Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA TUNAWISMA

A. Definisi Populasi Rawan (Vulnerable Populations)


Populasi rawan/rentan merupakan kelompok-kelompok sosial yang
memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima
pelayanan kesehatan (Flaskerud & Winslow, 1994). Jika seseorang/
kelompok dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit,
bahaya, atau outcome negatif. Faktor pencetus dapat berupa genetik, biologis
atau psikososial.
Health Policy Center (2010) mendefinisikan populasi rentan sebagai berikut:
“Vulnerable populations are groups that are not well integrated into the
health care system because of ethnic, cultural, economic, geographic, or
health characteristics. This isolation puts members of these groups at risk
for not obtaining necessary medical care, and thus constitutes a potential
threat to their health.”
Dari uraian diatas menjelaskan bahwa populasi rentan adalah kelompok
yang tidak terintegrasi dengan baik ke dalam sistem pelayanan kesehatan
karena etnis, budaya, ekonomi, geografi, atau kesehatan karakteristik. Isolasi
tersebut menempatkan anggota kelompok berisiko untuk tidak mendapatkan
perawatan medis yang diperlukan, dan dengan demikian merupakan ancaman
potensial terhadap kesehatan mereka. Contoh sering dikutip dari populasi
rentan termasuk ras dan etnis minoritas, orang miskin, imigran gelap
pedesaan dan perkotaan, dan orang-orang dengan cacat atau beberapa kondisi
kronis.

B. Kelompok Populasi Rawan/Rentan


Kelompok populasi rawan adalah Bagian dari kelompok populasi yang
memiliki kecenderungan lebih untuk mengalami masalah kesehatan sebagai
akibat dari terpajannya terhadap risiko atau memperoleh hasil dari masalah
kesehatan yang lebih buruk dari kelompok populasi lain secara keseluruhan.
Kerentanan adalah sejauh mana populasi, individu atau organisasi tidak
mampu mengantisipasi, mengatasi, menolak dan pulih dari dampak bencana.
(WHO, 2015).
Berikut ini beberapa contoh kelompok individu yang rentan menurut WHO
(2015):
1. anak-anak,
2. wanita hamil,
3. orang tua,
4. orang-orang yang kekurangan gizi,
5. orang-orang yang sakit kerusakan imun (immunocompromised).
Sedangkan keadaan yang berdampak memperparah keadaan rentan seseorang
adalah sebagai berikut:
1. terjadi bencana,
2. beban penyakit yang berhubungan dengan keadaan darurat,
3. kemiskinan
4. tunawisma,
5. keadaan tempat tinggal yang buruk
Menurut O Connor (1994) kelompok rentan/rawan merupakan sebuah
kelompok tertentu yang mengimplikasikan beberapa orang tertentu lebih
sensitif terhadap faktor resiko dibandingkan dengan yang lain. Kelompok
populasi rawan/rentan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Poor and homeless person
2. Pregnant adolescent
3. Migrant workers
4. Severaly mentally ill individu
5. Substance abusers
6. Abuse individuals
7. Person with communicable disease and those at risk
8. Person who are HIV+/ have Hep B virus & STD
9. Faktor Kondisi Rentan\
Kondisi rentan merupakan hasil kombinasi dari akibat keterbatasan
sumber-sumber (fisik, lingkungan, human capital/personal, biopsikososial),
kesehatan yang buruk, dan tingginya faktor risiko (Flaskerud and Winslow,
1998). Berikut ini beberapa contoh keterbatasan menurut faktornya:
1. sumber fisik: kemiskinan, terbatasnya dukungan sosial
2. lingkungan: bekerja di lingkungan yang hazardous, orang-orang dengan
penyakit menular atau penyakit infeksi.
3. personal: masyarakat dengan pendidikan rendah, pengangguran, tidak
memiliki rumah
Populasi rentan termasuk ekonomi rendah, ras dan etnis minoritas, anak-
anak yang tidak diasuransikan, berpenghasilan rendah, orang tua, tunawisma,
orang-orang dengan human immunodeficiency virus (HIV), dan orang-orang
dengan kondisi kesehatan kronis lainnya. termasuk penduduk pedesaan, yang
sering menghadapi hambatan untuk mengakses layanan kesehatan. (AJMC,
2006).

