Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

ACQUIRED PROTHROMBIN COMPLEX


DEFICIENCY

Disusun oleh:

Sheren Regina

406182108

Pembimbing:

dr. Ity Sulawati, Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

PERIODE 20 MEI – 04 AGUSTUS 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Case Report:

Acquired Prothrombin Complex Deficiency

Disusun oleh :

Sheren Regina (406182108)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Ciawi

Fakultas Kedokteran UniversitasTarumanagara

Ciawi, 6 Juni 2019

dr. Ity Sulawati, Sp. A, M.Kes

2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R.
Umur : 7 tahun 11 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Ciawi, 07 Mei 2012
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Suku Bangsa : Sunda

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Allo-Anamnesis pada ibu pasien pada tanggal 11 Juni
2019.
A. Keluhuan Utama
Mimisan yang tidak berhenti sejak malam hari SMRS.

B. Keluhan Tambahan
Muntah dengan bercak darah 1x 2 jam SMRS

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Ciawi pada tanggal 10 Juni 2019

1 hari sebelum masuk rumah sakit :


Ibu pasien mengeluhkan pasien mimisan sejak malam hari dan tidak
berhenti-henti. Pasien juga sempat muntah bercak darah satu kali 2
jam SMRS, jumlah tidak melebihi satu botol aqua (250-300cc). Ibu
pasien menyangkal adanya BAB hitam atau perdarahan dari tempat
lain. Pasien tidak ada riwayat trauma atau jatuh sebelum terjadi
mimisan. Tidak ada keluhan batuk, pilek atau penyakit lainnya.

3
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sempat dirawat di RSUD Ciawi saat berumur dengan keluhan
mimisan yang tidak berhenti juga dan saat itu diagnosanya merupakan
demam berdarah dengue. Setelah itu pasien tidak pernah dirawat di
rumah sakit lagi. Ibu pasien berkata bahwa sejak beberapa minggu
sebelum pasien dirawat di rumah sakit, gusi pasien sering berdarah
tanpa penyebab yang jelas.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit TB dan
pengobatan paru pada keluarga disangkal. Riwayat penyakit keturunan
seperti hipertensi, kencing manis, alergi dan asma pada keluarga
disangkal.

F. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak menerima pengobatan sebelumnya dan belum meminum
obat untuk keluhan sekarang.

G. Riwayat Tumbuh Kembang


Menurut ibu pasien, tumbuh kembang pasien sesuai anak seusianya.
Pasien dapat merangkak pada usia 6 bulan, mulai berdiri saat usia 8
bulan dan mulai belajar untuk berjalan.

H. Riwayat Perinatal
Pasien merupakan anak sulung, lahir spontan di RSUD Ciawi. Tidak
ada masalah selama kehamilan dan persalinan pasien. Pasien lahir
cukup bulan, 39 minggu, dengan berat badan lahir 3400 gram.

I. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap.
- Usia 0 bulan : HBO
- Usia 1 bulan : BCG, polio 1

4
- Usia 2 bulan : DPT/HiB 1, Polio 2
- Usia 3 bulan : DPT/HiB 2, Polio 3
- Usia 4 bulan: DPT/HiB 3, Polio 4
- Usia 9 bulan: Campak

J. Riwayat Asupan Nutrisi


Pasien mengkonsumsi ASI eksklusif sampai 6 bulan, lalu MPASI
seperti nasi tim atau bubur kacang hijau mulai saat 6 bulan. Sekarang
pasien memakan makanan dewasa tiga kali sehari.

III. STATUS GENERALIS (31/05/2019)


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis
- GCS : 15, E4V5M6
- Nadi : 115x/menit, reguler
- Saturasi oksigen : 99%
- Pernapasan : 21x/menit
- Suhu : 36,8°C
- Berat badan : 23 kg
- Tinggi badan : 135 cm
- Status Gizi : Gizi Baik

IV. PEMERIKSAAN FISIK (31/05/2019)


- Kepala : Normocephali, rambut hitam distribusi merata, wajah simetris
tidak tampak deformitas
- Mata: Mata cekung(-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor
- Telinga : bentuk normal tidak terdapat deformitas, liang telinga lapang,
serumen (-/-), sekret (-/-), nyeri tragus (-/-)
- Hidung : bentuk normal, sekret (-/-), tidak ada septum deviasi, mukosa
hidung tidak hiperemis, epistaksis (-), napas cupping hidung (-), tidak
tampak deformitas

