius atau kataralis.
Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang
disertai dengan gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang
sangat dini.
 Radang telinga tengah sampai perforasi membran timpani.
 Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan
muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang
diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi
membran timpani dengan akibat gangguan pendengaran.

b. Gejala Hidung :
 Epistaksis

Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat
terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya
berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus,
sehingga berwarna kemerahan.

 Sumbatan hidung

Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam


rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-
kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala
telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,
karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan
lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita
radang. Hal ini menyebabkan keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi
pada stadium dini (Roezin & Anida, 2007 dan National Cancer Institute,
2009).

B. Gejala Lanjut

a. Pembesaran kelenjar limfe leher

Tidak semua benjolan leher menandakan kekhasan penyakit ini jika timbulnya di
daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan
biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya sering
diabaikan oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar
dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit
digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran kelenjar
limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
b. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar

Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa


lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi, seperti penjalaran tumor
melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat juga
mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda (diplopia).
Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI,
dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif
jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson.Bila
sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral.Dapat juga disertai
dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya
prognosisnya buruk.

c. Gejala akibat metastasis

Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh
yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh.Yang
sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium
dengan prognosis sangat buruk (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009).

4. Penatalaksanaan
A. Medis
a. Radioterapi
 Merupakan penatalaksanaan pertama untuk KNF.
 Radiasi diberikan kepada seluruh stadium (I,II,III,IV lokal) tanpa metastasis
jauh dengan sasaran radiasi tumor primer dan KGB leher dan supraklavikula.
 Macam pemberian radioterapi : radiasi eksterna , radiasi interna dan radiasi
intravena
b. Kemoterapi
 Diberikan pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh
 Macam kemoterapi : kemoterapi neodejuvan, kemoterapi adjuvan, kemotrapi
konkomitan
c. Imunoterapi
 Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
adalah virus epistein bar, maka pada penderita KNF dapat diberikan
imunoterapi.
d. Operasi / pembedahan
 Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
 Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan
bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi.
 Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus
yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi
dengan cara lain.
B. Keperawatan
a.
5. Komplikasi

 Hipotiroidsme

 Hilangnya jangkauan gerak

 Hipoplasia struktur otak dan tulang (Maqbook, 2000 dan Nasir, 2009).

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal
ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan
bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang,
masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening
pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.

6. Pathway
1. Penggolongan Ca Nasofaring :
Ukuran tumor (T)

T Tumor
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
Tumor terdapat pada dua lokalisasi
T2 atau lebih tetapi masih terbatas pada
rongga nasofaring
Tumor telah keluar dari rongga
T3
nasofaring
Tumor telah keluar dari rongga
T4 nasofaring yang telah merusak tulang
tengkorak atau saraf saraf otak
1. Regional Limfe Nodes

N0 Tidak ada pembesaran


N1 Terdapat pembesaran tetapi homolatral dan masih bisa di gerakan
Terdapat pembesaran kontralateral/biltral dan masih dapat di
N2
gerakan
Terdapat pembesaran baik, homolateral, kontralateral, bilateral yang
N3
sudah melekat pada jaringan sekitar
1. Metatase Jauh(M)

M0 Tidak ada metatese jauh


M1 Metatase jauh

1. Stadium Tumor Nasofaring

1. Stadium I : T1 N0 dan M0
2. Stadium II : T2 N0 dan M0
3. Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau T3 dan N0 dan M0

4. Stadium IVa : T4 dan N0/N1 dan M0 atau T1/T2/T3/T4 dan N2 /N3 dan M0 atau
T1/T2/T3.T4 dan N0/N1/N2/N3/N4 dan M1

2.3 Etiologi

Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup


banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:

1. Kerentanan Genetik
Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca
Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi
familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen pengode
enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca
Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian
menunjukkan bahwa kromosom pasien Ca Nasofaring menunjukkan ketidakstabilan, sehingga
lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit.

1. Virus EB (Eipstein-Barr)

Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen
kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA), antigen nuklir ( EBNA ) , dll.
Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :

1. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB (termasuk


VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer
geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker
lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor. Selain itu titer antibodi dapat
menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila
penyakitnya rekuren atau memburuk.
2. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus dan
EBNA.
3. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB,
ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti
juga banyak.
4. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan
karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.