C. Trend Populasi Rentan Untuk Asuhan Keperawatan


1. Peningkatan kesenjangan ekonomi
2. Kemitraan interorganisasi dan keperawatan berbasis komunitas
3. Outreach dan case finding
4. Pelayanan kesehatan dan sosial yang komprehensif pada tempat-tempat
kerja, sekolah, organisasi keagamaan
5. Advocacy dan social justice
6. Perawatan yang peka budaya dan bahasa
7. Kemitraan antara public dan payers private

D. Konsep Rentan
Kerentanan adalah keadaan atau sikap (perilaku) manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman dari potensi bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai
kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan ini mecakup :
1. Kerentanan fisik : kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam
menghadapi ancaman bahaya.
2. Kerentanan ekonomi : kemampuan ekonomi individu dalam pengalokasian
sumber daya untuk pencegahan dan mitidasi serta penanggulangan
bencana. Pada umumnya masyarakat miskin lebih rentan terhadapa
bencana karena tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk
melakukan pencegahan.
3. Kerentanan social : kodisi social masyarakat dilihat dari aspekpendidikan,
pengetahuan tentang ancaman dan resiko bencana, dan tingkat kesehatan
yang rendah yang berpotensi meningkatkan kerentanan.
4. Kerentanan lingkungan : keadaan lingkungan disekitar tempat tinggal.

E. Definisi Tunawisma
Tunawisma adalah individu yang tidak memiliki tempat tinggal yang pasti,
tetap dan adekuat pada malam hari ( Anderson,Elizabeth,2006 ).
Homeless atau Tunawisma adalah kondisi orang dan kategori sosial dari
orang-orang yang tidak memiliki rumah atau tempat tinggal biasanya karena
mereka tidak mampu membayar atau sebaliknya, tidak mampu menjaga,
teratur, aman dan perumahan yang layak. Definisi hukum yang sebenarnya
berbeda dari satu negara ke negara lain, atau di antara berbagai entitas atau
lembaga-lembaga di negara atau wilayah yang sama.\

F. Faktor Penyebab
Sering kali penyebab individu menjadi tuna wisma bukan satu faktor saja.
Hal ini biasanya disebabkan banyak faktor seperti upah rendah, pekerjaan
tidak tetap, dukungan sosial tidak adekuat, dan atau masalah kesehatan. Ada
faktor lain yang juga bisa menyebabkan seseorang menjadi tunawisma yaitu
ketidakmampuan untuk memobilisasi sumber seperti transportasi atau
pengasuhan anak, mungkin menghalangi masyarakat untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak. (Anderson, Elizabeth.2006).
Ada beberapa faktor yang mendorong seseorang menjadi seorang
homeless atau tunawisma, yaitu:
1. Kemiskinan
Hal ini merupakan faktor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak
mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka bertempat tinggal
di tempat umum. Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan
sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja. Hal
ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak mampu membiayai
anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut jadi
gelandangan.
2. Bencana Alam
Bencana alam akhir-akhir ini banyak menimpa negara kita. Banyak yang
kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan mereka. Sehingga mereka
memilih untuk tinggal di tempat- tempat umum seperti kolong jembatan
karena mereka tak lagi mampu memenuhi kebutuhan yang semakin lama
membutuhkan biaya yang banyak.
3. Yatim Piatu
Anak yang tidak mempunyai orangtua, saudara tidak mempunyai tempat
tinggal sehingga mereka mencari tempat berteduh di tempat-tempat
umum.
4. Kurang Kasih Sayang
Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang
kasih sayang orang tuanya, maka ia turun ke jalan untuk mencari
komunitas yang mau menerima dia apa adanya.
5. Tinggal di Daerah Konflik
Penduduk yang tinggal di daerah konflik, dimana mereka merasa
keamanannya kurang terjaga mengakibatkan mereka pindah ke daerah
lain yang mereka anggap lebih aman, apalagi kalau rumah mereka hancur
karena perang. Banyak tindak kekerasan di wilayah konflik, termasuk
pelecehan seksual, perkosaan, pembunuhan sehingga mereka memaksa
meninggalkan daerahnya.
G. Ciri Ciri Tunawisma

Adapun secara spesifik ciri-ciri tunawisma yaitu sebagai berikut :


1. Para tunawisma tidak mempunyai pekerjaan
2. Kondisi fisik para tunawisma yang dapat dibilang tidak
sehat karena kondisi lingkungan yang memprihatinkan.
3. Para Tunawisma biasanya mencari-cari barang atau makanan
disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Para Tunawisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang lain ataupun
keluarganya.