5
- Mulut : Stomatitis (+), sianosis bibir(-) , Coated toungue (-)
- Tenggorokan : uvula di tengah, dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1-
T1
- Leher : KGB submandibular, submental, cervical tidak teraba membesar
- Thorax :
• Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada simetris,
Retraksi dinding dada (-)
• Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris tidak ada tertinggal
• Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler (+/+) Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS4
• Perkusi : Batas jantung tidak melebar
• Auskultasi: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen
• Inspeksi : Datar, tidak terlihat organomegali, hernia (-),
deformitas (-)
• Palpasi : Abdomen supel, Nyeri tekan 9 kuadran (-), turgor
kulit normal, Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costae dan lien
tidak teraba membesar.
• Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
• Auskultasi : Bising usus (+) normal 8x/menit
- Tulang belakang : tidak ada gibus, skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-)
- Kulit : sianosis (-), ikterik (-), petechiae dan purpura (+) pada ekstremitas
bawah
- Ekstremitas : akral hangat, CRT 2 detik, tak tampak edema, sianosis (-)
- Pemeriksaan neurologis: Kaku kuduk (-), Brudzinky I dan II (-)

V. RESUME

6
Telah diperiksa seorang anak berusia 7 tahun dengan keluhan mimisan
tidak berhenti sejak malam hari. 2 jam SMRS pasien sempat muntah
dengan bercak darah satu kali. Ibu pasien menyangkal adaya lokasi
perdarahan lain seperti dari BAB. Keluhan demam, batuk pilek disangkal.

Pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang, kesadaran compos


mentis, suhu tubuh 36.8°C dengan status gizi baik. Pada pemeriksaan
mata, konjungtiva anemis (+/+), tidak terdapat epistaksis, terdapat
stomatitis pada mulut dan tampak multiple petechiae dan purpura pada
ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan hepar, teraba 3 cm dibawah arcus
costae. Pada pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.

VI. DIAGNOSIS KERJA


• Epistaksis e.c. DHF grade II

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan darah:
Hematologi 10/05/2019
Hasil Normal
Hemoglobin 7.7 g/dL 9,5 - 12,5 g/dL
Hematokrit 23 % 45 - 42 %
Leukosit 12.100/ µL 6.000 - 18.000 µL
Trombosit 6.000/ µL 150.000 - 440.000/ µL
Kimia Klinik
GDS 75 mg/dL 60-200 mEq/L

Saran : Pemriksaan darah lengkap, morfologi darah tepi, PT, aPTT, bleeding
time

VIII. DIAGNOSIS AKHIR


• Idiopathic Trombocytopenic Purpura
• Anemia e.c. ITP

7
IX. RENCANA TERAPI
- Tatalaksana Umum
• RL 30 tpm
• Prednison 65mg/hari selama 1-2 minggu

X. PROGNOSIS
- Ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Ad functionam : Dubia ad bonam
- Ad sanationam : Bonam

XI. EDUKASI
- Menjelaskan tentang alasan pasien dirawat
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita
dan cara penyebarannya
- Menjelaskan kepada keluarga pasien cara pencegahan penyakit
- Menjelaskan tentang tanda bahaya yang mungkin terjadi
- Memberikan informasi mengenai komplikasi yang mungkin terjadi

8
TINJAUAN PUSTAKA
ACQUIRED PROTHROMBIN COMPLEX DEFICIENCY

DEFINISI
Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD) juga dikenal sebagai
Perdarahan akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK) atau Haemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN) merupakan perdarahan spontan yang disebabkan oleh
penurunan aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX
dan X), sedangkan aktivitas faktor koagulasi lain, kadar fibrinogen dan jumlah
trombosit masih dalam batas normal. Kelainan ini akan segera membaik dengan
pemberian vitamin K.1

ETIOLOGI
Bayi baru lahir memiliki cadangan vitamin K yang sangat terbatas dan
bergantung pada susu ibu. Rendahnya vitamin K dalam darah dan hati serta
kurangnya zat tersebut pada ASI bisa menyebabkan bayi kekurangan vitamin K.
Fungsi vitamin K berperan dalam proses pembentukan kompleks protrombin
(faktor II, VII, IX dan X). Kompleks protrombin dalam tubuh berfungsi sebagai
faktor koagulan sehingga tidak mudah terjadi perdarahan. Bayi yang kekurangan
vitamin K mudah mengalami gangguan perdarahan dan berisiko mengalami
perdarahan di otak. 1.2