Ada beberapa mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah:

1. Zat Nitrosamin.

Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator penting. Nitrosamin
juga ditemukan dalam ikan atau makanan yang diawetkan di Greenland juga pada ” Quadid ”
yaitu daging kambing yang dikeringkan di Tunisia, dan sayuran yang difermentasi (asinan) serta
taoco di Cina.

2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina,
Indonesia dan Kenya, meningkatkan jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-
rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF.

3. Kontak dengan zat karsinogenik.


Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat karsinogen yaitu zat yang dapat menyebabkan
kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene (sejenis dalam arang batubara), gas kimia, asap
industri, asap kayu dan beberapa ekstrak tumbuhan-tumbuhan.

4. Ras dan keturunan.

Kejadian KNF lebih tinggi ditemukan pada keturunan Mongoloid dibandingkan ras lainnya.Di
Asia terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan.Ras
Melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang banyak terkena.

5. Radang Kronis di daerah nasofaring.

Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap
karsinogen lingkungan.

6. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut
berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring :

1. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring ,


kandungan 3,4 benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih
tinggi dari keluarga di area insiden rendah.
2. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses timbulnya kanker
nasofaring.
3. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan
kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil
yang berefek mutagenik.

2.5 Patofisiologi

Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat
dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang
terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi
dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan
sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah
protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif
dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang
menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi
differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel
kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.

 Komplikasi dan Prognosis


o Komplikasi
Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan
hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan
tulang diradiasi. Komplikasi ini terjadi selama atau beberapa hari setelah dilakukannya
radioterapi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar
hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran
sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.Toksisitas ginjal
dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko
untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka
radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat (Maqbook, 2000 dan Nasir,
2009).

 Prognosis

Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan
metastasenya.Karsinoma skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif daripada yang non
keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada
ke-2 tipe yang disebutkan terakhir.Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut,
tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi. Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor
seperti stadium yang lebih lanjut,usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan dan ras
Cina daripada ras kulit putih (Arima, 2006) .

 Penatalaksanaan

Untuk penyakit tumor nasofaring, ada beberapa terapi yang perlu dilakukan untuk mendukung
pemulihan kondisi pasien diantaranya:

 Radioterapi

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
KNF.Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan sinar peng-ion,
bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat
disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat
radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk
keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy. Dosis radiasi pada
limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang
tidak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm
diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi
5,5 minggu
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat tergantung
pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya.Untuk stadium I
dan II, diperoleh respons komplit 80% – 100% dengan terapi radiasi.Sedangkan stadium III dan
IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% –
80%.Angka ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa factor diantaranya yang
terpenting adalah stadium penyakit.

Terdapat 3 cara utama pemberian radioterapi, yaitu:

 Radiasi Eksterna / Teleterapi


 Radiasi Interna / Brakhiterapi
 Intravena

Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon
dinilai dari pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan criteria
WHO, antara lain:

 Complete Response: menghilangnya seluruh kelenjar getah bening yang besar.


 Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
 No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.
 Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
o Kemoterapi

Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat pertumbuhan
kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kanker dapat digunakan sebagian
terapi tunggal (active single agents), tetapi pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih
meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap
salah satu obat mungkin sensitive terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi
sehingga efek samping menurun.

Beberapa regimen kemoterapi yang antara lain cisplatin, 5-Fluorouracil, methotrexate, paclitaxel
dan docetaxel. Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganas.
Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk mengatasi sel
tumor apabila ada metastasis jauh.Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori :

1. Kemoterapi adjuvan

Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi. Tujuannya untuk


mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak
dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya
yang maksimal ternyata:

1. Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.


2. Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis.
3. Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi terjadi karena tingginya resiko kekambuhan
dan metastasis jauh.
4. Kemoterapi neoadjuvant

Pemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud adalah pemberian sitostatika lebih awal yang
dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk
mengecilkan tumor yang sensitif sehingga setelah tumor mengecil akan lebih mudah ditangani
dengan radiasi.

Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker kepala dan leher.
Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada awal perjalanan penyakit adalah untuk
menurunkan beban sel tumor sistemik pada saat terdapat sel tumor yang resisten.Vaskularisasi
intak sehingga perjalanan ke daerah tumor lebih baik. Terapi bedah dan radioterapi sepertinya
akan memberi hasil yang lebih baik jika diberikan pada tumor berukuran lebih kecil.

