Anda di halaman 1dari 16

PRAKTIKUM 1

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIK Streptococcus sp. DAN Corynebacterium diphteriae

I. PENGAMBILAN SAMPEL USAP TENGGOROK DAN HIDUNG

A. USAP TENGGOROK

A.1. Alat dan bahan


1. Swab steril
2. Spatel lidah steril
3. Senter
4. Plat agar darah
5. BHI

A.2. Prosedur kerja


1. Siapkan swab steril dan spatel lidah steril, kemudian jelaskan tujuan pengambilan sampel
pada pasien.
2. Pasien diminta untuk membuka mulut selebar mungkin dan mengucapkan kata ”Aaagh..”
sambil menekan lidah dengan spatel hingga uvula dan tonsil terlihat jelas.
3. Usapkan swab steril di bagian posterior faring dan bagian antara uvula dan tonsil.
4. Usapkan swab tersebut dengan cara digulirkan diatas permukaan agar darah dan isolasi
dengan metode ”streak” menggunakan ose. Simpan diinkubator. Swab yang telah dipakai
lalu di masukkan ke dalam BHI dan disimpan diinkubator untuk dibiakkan.

Gambar 1. Tekhnik pengambilan sample usap tenggorok


B. USAP HIDUNG

B.1. Alat dan bahan


1. Swab steril
2. Senter
3. Plat agar darah
4. BHI

B.2. Prosedur kerja


1. Siapkan swab steril dan senter, kemudian jelaskan tujuan pengambilan sampel pada
pasien.
2. Pasien diminta untuk mengangkat sedikit kepalanya sehingga cavum nasi interna lebih
terlihat jelas.
3. Minta pasien untuk menahan nafas sebentar, lalu usapkan swab setril tersebut di daerah
nasofaring.
4. Usapkan swab tersebut dengan cara digulirkan diatas permukaan agar darah dan isolasi
dengan metode ”streak” menggunakan ose. Simpan diinkubator. Swab yang telah dipakai
lalu di masukkan ke dalam BHI dan disimpan diinkubator untuk dibiakkan.

2 3
Gambar 2. Tekhnik pengambilan
sample usap hidung

I. FAMILI STREPTOCOCCACEAE

A. Morfologi
Kuman berbentuk bulat, tersusun berderet seperti rantai, bersifat Gram-positif.

B. Klasifikasi menurut Lancefield


Bila ditanam pada agar darah dapat dibedakan atas :
1. Streptococcus yang membentuk zona hemolise (hemolisis sebagian), misalnya S. viridans.
2. Streptococcus yang membentuk zona hemolise (hemolisis sempurna), misalnya S.
hemolyticus 
3. Streptococcus yang membentuk zona hemolise  (tidak hemolisis), misalnya S.
anhemolyticus

Identifikasi Streptokokus dilakukan berdasarkan pada :

1. Pemeriksaan mikroskopis : pewarnaan Gram.


2. Pemeriksaan makroskopis :
a) Kultur dan isolasi dengan menanam pada perbenihan agar darah.
b) Pemeriksaan serologis.
c) Tes fibrinolisin / streptokinasa

S. viridans dan S. pneumoniae pada agar darah menyebabkan hemodigesti sehingga terdapat zona
kehijauan di sekitar koloninya (hemolise ). Untuk membedakan kedua spesies tersebut, dilakukan
:
a. Tes inulin S. pneumoniaepositif, S. viridans negatif
b. Tes larut/lisis empedu S. pneumoniaepositif, S. viridans negatif
c. Tes cakram optokhin (Taxo-P) S. pneumoniaepositif (ada zona hambatan di sekitar
cakram atau sensitif terhadap optokhin), S. viridans negatif
d. Tes Quellung (penggembungan simpai) S. pneumoniaepositif, S. viridans negatif.

Untuk penentuan Streptococcus hemolyticus grup A dan nob grup A dapat dilakukan dengan
cara :
a. Tes serologik dengan cara reaksi koaglutinasi menggunakan serum anti spesifik grup (tes
Phadebact).
b. Tes cakram basitrasin (Taxo-A), positif apabila terdapat zona hambatan di sekitar
cakram basitrasin (kuman sensitif terhadap basitrasin konsentrasi rendah), contohnya S.
hemolyticus grup A (Streptococcus pyogenes). Negatif : S. hemolyticusnon grup A
c. Tes fibrinolisin/streptokinasa, S. pyogenes positif (melisiskan plasma manusia yang
membeku).