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat menyebabkan timbulnya APCD antara lain obat-
obatan yang mengganggu metabolism vitamin K, yang diminum ibu selama
kehamilan seperti antikonvulsan (karbamazepin, phenitoin, Phenobarbital),
atibiotika sefalosporin), anti tuberkulostatik (isoniazid dan rifampisin) dan
antikoagulan (warfarin). Pemberian antibiotika yang lama menyebabkan
penurunan produksi vitamin K dengan cara menghambat sintesis vitamin K oleh
bakteri atau dapat juga secara langsung mempengaruhi reaksi karboksilase.
Kekurangan vitamin K dapat juga disebabkan oleh penggunaan obat
kolestiramin yang efek kerjanya mengikat garam empedu sehingga akan

9
megurangi absorpsi vitamin K yang memerlukan garam empedu pada proses
absorpsinya. Faktor risiko lain adalah kurangnya sintesis vitamin K oleh bakteri
usus karena pemakaian antibiotika secara berlebihan, gangguan fungsi hati
(kolestasis), malabsorpsi vitamin K akibat kelainan usus maupun akibat diare.1,3

EPIDEMIOLOGI
Insidensi APCD adalah 4 hingga 25 kasus dalam 1.000.000 kelahiran di
Negara-negara barat dan 25 hingga 80 kasus per 1.000.000 kelahiran di Negara-
negara timur. Mayoritas kasus terbanyak yang dilaporkan dalam literatur adalah
Jepang dan Thailand. Tingginya angka kejadian APCD pada bayi yang tidak
mendapat vitamin K profilaksis di berbagai Negara dilaporkan berbeda-beda.
Angka kejadian APCD berkisar antara 1 tiap 200 sampai tiap 400 kelahiran pada
bayi-bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis. Banyak kondisi yang dapat
menyebabkan terjadinya APCD pada bayi baru lahir. Angka kematian akibat
APCD di Asia mencapai 1:1200 sampai 1:1400 kelahiran. Angka kejadian
tersebut ditemukan lebih tinggi, mencapai 1:1500 kelahiran di daerah-daerah
yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir. 4

KLASIFIKASI
Secondary
VKDB lambat
VKDB dini VKDB klasik PC
(APCD)
deficiency
1-7 hari (terbanyak 3- 2 minggu – 6
Umur < 24 jam 5 hari) Segala usia
bulan

-Pemberian makanan
-obstruksi
terlambat -Intake Vit K
bilier
Penyebab Obat yang -Intake Vit K inadekuat
-penyakit hati
& diminum inadekuat -Kadar vit K
-malabsorbsi
Faktor selama -Kadar vit K rendah rendah pada ASI
-intake kurang
resiko kehamilan pada ASI -Tidak dapat
(nutrisi
-Tidak dapat profilaksis vit K
parenteral)
profilaksis vit K

10
4-10 per 100.000
<5% pada 0,01-1%
kelompok kelahiran
Frekuensi (tergantung pola
resiko tinggi (terutama di Asia
makan bayi)
Tenggara)
Sefalhematom, Intrakranial (30-
umbilikus, GIT, umbilikus, 60%), kulit,
Lokasi intrakranial, hidung, hidung, GIT,
perdarahan intraabdominal, tempat suntikan, bekas tempat suntikan,
GIT, sirkumsisi, intrakranial umbilikus, UGT,
intratorakal intratorakal
-Vit K profilaksis (oral Vit K profilaksis
-penghentian /
/ im) (im)
Pencegahan penggantian
- asupan vit K yang - asupan vit K
obat penyebab adekuat yang adekuat

FISIOLOGI
Proses koagulasi atau kaskade pembekuan darah terdiri dari jalur intrinsik
dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsik dimulai saat darah mengenai permukaan sel
endotelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan pelepasan tissue
factor (Faktor III) pada tempat terjadinya luka. Jalur pembekuan darah
intrinsik memerlukan faktor VIII, IX, X, XI dan XII, dibantu dengan protein
prekalikrein, high-molecular weight kininogen (HMWK), ion kalsium dan
fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, faktor
XI dan faktor XII bersentuhan dengan permukaan sel endotelial, yang disebut
dengan fase kontak. Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari
prekalikrein menjadi kalikrein, yang kemudian mengaktifkan faktor XII menjadi
faktor XIIa. Faktor XIIa memacu proses pembekuan melalui aktivasi faktor XI,
IX, X dan II (protrombin). 5
Aktifasi faktor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion
Ca, faktor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit. Faktor
VIIIa pada proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap faktor IXa dan X.
Aktifasi faktor VIII menjadi faktor VIIIa dipicu oleh terbentuknya trombin,