3. Kemoterapi concurrent

Kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi. Umumnya dosis kemoterapi yang diberikan
lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer. Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada KNF
ternyata dapat meningkatkan hasil terapi terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan relaps.
Hasil penelitian menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker kepala dan leher
termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin dapat bertindak sebagai agen
sitotoksik dan radiation sensitizer. Jadwal optimal cisplatin masih belum dapat dipastikan,
namun pemakaian sehari-hari dengan dosis rendah, pemakaian 1 kali seminggu dengan dosis
menengah, atau 1 kali 3 minggu dengan dosis tinggi telah banyak digunakan.

 Operasi

Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi.
Disekresi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang
dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif
yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak
berhasil diterapi dengan cara lain.

 Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka pada penderita
karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi.

 Perawatan paliatif

Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi.Mulut terasa kering disebabkan oleh
kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Gangguan lain adalah
mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Perawatan paliatif diindikasikan langsung untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala dan
memperpanjang usia.

 Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi.
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara memasak makanan untuk
mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai
lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang
berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab.Akhir sekali, melakukan tes
serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring
lebih dini (Tirtaamijaya, 2009).

Bab 3. Pathways

Bab 4. Asuhan Keperawatan

4.1 Pengkajian

4.1.1 Identitas pasien

1. Nama

Terdapat nama lengkap dari pasien penderita penyakit tumor nasofaring.

1. Jenis Kelamin
Penyakit tumor nasofaring ini lebih banyak di derita oleh laki-laki daripada perempuan.

1. Usia

Tumor nasofaring dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak antara 45-54 tahun.

1. Alamat

Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asap dengan ventilasi rumah yang kurang
baik akan meningkatkan resiko terjadinya tumor nasofaring serta lingkungan yang sering
terpajan oleh gas kimia, asap industry, asap kayu, dan beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan.

1. Agama

Agama tidak mempengaruhi seseorang terkena penyakit tumor nasofaring.

1. Suku Bangsa

Karsinoma nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun Oseania,
insidennya umumnya kurang dari 1/100.000 penduduk.Insiden di beberapa negara Afrika agak
tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk.Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara
dan China. Di RRC, walaupun karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan daripada
berbagai daerah lain di dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya 1,88/100.000, pada pria
2,49/100.000, dan pada wanita 1,27/100.000. Sebesar 2% dari kasus.karsinoma nasofaring
adalah penderita anak dan di Guangzhou ditemukan 1% karsinoma nasofaring dibawah 14 tahun.
Pada penelitian yang dilakukan di

medan (2008), kelompok umur penderita karsinoma nasofaring terbanyak adalah 50-59 tahun
(29,1%). Umur penderita yang paling muda adalah 21- tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-
rata umur penderita pada penelitian ini adalah 48,8 tahun.

1. Pekerjaan

Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko terkena tumor nasofaring, karena akan
sering terpajan gas kimia, asap industry, dan asap kayu.

1. Diagnosa Medis

Diagnosa medis yang ditegakkan adalah tumor nasofaring.

4.1.2 Status Kesehatan

1. Keluhan Utama
Biasanya di dapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi penurunan
dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok.Pasien mengeluh
rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan
pendengaran.Terjadi pendarahan dihidung yang terjadi berulang-ulang, berjumlah sedikit dan
bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan
keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit samapi timbulnya keluhan, faktor
apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa
yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST. Penderita
tumor nasofaring ini menunjukkan tanda dan gejala telinga kiri terasa buntu hingga peradangan
dan nyeri, timbul benjolan di daerah samping leher di bawah daun telinga, gangguan
pendengaran, perdarahan hidung, dan bisa juga menimbulkan komplikasi apabila terjadi dalam
tahap yang lebih lanjut

1. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan
penyait keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.

1. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor nasofaring maka akan
meningkatkan resiko seseorang untuk terjangkit tumor nasofaring pula.

4.1.3 Pemeriksaan Fisik

1. Sistem Penglihatan

Pada penderita karsinoma nasofaring terdapat posisi bola mata klien simetris, kelompak mata
klien normal, pergerakan bola mata klien normal namun konjungtiva klien anemis, kornea
normal, sclera anikterik, pupil mata klien isokor, otot mata klien tidak ada kelainan, namun
fungsi penglihatan kabur, tanda-tanda radang tidak ada, reaksi terhadap cahaya baik (+/+). Hal
ini terjadi karena pada karsinoma nasofaring, hanya bagian tertentu yang mengalami beberapa
gejala yang tidak normal seperti konjungtiva klien yang anemis disebabkan klien memiliki
kekurangan nutrisi dan fungsi penglihatan kabur.

