Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-


kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit
dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek
dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya
biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.

Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan


caecum dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks.
Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%),
paracaecal (2%), subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat
vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica.
Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe
melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaeca.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti


a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus.

1
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke
caecum. Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut
Assoiated Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A.
Namun jika apendiks diangkat, tidak ada mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlahnya yang sedikit sekali.

B. Etiologi Apendisitis Akut

Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan


oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya :

 Faktor Obstruksi Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia


jaringan lymphoid submukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena
benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan
cacing.
 Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer
pada apendisitis akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli,
Bacteriodes fragililis, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan
dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ apendiks yang
terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
memudahkan terjadi apendisitis.
 Faktor ras dan diet Factor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola
makan sehari – hari.

C. Patofisiologi Apendisitis Akut

Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang


disebabkan oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

2
intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi
di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini
menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis
mukosa menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua lapisan dinding
apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang
menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal
apendiks.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami


hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi
waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.

3
Mekanisme terjadinya apendisitis dapat diliat pada bagan di bawah ini.

4
Fekalit Penyumbatan

Secret Mukus
Mucus

Bendungan
Obtruksi Lumen
Mukus

Edema Diapedesis
Peningkatan Gangguan
Bakteri Dan Ulserasi
Tekanan Aliran Limfe
Mukosa

Obstruksi Arteri (A.Terminal Obtruksi vena Appendicitis


Appendikularis) Akut

Infark Dinding Apendiks


Edema
Nyeri Daerah
Epigastrium

Gangren Bakteri Akan


Menembus
Dinding

Apendisitis
Ganggrenosa
Peradangan Appendicitis
Peritoneum Supuratif Akut

Nyeri Perut
Kanan

5
D. Penegakan Diagnosis

Gambaran klinis pada apendisitis akut yaitu :

 Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan
anorexia. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5C.
Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
 Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan
adanya defans muskuler
 Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada
tekanan kiri (Rovsing’s Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di
sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s Sign) batuk atau mengedan

Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

- Tidak ditemukan gambaran spesifik.


- Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
- Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan

 Palpasi

- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri.

6
 Perkusi

- pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.

 Auskultasi

- biasanya normal
- peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata

 Rectal Toucher

- tonus musculus sfingter ani baik


- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

 Uji Psoas

Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi


sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas
mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

7
 Uji Obturator

Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang


kontak dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.

8
 Alvarado Score

Karakteristik Skor
M: migration of pain ot the RLQ 1
A: Anorexia 1
N: Nausea and Vomiting 1
T: tenderness in RLQ 2
R: Rebound Pain 1
E: Elevated Temperature 1
L: Leukocytosis 2
S: Shift of WBC to the left 1
Total 10

Dinyatakan appendicitis akut apa bila skor> 7 poin.

E. Pemeriksaan Penunjang.

Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama kasus


dengan komplikasi.
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

b. Pemeriksaan urin

untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.


Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis
yang hampir sama dengan appendicitis.

9
2. Radiologis

a. Foto polos abdomen

Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :

- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak

b. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan


USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG
dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
ektopik, adnecitis dan sebagainya.

c. Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon


melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari
appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis
banding.

d. CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga


dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

10
e. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang


dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada
saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada
saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.

F. Penatalaksanaan Apendisitis Akut

Perawatan Kegawatdaruratan

 Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi


atau septicemia.
 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun
melalui mulut
 Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
 Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan
lakukan pengukuran kadar hCG
 Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia
dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.

Antibiotik Pre-Operatif

 Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan dalam


menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.
 Pemberian antibiotic spektrum luas untuk gram negatif dan anaerob
diindikasikan.
 Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya pembedahan.

11
Tindakan Operasi

 Apendiktomi, pemotongan apendiks.


 jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis dan antibiotika.
 Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan
antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin
memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.

12
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien :
Nama : Usman
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Status Pernikahan : Menikah`
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Alamat : Lk 6 GG Sempurna Nelayan Indah Medan Labuhan
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 11 Juli 2018
Tanggal Keluar RS : 23 Juli 2018

II. Anamnesa :
Keluhan Utama : Nyeri perut Kanan Bawah

Telaah :

Os datang ke RSUH medan dengan keluahan nyeri perut kanan bawah, nyeri
sudah dirasakan sejak 1 tahun, nyeri terasa hilang timbul, nyeri dirasakan tidak
meluas. Os bisa menunjukkan posisi nyeri yang di rasakan, nyeri dirasakan seperti
tertusuk tusuk, os juga merasakan demam sejak beberapa bulan terakhir, demam
memberat pada saat malam hari dan membaik pada saat pagi hari, pasien juga
merasakan mual dan muntah, dan sulit BAB.