H. Kategori Tunawisma
Tunawisma sendiri dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Tunawisma biasa
Yaitu mereka mempunyai pekerjaan namun tidak mempunyai tempat
tinggal tetap.
2. Tunakarya
Yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai
tempat tinggal tetap.
3. Tunakarya cacat
Yaitu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai
tempat tinggal, juga mempunyai kekurangan jasmani dan rohani.
I. Tempat Perlindungan Tunawisma
Tempat yang biasa digunakan oleh tuna wisma diantaranya :
1. Luar
Di tanah atau dalam kantong tidur, tenda, atau improvisasi tempat
perlindungan, seperti besar kotak kardus, tempat sampah di taman atau
tanah kosong.
2. Tempat kumuh
Improvisasi tempat perkemahan dari tempat penampungan dan gubuk-
gubuk,biasanya di dekat rel kereta, interstates dan transportasi tinggi
vena.
3. Bangunan terlantar
Tunawisma dapat berlindung di bangunan terlantar ataupun bangunan
yang sedang memiliki masalah di bidang hukum, seperti : berdiam di
rumah yang tak berpenghuni di mana seorang tunawisma bisa hidup tanpa
pembayaran dan tanpa pengetahuan pemilik atau izin.
4. Kendaraan
Mobil atau truk yang digunakan sebagai sementara atau kadang-kadang
hidup jangka panjang perlindungan, misalnya oleh orang-orang baru-baru
ini diusir dari rumah. Beberapa orang tinggal di van, sport utility
kendaraan, tertutup truk pick-up, station wagon, sedan, atau hatchbacks.
5. Tempat-tempat umum
Taman, bis atau stasiun kereta api, bandara, transportasi umum kendaraan
( dengan terus-menerus mengendarai melewati tempat terbatas tersedia ),
rumah sakit atau menunggu lobi-lobi daerah, kampus-kampus, dan 24-jam
bisnis seperti toko kopi. Banyak tempat-tempat umum menggunakan
penjaga keamanan atau polisi untuk mencegah orang dari berkeliaran atau
tidur di lokasi tersebut karena berbagai alasan, termasuk gambar,
keselamatan, dan kenyamanan.
6. Tempat penampungan tunawisma
Seperti cuaca dingin darurat penampungan dibuka oleh gereja -
gereja atau lembaga masyarakat, yang dapat terdiri dari dipan di sebuah
gudang air panas, atau sementara Shelter Natal.
7. Kos murah
Juga disebut flophouses, mereka menawarkan murah, berkualitas rendah
penginapan sementara.
8. Hunian hotel
Di mana sebuah tempat tidur sebagai lawan dari seluruh kamar bisa
disewa murah di asrama-seperti lingkungan.
9. Motel murah
Motel juga menawarkan harga yang murah, berkualitas rendah
penginapan sementara. Namun, beberapa perumahan yang sanggup
tinggal di sebuah motel oleh pilihan.
10. Teman atau keluarga
Sementara tidur di rumah-rumah teman atau anggota keluarga (sofa
surfing) Sofa surfer mungkin lebih sulit untuk mengenali dari jalan orang-
orang gelandangan.
11. Terowongan bawah tanah
Terowongan bawah tanah seperti ditinggalkan kereta bawah tanah,
pemeliharaan, atau terowongan kereta api yang populer di kalangan
tunawisma permanen. Para penghuni tempat perlindungan semacam itu
disebut di beberapa tempat. Gua-gua alam memungkinkan pusat-pusat
perkotaan di bawah untuk tempat-tempat berkumpul para tunawisma bisa.
Pipa air yang bocor, kabel listrik, dan pipa uap memungkinkan untuk
beberapa hal yang penting hidup.