1. Sistem pendengaran

Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan pasien normal dan simetris,
terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri tekan pada telinga. Hal ini terjadi akibat adanya
nyeri saat menelan makanan oleh pasien dengan tumor nasofaring sehingga terdengar suara
berdengung pada telinga.

1. Sistem pernafasan

Jalan nafas bersih tidak ada sumbatan, klien tampak sesak, tidak menggunakan otot bantu nafas
dengan frekuensi pernafasan 26 x/ menit, irama nafas klien teratur, jenis pernafasan spontan,
nafas dalam, klien mengalami batuk produktif dengan sputum kental berwarna kuning, tidak
terdapat darah, palpasi dada klien simetris, perkusi dada bunyi sonor, suara nafas klien ronkhi,
namun tidak mengalami nyeri dada dan menggunakan alat bantu nafas. Pada sistem ini akan
sangat terganggu karena akan mempengaruhi pernafasan, jika dalam jalan nafas terdapat sputum
maka pasien akan kesulitan dalam bernafas yang bisa mengakibatkan pasien mengalami sesak
nafas. Gangguan lain muncul seperti ronkhi karena suara nafas ini menandakan adanya gangguan
pada saat ekspirasi.

1. Sistem kardiovaskular

Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit dengan irama teratur, tidak
mengalami distensi vena jugularis, temperature kulit hangat suhu tubuh klien 360C, warna kulit
tidak pucat, pengisian kapiler 2 detik, dan tidak ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung,
kecepatan denyut apical 82 x/ menit dengan irama teratur tidak ada kelainan bunyi jantung dan
tidak ada nyeri dada. Tumor nasofaring tidak menyerang peredaran darah pasien sehingga tidak
akan mengganggu peredaran darah tersebut.

1. Sistem saraf pusat

Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat kesadaran pasien kompos mentis
dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E: 4, M: 6, V: 5. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK,
tidak ada gangguan sitem persyarafan dan pada pemeriksaan refleks fisiologis klien normal.
Tumor nasofaring juga bisa menyerang saraf otak karena ada lubang penghubung di rongga
tengkorak yang bisa menyebabkan beberapa gangguan pada beberapa saraf otak. Jika terdapat
gangguan pada otak tersebut maka pasien akan memiliki prognosis yang buruk.

1. Sistem pencernaan

Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah klien tidak kotor, saliva
normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak ada diare, konsistensi feses lunak, bising usus
klien 8 x/menit, tidak terjadi konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen lembek. Tumor tidak
menyerang di saluran pencernaan sehingga tidak ada gangguan dalam sistem percernaan pasien.

1. Sistem endoktrin

Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien tidak berbau keton, dan tidak ada
luka ganggren. Hal ini terjadi karena tumor nasofaring tidak menyerang kalenjar tiroid pasien
sehingga tidak menganggu kerja sistem endoktrin.
1. Sistem urogenital

Balance cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml, tidak ada perubahan pola kemih
(retensi urgency, disuria, tidak lampias, nokturia, inkontinensia, anunia), warna BAK klien
kuning jernih, tidak ada distensi kandung kemih, tidak ada keluhan sakit pinggang. Tumor
nasofaring tidak sampai melebar sampai daerah urogenital sehingga tidak mengganggu sistem
tersebut.

1. Sistem integumen

Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit baik,
tidak ada luka, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah pemasangan infuse baik, tekstur
kulit baik, kebersihan rambut bersih. Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya
sumbatan yang ada di dalam tenggorokan sehingga pasien terlihat pucat.

1. Sistem musculoskeletal

Saat ini klien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada tulang, sendi dan kulit
serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan pada bentuk tulang sendi dan tidak ada kelainan
struktur tulang belakang, dan keadaan otot baik. Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka
sehingga tidak ada kelainan yang mengganggu sistem musculoskeletal.

4.1.4 Pemeriksaan Penunjang

1. pemeriksan kelenjar limfe leher

Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus aksesorius dan
rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat pembesaran (Desen, 2008).

1. pemeriksaan nasofaring

Nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior, dengan atau tanpa menggunakan kateter
(American Cancer Society, dan Soetjipto, 1989).

 Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter

Nasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring dan
area yang dekat sekitarnya.Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat
dilakukan. Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat tampak dengan
mudah.

