Anda di halaman 1dari 15

Case Report Session

TUBERKULOSIS DALAM PENGOBATAN

Oleh :

Khusnul Rahman 1840312616


Shakthi Priyanika 1840312639

Preseptor:
dr. Yessy Susanty Sabri, SpP(K)
dr. Fenty Anggrainy, SpP

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRAI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Batasan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Identitas Pasien


2.2 Anamnesis
2.3 Pemeriksaan Umum
2.4 Pemeriksaan Lab
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.6 Diagnosis Kerja
2.7 Diagnosis Banding
2.8 Rencana Pengobatan
2.9 Follow Up

BAB 3 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) tetap menjadi permasalahan global yang besar sekalipun usaha
manejement pencegahan hingga pengobatan telah dibuat sedemikian rupa.Pada tahun 2011
tercatat jumlah kasus TB baru sebanyak 8,7 juta dengan 1,4 juta kematian yang terkait TB di
dunia.1 Indonesia menjadi salah satu Negara dengan beban penyakit TB yang terbesar di
dunia. Peningkatan angka deteksi kasus TB meningkat secara significant mulai dari tahun
2005 yaitu 56% lalu tahun 2010 yaitu 66% hingga tahun 2011 yaitu 70%.2
Kasus tuberkulosis paru banyak mengenai populasi di usia yang masih produktif yaitu
15-54 tahun sebesar 75%.3 Sedangkan dalam penanganan pasien TB dibutuhkan masa
pengobatan dan pemulihan yang cukup lama. Hal ini dapat menyebabkan penurunan
produktifitas pasien dalam pekerjaannya dan mempengaruhi kondisi finansial keluarga
pasien. Pada studi yang dilakukan di beberapa Negara, TB berkontribusi dalam mengurangi
pendapatan rumah tangga hingga 20-30% hingga mempengaruhi pendapatan ekonomi
Negara hingga sebesar US$1 miliar per tahunnya diakibatkan oleh disabilitas yang terjadi
setelah pasien terjangkit oleh TB.2
Secara berdampingan berjalan dengan target dari program eradikasi TB di Indonesia di
tahun 2030, sejumlah permasalahan terjadi dalam proses pelaksanaannya. Penggunaan
antibiotic pada kasus baru ataupun relaps yang masih dalam kategori 1 dan 2 secara tidak
rasional dan di luar ketentuan mengakibatkan timbulnya kuman TB yang resisten multi-obat
atau dikenal dengan istilah MDR (Multi- drug Resistant Tuberculosis).Besaran kasus MDR
diperkirakan mencapai 5000 kasus pada tahun 2014 dengan prevalensi yang bervariasi di tiap
daerah yaitu terendah di Jakarta dan tertinggi di Papua.3Berdasarkan data WHO pada 2012
didapatkan terdeteksinya kasus MDR telah mencapai 60.000 kasus di seluruh dunia pada
tahun 2011 dan diperkirakan hanya mewakili 19% dari jumlah kasus sebenarnya dari MDR
yang terjadi.1
Besarnya angka beban penyakit Tuberkulosis di Indonesia membuat seluruh penyedia
layanan kesehatan tidak boleh lengah dalam proses manajemen pasien mulai sejak
pendeteksian dini hingga pengobatan tuntas dengan hasil pengobatan yang dikonfirmasi
melalui pemeriksaan laboratorium dahak. Sehingga penulis merasa sangat dibutuhkannya
analisis penegakan diagnosis kasus TB serta manajemen pasien yang dilakukan di salah satu
rumah sakit regional pusat di Indonesia yaitu RSUP DR. M. Djamil Padang.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan case report session ini bertujuan untuk memahami dan menambah pengetahuan
tentang tuberkulosis .

3
1.3 Batasan Masalah
Case report session ini akan membahas mengenai kasus tuberkulosis dalam pengobatan.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil pemeriksaan pasien,
rekam medis pasien, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literature, termasuk
buku teks, dan artikel ilmiah mengenai tuberkulosis.