J. Masalah Kesehatan
Eksistensi manusia meliputi dua aspek yaitu organo biologis ( fisik atau
jasmani ) dan psiko edukatif ( mental-emosional ). Terjadinya gangguan jiwa
juga merupakan proses interaksi kompleks antara factor-faktor seperti
genetic, organo-biologis, psikologis, serta sosio kultural. Telah terbukti
adanya korelasi erat antara timbulnya gangguan jiwa dengan kondisi social
dan lingkungan di masyarakat sebagai stressor psikososial. Saat ini masalah
kesehatan tidak lagi hanya menyangkut soal angka kematian atau kesakitan
akan tetapi juga mencakup berbagai kondisi psikososial yang berdampak
pada kualitas kesehatan masyarakat termasuk pada taraf kesehatan jiwa
masyarakat.
Masalah kesehatan pada tuna wisma :
a. Masalah kesehatan fisik
1) Kekurangan nutrisi
Pendududuk gelandangan yang hidup di desa lebih beresiko
mengalami malnutrisi daripada yang hidup di kota. Karena mereka
di desa lebish sulit mendapatkan makanan. Akibat kekurangan
nutrisi tersebut sehingga menurunkan energy tubuh. Apalagi jika
mereka juga sebagai pengguna alcohol, maka hal itu akan
menurunkan vitamin-vitamin dalam tubuh. Sementara vitamin
tersebut sangat dibutuhkan saat penyembuhan penyakit dan
mengontrol suhu tubuh.
2) Penyakit pembuluh darah perifer
Para tuna wisma sering menderita luka pada tungkai, penyakit
pembuluh darah perifer, dan sellulitis yang mengancam infeksi pada
tungkai. Hal itu dapat terjadi karena mereka jarang sekali memiliki
tempat duduk untuk mengistirahatkan kakinya dengan nyaman.
Mereka tidur dengan duduk tanpa berbaring dan terekspose cuaca
yang sangat ekstrim. Mereka bahkan tidak memakai kaos kaki dan
sepatu untuk kenyamanan kaki mereka sehingga menyebabkan kulit
kaki mereka rusak. Apalagi ditambah dengan kekurangan nutrisi dan
perawatan diri yang kurang sehingga memperberat infeksi.
3) Kondisi-kondisi kronis
Pernyataan telah diungkapkan oleh NCH tahun 1999 yaitu Para tuna
wisma banyak yang menderita penyakit kronis. Penyakit kronis
tersebut meliputi diabetes, penyakit jantung, gangguan pernapasan,
penyakit kejang, hipertensi, dan keganasan. Mereka tidak
mendapatkan pertolongan kesehatan yang baik. Kondisi stress,
kehidupan yang keras, sering terpapar polusi udara dan asap rokok,
tidak adanya tempat istirahat dan kurangnya nutrisi dapat
memperparah kondisi kesehatan mereka. Karena kesepian,
kurangnya dukungan keluarga dapat menurunkan motivasi untuk
mempertahankan kesehatan.
4) Infeksi HIV/AIDS
Keberadaan anak jalanan perempuan yang tinggal dijalanan sangat
rentan terhadap eksploitasi khususnya eksploitasi seksual seperti
pelecehan, penganiyaan secara seksual, pemerkosaan, penjerumusan
anak dalam prostitusi dan adanya indikasi perdagangan anak keluar
daerah merupakan hal yang menyebabkan resiko terjadinya infeksi
HIV/AIDS. Selain itu juga ada sebagian pengguna narkoba suntik
yang sangat rentan terinfeksi HIV/AIDS. Perawat komunitas
terutama yang berda dipopulasi tunawisma harus berperan dam
memberi informasi tentang pemakaian kondom, penggunaan jarum
suntik, dan memberi konseling kesehatan HIV/AIDS.
5) Penyakit Infeksi Lainnya
Penyakit infeksi lainnya terdiri dari influenza dan TB. Penyakit itu
menyebar sangat cepat luas. Manajemen penyakit infeksi pada
penduduk tunawisma merupakan tantangan yang utama. Akibat dari
kondisi kehidupan yang ramai, kurangnya nutrisi, penyalahgunaan
zat terlarang, stres, maslah penyakit-penyakit kronis menjadikan
mereka pada posisi kelompok resiko tinggi. Saat pemeriksaan dahak
dilakukan dan dinyatakan positif TB, mereka terkadang tidak
bersedia diobati karena mereka menganggap dirinya baik baik saja
tidak menderita penyakit, karena merasa masih bisa beraktivitas.