 Rinoskop posterior menggunakan kateter

Nasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic scope ( lentur, menerangi,


tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara langsung
lapisan nasofaring.
Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah
tampak di orofaring, uung katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya
disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.

1. Pemeriksaan saraf cranial

Ditujukan pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu
diperiksa berulang kali barulah ditemukan hasil positif (Desen, 2008).

1. CT Scan

Pemeriksaan tomografi, CT Scan nasofaring merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya


untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. Pada stadium dini terlihat asimetri dari
resessus lateralis, torus tubarius dan dinding posterior nasofaring

1. X-ray dada

Jika pasien telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray dada mungkin dilakukan
untuk menilai penyebaran kanker ke paru (American Cancer Society, 2011 dan Soetjipto, 1989).

1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan

MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak membuat potongan
melintang, sagital koronal, sehingga lebih baik dari CT. MRI selain dengan jelas memperlihatkan
lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke
tulang. Dalam membedakan antara pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi tumor, MRI
juga lebih bermanfaat (Desen, 2008 dan American Cancer Society, 2011) .

1. Foto Thoraks

Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta adanya metastasis jauh
(Soetjipto, 1989).

1. Biopsi

Penghapusan sel atau jaringan sehingga dapat dilihat dibawah mikroskop oleh patologi untuk
memastikan tanda-tanda kanker. Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara dari hidung
atau dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyulusuri konka media ke nasofaring
kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi melalui mulut dengan
memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung keteter yang
berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama ujung keteter yang di
hidung.Demikian juga dengan keteter yang dihidung disebelahnya, sehingga palatum mole
tertarik ke atas.Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan
melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui
mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan
dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%.

1. Pemeriksaan darah

Untuk mengetahui adanya metastasis jauh.

Analisa data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


sesak nafasBersihan jalan
nafas tidak
efektifPenumpukan lendir
DS: -DO: 1. Suara pasien
ronkhi2. pasien sulit Bersihan jalan nafas tidak
menelan makanan3. Adanya efektif
pembengkakan pada leher
tumor

Kesulitan bernafas

Ketidakefektifan pola nafas


DS: -DO: 1. Adanya
bengkak pada leher2.
Ketidakefektifan pola nafas
Pemeriksaan cuping hidung
positif
Penyumbatan saluran nafas

tumor
DS: -DO: 1. Adanya Gangguan menelan
perilaku ekspresif dari nyeri akut
Nyeri akut
pasien2. Kesulitan penekanan syaraf
beraktivitas3. sianosis tumor
DS: -DO: 1. Penurunan Penurunan berat badan Ketidakseimbangan nutrisi
berat badan pasien2. pasien kurang dari kebutuhan
kesulitan menelan tubuh
makanan3. pasien tampak
lemah
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Anoreksia

infeksi

4.2 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan lendir yang ditandai
dengan terdengarnya suara ronchi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan jalan nafas oleh tumor yang
ditandai dengan cuping hidung positif
3. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan jaringan saraf oleh tumor yang ditandai
dengan adanya perilaku ekspresif
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
yang ditandai dengan penurunan berat badan.

4.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan


No Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan Setelah 1. Posisikan klien 1. Posisi membantu
nafas tidak dilakukan dengan semifowler untuk memaksimalkan
efektif tindakan memaksimalkan ekspansi paru dan
berhubungan keperawatan 2 x ventilasi2. Kaji menurunkan upaya
dengan 24 jam jalan keefektifan pengobatan pernafasan.2.
penumpukan nafas bersih yang diresepkan.3.Atur Mengetahui
lendir yang dengan pemberian O24.Lakukan pengobatan yang
ditandai kriteria:1. pengisapan endotrakea telah dijalankan.3.
dengan Jalan nafas atau nasotrakrea, sesuai Untuk meningkatkan
terdengarnya bersih dan dengan transport
suara ronchi efektif2. kebutuhan5.Informasikan oksigen.4. Untuk
Mengeluarkan kepada pasien dan mengeluarkan
sekesi secara keluarga sebelum sputum5. Inform
efektif3. memulai prosedur consent kepada
Mempunyai 6.Konsultasikan dengan pasien dan keluarga
irama dan dokter tentang kebutuhan 6. Untuk
frekuensi untuk perkusi atau mengetahui
pernafasan dalam peralatan pendukung. kebutuhan yang
rentang yang diperlukan pasien
normal selama perawatan.
1. Untuk
1. Pantau adanya mengetahui tanda
pucat dan sianosis2. dan gejala yang
Pantau kecepatan, irama, muncul akibat tumor
kedalaman dan upaya nasofaring.2. Untuk
Gsetelah
pernafasan3. mengetahui upaya
dilakukan
Perhatikan pergerakan pasien dalam
tindakan
dada, amati kesimetrisan, bernafas.3. Untuk
keperawatan
dan penggunaan otot mengetahui pola
Pola nafas selama 2×24 jam
bantu pernafasan4. nafas yang
tidak efektif pola nafas
Pantau bunyi pernafasan normal.4. Untuk
berhubungan kembali efektif,
seperti mendengkur5. melihat adanya bunyi
dengan dengan
Anjurkan pasien untuk nafas tambahan.5.
penyempitan kriteria:1.
2. nafas dalam Untuk mengetahui
jalan nafas Pasien tidak
upaya pasien dalam
oleh tumor merasa sesak lagi
6. Ajarkan pasien nafas dalam.
yang ditandai dengan RR
tentang teknik relaksasi
dengan cuping 20x/menit2.
untuk memperbaiki pola 6. Untuk memberi
hidung positif Cuping hidung
pernafasan kenyamanan
negative3.
Bunyi nafas
7. Atur posisi pasien 7. Posisi membantu
tambahan tidak
semi fowler memaksimalkan
ada
ekspansi paru dan
menurunkan upaya
pernafasan.