4
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


1. Nama : Pn.X
2. Umur/tgl lahir : 36 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Guru TK
5. Nomor RM : 00.91.86.66
6. Alamat : Jambi
7. Status perkawinan : Kawin (dan menpunyai anak berumur 9 thn)
8. Negeri Asal : Indonesia
9. Tanggal Masuk : 10 Januari 2019

2.2 Anamnesis
Keluhan utama:
Sesak napas meningkat sejak 2 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Sesak napas meningkat sejak 2 bulan yang lalu, tidak mencuit, meningkat dengan
aktivitas dan bersifat hilang timbul.
 Batuk (+) sejak 2 bulan yang lalu, batuk berdahak berwarna putih sukar dikeluarkan
,bersifat hilang timbul.
 Batuk darah (-)
 Nyeri dada (+) saat sesak nafas, bersifat tidak menjalar.
 Demam hilang timbul, bersifat tidak mengigil.
 Keringat malam (+)
 Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-)
 Penurunan nafsu makan (+), Penurunan BB (+), sebanyak 2kg dalam 2 bulan.
 BAK dan BAB positif tidak dikeluhkan.

Riwayat Penyakit Dahulu

5
 Riwayat DM (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat TB (-)
 Riwayat keganasan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat TB (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat DM (-)
 Riwayat keganasan (-)
Riwayat pekerjaan, sosial-ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan
 Pasien bekerja sebagai guru TK
 Pasien tidak merokok
 Pasien mempunyai anak berumur 9 thn
2.3 Pemeriksaan umum
 Keadaan Umum : Sedang
 Kesadaran : CMC
 Tekanan darah : 110/70mmHg
 Nadi : 90x/menit
 Suhu : 37ºC
 Pernapasan : 22x/menit
 Sianosis : (-)
 Tinggi badan : 155 cm
 Berat badan : 43 kg
 Kepala : bulat, simetris, normocephal
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
 Leher
 JVP : 5 - 2 cmH2O
 Deviasi trakea : tidak ada deviasi
 KGB : tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran KGB

6
Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
 Perkusi : Atas : RIC II
Kanan : LSD
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
 Auskultasi : S1,S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru depan
 Inspeksi : Paru kiri dan kanan simetris (statis)
Pergerakan paru kiri dan kanan simetris (dinamis)
 Palpasi : fremitus kiri = kanan
 Perkusi : kanan : sonor
kiri : sonor
 Auskultasi : Kanan : Suara napas bronkovesikular, wh-,rh-
Kiri : Suara bronkovesikular dengan rhonki +,wh-
Paru belakang
 Inspeksi : Paru kiri dan kanan simetris (statis)
Pergerakan paru kiri dan kanan simetris (dinamis)
 Palpasi : fremitus kiri = kanan
 Perkusi : kanan : sonor
: Kiri : sonor
 Auskultasi : Kanan : Suara napas bronkovesikular, wh-,rh-
Kiri : Suara bronkovesikular dengan rhonki basah kasar,wh-
Abdomen
 Inspeksi : tidak membuncit, distensi (-)
 Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : BU (+) N
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas : edema -/-, clubbing finger -/-

7
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 12,3 gr/dL Total Protein : 6,6 g/dL
Leukosit : 7,540/mm3 Albumin : 4,3 g/dL
Ht : 38% Globulin : 2,3 g/dL
Trombosit : 350.000/ mm3 SGOT : 13 u/L
LED : 48 SGPT : 10 u/L
Glukosa : 99 mg/dL
Ureum/Kreatinin : 6 / 0,5 mg/dL
Na/K/Cl : 139/35/103 Mmol/L

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Foto Rontgen

8
Kesan rontgen toraks :
Trakae ditengah.
Mediastinum superior tidak melebar. Aorta normal.
Jantung posis normal,ukuran tidak membesar (CTR<50%)
Kedua hillus tidak melebar
Tampak fibro infiltrate di apeks paru kiri.
Diafragma kana dan kiri licin.
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip.
Kesimpulan : TB Paru

Pemeriksaan BTA
BTA negative (tanggal 8/1/2019 dan 9/1/2019)

Pemeriksaan genXpert
MTB Detected Medium
Rif Resistance Not Detected

9
2.6 Diagnosis Kerja
TB terkonfirmasi bakteriologis , (TCM +), Klinis (+)