Bahan yang disediakan


1. Biakan kuman:
a. S. pyogenes
b. S. viridans
c. S. pneumoniae
d. S. hemolyticus non-grup A
2. Lempeng agar darah.
3. Cakram basitrasin dan cakram optokhin.
4. Kaldu BHI steril 4 tabung masing-masing 0,5 ml.
5. Bahan untuk pewarnaan Gram.
6. Gelas alas.
7. Lidi kapas steril.
8. Perbenihan inulin.

Tugas:
1. Melakukan pewarnaan Gram terhadap kuman-kuman yang disediakan.
2. Melakukan tes basitrasin.
3. Melakukan tes optokhin.
4. Melakukan tes inulin.
5. Melihat demonstrasi dan mencatat hasil praktikum.
Cara kerja

Tes basitrasin :
1. Lempeng agar darah dibagi menjadi dua bagian dengan memberi tanda pada tutup piring petri
dengan pensil gelas.
2. Buat suspensi kuman S. pyogenes pada kaldu BHI sampai diperoleh suspensi dengan standard
Mc Farland 1.
3. Lidi kapas steril dicelupkan dalam suspensi kuman kemudian diusapkan secara merata pada
setengah bagian lempeng agar darah.
4. Lakukan hal yang sama terhadap S. hemolyticus non grup A kemudian oleskan secara merata
pada bagian lempeng agar darah yang belum diolesi kuman.
5. Letakkan cakram basitrasin di tengah-2 setiap bagian, kemudian dieram pada suhu 37oC
selama 24 jam dalam inkubator
6. Lihat hasilnya adakah zona hambatan di sekitar cakram.

Tes optokhin :
1. Buat suspensi kuman S. pneumoniae dan S. viridansmasing-masing pada tabung BHI.
2. Celupkan lidi kapas steril pada masing-masing tabung dan oleskan pada lempeng agar darah
yang telah dibagi menjadi 2 bagian ----> bagian I diolesi dengan S. pneumoniae dan bagian II
dengan S. viridans.
3. Letakkan cakram optokhin pada tiap-tiap bagian (di tengah), eram suhu 37°C, 24 jam dalam
incubator
4. Lihat hasilnya adakah zona hambatan di sekitar cakram.

Tes inulin :
1. Ambil satu sengkelit kuman S. pneumoniae dan tanam pada inulin.
2. Ambil satu sengkelit kuman S. viridans tanam pada inulin.
3. Eram pada 37oC, 24 jam.
4. Lihat hasilnya, bila terjadi perubahan warna menjadi kuning berarti hasil positif.

Demonstrasi
1. Pertumbuhan S. viridans, S. pneumoniae, S. hemolyticus , S. anhemolyticus pada lempeng
agar darah.
2. Sediaan Gram kuman Streptokokus.
3. Sediaan S. pneumoniae dengan pewarnaan Gram dan Gins-Burri.
4. Tes inulin.
5. Tes lisis empedu.
6. Tes basitrasin.
7. Tes optokhin.
8. Tes fibrinolisin.
9. Tes Phadebact.
10. Tes Quellung.
Hasil praktikum:

III. Corynebacterium diphteriae DAN PEWARNAAN NEISSER

Kuman ini berbentuk batang kecil, Gram-positif, tidak berspora, tidak bergerak, tersusun seperti
pagar (palisade) atau membentuk susunan huruf Cina, V, L,Y. Kuman ini mempunyai granula
metakhromatik Babes-Ernst yang tampak jelas dengan pewarnaan Neisser.
Spesies yang paling patogen untuk manusia adalah C. diphtheriae karena membentuk eksotoksin
yang sangat berbahaya. Spesies lain yang tidak patogen adalah C. pseudodiphtheriticum, C.
xerosis.
Banyak kuman yang secara morfologik sulit dibedakan dengan kuman difteri sehingga kuman ini
disebut difteroid.
Ada 3 (tiga) tipe kuman C. diphtheriae yaitu tipe gravis, tipe intermedius dan tipe mitis yang
mempunyai koloni yang berbeda bila ditanam pada perbenihan yang mengandung telurit.Ketiga
tipe ini memberikan gejala klinik yang berbeda.
Diferensiasi dan Identifikasi berdasarkan atas :
1. Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Neisser atau dengan Gram
2. Isolasi‚ dari bahan pemeriksaan dengan menanamnya pada perbenihan serum Loeffler atau
Agar Darah Telurit (Mc. Leod). Pada perbeniha Loeffler, kuman akan membentuk koloni
berwarna putih, sedangkan pada perbenihan Agar Darah Telurit akan membentuk koloni hitam.
3. Reaksi Biokimia :
a) C. diphtheriae, meragi glukosa dan maltosa tanpa membentuk gas, tidak meragi sakarosa.
b) C. pseudodiphtheriticum, tidak meragi glukosa, maltosa, dan sakarosa.
c) C. xerosis, meragi glukosa, maltosa dan sakarosa tanpa gas.
4. Tes Virulensi, dilakukan untuk mengetahui produksi eksotoksin. Ada dua cara
a) In Vivo, dengan cara menyuntikkan kuman difteri pada binatang percobaan marmot.
b) In Vitro, yaitu tes presipitasi toksin dengan antitoksinnya pada lempeng agar yang disebut
tes Elek-Ouchterlony.