3. Nyeri akut Setelah 1. Berikan tindakan 1. Meningkatkan


berhubungan dilakukan kenyamanan dan relaksasi dan
dengan tindakan aktivitas hiburan.2. membantu
penekanan keperawatan Dorong penggunaan menfokuskan
jaringan saraf selama 3×24 jam keterampilan manajemen kembali perhatian.2.
oleh tumor klien nyeri3. Minta pasien Memungkinkan
yang ditandai menunjukkan untuk menilai nyeri pada pasien untuk
dengan tingkat skala 0 sampai 104. berpartisipasi secara
adanya kenyamanan, Kolaborasi dengan dokter aktif dan
perilaku dengan dalam terapi analgesic meningkatkan rasa
ekspresif kriteria:1. klien control.3. Untuk
melaporkan nyeri mengetahui
berkurang (skala tingkatan nyeri yang
nyeri 2-3)2. dialami oleh
Ekspresi wajah pasien4. Nyeri
tenang, klien merupakan gejala
mampu istirahat yang sering terjadi
dan tidur3.
Hasil terutama dalam
pemeriksaan kanker, meskipun
fisik normal, respon individu
TTV dalam batas berbeda.
normal
1. Untuk
mengetahui asupan
nutrisi yang masuk
1. kaji pola makan dalam tubuh.2.
klien2. Kaji makanan Untuk mengetahui
yang disukai oleh kandungan nutrisi
klien.3. Kolaborasi dalam makanan.3.
dengan ahli gizi dalam Untuk memenuhi
menentukan kebutuhan kebutuhan nutrisi4.
Setelah
protein untuk pasien Untuk menghindari
dilakukan
Ketidak dengan ketidakadekuatan salah persepsi pasien
tindakan
seimbangan asupan protein atau terhadap kebutuhan
keperawatan
nutrisi kurang kehilangan protein4. nutrisinya.5.
salama 4
dari Berikan informasi Meningkatkan nafsu
minggu klien
kebutuhan tentang kebutuhan nutrisi makan.
akan:1.
tubuh dan pentingnya bagi
menunjukan
4. berhubungan tubuh klien.5. Berikan 6. Jenis makanan ini
status nutrisi
dengan oral hygiene akan meningkatkan
adekuat2.
anoreksia pemenuhan nutrisi
mempertahankan
yang ditandai 6. Berikan makanan tanpa meningkatkan
berat badan3.
dengan bergizi, tinggi kalori, dan stimulus pada
nilai
penurunan bervariasi yang dapat pencernaan.
laboratorium
berat badan dipilih.
dalam batas
7. Memberikan
normal
7. Ciptakan lingkungan pemandangan yang
yang menyenangkan bagus sehingga
untuk makan pasien memiliki
nafsu makan yang
8. Timbang pasien pada baik
interval yang tepat
8. Mengetahui
perubahan berat
badan pasien

