Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak


dibentuk tepat diretina, melainkan dibagian atau belakang bintik kuning dan tidak
terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam beberapa
bentuk, yaitu: miopia, hipermetropia dan astigmatisma.1

Kelainan refraksi memiliki prevalensi cukup tinggi di Indonesia, yaitu


sebesar 24,7% dan pada anak-anak usia sekolah dasar sebesar 10% dari 66 juta anak
Indonesia, kelainan refraksi merupakan kelainan kondisi mata yang paling sering
terjadi.1

Hiperopia (hypermetropia, farsightedness) adalah keadaan mata tak


berakomodasi yang memfokuskan bayangan dibelakang retina. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya Panjang sumbu (hiperopia aksial), seperti yang
terjadi pada kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks refraksi
(hiperopia refraktif), seperti pada afakia.2

Deteksi dini hiperopia dapat membantu mencegah komplikasi strabismus


dan amblyopia pada anak kecil. Pada anak dengan usia lebih tua, hiperopia yang
tidak dikoreksi dapat memengaruhi kemampuan belajar. Pada individu dari segala
usia, hyperopia dapat berkontribusi pada ketidaknyamanan mata dan
ketidakefisienan visual.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hypermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan


pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina. Pada hypermetropia sinar sejajar difokuskan
di belakang macula lutea.4

A. Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Anatomi bola mata

Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan
vitreous. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media
refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan).5

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan


yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous
(badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan
oleh media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga

2
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.5

Fisiologi Penglihatan

Mata dapat dianggap sebagai kamera, dimana sistem refraksinya


menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima
oleh sel batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik (N II),
ke korteks serebri pusat penglihatan. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan
cahaya diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya
terlalu tinggi maka pupil akan mengecil untuk menguranginya. Daya refraksi
kornea hampir sama dengan humor aqueous, sedang daya refraksi lensa hampir
sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk
lensa yang cembung dengan fokus 23 mm. Dengan demikian, pada mata yang
emetrop dan dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar yang datang di
mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina. Fovea sentralis
merupakan posterior principal focus dari sistem refraksi mata ini, dimana
cahaya yang datang sejajar, setelah melalui sitem refraksi ini bertemu. Letaknya
23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula lutea.6

Mata mempunyai kemampuan untuk memfokuskan benda dekat melalui


proses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan Purkinje, yang
merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di mata, telah
memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina.
Kontraksi otot siliaris menyebabkan penebalan dan peningkatan kelengkungan
lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa.6

3
B. Etiologi Hipermetropia
Penyebab hipermetropia yang pertama adalah sumbu utama bola mata
yang terlalu pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan
difokuskan di belakang retina.1

Penyebab hipermetropia yang kedua adalah terjadi gangguan-gangguan


refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan vitreus humor. Gangguan yang
dapat menyebabkan hipermetropia adalah perubahan pada komposisi kornea
dan lensa sehingga kekuatan refraksi menurun dan perubahan pada komposisi
aqueus humor dan vitreus humor.1

Penyebab hipermetropia yang ketiga adalah kelengkungan kornea dan


lensa tidak kuat. Kelengkungan kornea ataupun lensa berkurang sehingga
bayangan difokuskan dibelakang retina. Ini menjadi salah satu penyebab
hipermetropia.1

C. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas : 4

 Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola


mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
 Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
 Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang
pada sistem optik mata.

Menurut derajat beratnya hipermetropi dibagi dalam :4

 Hipermetropia ringan, yaitu antara Spheris +0.25 dioptri sampai dengan


Spheris +3.00 dioptri

4
 Hipermetropia sedang, yaitu antara Spheris +3.25 dioptri sampai dengan
Spheris +6.00 dioptri
 Hipermetropia tinggi, yaitu jika ukuran Dioptri lebih dari Spheris +6.25
dioptri

Hipermetropia dikenal dalam bentuk:4

1. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan


kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan
hipermetropia fakultatif.
2. Hipermetropia manifes absolute, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi
dengan akomodasi dan memerlukan kaca mata positif untuk melihat jauh.
3. Hipermetropia manifes fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat
diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien
yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa
kaca mata. Bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan
normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.
Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut
sebagai hipermetropia fakultatif.
4. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (atau
dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi
sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan
kemudian menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari
diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih
muda dan daya akomodasinya masih kuat.
5. Hipermetropia total, hipermetropia laten dan manifes yang ukurannya
didapatkan sesudah diberikan siklopegia.