11
akan tetapi makin tinggi kadar trombin, malah akan memecah faktor VIIIa
menjadi bentuk inaktif.
Jalur ekstrinsik dimulai pada tempat terjadinya luka dengan melepaskan
tissue factor (TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada
permukaan sel, adanya kontak dengan plasma akan memulai terjadinya proses
koagulasi. TF akan berikatan dengan faktor VIIa akan mempercepat aktifasi
faktor X menjadi faktor Xa sama seperti proses pada jalur intrinsik. Aktifasi
faktor VII terjadi melalui kerja dari trombin dan faktor Xa. Faktor VIIa dan TF
ternyata juga mampu mengaktifkan faktor IX, sehingga membentuk hubungan
antara jalur ekstrinsik dan intrinsic.6
Selanjutnya faktor Xa akan mengaktifkan protombin (faktor II) menjadi
trombin (faktor IIa). Trombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin
monomer dengan bantuan kompleks protrombinase yang terdiri dari fosfolipid
sel trombosit, ion Ca, faktor V dan Xa. Faktor V merupakan kofaktor dalam
pembentukan kompleks protrombinase. Seperti faktor VIII, Faktor V teraktifasi
menjadi faktor Va dipicu oleh adanya trombin. Selain itu trombin juga
mengubah faktor XIII menjadi faktor XIIIa yang akan membantu pembentukan
cross-linked fibrin polymer yang lebih kuat.5,6

12
FISIOLOGI PADA ANAK

Sistem koagulasi pada neonatus masih imatur sehingga pada saat lahir
kadar protein koagulasi lebih rendah. Kadar dari sistem prokoagulasi seperti
protein prekalikrein, HMWK, faktor V, XI dan XII serta faktor koagulasi
yang tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) pada bayi cukup bulan lebih
rendah 15-20% dibandingkan dewasa dan lebih rendah lagi pada bayi kurang
bulan. Kadar inhibitor koagulasi seperti antitrombin, protein C dan S juga lebih
rendah 50% dari normal. Sedangkan kadar faktor VIII, faktor von Willebrand
dan fibrinogen setara dengan dewasa. Kadar protein prokoagulasi ini secara
bertahap akan meningkat dan dapat mencapai kadar yang sama dengan
dewasa pada usia 6 bulan. Kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K
berangsur kembali ke normal pada usia 7-10 hari. 6

Cadangan vitamin K pada bayi baru lahir rendah mungkin disebabkan


oleh kurangnya vitamin K ibu serta tidak adanya cadangan flora normal usus
yang mampu mensintesis vitamin K. Selain itu kadar inhibitor koagulasi juga
meningkat dalam 3 – 6 bulan pertama kehidupan kecuali protein C yang masih

rendah sampai usia belasan tahun.2Meskipun kadar beberapa protein koagulasi


lebih rendah, pemeriksaan prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (APTT) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan anak
dan dewasa. Namun didapatkan pemanjangan pemeriksaan bleeding time

13
terutama pada usia < 10 tahun, sehingga interpretasi hasil pemeriksaan
laboratorium harus dilakukan secara hati-hati.7

PATOFISIOLOGI
Vitamin K merupakan salah satu vitamin larut dalam lemak, yang
diperlukan dalam sintesis protein tergantung vitamin K (Vitamin K – dependent
protein ) atau GIa. Vitamin K diperlukan sintesis prokoagulan faktor II,
VII, IX dan X (kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan
sebagai antikoagulan (menghambat proses pembekuan). Molekul-molekul
faktor II, VII, IX dan X pertama kali disintesis dalam sel hati dan disimpan
dalam bentuk prekursor tidak aktif. Vitamin K diperlukan untuk konversi
prekursor tidak aktif menjadi faktor pembekuan yang aktif.5
Kekurangan vitamin K dapat menimbulkan gangguan dari proses
koagulasi sehingga menyebabkan kecenderungan terjadinya perdarahan atau
dikenal dengan Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB). Pada kondisi
defisiensi vitamin K, rantai polipeptida dari faktor koagulasi tergantung vitamin
K tetap terbentuk normal, namun fase karboksilasi (proses gamma karboksilasi
dari amino terminal glutamic acid) tidak terjadi. Sehingga bentuk akarboksi dari
faktor II, VII, IX dan X tidak mampu berikatan dengan ion kalsium dan tidak
dapat berubah menjadi bentuk aktif yang diperlukan dalam proses koagulasi.5,7