Bahan yang disediakan :


1. Biakan kuman C. diphtheriae.
2. Bahan pewarnaan Neisser A, B, C.
3. Gelas Objek
4. NaCl fisiologis steril
5. Tabung reaksi.

Tugas:
1. Membuat sediaan kuman difteri dan diwarnai secara Neisser.
2. Melihat demonstrasi
3. Mencatat hasil praktikum.

CARA PEWARNAAN NEISSER :


1. Buat sediaan kuman, keringkan dan rekatkan (fiksasi)
2. Campurkan di dalam Tabung: 2 bagian larutan Neisser A dan 1 bagian larutan Neisser B.
3. Warnai sediaan kuman dengan campuran tersebut selama 15 detik, kemudian buang.
4. Sediaan dicuci sebentar dengan air mengalir
5. Tuangkan larutan Neisser C selama 15 detik pada sediaan, kemudian buang.
6. Keringkan di antara kertas saring (tidak dicuci lagi dengan air).
7. Lihat dengan mikroskop (pembesaran 1000 x) : Badan kuman berwarna kuning (krisoidin)
atau tengguli (Bismarck-Brown) Granula Babes Ernst berwarna ungu tua.

Demonstrasi:
1. C. diphtheriae dengan pewarnaan Neisser.
2. Biakan C. diphtheriae pada perbenihan Serum Loeffler dan pada Agar Darah Telurit.
3. Reaksi biokimia kuman Corynebacterium diphtheriae, C. pseudodiphtheriticum dan C.
xerosis.
4. Reaksi Biokimia C. diphtheriae tipe gravis, intermedius dan mitis.
5. tes Elek-Ouchterlony.

Hasil praktikum

PRAKTIKUM 2
(Mikrobiologi & Parasitologi)

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIK Mycobacterium sp.

Untuk membedakan spesies dari genus Mycobacterium dilakukan beberapa tahapan


identifikasi. Dasar dari pemeriksaan identifikasi kuman adalah:
1. Pemeriksaan mikroskopis sputum dengan pewarnaan tahan asam
2. Isolasi di dalam perbenihan khusus untuk melihat waktu pertumbuhan dan sifat koloni
3. Tes biokimia
4. Pembentukan pigmen
5. Uji kepekaan.
6. Tes serologi
7. PCR
Identifikasi Mycobacteria tahap pertama adalah dengan pemeriksaan mikroskopis, yang
digunakan untuk membedakannya dengan kuman lain. Struktur dinding kuman Mycobacteria yang
tersusun atas lapisan lipid menyebabkan kuman tersebut tahan terhadap larutan asam (Basil Tahan
Asam), sehingga dibutuhkannya teknik pewarnaan khusus. Pewarnaan khusus yang sering
digunakan untuk kuman tersebut adalah Ziehl-Neelsen, Tan Thiam Hok dan Kinyoun dan Gabbett.
Setelah dilakukan pemeriksaan mikroskopis terhadap sampel sputum, selanjutnya sampel
tersebut diisolasi di dalam perbenihan khusus untuk membiakkan kuman Mycobacterium.
Perbenihan yang biasa digunakan untuk mengisolasi kuman tersebut adalah berupa medium cair
yaitu medium asam oleat-albumin (Dubos) dan media padat seperti Lowenstein-Jensen yang
mengandung telur, gliserol, malachite green, dan dicampur antibiotik seperti golongan penisilin
untuk membunuh kuman kontaminan.
Setelah dikultur, dilakukan uji biokimiawi untuk membedakan spesies Mycobacterium
tuberculosis dengan spesies lainnya, antara lain:
1. Tes merah netral
2. Tes niasin
3. Tes nikotinamida
4. Tes katalase
5. Tes peroksidase