Selain itu, kita juga akan mengalami kesulitan dalam memantau


pengobatannya karena tempat tinggal mereka yang tidak menetap. Sehingga
hal itu akan mempersulit proses pengobatan TB dan dapat berakibat putus di
tengah jalan. Akibatnya akan menyebabkan meningkatnya kasus TB MDR.

1) Gangguan thermoregulasi
Hipotermi merupakan masalah akibat cuaca dingin yang ekstrim. Hal itu
akan memperparah kondisi fisik jika mereka tidak terlindungi dengan
baju hangat yang nyaman. Faktor resiko yang menyebabkan hipotermi
yaitu usia lanjut, tidak punya tempat tinggal, geladangan, gangguan
mental, overdosis obat, penyakit berat, dan penyalahguanaan zat
terlarang. Orang-orang gelandangan hanya sedikit memiliki perlindungan
dari cuaca. Mereka sering menjadi korban akibat hipotermi dan frostbite (
sengatan dingin ).
2) Penyakit akibat serangga
Yang termasuk penyakit ini adalah kutu rambut dan scabies. Orang yang
paling sering menderita yaitu anak-anak sekolah, populasi gelandangan,
pasien di rumah sakit. Hal yang mengakibatkan penyakit kutu rambut dan
scabies pada populasi gelandangan yaitu karena kondisi lingkungan yang
padat penduduk dan ramai, kebiasaan tidur bersama-sama dan terlalu
dekat, sering saling bertukar baju dengan temannya, baju dan alas tempat
tidur yang jarang dicuci dan dibersihkan, kebersihan yang kurang, dan
kesulitan memperoleh bantuan dalam mengatasi penyakit.
3) Trauma
Para gelandangan sangat rentan mengalami cidera, kecelakaan. Mereka
hidup di pinggir jalanan yang merupakan tempat yang sangat berbahaya
dan trauma adalah hal yang paling sering terjadi. Gelandangan usia tua
adalah yang paling sering menjadi sasaran gelandangan muda. Kejang,
jatuh saat mabuk, perkelahian, luka bakar adalah kejadian trauma paling
sering terjadi. Dan sebagian wanita juga mengalami trauma akibat
pemerkosaan.
4) Penyakit anak-anak
Kehidupan menggelandang sangat berpengaruh pada kesehatan fisik dan
mental anak-anak. Anak-anak gelandangan sangat rendah kesehatanny,
tingkat depresi dan kecemasannya lebih tinggi. Di kota New York, 38%
menderita asma 27% terdiagnosa otitis media. Akibat otitis media yang
berulang tersebut sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi pendengaran
gangguan fungsi wicara.
b. Masalah kesehatan psikososial
1) Pecandu alcohol dan penyalahgunaan zat terlarang
Para pecandu alcohol mayoritas dilakukan oleh usia paruh baya dan
usia tua dan mereka pun akhirnya juga turut bergabung dengan para
pecandu dan pemakai zat terlarang pada kelompok usia muda.
Berhubung mereka adalah gelandangan, terasing dari keluarga, tidak
ada media transportasi, dan pekerjaan utamanya adalah sebagai buruh
kasar, sehingga hal itu memungkinkan mereka mengalami kesulitan
dalam memperoleh pengobatan.
2) Penyakit mental
Terdiri dari gangguan jiwa yaitu skizofrenia dan gangguan afek (Mc.
Murray-Avila et al., 1999). Prosentase terbanyak yaitu diderita oleh
wanita daripada pria. Pada sebagian kelompok penyakit mental yang
lain menderita sindrom otak organic. Akibat dari disorientasi dan
kerusakan memori, sehingga menjadikan mereka sangat rentan
menjadi sasaran kekerasan.