GEJALA KLINIS
Manifestasi perdarahan karena defisiensi vitamin K tidak spesifik dan
bervariasi mulai dari memar ringan sampai ekimosis generalisata, pucat,
perdarahan kulit, gastrointestinal, vagina sampai perdarahan intracranial yang
dapat mengancam jiwa. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat terutama
trauma lahir seperti hematoma sefal. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi
dikulit, mata, hidung, dan saluran cerna. Perdarahan dikulit sering berupa purpura,
ekimosis, atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik. Tempat
perdarahan lain yaitu umbilicus, sirkumsisi. Manifestasi perdarahan pada neonatus
sedikit berbeda dari anak yang lebih besar dan dewasa. Pada neonatus perdarahan
dapat timbul dalam bentuk perdarahan discalp, hematoma sefal yang besar,

14
perdarahan intracranial, perdarahan tali pusat, perdarahan pada bekas sirkumsisi,
oozing pada bekas suntikan dan kadang-kadang perdarahan gastrointestinal. 8

Perdarahan intracranial merupakan komplikasi tersering 63%, 80-100%


berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intracranial
didapatkan gejala peningkatan tekanan intracranial (TIK) bahkan kadang-kadang
tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%)
didapatkan muntah, ubun-ubun besar menonjol, pucat dan kejang. Gejala lain
yang ditemukan adalah edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan
nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.8

DIAGNOSIS
a. Anamnesis

Dapat menunjukan gejala manifestasi klinis dari APCD sendiri. Sebelumnya


ditanya apakah ada riwayat trauma atau tidak, apakah kepalanya terbentur
sebelumnya atau tidak. Apakah ada riwayat kejang atau tidak. Perlu ditanya
tempat lahir bayi, apakah dapat injeksi vitamin K atau tidak, apakah diberi
minuman selain ASI. Riwayat pengobatan ibu juga perlu ditanya, apakah
mengkonsumsi obat anti kejang atau anti tuberkulostatik. 9

Anamnesis untuk menyingkirkan kemungkinan lain dengan pemeriksaan atas


keadaan umum dan lokasi fisik perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti
saluran cerna berupa hematemesis atau melena, dari hidung, kulit kepala, tali
pusat atau bekas sirkumsisi.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik ditujukan untuk melihat keadaan umum bayi, lokasi dan bentuk
perdarahan pada tempat-tempat tertentu seperti GIT, umbilikus, hidung, bekas
sirkumsisi dan lain sebagainya. Apakah terdapat tanda peningkatan TIK seperti
UUB mencembung, penurunan kesadaran, papil edem atau adanya defisit
neurologis fokal seperti kejang fokal.9

c. Pemeriksaan Penunjang

15
Pada pemeriksaan laboratorium dari gangguan pembekuan darah karena
kekurangan vitamin K menunjukkan :

a. Penurunan aktivitas faktor II, VII, IX dan X

b. Waktu pembekuan memanjang

c. Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT) memanjang

d. Masa perdarahan normal

e. Jumlah trombosit, waktu perdarahan, fibrinogen, faktor V dan VIII, fragilitas


kapiler serta retraksi bekuan normal

f. Faktor koagulasi lain normal ,sesuai dengan usia

Pemeriksaan radiologi seperti USG kepala atau CT scan kepala dapat dilakukan
untuk melihan apakah ada perdarahan dalam otak. Hal ini didukung dengan hasil
yaitu edema cerebri dengan SDH, SAH, dan ICH yang merupakan keadaan yang
sering ditemukan pada APCD9,10

d. Diagnosis Banding

Pada kasus APCD ini, terdapat beberapa diagnosis banding antara lain seperti
cryoglobulinemia, sindrom cushing, disseminated intravascular coagulation,
defisisensi faktor IX/V/VII/VIII/XI/XIII, thrombotik thrombocytopenia purpura. 8