Selain itu, percobaan untuk melihat pembentukan pigmen digunakan untuk mengidentifikasi
kelompok Non Tuberculous Mycobacterium (NTM) atau yang disebut juga dengan golongan
atipik.
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan
biakan. Metode untuk uji kepekaan kuman terhadap antibiotik yaitu menggunakan metode cakram
antibiotik yang diletakkan di atas medium agar yang telah ditanami kuman, dan metode dilusi
tabung yang menggunakan beberapa tabung berisikan konsentrasi antibiotik yang berbeda. Pada
metode cakram, yang dinilai adalah diameter zona hambat yang terbentuk disekitar cakram,
sementara pada metode dilusi tabung yang dinilai adalah konsentrasi terkecil antibiotik yang masih
mampu menghambat pertumbuhan kuman atau Minimum Inhibition Concentration (MIC).

Melihat pertunjukan:
a. Biakan kuman M. tuberculosis pada perbenihan Loewenstein Jensen.
b. Biakan kuman M. atipic pada perbenihan Loewenstein Jensen.
c. Reaksi biokimia (merah netral, katalase, peroksidase, niasin, nikotinamida).
d. Pemeriksaan kepekaan kuman M. tuberculosis terhadap berbagai obat anti-tuberkulosis.

Hasil Praktikum:
PRAKTIKUM 3
PEWARNAAN BATANG TAHAN ASAM (BTA)

Kuman yang termasuk dalam Genus Mycobacterium berbentuk batang dan suka rmengikat
zat warna namun bila telah mengikat zat warna akan sukar melepaskannya, walaupun telah dicuci
dengan alcohol asam. Karena itu kuman tersebut dinamakan "BatangTahanAsam" (BTA).Bila
kuman tersebut berhasil diwarnai dengan pewarnaan Gram akan memberikan hasil Gram-positif.
Dengan pewarnaan tahan asam, kuman akan tampak berwarna merah. Pewarnaan tahan asam
termasuk dalam pewarnaan diferensial yang dapat membedakan antara kuman tahan asam dengan
kuman yang tidak tahan asam.
Pewarnaan tahan asam menggunakan 2 (dua) macam zat warna yaitu zat warna fukhsin karbol dan
zat warna biru metilen. Kuman tahan asam akan mengikat zat warna fukhsin karbol dan tetap
mempertahankannya walaupun dicuci dengan larutan asam alkohol, sehingga kuman akan
berwarna merah. Kuman yang tidak tahan asam akan melepaskan zat warna fukhsin karbol pada
pencucian dengan larutan asam alkohol, kemudian akan mengikat zat warna kedua yaitu air biru
metilen sehingga akan berwarna biru.
Ada beberapa cara pewarnaan kuman tahan asam, yaitu menurut cara ZIEHL-NEELSEN dan
menurut cara TAN THIAM HOK (1957) yang disebut pewarnaan KINYOUN-GABBETT atau
pewarnaan Tan Thiam Hok.

Seseorang yang pernah menderita penyakit TBC akan memberikan reaksi alergi tipe lambat
terhadap tuberkulin (reaksi tuberkulin positif). Reaksi tuberkulin dilakukan menurut cara Mantoux
sehingga disebut juga tes Mantoux. Tes Mantoux digunakan untuk membantu diagnosa penyakit
tuberkulosis. Tes Mantoux dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan tuberkulin (PPD) 5 TU
sebanyak 0.1 cc secara intra cutan pada daerah lengan bawah bagian voler. Hasil tes Mantoux
dilihat setelah 48 -72 jam dengan cara memeriksa diameter indurasi (benjolan) dan interpretasinya
adalah sebagai berikut :
 Diameter 0 - 4 mm Negatif
 Diameter 5 - 9 mm Meragukan
 Diameter >10 mm Positif

Identifikasi dan Diferensiasi didasarkan atas :


 Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Tahan asam, dicari kuman Batang Tahan
Asam (BTA) Positif atau negatif.