K. Faktor Perilaku Dan Psikososial Yang Menyebabkan Masalah


Kesehatan Pada Tunawisma
Menurut Baron & Byrne, 1994 Psikologi sosial adalah bidang ilmiah yang
mencari pengertian tentang hakikat dan sebab-sebab dari perilaku dan
pikiran-pikiran individu dalam situasi sosial. Psikologi Sosial adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari cara individu berpikir, merasa, dan bertingkah
laku dalam setting sosial. Faktor psikososial kesehatan mental mempengaruhi
kesehatan mental dan fisik serta memainkan peran penting dalam manajemen
stress. Sedangkan faktor perilaku dan psikososial yang dapat menyebabkan
masalah kesehatan pada tuna wisma yaitu :
1. Perilaku seks bebas
Perilaku seks bebas berdampak pada kesehatan fisik berupa penyakit
herpes, HIV/Aids, Raja Singa (Sipilis), kencing nanah, cengger ayam.
Selain itu juga bisa berdampak pada ganguan psikologis seperti stress dan
depresi.
2. Kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak meliputi kekerasan fisik dan seksual. Pada kekerasan
fisik berdampak trauma atau cidera serius yang dapat menyebabkan
kecacatan. Pada kekerasan seksual dapat menyebabkan dampak jangka
pendek yaitu anak akan mengalami mengalami mimpi-mimpi buruk,
ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang
akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Untuk dampak jangka panjang
ketika dewasa nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan seks.
Bahkan bisa terjadi dampak yang lebih parah, dia akan terbiasa dengan
kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual.
3. Penyalahgunaan NAPZA\
Penyalahgunaan NAPZA berdampak pada gangguan fisik dan perilaku.
Pada saat menggunakan zat tersebut dapat menunjukkan gejala
sempoyongan, pelo,apatis, mengantuk, agresif, curiga. Bila kelebihan
dosis (overdosis) menyebabkan nafas sesak, denyut jantung dan nadi
lambat, kulit eraba dingin, nafas lambat bahkan bisa meninggal. Bila
sedang ketagihan (putus zat/sakau) mata dan hidung berair menguap terus,
diare, sakit seluruh tubuh, takut air, kejang, kesadaran menurun.
4. Pernikahan dini / usia muda
Pernikahan dalam usia muda merupaka salah satu faktor yang
menyebabkan keganasan mulut Rahim atau kanker serviks. Pada masa
remaja alat reproduksinya belum matang untuk melakukan fungsinya.
Uterus baru mulai siap melakukan fungsinya setelah umur 20 tahun,
karena pada masa ini fungsi hormonal melewati masa yang maksimal.
Pada usia 14-18 tahun, perkembangan otot-otot rahim belum cukup baik
kekuatan dan kontraksinya sehingga jika terjadi kehamilan rahim dapat
rupture (robek). Pada usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil,
kehamilan menjadi tak stabil mudah terjadi pendarahan dan terjadilah
abortus. Usia kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang
rentang usia reproduksi aktif. Hal ini dapat mengakibatkan resiko kanker
serviks di kemudian hari.
5. Tindakan aborsi
Aborsi berefek Jangka Pendek yaitutimbul terjadi kebocoran uterus,
pendarahan yang banyak, infeksi bahkan kematian. Sedangkan efek jangka
efek jangka panjang yaitu lahirnya bayi premature, peradangan pelvis,
susah untuk hamil kembali.