5
D. Patomekanisme

Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura


kornea dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif
menyebabkan sinar sejajar yang datang dari objek terletak jauh tak terhingga di
biaskan di belakang retina.7

Gambar 2. Hipermetropi

E. Gejala Klinis
1. Asimtomatik. Sejumlah kecil kesalahan bias pada pasien muda biasanya
dikoreksi oleh upaya akomodatif tanpa menghasilkan apapun gejala.
2. Penderita hipermetropia sukar untuk melihat dekat dan tidak sukar melihat
jauh
3. Gejala astenopia seperti kelelahan mata, nyeri kepala bagian frontal atau
fronto-temporal, fotofobia ringan. Gejala astenopia ini terutama terkait
dengan pekerjaan yang mebutuhkan penglihatan dekat.
4. Penglihatan kabur dengan gejala astenopia. Ketika hipermetropi tidak dapat
dikoreksi sepenuhnya oleh upaya akomodatif, maka pasien mengeluh
penglihatan kabur untuk melihat jarak dekat dan berhubungan dengan
gejala astenopia karena usaha akomodatif yang terus menerus.

6
Biasanya seseorang dengan hipermetropia tidak menyukai keramaian
dan lebih senang sendiri. Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar
melihat jauh. Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat
sedikit lebih dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan
masalah karena dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.8

Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan jauh
akan terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil
dan hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan
berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringa berkurang. Pasien
hipermetropia hingga + 2.00 dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat
melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan tidak mendapatkan kesukaran.
Pada usia lanjut dengan hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk
berakomodasi pada saat melihat dekat ataupun jauh.8

Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh


matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk
melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar
terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif.
Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan
konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau
juling ke dalam.8

Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan


karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda
dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan
matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan
kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa
pedas dan tertekan. Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang
retina karena berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan
berkurang.8

7
F. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Penunjang

1. Refraksi Subyektif
Dalam hal ini penderita aktif menyatakan lebih tegas atau lebih kabur huruf-
huruf pada kartu uji snellen, baik secara coba-coba atau pengabutan

2. Refraksi Obyektif
a. Pemeriksaan fundus memperlihatkan optik disk yang kecil yang
mungkin terlihat lebih banyak vaskular dengan margin yang tidak jelas
dan bahkan mungkin mensimulasikan papillitis (meskipun tidak ada
pembengkakan disk, karena itu disebut pseudopapillitis). Retina secara
keseluruhan tampak bersinar lebih dari refleksi cahaya.
b. Scan ultrasonografi (biometri) dapat memperlihatkan panjang antero-
posterior bola mata yang pendek.

G. Penatalaksanaan
Hipermetrop yang signifikan dapat menimbulkan gangguan
penglihatan, ambliopia, dan disfungsi binokular termasuk strabismus. Terapi
sebaiknya dilakukan untuk mengurangi gejala dan resiko selanjutnya karena
hipermetrop. Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung
untuk mematahkan sinar lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia
adalah di berikan koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal. Hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif
terbesar yang masih memberi tajam penglihatan maksimal.8
a. Koreksi Optik
Diantara beberapa terapi yang tersedia untuk hipermetrop, koreksi
optik dengan kacamata dan kontak lens paling sering digunakan. Modal
utama dalam penatalaksanaan hipermetrop signifikan adalah koreksi
dengan kacarnata. Lensa plus sferis atau sferosilinder diberikan untuk
menfokuskan cahaya dari belakang retina ke retina. Pada anak anak dengan

8
esotropia akomodatif dan hipermetrop umumnya memerlukan masa
adaptasi yang singkat untuk mentoleransi koreksi optik penuh.
Lensa kontak soft atau rigid merupakan alternatif Iain bagi beberapa
pasien. Lensa kontak mengurangi aniseikonia dan anisophoria pada pasien
dengan anisometropia, meningkatkan binokularitas. Pada pasien dengan
esotropia akomodatif, lensa kontak mengurangi kebutuhan akomodasi dan
konvergensi, mengurangi esotropia. Lensa kontak multifokal atau
monovision bisa diberikan pada pasien yang membutuhkan tambahan
koreksi dekat tapi rnenolak memakai kacamata multifokal karena alasan
penampilan.

Berikut adalah strategi koreksi hipermetrop dalam beberapa kelompok usia:


1) Anak Anak
Status refraksi pada mata anak anak merupakan hal yang
dinamis, karena faktor faktor yang mempengaruhi refraksi mengalami
perubahan yang signifikan dari lahir sampai remaja meyebabkan
perubahan kekutan refraksi. Bayi dan anak anak muda juga mempunyai
kemampuan melakukan akomodasi untuk mengatasi sejumlah
hiperrnetrop. Hipermetrop yang kurang dari 4-5D sering tidak perlu
dikoreksi pada bayi dan anak anak muda. Tapi pada anak yang lebih
besar dan dewasa memerlukan koreksi. Sebagian besar anak anak pra
sekolah adalah hipermetrop dan dapat hidup nyaman dengan
hipermetrop sampai +3 dan +4D. Kacarnata tidak perlu diberikan, hanya
karena hipermetrop ditemukan ketika pemeriksaan. Jika visus normal
dan tidak terdapat bukti adanya esoforia atau esotropia dan tidak ada
keluhan penglihatan, maka kacamata tidak perlu diberikan.
2) Usia 10-40 tahun
Orang orang antara usia l0 dan 40 tahun dengan hipermetrop
ringan tidak memerlukan terapi karena mereka tidak mempunyai gejala.
Cadangan akomodasi yang besar melindungi mereka dari gangguan
penglihatan karena hipermetrop. Pasien dengan hipermetrop sedang
mungkin memerlukan koreksi part time, terutama pada mereka yang