Hasil Jumlah BTA


Negatif (-) BTA yang terlihatpd 100 lap pandang
Jumlah actual 1–9 BTA / 100 lap pandang
1+ 10–99 BTA / 100 lap pandang
2+ 1–10 BTA / lap min dlm 50 lap pandang
3+ > 10 BTA / lap min 20 lap pandang

 Isolasi‚ kuman dengan cara membiakkannya pada perbenihan Loewenstein Jensen


 Percobaan sifat/reaksi biokimia.
 Percobaan binatang.
 Untuk kuman M.tuberculosis dilakukan uji kepekaan kuman terhadap berbagai obat anti
tuberkulosis (OAT) untuk menentukan terapi yang tepat.
PUSAT PENDIDIKAN KEDOKTERAN Nama :
FAKULTAS KEDOKTERAN NPM :
UNIVERSITAS YARSI JAKARTA TTD :

Check List Pewarnaan Tahan Asam (Ziehl Nielsen)


No Aspek yang dinilai Nilai
0 1 2
1 Melakukan fiksasi preparat kuman dengan melewatkan
lidah api sebanyak 3x
2 Menuangkan fukhsin karbol pada sediaan selama 5 menit
sambil dipanaskan dengan api kecil sampai keluar asap
tetapi tidak sampai mendidih. Kemudian dicuci dengan
air mengalir dari tepi gelas obyek
3 Meneteskan larutan H2SO4 5% dengan menggunakan
pipet selama 2 detik dengan memiringkan preparat
4 Meneteskan alkohol 60% dengan menggunakan pipet
selama 30 detik dengan memiringkan preparat
5 Mencuci dengan air mengalir dari tepi gelas obyek
6 Menuangkan air biru metilen diatas sediaan, dibiarkan 1-
2 menit, dicuci kembali dengan air mengalir dari tepi
gelas obyek
7 Mengeringkan di antara kertas saring, meneteskan
minyak imersi (1 tetes) pada sediaan
8 Memilih lensa obyektif (pembesaran 100 x)
9 Mengatur cahaya, kondensor dan diafragma
10 Interpretasi hasil

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan sama sekali
1 : Dilakukan tapi kurang sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna

Nilai = Jumlah X 100% = %


20

Mengetahui, Jakarta,

Koordinator /Instruktur Penilai

( ) ( )
PUSAT PENDIDIKAN KEDOKTERAN Nama :
FAKULTAS KEDOKTERAN NPM :
UNIVERSITAS YARSI JAKARTA TTD :

Interpretasi hasil pewarnaan tahan asam Ziehl Nielsen

NO. Morfologi bakteri Sifat tahan asam Jumlah Tanda tangan


Lapang Penguji
pandang
PRAKTIKUM PARASITOLOGI
BLOK SISTEM RESPIRASI

Tujuan perilaku Khusus (TPK)


Tujuan Instruksi Umum (TIU)

1. Memahami morfologi stadium dewasa 1.1 Menjelaskan bentuk dan ukuran


trematoda paru cacing dari spesies trematoda paru

2. Memahami morfologi stadium telur dan 2.1 Menjelaskan bentuk dan ukuran
larva cacing trematoda paru telur spesies cacing trematoda paru
2.2 Menyebutkan perbedaan masing-
masing bentuk/stadium
2.3 Menyebutkan isi telur

3. Memahami hewan yang dapat menjadi 3.1 Menyebutkan nama genus / spesies
hospes perantara cacing trematoda paru keong hewan yang dapat menjadi
hospes hospes perantara II

4. Memahami serangga penyebab alergi 4.1 Menjelaskan bentuk dan ukuran


serangga penyebab alergi
TREMATODA PARU

Paragonimus westermani

DEMONSTRASI GAMBAR

1. Paragonimus westermani Binokuler


Cacing dewasa

Perhatikan:
- bentuk: tebal, spt biji kopi
- ukuran :  1 cm
- caecum: berkelok-kelok
- testis: 2 buah, berlekuk da-
lam, letak berdampingan
- ovarium: berlobus, cranio-
lateral dari testis
- kel. Vitteline di sepanjang
daerah lateral

2. Paragonimus westermani 10 X 45
Telur

Perhatikan:
- bentuk: lonjong
- ukuran: 95 x 55
- dinding tebal, warna
kuning tengguli
- terdapat penebalan di ujung
kutub
- Isi: sel ovum yang belum
membelah
HOSPES PERANTARA II :

1. Trematoda paru
Paragonimus westermani

- Ketam (Potamon dehaani)

- Udang (Cambarus)

TUNGAU DEBU RUMAH (Dermatophagoides pteronyssinus)

DEMONSTRASI GAMBAR

1. Dermatophagoides pteronyssinus 10 X 45
(Fam. Pyroglyphidae. Ordo Acari)

Perhatikan :
 Ukuran : 340  ♀, 380  ♂
 Tubuh terdiri dari kapitulum dan
badan berupa kantong
 Kaki panjang, 2 pasang ke depan
dan 2 pasang ke belakang

Anda mungkin juga menyukai