4.4 Evaluasi
Diagnosa
Tujuan Tindakan Evaluasi
Keperawatan
Bersihan jalan nafas S: pasien mengatakan; “saya
tidak efektif Mengajarkan merasa lebih nyaman dengan
berhubungan dengan Jalan nafas batuk efektif posisi ini sus.”O: pasien
penumpukan lendir menjadi bersih dan terlihat lebih tenang dan
yang ditandai dengan dan efektif memposisikan bernafas normalA: masalah
terdengarnya suara semi fowler teratasi sebagianP: lanjutkan
ronchi intervensi
Pola nafas tidak
S: pasien mengatakan bahwa
efektif berhubungan
Mengajarkan rasa sesaknya mulai
dengan penyempitan
Pola nafas pasien nafas berkurangO: pasien nampak
jalan nafas oleh
kembali efektif dalam dan lebih tenangA: masalah
tumor yang ditandai
tehnik relaksasi teratasi sebagianP: lanjutkan
dengan cuping
intervensi
hidung positif
Nyeri akut S: pasien mengatakan
berhubungan dengan nyerinya berkurangO:
Pasien
penekanan jaringan ekspresi pasien nampak lebih
menunjukkan
saraf oleh tumor yang Guided imagery tenang, tidak gelisah dan
tingkat
ditandai dengan tidak meringis kesakitanA:
kenyamanan
adanya perilaku masalah teratasi sebagianP:
ekspresif lanjutkan intervensi
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari Memberikan
S: pasien mengatakan nafsu
kebutuhan tubuh makanan yang
makannya mulai
berhubungan dengan Intake nutrisi disukai pasien
meningkatO: berat badan
anoreksia yang adekuat dengan porsi
pasien meningkatA: masalah
ditandai dengan sedikit tapi
teratasiP: hentikan intervensi
penurunan berat sering
badan

BAB 5. PENUTUP

1. Kesimpulan

Tumor nasofaring merupakan tumor ganas nomor satu yang mematikan dan menempati urutan
ke sepuluh dari seluruh tumor ganas di tubuh. Banyak faktor yang di duga berhubungan dengan
tumor nasofaring, yaitu: adanya infeksi EBV, faktor lingkungan, dan genetik. Tumor nasofaing
banyak ditemukan di Indonesia.Pada stadium dini yang diberikan adalah penyinaran dan hasilnya
baik.
2. Saran

Perawat sebaiknya mengetahui mengenai penyakit tumor nasofaring, sehingga apabila


menemunkan kasus secara dini dapat segera ditangani dengan sesuai dan dapat memberikan
asuhan layanan keperawatan yang tepat bagi penderita tumor nasofaring.

DAFTAR PUSTAKA

Arima,Aria,C, 2006. Paralisis Saraf Kranial Multipel pada Karsinoma Nasofaring. [diakses
melalui http://library.usu.ac.id/download/fk/ D0400193.pdf pada 17 Oktober 2014]

Asroel, H.A., 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma nasofaring

(KNF). Sumatra Utara: http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf.

p.1.

Fuda Cancer Hospital Guangzhou,2002. Nasopharynx Carcinoma Therapy After The Failure of
Coventional Therapy. China: Fuda Cancer Hospital Guangzhou. [diakses melalui http://
www.orienttumor.com/id/Kanker_ nasofaring. htm. pada17 Oktober 2014]

Herawati, Sri & Rukmini, Sri. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan
Untuk Mahasiswa Fakultar Kedokteran gigi. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.


Jakarta: EGC

Judith, M. Wilkinson. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kreteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Maqbook,M., 2000. Tumours Of Nasopharynx. In:Textbook Of Ear,Nose And Throat


Disease.Edition 9,Srinagar:Jay Pee Brothers,250-253

Nasir,N, 2009. Karsinoma Nasofaring Kedokteran Islam.[diakes melalui


http://www.nasriyadinasir.co.cc/2009/12/karsinomanasofaring_20.html 18 Oktober 2014]
National Cancer Institute, 2009. Nasopharyngeal Cancer Treatment. U.S.A [diakses pada 18
Oktober 2014 melalui
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/HealthProfessional/page9]

National Cancer Institute, 2013. Nasopharyngeal Cancer Treatment. [diakses pada 30 Oktober
2014 melalui http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/page2].

Roezin & Anida. 2007. Karsinoma Nasofaring Dalam:Buku Ajar Telinga Hidung,Tenggorok
Kepala Dan Leher.Edisi 6. Jakarta: FKUI

Universitas Sumatra Utara. 2010. Karnisoma Nasofaring. Medan: USU Press

Anda mungkin juga menyukai