L. Tingkat Pencegahan Penyakit Pada Tunawisma


Ada beberapa level pencegahan homeless yaitu :
1. Pencegahan Primer
Tujuan dalam pencegahan primer adalah menjaga tunawisma agar tetap
berada di rumah. Langkah untuk pencegahan primer yaitu:
a. Bantuan finansial
Mengajarkan para tunawisma untuk mengajukan dana ke perusahaan
layanan publik. Biasanya perusahaan layanan public memiliki dana
darurat.
b. Bantuan hukum
Membantu tunawisma dengan mencari konsultan atau mediator agar
tidak terjadinya pengusiran.
c. Saran finansial
Menyediakan program konseling keuangan secara gratis kepada
tunawisma memberikan edukasi bagaimana cara memanajemen
keuangan yang baik.
d. Program relokasi
Pekerja sama dengan dinas sosial untuk menyediakan tempat
penampungan sementara dan mencari dukunan dana bantuan untuk
uang sewa tempat tinggal.
2. Pencegahan Sekunder
Tujuan utama pencegahan sekunder adalah menjadikan populasi
tunawisma dari kondisi yang tidak layak menjadi ke kondisi yang lebih
baik. Pencegahan sekunder dilakukan setelah pencegahan primer
dilakukan yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat daftar semua kebutuhan tunawisma meliputi pemukiman,
pelayanan kesehatan, dan pekerjaan.
b. Prioritaskan pelayanan kesehatan adalah utama dengan cara :
1) Mengidentifikasi factor-faktor yang menghambat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut dan bagaimana cara
mengatasi factor-faktor penghambat tersebut.
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang ada di komunitas dalam
mendukung pelayanan kesehatan.
3) Mengidentifikasi tempat tidur yang ada di penampungan untuk
ibu hamil, remaja.
4) Mengidentifikasi adanya dukungan sosial dan psikologis untuk
tuna wisma.
5) Mengidentifikasi ketersediaan tenaga kesehatan dan konselor.
6) Mengidentifikasi adanya dukungan sosial dengan menyediakan
perumahan transisional, yaitu penampungan sementara untuk
memberi kesempatan kepada tuna wisma menabung agar dapat
membeli rumah sendiri. Biasanya diberi izin untuk tinggal
dalam waktu yang lamadi rumah transisional tersebut.
7) Mengidentifikasi ketersediaan transportasi unruk menjangkau
layanan kesehatan.
8) Mengidentifikasi jenis pelayanan kesehatan yang diberikan
misalnya tes HIV, skrining TB, Pelayanan iuntuk ibu hamil.
9) Mengidentifikasi pelayanan yang terkait untuk pemenuhan
kebutuhan spiritual dan religious misalnya ketersediaan tempat
ibadah.
10) Memberi perhatian khusus pada para tuna wisma yang
menjalani pengobatan dan terapi. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah :
a) Tempat penyimpanan obat yang mudah dijangkau.
b) Ketersediaan nurtrisi cukup gizi.
c) Ketersediaan vitamin
d) Dukung bagi tunwisma yang sedang menjalani terapi agar
mengikuti program secara teratur.
c. Pencegahan tersier ( Rehabilitasi )
Pencegahan tersier adalah pencegahan untuk mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi ( Budiarto,2003 ).
Langkah pencegahan tersier pada tunawisma antara lain :
1) Bimbingan mental
Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif oleh pihak dinas
sosial kepada para PMKS. Bagian ini merupakan bagian yang
sangat penting guna menumbuhkan rasa percaya diri serta
spiritualitas mereka melalui dungan dan menggali potensi-
potensi positif mereka.
2) Bimbingan kesehatan\
Kegiatan bimbingan kesehatan dimulai dengan penyadaran
tentang pentingnya kebersihan badan atau jasmani. Mulai dari
hal kecil seperti pentingnya mandi, gosok gigi dan memakai
pakaian bersih.
3) Bimbingan ketertiban
Bimbingan ketertiban ini diisi oleh Satpol PP yang dilakukan 1
bulan sekali, dengan tujuan memberikan pengarahan tentang tata
tertib lalu lintas, serta peraturan di jalan raya, sehingga para
gelandangan dan pengemis tidak lagi berkeliaran dijalan raya,
karena keberadaan mereka di jalanan sangat mengganggu
keamanan serta ketertiban lalu lintas.
4) Bimbingan keagamaan
Bimbingan keagamaan dilakukan secara intensif oleh pihak
dinas sosial, guna untuk menguatkan kembali spiritualitas para
tunawisma.
Permasalahan tunawisma sampai saat ini merupakan masalah yang
tidak habis-habis, karena berkaitan satu sama lain dengan aspek-
aspek kehidupan. Namun pemerintah juga tidak habis-habisnya
berupaya untuk menanggulanginya. Penanganan terhadap kaum
Tunawisma pun di atur dalam Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Pasal 34 Ayat (1) yang berbunyi, “Fakir miskin
dan anak terlantar dipelihara oleh negara” sebenarnya menjamin
nasib kaum ini. Namun Undang-Undang ini belum dapat
dilaksanakan di seluruh lapisan masyarakat.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri, makan, berhias diri, dan eliminasi (buang air besar
dan buang air kecil) secara mandiri.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien yang mengalami defisit perawatan
diri adalah sebagai berikut:
a. Ganggguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
b. Ketidakmampuan berhias/ berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien
laki-laki tidak bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan.
c. Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai oleh ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
d. Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang air
besar (BAB) atau buang air kecil (BAK) tidak pada tempatnya, dan tidak
membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.