PENATALAKSANAAN

Bayi yang dicurigai mengalami APCD harus segera mendapat pengobatan vitamin
K1 dengan dosis 1-2 mg/hari selama 3 hari berturut-turut.Kemudian dilanjutkan
dengan transfusi fresh frozen plasma (FFP) pada bayi dengan perdarahan yang
luas dengan dosis 10-15 ml/kgBB selama 3 hari, mampu meningkatkan kadar
faktor koagulasi tergantung vitamin K sampai 0,1-0,2 unit/ml. Respon pengobatan
diharapkan terjadi dalam waktu 4-6 jam, ditandai dengan berhentinya perdarahan
dan pemeriksaan faal hemostasis yang membaik. Pada bayi cukup bulan, jika
tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus dipikirkan kelainan yang
lain misalnya penyakit hati. Transfusi packet red cell (PRC) berfungsi untuk

16
mengatasi anemia. Tatalaksana kejang dan peningkatan intrakranial dapat
diberikan manitol 0,5-1 gr/kgBB/kali atau furosemide 1 mg/kgBB/kali dapat
diberikan untuk menurunkan tekanan intrakranial. Perlu dilakukan pemantauan
ketat untuk terjadinya syok atau perdarahan yang bertambah serta konsultasi ke
bedah syaraf.10,11

KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi pada VKDB ini adalah perdarahan intrakranial, dan
komplikasi pemberian vitamin K antara lain reasksi anafilaksis bila diberikan
secara IV. 10

PROGNOSIS

Prognosis VKDB ringan pada umumnya baik, setelah mendapat vitamin


K1 akan membaik dalam waktu 24 jam.9 Angka kematian pada VKDB dengan
manifestasi perdarahan berat seperti intrakranial, intratorakal dan intraabdominal
sangat tinggi. Pada perdarahan intrakranial angka kematian dapat mencapai 25%
dan kecacatan permanen mencapai 50 – 65%.2,11

PENCEGAHAN

Sebagai pencegahan dapat diberi injeksi citamin K1 dengan dosis 1mg IM pada
semua bayi baru lahir dengan berat diatas 1.500 gram. Pada bayi dengan berat
badan lahir dibawah 1.500 gram dapat diberi 0.5 gram.10

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastroasmoro, S. Buku Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu


Kesehatan Anak : Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K. Jakarta. 2007;
279- 281
2. Marcia, L, Buck. Vitamin K for the Prevention of Bleeding in Newborns.
Pediatric Pharm.2001; 7(10): 210-218
3. Darmanto R. Respirologi. Jakarta : EGC. 2009
4. Sumardi, Septiani F, Yulianti D, Tatang. Hematoma subdural pada Bayi
dengan Acquired Prothrombine Complex Deficiency Syndrome di RS
Hasan Sadikin. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
2012
5. Respati H, Reniarti L, Susanah S. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak:
Gangguan Pembekuan Darah. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2005; 182-
92
6. Sutor HA, Rudiger VK, Marlies C, Andrew W, Maureen A. Vitamin K
Deficiency Bleeding (VKDB) in Infant on Behalf of the ISTH Pediatric.
Perinatal SUbcommitte Thromb Haemost. 2000; 81: 456-461
7. Pansatiankul B, Jitapunkul. Risk Factors of Acquired Prothrombin
Complex Deficiency Syndrome: A Case Control Study. J Med Assoc Thai.
2008; 9: 1-3
8. Pereira SP, Shearer MJ, Williams RG, Mieli V. Intestinal Absorption of
Mixed Micellar Phylloquinone (Vitamin K1) is Unreliable in Infants with
Conjugated Hyperbilirubinemia : Implications for Oral Prophylaxis of
Vitamin K Deficinecy Bleeding. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2003; 88:
113-118
9. Danielsson N, Thang T, Loughnan. Intracranial Haemorrhage Due to Late
Onset Vitamin K Deficiency Bleeding in Hanoi Province. Vietnam: Arch
Dis Child Fetal Neonatal. 2004; 89: 546- 1550
10. Antonius, Pudjadi H. Hegar B. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2009
11. Shuclte R, Jordan LC, Morad A, Naftel RP, Wellons JC, Sidonio R. Rise
in Late Onset Vitamin K Deficiency Bleeding in Young Infants Due to

18
Omission or Fetusal of Prophylaxis at Birth. PediatricNeuro. Elsevier.
2014

19

Anda mungkin juga menyukai