2.7 Diagnosis Banding


 Pneumonia
 Abses paru

2.8 Rencana Pengobatan


-OAT Kategori 1 yaitu R 450mg/ H 300mg/ Z 1000mg / E 750mg.
-B6 1x10g

2.9 Follow-up
-tidak dilakukan pasien dari poli.

10
BAB 3
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 36 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 2
bulan yang lalu. Sesak napas meningkat dengan aktivitas, tidak menciut, dan tidak dipengaruhi
oleh makanan dan cuaca. Riwayat sesak napas sebelumnya tidak ada. Sesak napas terjadi ketika
adanya ketidaksesuaian antara perintah untuk ventilasi yang dikirim oleh batang otak dan umpan
balik sensorik dari dada. Sesak napas bisa disebabkan oleh banyak hal. Penyebab penting sesak
napas diantaranya berasal dari obstruksi jalan napas atas (inhalasi benda asing, anafilaksis,
epiglottitis), penyakit saluran napas bawah (bronkitis akut, asma, PPOK eksaserbasi akut,
bronkiektasis), penyakit parenkim paru (pneumonia, kolaps lobus paru, ARDS), penyebab
pernapasan lain (pneumothoraks, efusi pleura, emboli paru), penyebab kardiovaskular (Acute
Lung Oedema, sindroma koroner akut, tamponade jantung, aritmia, penyakit katup jantung), dan
penyebab lainnya (asidosis metabolik).
Pasien mengeluhkan batuk sejak 2 bulan yang lalu, bersifat hilang timbul, batuk disertai
dahak berwarna putih dan sukar dikeluarkan. Riwayat batuk sebelumnya tidak ada. Batuk darah
tidak ada, dan riwayat batuk darah tidak ada. Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul
akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang
penting untuk membersihkan saluran nafas bagian bawah. Rangsangan yang biasanya
menyebabkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Proses peradangan
batuk ini dicetuskan oleh adanya benda asing oleh tubuh. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Pada pasien
didapatkan dahak berwarna putih. Dahak atau sputum adalah sekret mukus yang dihasilkan dari
trachea, bronkus dan paru-paru atau bahan yang berasal dari saluran pernapasan bagian bawah.
Dahak dengan warna putih menandakan adanya proses infeksi oleh bakteri.
Pasien merasakan nyeri dada saat sesak napas, tidak menjalar dan dirasakan di tengah
dada. Riwayat nyeri dada sebelumnya tidak ada. Nyeri dada dapat berasal dari berbagai struktur
dari dada, seperti kulit, iga, otot intercostal, pleura, esophagus, jantung, aorta, diafragma ataupun
vertebra thorakal. Nyeri dada dapat disebabkan oleh efusi pleura akibat infeksi paru, emboli
paru, keganasan, atau radang subdiafragma, pneumothoraks, dan pneumomediastinum.

11
Pasien juga mengeluhkan demam bersifat hilang timbul, tidak tinggi dan tidak menggigil.
Riwayat demam sebelumnya tidak ada. Demam timbul sebagai akibat respon sinyal kimia yang
bersirkulasi yang menyebabkan hipotalamus mengatur ulang suhu tubuh ke temperatur yang
lebih tinggi untuk sesaat. Selanjutnya suhu tubuh akan kembali normal dan panas yang
berlebihan akan dikeluarkan melalui keringat. Untuk lebih jelasnya berikut adalah fase demam.
Pertama yaitu fase inisiasi di mana vasokonstriksi kutaneus akan menyebabkan retensi panas dan
menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Ketika set point baru tercapai maka menggigil
akan berhenti. Dengan menurunnya set point menjadi normal, vasodilatasi kutaneus
menyebabkan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk berkeringat.
Pasien mengeluhkan adanya keringat malam sejak 2 bulan yang lalu. Keringat malam
adalah suatu keluhan subyektif berupa berkeringat pada malam hari yang diakibatkan oleh irama
temperatur sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal manusia memiliki irama
sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari sebelum fajar yaitu 36.1°C dan meningkat
menjadi 37.4 °C atau lebih tinggi pada sore hari sekitar pukul 18.00 sehingga kejadian demam
atau keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian ini. Variasi antara suhu
tubuh terendah dan tertinggi dari setiap orang berbeda-beda tetapi konsisten pada setiap orang.
Belum diketahui dengan jelas mengapa tuberkulosis menyebabkan demam pada malam hari. Ada
pendapat keringat malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul
sinyal peptida yaitu tumor necrosis factor alpha (TNF-α ) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem
imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis). Monosit yang
merupakan sumber TNF-α akan meninggalkan aliran darah menuju kumpulan kuman
M.tuberculosis dan menjadi makrofag migrasi. Walaupun makrofag ini tidak dapat
mengeradikasi bakteri secara keseluruhan, tetapi pada orang imunokompeten makrofag dan sel-
sel sitokin lainnya akan mengelilingi kompleks bakteri tersebut untuk mencegah penyebaran
bakteri lebih lanjut ke jaringan sekitarnya. TNF-α yang dikeluarkan secara berlebihan sebagai
respon imun ini akan menyebabkan demam, keringat malam, nekrosis, dan penurunan berat
badan di mana semua ini merupakan karakteristik dari tuberkulosis.
Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan sebanyak 2Kg
dalam 2 bulan. Penurunan berat badan pada tuberkulosis dapat disebabkan oleh produksi
mediator inflamasi. Dalam hubungan kompleks antara tuberkulosis, status gizi dan respon imun
pejamu, mediator yang mungkin berperan adalah leptin. Dalam sebuah penelitian di Indonesia,