B. Format Pengkajian Pasien Defisit Perawatan Diri

a. Status Mental
 Penampilan
  Tidak Rapi
  Penggunaan pakaian tidak sesuai
  Cara berpakaian tidak seperti biasanya
b. Kebutuhan Sehari-hari
 Kebersihan Diri
  Bantuan Minimal
  Bantuan Total
 Makan
  Bantuan Minimal   Bantuan Total
 BAB/BAK
  Bantuan Minimal   Bantuan Total
 Berpakaian/ Berhias
  Bantuan Minimal   Bantuan Total
Jelaskan
Masalah Keperawatan

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat, masalah keperawatannya adalah
1. Defisit perawatan diri : Higiene diri, berhias, makan, dan eliminasi.
Tindakan Keperawatan
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1) Tujuan Keperawatan
a) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b) Pasien mampu melakukan berhias secara baik
c) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d) Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri
b. Tindakan keperawatan
1) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara:
a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
d) Melatih pasien mempraktikan cara menjaga kebersihan diri.
c. Membantu pasien latihan berhias
Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita. Pada
psien laki-laki, latihan meliputi latihan berpakaian, menyisir rambut,
dan bercukur, sedangkan pada pasien perempuan, latihan meliputi
latihan berpakaian, menyisir rambut, dan berhias/berdandan.
d. Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
2) Menjelaskan cara makan yang tertib.
3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan.
4) Mempraktikan cara makan yang baik.
e. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri dengan
cara:
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
3)Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

C. Tujuan keperawatan
1. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
defisit perawatan diri.
2. Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri
yang baik, perawat harus melakukan tindakan agar keluarga dapat
meneruskan melatih dan mendukung pasien sehingga kemampuan pasien
dalam perawatan diri meningkat. Tindakan yang dapat perawat lakukan
adalah sebagai berikut.
a) Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga
dalam merawat pasien.
b) Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
c) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga perawatan diri pasien.
d) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan
membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal
yang telah disepakati).
e) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien
dalam merawat diri.
f) Bantu keluarga melatih cara merawat pasien defisit diri.
D. EVALUASI KEPERAWATAN
Selanjutnya evaluasi dilakukan terhadap kemampuan pasien defisit
perawatan diri dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat
pasien defisit perawatan diri (lihat kolom).

Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga


Nama pasien :
Ruangan :
Nama perawat :
Petunjuk :

Berilah tanda checklist () jika pasien mampu melakukan kemampuan di


bawah ini.
Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervisi
No Kemampuan Tanggal

A Pasien
1. menyebutkan pentingnya kebersihan diri
2. memnyebutkan cara membersihkan diri
3. mempraktikkan cara membersihkan diri dan
memasukkan dalam jadwal
4. menyebutkan cara makan yang baik
5. mempraktikkan cara makan yang baik dan
memasukkan dalam jadwal
6. menyebutkan cara BAK/BAB yang baik
7. mempraktikkan cara BAK/BAB yang baik dan
memasukkan dalam jadwal

8. menyebutkan cara berdandan

9. mempraktikkan cara berdandan dan memasukkan


dalam jadwal
B Keluarga

1. menyebutkan pengertian perawatan diri dan proses


terjadinya masalah defisit perawatan diri
2. menyebutkan cara merawat pasien defisit
perawatan diri
3. mempraktikkan cara merawat pasien defisit
perawatan diri
4. membuat jadwal aktivitas dan minum obat pasien
di rumah (perencanaan pulang)

Anda mungkin juga menyukai