III. Riwayat Penyakit


Riwayat Penyakit dahulu : TB Paru
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Riwayat Alergi : Tidak ada
Riwayat Pengobatan : Os lupa obat

13
IV. Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

HR : 80 x/menit

RR : 22 x/menit

Suhu axial : 37⁰C

V. Status Generalisata
 Kepala-leher:

Mata : Simetris, anemis (-/-), hyperemis (-/-), ikterus (-/-), pupil

bulatisokoruk. ± 3mm.

Hidung : : Tidak ada secret/bau/perdarahan

Telinga : Tidak ada secret/bau/perdarahan

Mulut : Bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak

pucat.

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB.

 Thorax

Pulmo:

Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan simetris, spider nevi (-),

Palpasi : Pergerakan simetris, nyeri tekan (-).

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


14
Cor :

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba ICS VI mid clavicula sinistra 3 jari ke

medial.

Perkusi : Pekak dengan batas kanan jantung linea parasternalis

dekstra. Batas kiri jantung 2 cm medial linea midclavicularis


sinistra. Batas atas jantung ICR II sterna line sinistra.

Auskultasi : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).

 Abdomen

Inspeksi : Simetris, normal.

Auskultasi : BU (+) normal.

Palpasi : Nyeri tekan pada titik Mcburney (+), Rovsing’s Sing (+),

blumberg’s sign(+)

Hepar / Lien / Ren : tidak teraba

Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen. Nyeri ketok CVA (-)

 Extremitas Atas-Axilla

Dingin (-), edema (-).

Deformitas (-)

Motorik dan sensibilitas baik

15
 Extremitas Bawah

Dingin (-), edema (-)

Deformitas (-)

Motorik dan sensibilitas baik

VI. Status Lokalisata

Inspeksi : Bentuk simetris, sedikit membuncit.

Auskultasi : bising usus (+)

Palpasi : Nyeri tekan pada perut kuardan kanan bawah (Mc.burney Sing,

buncit, supple, nyeri lepas (+) Psoas Sing (+). Obturator Sign(+),

rovsing sign(+).

Perkusi : bunyi timpani

VII. Diagnosa Banding


 Diverticulitis
 Gastroenteritis akut
 Crohn’s disease
 Klitis ulserativa

16
VIII. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 28-2-2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Darah Rutin

Haemoglobin 16,4 g/dl 12 - 16

Hitung Eritrosit 5.5 10^6/µL 3.9 – 5.6

Hitung Leukosit 8,400 /µL 4,000 - 11,000

Hematokrit 48.7 % 36 - 47

Hitung Trombosit 336,000 /µL 150,000 – 450,000

Indeks Eritrosit

MCV 88 fL 80 - 96

MCH 29,0 pg 27 – 31

MCHC 33,0 % 30 - 34

Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil 2 % 1-3

Basofil 0 % 0-1

N. Stab *0 % 2-6

N. Seg 66 % 53 - 75

17
Limfosit 28 % 20 - 45

Monosit 4 % 4- 8

LED 16 mm/jam 0-10

Pemeriksaan Radiologi
USG abdomen tidak dilakukan

IX. DIAGNOSIS KERJA


Appendicitis Akut

X. RENCANA TERAPI
1. Sebelum tindakan Operasi
Terapi cairan RL (2cc/kgBB/jam)
Antibiotik : Cefazoline 1g/8jam
Analgesik : ketrorolac 30mg/8jam

2. Terapi Non-Farmakologi
Tindakan operasi (appendectomy)

18
BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Lebih dari 10% kasus dengan keluhan nyeri abdomen merupakan kasus
kegawatdaruratan.
2. Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit dengan gejala nyeri abdomen
yang paling sering dijumpai dan merupakan salah satu bentuk
kegawatdaruratan. Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung
dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada seikum
3. Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan
cabang dari arteri ileocolica.
4. Apendiks mendapat persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus dan
persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X.
5. Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. GALT ( Gut Assoiated
Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan Ig-A.
6. Apendisitis akut merupakan peradangan akut pada apendiks yang disebabkan
oleh bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus.
7. Faktor-faktor pencetus terjadinya apendisitis adalah obstruksi, bakteri,
kecenderungan familiar dan faktor ras serta diet.
8. Proses penegakan diagnose pada kasus apendicitis yaitu meliputi anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
9. Penatalaksanaan pada kasus apendisitis akut sebenarnya lebih mengarah pada
penanganan operatif yaitu dengan appendectomy.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Revisi PDT Sub Komite Farmasi dan Terapi RSU DR.Soetomo .
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.2008
2. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
3. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical
Practice. Edisi 16.USA: W.B Saunders companies.2002
4. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill
companies.2005
5. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.1995

20

Anda mungkin juga menyukai