9
mempunyai gangguan akomodasi atau binokular. Beberapa pasien
dengan hipermetrop tinggi mungkin tidak terdeteksi dan diterapi pada
usia 10 - 20 tahun. Gangguan visus pada pasien ini harus dibantu dengan
koreksi optik.
Pada usia 30 - 35 tahun, yang sebelummya asimptomatis, pasien
yang tidak dikoreksi mulai mengalami kabur jarak dekat dan gangguan
visus karena kebutuhan akomodasi yang besar. Hipemetrop fakultatif
tidak dapat lagi memberikan kenyamanan karena menurunnya
amplitude akomodasi. Hipermetrop laten sebaiknya dicurigai jika terjadi
gejala yang berkaitan dengan amplitudo akomodasi yang lebih rendah
dari seharusnya umur pasien.

b. Tindakan Operatif
Bedah refraksi merupakan suatu prosedur bedah atau laser yang
dilakukan pada mata untuk merubah kekuatan refraksinya dan tidak terlalu
bergantung pada kacamata atau lensa kontak. Kekuatan refraksi mata
ditentukan oleh kekuatan kornea, kedalaman bilik mata depan, kekuatan
lensa dan axial length bola mata. Kekuatan refraksi normal adalah 64D, dan
kornea manusia bertanggung jawab terhadap dua pertiga dari kekuatan
refraksi mata (+ 43D), dan sepertiga sisanya oleh lensa. Sehingga kesalahan
refraksi dapat dikoreksi dengan merubah dua komponen utama refraksi,
yaitu kornea dan lensa. Namun, manipulasi kekuatan kornea masih
merupakan metoda yang sering dilakukan untuk merubah kekuatan refraksi.

Pada umumnya operasi pada hipermetropi tidak efektif seperti pada


miopia. Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut :9

1. Holmium laser thermoplasty telah digunakan untuk hipermetropi derajat


rendah.
2. Hyperopic PRK menggunakan excimer laser juga telah dicoba. Efek
regresi dan penyembuhan epitel yang lama adalah masalah utama yang
dihadapi.

10
3. Hyperopic LASIK efektif dalam mengoreksi hipermetropi sampai 4 D.

H. Pencegahan

Koreksi penglihatan dengan bantuan kacamata, pemberian tetes mata


atropine, menurunkan tekanan dalam bola mata, dan latihan penglihatan :
kegiatan merubah fokus jauh – dekat.

I. Penyulit

Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia


akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas.
Bila terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan
terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke
arah temporal.8

Penyulit lain yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia


adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat
pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat
hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik
mata.

11
BAB III
KESIMPULAN

Hypermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan


pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina. Pada hypermetropia sinar sejajar difokuskan
di belakang macula lutea.4

Penyebab hypermetropia diantaranya adalah sumbu utama bola mata yang


terlalu pendek, terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor,
lensa dan vitreus humor, dan kelengkungan kornea dan lensa tidak kuat.1

Dalam mengkoreksi hipermetrop, penting untuk mempertimbangkan hal


ini. Penatalaksanaan hipermetrop dapat dengan koreksi optik dan bedah refraklif.
Koreksi optik masih merupakan penatalaksanaan hipermetrop yang paling sering
dilakukan Perkembangan bedah refraktif pada hipermetrop tidak sepesat pada
miop. Ini mungkin disebabkan beberapa hal. Beberapa alternatif prosedur bedah
refraktif hipermetrop telah dikembangkan, dan terdapat tiga prosedur yang
dianjurkan oleh para ahli, yaitu; Holmium laser thermoplasty, Hyperopic
Photorefractive Keratectomy (PRK) dan LASIK.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Al Rahman, Nur. 2018. Simulasi Kelainan Hipermetropia Yang Berhubungan


Dengan Kinerja Akademik Pada Siswa Sekolah Dasar Swasta Jembar Bandung
Tahun 2018. Jurnal Mitra Pendidikan.
2. Riordan, Paul, Whitcher, John P. 2012. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: EGC.
3. https://journal.opted.org/article/hyperopia-and-presbyopia-a-teaching-case-
report/. Diakses pada 5 Mei 2019.
4. Ilyas, Sidarta, 2015. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21388/Chapter%20II.p
df. Diakses pada 5 mei 2019.
6. Sherwood, LZ. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta :
EGC
7. Lang GK. 2000. Opthalmology a short textbook. New York: Thieme
8. Ilyas, S. 2004. Hipermetropia dalam Kelainan Refraksi dan Koreksi
Penglihatan. Jakarta: Penerbit FKUI.
9. Khurana A. 2007. Comprehensif Opthalmologi. New Delhi: New Age
International Publisher

13

Anda mungkin juga menyukai