12
konsentrasi leptin plasma secara signifikan ditekan pada pasien tuberkulosis. Buang air kecil dan
buang air besar tidak ada keluhan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan dada kiri simetris dengan kanan secara statis dan
secara dinamis pergerakan dada kiri sama dengan dada kanan. Ketika di palpasi, fremitus kiri
sama dengan kanan, perkusi sonor. Pemeriksaan auskultasi didapatkan suara nafas dada kiri dan
kanan bronkovesikuler, terdapat ronkhi pada dada kiri, tidak didapatkan wheezing. Ronkhi
disebabkan oleh adanya udara yang melewati cairan yang diakibatkan oleh infiltrate.
Dari hasil laboratorium ditemukan, didapatkan LED yang meningkat. Hal ini
menunjukkan adanya proses infeksi yang masih aktif. Pada pemeriksaan rontgen thorax tampak
fibroinfiltrat pada apeks paru kiri yang memberi kesan TB paru.

Pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan BTA didapatkan hasil dahak pagi negatif dan
dahak sewatu negatif. Sesuai teori, berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi atas TB
paru BTA (+) dan TB paru BTA (-). Dikatakan TB paru BTA (-) apabila hasil pemeriksaan
dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan
tuberkulosis aktif atau hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis. Dikatakan TB paru BTA (+), sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA (+) atau hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA (+)
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberculosis aktif atau hasil pemeriksaan 1
spesimen dahak menununjukkan BTA (+) dan biakan (+).

Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, maka dilanjutkan untuk pemeriksaan Tes Cepat.
Kemudian pasien dilakukan lagi pemeriksaan geneXpert dan di dapatkan hasil MTB terdeteksi
medium. Oleh karena itu pasien didiagnosis dengan TB, untuk itu diberikan pengobatan TB
sesuai pedoman nasional. Pengobatan TB yang adekuat menggunakan OAT harus mengandung
minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi. Obat harus diberikan dengan dosis
yang tepat, ditelan dalam dosis yang teratur, di awasi langsung oleh Pengawas Makan Obat
(PMO). Pengobatan TB dibagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan. Panduan OAT menurut program nasional penanggulangan TB di Indonesia:
kategori I 2(HRZE)/4(HR)3, kategori 2: 2(HRZE)S/9(HRZE)/5(HR)3E3. Pada pasien ini
diberikan OAT kategori I yaitu R 600mg/ H 300mg/ Z 1500mg / E 1500mg. Obat ini diberikan
karena pasien baru. OAT di sediakan dalam 2 bentuk yaitu, Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan

13
Kombipak. Pada OAT KDT terdapat 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet yang disesuaikan
dengan BB pasien. Pada OAT kombipak, terdiri atas obat leas isoniazid, rifampisin, pirazinamid,
dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. OAT kombipak digunakan pada pasien yang
terbukti mengalami efek samping pada OAT KDT sebelumnya. Pasien ini juga diberikan vitamin
B6 untuk mengatasi efek samping OAT, yaitu isoniazid.

DAFTAR PUSTAKA

14
1.World Health Organization. 2012. Glabal Tuberculosis Report 2012. Switzerland.
2.Management Sciences of Health. 2013. Economic Burden of Tuberculosis in Indonesia
2009-2010. Jakarta.
3.Riono, P. & Farid M. N. 2012. Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia 2009-2010.
Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai