Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KUNJUNGAN RUMAH

Seorang dengan Diagnosis Tuberculosis Paru


Ni Wayan Mirah Wilayadi
Kelompok: F-15
NIM: 102011392
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : miwakary.mw@gmail.com

BAB I
Latar Belakang
Penyakit Tuberculosis (TBC) merupakan masalah yang serius bagi dunia, karena menjadi
penyebab kematian terbanyak dibanding dengan penyakit infeksi lain. Diperkirakan 95% dari
kasus TBC, terbanyak di negara berkembang. Indonesia merupakan penyumbang penyakit
TBC terbesar ketiga di dunia setelah India dan China.1
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian peringkat ketiga setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit pernafasan serta menjadi peringkat pertama dari golongan
penyakit infeksi. Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular yang dapat menyerang siapa
saja dan dimana saja. Setiap tahunnya, WHO memperkirakan terjadi 583.000 kasus TBC baru
di Indonesia dan kematian karena TBC sekitar 140.000 orang. TBC adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.1
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA (Basil Tahan Asam) positif. Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan. Penularan kuman
TBC dipengaruhi oleh perilaku penderita, keluarga serta masyarakat dalam mencegah
penularan penyakit TBC. Perilaku dalam mencegah penularan penyakit TBC antara lain,
menutup mulut pada waktu batuk dan bersin, meludah pada tempat tertentu yang sudah diberi
desinfektan, imunisasi BCG pada bayi, mengusahakan sinar matahari masuk ke tempat tidur,
serta makan makanan yang tinggi karbohidrat dan tinggi protein.1
Mengingat penyakit TBC dapat berakibat fatal dan kematian, sudah seharusnya
masyarakat mengetahui dan memahami berbagai masalah dan dampak dari penyakit ini,

1
sehingga mereka dapat melindungi diri, keluarga dan lingkungannya dari penyebaran
penyakit ini. Dengan kata lain bahwa perilaku keluarga dalam pencegahan sangat berperan
penting dalam mengurangi resiko penularan kuman TBC. Dalam upaya penanggulangan
penyakit TBC peran serta keluarga dalam kegiatan pencegahan merupakan faktor yang sangat
penting. Peran serta keluarga dalam penanggulangan TBC harus diimbangi dengan
pengetahuan yang baik. Pengetahuan adalah hal apa yang diketahui oleh orang terkait dengan
sehat dan sakit atau kesehatan, misal pengertian, penyebab, cara penularan serta cara
pencegahan suatu penyakit.1
Pengetahuan merupakan domain terbentuknya suatu perilaku. Sebelum seseorang
mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat
perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Orang akan melakukan pencegahan TBC
apabila ia tahu apa tujuan dan manfaatnya bagi kesehatan atau keluarganya, dan apa
bahayanya bila tidak melakukannya. Prilaku keluarga dalam rangka pencegahan penularan
TBC selama ini masih kurang, hal ini dapat kita lihat masih banyaknya pengunjung yang
datang ke Puskesmas jika batuk tidak menutup mulut dengan sapu tangan dan masih banyak
yang meludah di sembarang tempat. Priaku yang demikian akan dapat mempercepat
penularan kuman TBC. Jumlah kasus TBC di Kota Jakarta hampir menyebar di seluruh
wilayah Puskesmas. Keberhasilan pengobatan seorang penderita TB sangat dipengaruhi oleh
dukungan keluarga dan orang-orang terdekat, karena penderita TB perlu adanya kepatuhan
minum dalam minum obat. Penderita cenderung bosan untuk mengkonsumsi obat
tuberkulosis karena jangka waktu pengobatan yang cukup lama dan efek samping obat yang
menganggu kenyamanan penderita. Kegagalan pengobatan inilah yang sering menyebabkan
terjadinya kasus (Multidrug Resistance Tuberculosis atau MDR-TB). Menurut WHO dalam
laporan Global Tuberculosis Control 2009, terdapat lebih dari 500.000 kasus tuberkulosis di
Indonesia yang resisten terhadap berbagai jenis obat anti tuberkulosis.1,2
Berangkat dari latar belakang tinggi angka kejadian tuberkulosis di Indonesia dan
permasalahan yang ada, maka diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai tuberkulosis
dilihat dari sisi kedokteran keluarga, dimana melihat individu sebagai satu kesatuan dalam
keluarga.

2
BAB II
HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Laporan Kunjungan Rumah

Puskesmas : Grogol III, Jakarta Barat


Tgl kunjungan rumah : 10 Juli 2014

Data Riwayat Keluarga


I. Identitas Pasien
a. Nama: Janet Bokulo
b. Umur: 82 tahun
c. Jenis kelamin: Perempuan
d. Pekerjaan: Tidak bekerja, dahulu sebagai juru ketik di daerah Kota
e. Pendidikan: SD (tamat)
f. Alamat: Jalan Makaliwe RT04/ RW 08 No.27 Jakarta Barat
g. Telepon: 081249432267 (anak perempuannya)
II. Riwayat Biologis Keluarga
a. Keadaan kesehatan sekarang: kurang
b. Kebersihan perorangan: kurang ( mandi 2 kali sehari, baju tidak diganti, kamar
tidak dibereskan, banyak baju yang berserakan di kamar, kuku jari tangan
bersih, bersin tanpa menutup dengan sapu tangan atau tissu), tidak menjemur
kasur, bantal dan mengganti sprai.
c. Penyakit yang sering diderita: mual, lemas, pusing dan muntah
d. Penyakit keturunan: -
e. Penyakit kronis/menular:
- Alergi: -
- Asma: -
- Tuberculosis: +
- Artriris: -
- Rematitis: -
- Hipertensi: -
- Jantung: -

3
- Ginjal: -
- Lambung : -
- Diabetes: -
- Peyakit liver : -
- Stroke: -
f. Kecacatan anggota keluarga: -, semua produktif dan tidak memiliki masalah
yang bersifat psikologis
g. Jumlah anggota keluarga: 9 orang
III. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk: - (antar anggota keluarga: konsentrasi, tidak adanya
pertentangan pendapat di keluarga, tidak sering marah, tidak negatiftisme)
b. Pengambi keputusan: bersama-sama (keluarga)
c. Ketergantungan obat: -
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas Grogol III, Rumah Sakit
Tarakan.
e. Pola Rekreasi: kurang (tidak pernah)
IV. Keadaan rumah/lingkungan
a. Jenis bangunan: permanen (bangunan yang dibuat dari bahan bangunan yang
kuat dan tahan lama)
b. Lantai rumah: keramik di bagian depan, semen di belakang
c. Luas rumah: 5 x 3m2
d. Penerangan: kurang (suasana gelap, dan pengap di dalam kamar)
e. Kebersihan: kurang
f. Ventilasi: kurang
g. Dapur: ada
h. Jamban keluarga: ada
i. Sumber air minum: untuk MCK menggunakan air PAM, minum menggunakan
air PAM yang dimasak
j. Sumber pencemaran air: - ( air sanitasi di salurkan ke got)
k. Pemanfaatan pekarangan: tidak ada pekarangan
l. Tempat pembuangan sampah; ada
m. Sanitasi lingkungan: cukup
V. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah: baik (berdoa, ke gerja)

4
b. Keyakinan tentang kesehatan: baik
VI. Keadaan sosial keluarga
a. Tingkat pendidikan: rendah
b. Hubungan anatar anggota keluarga : baik
c. Hubungan dengan orang lain: baik (sebelum kunjungan ibu sedang mengobrol
dengan keluarga, tetangga)ng
d. Kegiatan organisasi sosial: kurang
e. Keadaan ekonomi: kurang ( kepala keluarga sebagai hansip, ibu sebagai buruh
cuci, 1 anak bekerja, cucu masih bersekolah)
VII. Kultural keluarga:
a. Adat yang berpengaruh: -
b. Lain-lain: -
VIII. Daftar anggota keluarga
No Hub.d U Pendi- Pekerja- Keadaan
Nama gn KK m dikan an Agama kesehata Imunisasi KB
ur n, gizi
1 Oma Orang 82 SD - Kristen - -
Janet tua
2 Trianto KK 59 SMP Hansip Islam - -
3 Manisa Istri 50 - Ibu RT Islam - Spiral
4 Yanti Anak 28 SMP Ibu RT Islam Lengkap -
5 Rizal Anak 25 SD Pegawai Islam Lengkap -
6 Mapdun Cucu 10 SD - Islam Lengkap -
7 Dewi Cucu 9 SD - Islam Lengkap -
8 Pras Cucu 15 SMP - Islam Lengkap -
9 Sabil Cucu 11 SMP - Islam Lengkap

IX. Keluhan utama: batuk berdahak lebih dari dua minggu


X. Keluhan tambahan: Berat badan menurun, keringat di malam hari, mual, pusing
lemas
XI. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
XII.Pemeriksaan fisik : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84x/ menit
Paru-paru : Suara nafas vesikuler,Rh -/-, Wh -/-
Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan sputum BTA : tidak dilakukan
XIII. Diagnosis penyakit : Tuberculosis
XIV. Anjuran penatalaksanaan penyakit

5
Anggota keluarga pasien dalam kondisi sehat. Keluarga pasien sangat mendukung
tentang kesehatan pasien. Keluarga mengetahui jenis makanan apa yang boleh
diberikan pada pasien yaitu dengan mengontrol diet pasien terutama mengurangi
sumber makanan karbohidrat kompleks dan simpleks serta bahan makanan/minuman
mengandung pemanis, mereka mendapat anjuran oleh dokter puskesmas.
VIII. Anjuran Penatalaksanaan penyakit
a. Promotif : pengobatan TBC di Puskesmas gratis, memberikan segala
informasi tentang penyakit tuberkulosis paru, upaya pencegahan terhadap
komplikasi, menjaga pola makan sehari-hari, pentingnya untuk
berolahraga dan istirahat yang teratur, ventilasi rumah perlu ada agar
cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, tidak menggantung pakaian
di dalam rumah agar pertukaran udara baik, membersihkan debu yang ada
di dalam rumah
b. Preventif : menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, menghindari rokok,
berolahraga, menghindari stres, menggunakan masker, tidak memakai
peralatan makan/minum dengan orang sakit tuberculosis.
c. Kuratif : terapi medikamentosa :
- Obat Anti Tuberculosis (OAT) :
1. Fase awal : 2 bulan setiap hari
a. Rifampicin 3 x 150mg
b. INH 3 x 75mg
c. Pyrazinamid 3 x 400mg
d. Ethambutol 3 x 275mg
2. Fase lanjutan : 4 bulan setiap 3 kali/minggu
a. Rifampicin 3 x 150mg
b. INH 3 x 150mg
d. Rehabilitatif : Disarankan agar setelah obat yang dikonsumsi sudah habis,
segera melakukan pemeriksaan kembali ke puskesmas atau rumah sakit,
apakah pasien benar-benar sudah sembuh atau belum
XV. Prognosis
Penyakit: Dubia ad bonam
Keluarga: Dubia
Masyarakat: Dubia

6
BAB III
PERMASALAHAN YANG DITEMUKAN

Laporan Kunjungan Rumah

A. Keadaan dan Prilaku pasien


1. Keluhan pasien pada saat dikunjungi pusing, lemas. 8 minggu sebelumnya mengalami
batuk berdahak yang sertai darah.
Setelah 3 minggu menjalani pengobatan pasien merasa membaik, batuk berdahak dan
darah saat ini sudah hilang. Pasien diantar putrinya untuk berobat ke puskesmas,
selanjutnya mendapat rujukan ke Rumah Sakit Tarakan Jakarta. Disana pasien
didiagnosis menderita penyakit Tuberculosis.
Adapuan hasil pemeriksaan laboratoriumnya sebagai berikut:
a. Hasil pemerikasaan radiologi pasien

7
b. Hasil pemeriksaan RS. Tarakan

2. Pasien merasa malas untuk meminum obat anti-TBC yang harus diminum setiap hari.
3. Kencing pasien berwarna merah.
B. Permasalahan Anggota keluarga dan lingkungan rumah
1. Panghasilan keluarga yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Debu yang terlihat menempel diventilasi udara.
3. Baju yang tidak disimpan dengan baik di dalam almari pakaian.
4. Tempat tidur yang tidak dibereskan.
C. Kriteria rumah sehat
1. Kebutuhan ruang untuk setiap orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di
dalam rumah, luas rumah bagian bawah 5x3m2, bagian atas 3x3m2
2. Dinding rumah tampak lembab, dan berlumut.
3. Bagian atas menggunakan papan agak goyang.
4. Jendela kamar tidak terbuka, cahaya matahari tidak memasuki kamar tidur hanya
bagian ruang depan.
5. Ventilasi rumah kurang, ruangan rumah dan kamar terasa pengap.
6. Tidak adanaya sarana pembuangan asap dapur.

8
7. Cahaya matahari masuk kurang: pada ruang tamu dan sebagian kamar atas, sedangkan
bagian lain tidak, lampu neon hanya dinyalakan pada malam hari saja sehingga
ruangan terlihat gelap.

9
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Laporan Kunjungan Rumah

Anamnesis penyingkir
1. Keluhan khas menyingkir DD
Keluhan khas yang menyingkirkan Differential diagnosis adalah keringat malam, DD yang
lain tidak mempunyai keringat malam dan keringat malam merupakan salah satu ciri khas
tuberculosis.
2. Keluhan tambahan lain menyingkirkan DD
Keluhan tambahan lain yang menyingkir Differential diagnosis adalah penurunan berat
badan yang tinggi. DD yang lain tidak menyebabkan kehilangan berat badan yang tinggi.
3. Riwayat pekerjaan, aktivitas
Sekarang oma Janet hanya diam dirumah karena usianya yang sudah tua. Riwayat
kerjanya dahulu adalah seorang juru ketik.
4.Riwayat obat-obatan
Oma Janet tidak mempunyai sebarang riwayat obat-obatan lain.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dijabarkan diatas pasien
didiagnosis menderita penyakit tuberkulosis. Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Pada awalnya
penderita hanya merasakan tidak sehat atau batuk yang lebih dari dua minggu. Pada pagi hari
batuk bisa disertai sedikit dahak bewarna hijau atau kuning. Jumlah dahak biasanya akan
bertambah banyak sejalan dengan perkembangan penyakit. Pada akhirnya, dahak akan
bewarna kemerahan karena mengandung darah. Salah satu gejala yang paling sering
ditemukan adalah berkeringat di malam hari. Penderita sering terbangun di malam hari
karena tubuhnya basah kuyup oleh keringat sehingga pakaian atau bahkan sepreinya harus
diganti. Sesak nafas merupakan pertanda adanya udara (pneumotoraks atau cairan (efusi
pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar sepertiga infeksi ditemukan dalam bentuk efusi
pleura. Pada infeksi tuberkulosis yang baru, bakteri pindah dari luka di paru-paru ke dalam

10
kelenjar getah bening yang berasal dari paru-paru. Jika sistem pertahanan tubuh alami bisa
mengendalikan infeksi, maka infeksi tidak akan berlanjut dan bakteri menjadi dorman. Pada
anak-anak, kelenjar getah bening menjadi besar dan menekan tabung bronkial dan
menyebabkan batuk atau bahkan mungkin menyebabkan penciutan paru-paru. Kadang bakteri
naik ke saluran getah bening dan membentuk sekelompok kelenjar getah bening di leher.
Infeksi pada kelenjar getah bening ini bisa menembus kulit dan menghasilkan nanah.3

Pada pasien yang sama kunjungi ini memiliki gejala klinis berupa batuk berdahak disertai
darah sejak 8 minggu yang lalu, penurunan berat badan dan keringat malam. Tidak
ditemukan adanya sesak napas, pembesaran kelenjar getah bening, namun ada keluhan lain
berupa lemas, mual, muntah, pusing dan urine yang berwarna merah. Pada pasien tersebut
diberikan penjelasan bahwa keluhanya tersebut disebabkan oleh efek samping obat, adapun
yang menjadi efek samping dari obat:
 Isoniazid: mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran
pencernaan lain, neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam,
ruam, ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing,
mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara,
hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip
Systemic Lupus Erythematosus.
 Rifampicin : hepatotoxic, sesak nafas, mual, muntah, kram perut, menggigil, demam,
sakit kepala, athralgia, malaise, urine berwarna merah.
 Pyrazinamide: pruritus, urtikaria dan trombositopenia, gangguan fungsi hati, mual,
muntah, diare, anoreksia, nyeri perut, hiperurikemia, artralgia, serangan gout,
Anemia sideroblastik, trombositopenia, porfiria, demam ringan,urtikaria, kemerahan,
pruritus, rasa terbakar, fotosensitivitas, Malaise, hepatomegali dan
splenomegali, jaundice, hemolisis.
 Etambutol: Neuritis optik, buta warna merah/hijau , neuritis perifer, ruam (jarang).3
Cara mengatasinya
 Efek samping isoniazid dapat dicegah dengan pemberian piridoksin dan pengawasan
yang cermat pada pasien.
 Efek samping rifampicin beraneka panjang tetapi insidensnya rendah dan jarang
sampai memerlukan berhentinya terapi.

11
 Efek samping etambutol tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya serta dapat
diterima dalam terapi.
 Cara lain adalah dengan menggunakan obat TBC lain yang pasien kurang sensitive
atau tidak menyebabkan efek samping pada pasien.3

Pasien merasa malas untuk meminum obat anti-TBC seperti keluhan pasien sangat sering
dijumpai di masyarakat. Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan
menelan obat. Keteraturan dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai dengan dosis
yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Keteraturan menelan obat ini menjamin
keberhasilan pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya resistensi.4
Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan
langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment). Directly observe treatment
shortcourse adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan
program penanggulangan TB, dan telah dilaksanakan sejak tahun 1995.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:
a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopis.
c. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO).
d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TB.
PMO (Pengawas Minum Obat)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang bertanggung jawab
mengawasi pasien menelan obat, disebut sebagai PMO. Setiap pasien baru yang
ditemukan harus selalu didampingi seorang PMO. Syarat untuk menjadi PMO adalah
sebagai berikut: dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien, serta harus disegani dan dihormati oleh pasien; tempat tinggalnya dekat pasien;
bersedia membantu pasien dengan sukarela; bersedia dilatih atau mendapatkan
penyuluhan.5
Pada pasien ini telah memiliki PMO, yaitu anaknya Manisa yang mengawasi ibunya
meminum obat OAT.

12
Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, keluarga pasien, kader, pasien
yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah atau petugas unit kesehatan
sekolah yang sudah dilatih strategi DOTS. Tugas PMO adalah mengawasi pasien agar
menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien
agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa sputum ulang (pasien
dewasa), serta memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan
kesehatan.4
Sayangnya ternyata hasil dari strategi DOTS masih kurang dari yang diharapkan. Tahun
1995-1998, cakupan pasien TB dengan strategi DOTS baru mencapai 10%.1

A. Pendapatan dari kepala keluarga sebagai hansip, ibu sebagai buruh cuci pakaian
dikatakan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Penyakit TBC menyerang
sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TBC kebanyakan dari kelompok
sosio ekonomi rendah.
Keluarga dapat memberikan sokongan dan memastikan kepatuhan pasien dalam
memakan obat. Selain dari pada itu pasien juga diisolasikan tempat tidurnya dari anggota
keluarga lain di rumah agak dapat mengurangkan kemungkinan berjangkit. Kepada anak-
anak yang berada di rumah pastikan mereka mendapatkan vaksinasi. Jika terdapat
keluarga lain yang mengalami gejala batuk maka segerakan berjumpa dengan dokter.
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan,
gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan
kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru. Keadaan
sosioekonomi yang rendah juga menyebabkan pasien tidak dapat membeli obat-obatan
yang sesuai untuk pengobatan TBC dan juga tidak dapat mendapatkan rawatan di RS.
Selain daripada itu keadaan sosial ekonomi rendah menyebabkan keadaan lingkungan
tempat tinggal tidak memenuhi syarat untuk kehidupan yang sehat.5,6

B. Rumah Sehat. Menurut Depkes RI (2002), ada beberapa prinsip standar rumah sehat.
Prinsip ini dapat dibedakan atas dua bagian :
Menurut Depkes RI (2002), indikator rumah yang dinilai adalah komponen rumah
yang terdiri dari : langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang

13
keluarga dan ruang tamu, ventilasi, dapur dan pencahayaan dan aspek perilaku. Aspek
perilaku penghuni adalah pembukaan jendela kamar tidur, pembukaan jendela ruang
keluarga, pembersihan rumah dan halaman Persyaratan kepadatan hunian untuk
seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat
relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah
sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai
minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara
tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di
bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-
langit minimum tingginya 2,75 m.6
Komponen rumah sehat meliputi:
1. Langit-langit
Di bawah kerangka atap atau kuda-kuda biasanya dipasang penutup yang disebut langit-langit
yang tujuannya antara lain:
a. Untuk menutup seluruh konstruksi atap dan kuda-kuda penyangga, agar tidak terlihat
dari bawah, sehingga ruangan terlihat rapi dan bersih.
b. Untuk menahan debu yang jatuh dan kotoran yang lain juga menahan tetesan air hujan
yang menembus melalui celah-celah atap
c. Untuk membuat ruangan antara yang berguna sebagai penyekat sehingga panas atas
tidak mudah menjalar kedalam ruangan dibawahnya.
Adapun persyaratan untuk langit-langit yang baik adalah :
a. Langit-langit harus dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap,
b. Langit-langit harus menutup rata kerangka atap kuda-kuda penyangga dengan
konstruksi bebas tikus
c. Tinggi langit-langit sekurang-kurangnya 2,40 dari permukaan lantai kecuali,
d. Dalam hal langit-langit/kasau-kasaunya miring sekurang-kurangnya mempunyai tinggi
rumah 2,40 m dan tinggi ruang selebihnya pada titik terendah titik kurang dari 1,75 m.
e. Ruang cuci dan ruang kamar mandi diperbolehkan sekurang-kurangnya sampai 2,40 m.

2. Dinding
Adapun syarat-syarat untuk dinding antara lain :
a. Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat sendiri, beban tekanan angin dan
bila sebagai dinding pemikul harus pula dapat memikul beban diatasnya,

14
b. Dinding harus terpisah dari pondasi oleh suatu lapisan air rapat air sekurang-kurangnya
15 cm dibawah permukaan tanah sampai 20 cm di atas lantai bangunan, agar air tanah
tidak dapat meresap naik keatas, sehingga dinding tembok terhindar dari basah dan
lembab dan tampak bersih tidak berlumut
c. Lubang jendela dan pintu pada dinding, bila lebarnya kurang dari 1 m dapat diberi
susunan batu tersusun tegak di atas batu, batu tersusun tegak di atas lubang harus di
pasang balok lantai dari beton bertulang atau kayu awet.
Untuk memperkuat berdirinya tembok ½ bata digunakan rangka pengkaku yang terdiri dari
plester-plester atau balok beton bertulang setiap luas 12 meter.

3. Lantai
Lantai harus cukup kuat untuk menahan beban diatasnya. Bahan untuk lantai biasanya
digunakan ubin, kayu plesteran, atau bambu dengan syarat-syarat tidak licin, stabil tidak
lentur waktu diinjak, tidak mudah aus, permukaan lantai harus rata dan mudah dibersihkan.
Macam-macam lantai :
a. Lantai tanah stabilitas.
Lantai tanah stabilitas terdiri dari tanah, pasir, semen, dan kapur. Contoh : tanah
tercampur kapur dan semen. Untuk mencegah masuknya air kedalam rumah sebaiknya
lantai dinaikkan 20 cm dari permukaan tanah
b. Lantai papan
Pada umumnya lantai papan dipakai di daerah basah/rawa. Yang perlu diperhatikan
dalam pemasangan lantai adalah :
1) Sekurang-kurangnya 60 cm di atas tanah dan ruang bawah tanah harus ada aliran tanah
yang baik.
2) Lantai harus disusun dengan rapi dan rapat satu sama lain, sehingga tidak ada lubang-
lubang ataupun lekukan dimana debu bisa bertepuk. Lebih baik jika lantai seperti ini
dilapisi dengan perlak atau kampal plastik ini juga berfungsi sebagai penahan
kelembaban yang naik dari di kolong rumah.
3) Untuk kayu-kayu yang tertanam dalam air harus yang tahan air dan rayap serta untuk
konstruksi di atasnya agar lantai kayu yang telah dikeringkan dan diawetkan.
c. Lantai ubin
Lantai ubin adalah lantai yang terbanyak digunakan pada bangunan perumahan karena
lantai ubin murah/tahan lama, dapat mudah dibersihkan dan tidak dapat mudah dirusak
rayap.

15
4. Jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga dan ruang tamu
Jendela dibuka pada siang hari agar cahaya matahari dapat masuk dan udara dapat
berputar sehingga akan memperkecil resiko penularan penyakit infeksi. Untuk
memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal sebaiknya jendela
kamar tidur menghadap ke timur. Luas jendela yang baik paling sedikit mempunyai luas
10-20% dari luas lantai. Apabila luas jendela melebihi 20% dapat menimbulkan
kesilauan dan panas, sedangkan sebaliknya kalau terlalu kecil dapat menimbulkan
suasana gelap dan pengap.
Dalam ruang kediaman, sekurang-kurangnya terdapat satu atau lebih banyak
jendela/lubang yang langsung berhubungan dengan udara dan bebas dari rintangan-
rintangan, jumlah luas bersih jendela/lubang itu harus sekurang-kurangya sama 1/10 dari
luas lantai ruangan, dan setengah dari jumlah luas jendela/lubang itu harus dapat dibuka.
Jendela/lubang angin itu harus meluas kearah atas sampai setinggi minimal 1,95 di atas
permukaan lantai. Diberi lubang hawa atau saluran angin pada ban atau dekat permukaan
langit-langit ( ceiling ) yang luas bersihnya sekurang-kurangnya 5% dari luas lantai yang
bersangkutan. Pemberian lubang hawa/saluran angin dekat dengan langit-langit beguna
sekali untuk mengeluarkan udara panas dibagian atas dalam ruangan.
Ketentuan luas jendela/lubang angin tersebut hanya sebagai pedoman yang umum dan
untuk daerah tertentu hanya sebagai pedoman yang umum dan untuk daerah tertentu,
harus disesuaikan dengan keadaan iklim daerah tersebut. Untuk daerah pegunungan yang
berhawa dingin dan banyak angin, maka luas jendela/lubang angin dapat dikurangi
sampai dengan 1/20 dari luas ruangan. Sedangkan untuk daerah pantai laut dan daerah
rendah yang berhawa panas dan basah, maka jumlah luas bersih jendela, lubang angin
harus diperbesar dan dapat mencapai 1/5 dari luas lantai ruangan.
5. Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar kedalam suatu ruangan dan pengeluaran
udara kotoran suatu ruangan tertutup baik alamiah maupun secara buatan. Ventilasi harus
lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan
manusia pada suatu ruangan kediaman yang tertutup atau kurang ventilasi.
Dengan adanya ventilasi silang (cross ventilation) akan terjamin adanya gerak udara
yang lancar dalam ruang kediaman. Caranya ialah dengan memasukkan kedalam ruangan
udara yang bersih dan segar melalui jendela atau lubang angin di dinding, sedangkan
udara kotor dikeluarkan melalui jendela/lubang angin di dinding yang berhadapan.
Tetapi gerak udara ini harus dijaga jangan sampai terlalu besar dan keras karena gerak

16
angina atau udara angin yang berlebihan meniup badan seseorang, akan mengakibatkan
penurunan suhu badan secara mendadak dan menyebabkan jaringan selaput lendir kan
berkurang sehingga mengurangi daya tahan pada jaringan dan memberikan kesempatan
kepada bakteri-bakteri penyakit berkembang biak, dan selanjutnya menyebabkan
gangguan kesehatan, yang antara lain : masuk angin, pilek atau kompilasi radang saluran
pernafasan. Gejala ini terutama terjadi pada orang yang peka terhadap udara dingin.
Untuk menghindari akibat buruk ini, maka jendela atau lubang ventilasi jangan terlalu
besar/banyak, tetapi jangan pula terlalu sedikit.
Jika ventilasi alamiah untuk pertukaran udara dalam ruangan kurang memenuhi syarat,
sehingga udara dalam ruangan yang memenuhi syarat, sehingga udara dalam ruangan
akan berbau pengap, maka diperlukan suatu sistem pembaharuan mekanis. Untuk
memperbaiki keadaan ruang dalam ruangan, system mekanis ini harus bekerja terus
menerus selama ruangan yang dimaksud digunakan. Alat mekanis yang biasa
digunakan/dipakai untuk sistem pembaharuan udara mekanis adalah kipas angin
(ventilating, fan atau exhauster ), atau air conditioning.
6. Sarana pembuangan asap dapur
Harus memiliki tempat pembuangan asap dapur seperti cerobong asap atau terdapat
ventilasi yang sesuai untuk penyaluran asap pada saat memasak di dapur.
7. Pencahayaan
Sanropie (1989) menyatakan bahwa cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam
rumah merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan
pengaturan cahaya buatan dan cahaya alam.
a. Pencahayaan alamiah
Pencahayaan alamiah diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruanagn
melalui jendela celah-celah atau bagian ruangan yang terbuka. Sinar sebaiknya tidak
terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar yang tinggi. Kebutuhan
standar cahaya lami yang memenuhi syarat kesehatan untuk kamar keluarga dan kamar
tidur menurut WHO 60-120 Lux. Suatu cara untuk menilai baik tau tidaknya penerangan
alam yang terdapat dalam rumah, adalah sebagai berikut :
b. Pencahayaan buatan
Untuk penerangan pada rumah tinggal dapat diatur dengan memilih sistem penerangan
dengan suatu pertimbangan hendaknya penerangan tersebut dapat menumbuhkan suasana
rumah yang lebih menyenangkan. Lampu Flouresen ( neon ) sebagai sumber cahaya
dapat memenuhi kebutuhan penerangan karena pada kuat penerangan yang relative

17
rendah mampu menghasilkan cahaya yang bila dibandingkan dengan penggunaan lampu
pijar. Bila ingin menggunakan lampu pijar sebaiknya dipilih yang warna putih dengan
dikombinasikan beberapa lampu neon. Untuk penerangan malam hari dala ruangan
terutama untuk ruang baca dan ruang kerja, penerangan minimum adalah 150 Lux sama
dengan 10 watt lampu TL, atau 40 watt dengan lampu pijar.
2. Sarana Sanitasi Rumah
Menurut laporan MDGs tahun 2007 terdapat beberapa kendala yang menyebabkan masih
tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Di
antaranya adalah cakupan pembangunan yang sangat besar, sebaran penduduk yang tak
merata dan beragamnya wilayah Indonesia, keterbatasan sumber pendanaan. Pemerintah
selama ini belum menempatkan perbaikan fasilitas sanitasi sebagai prioritas dalam
pembangunan. Faktor lain yang juga menjadi kendala adalah kualitas dan kuantitas
sumber air baku sendiri terus menurun akibat perubahan tata guna lahan (termasuk
hutan) yang mengganggu sistem siklus air. Selain itu, meningkatnya kepadatan dan
jumlah penduduk di perkotaan akibat urbanisasi. Terdiri dari air bersih dan jamban
pembungan tinja, saran pembuangan limbah, tempat sampah.4,6

Faktor Risiko Tuberkulosis


1. Kepadatan Hunian Kamar Tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya
agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit
infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
2. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa
maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu
rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.6,7
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60
lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis
cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan
kuman untuk setiap jenisnya. Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca

18
tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang
melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar
matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur
maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.7
3. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit,
misalnya kuman TB.4
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi
lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban (humiditiy) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling
sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi
permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka
tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan
kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari
kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.6
4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan
dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis. 4,5
5. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

19
6. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai
resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status
gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap
kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
7. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi
makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk
maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan
terkena infeksi TB Paru.6
Faktor-faktor risiko diatas ditemukan pada pasien kunjungan rumah, adapula faktor risiko
terkait yang tidak ditemukan pada pasien:
1. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis
kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan
di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa
kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan
umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia
diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.4,6
2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996
jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah
penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita.
Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak
2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar
mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.6,9
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan
penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan

20
mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat
pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan
kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya
gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru. Jenis pekerjaan seseorang
juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak
terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan
selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah).1,6
5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB
paru sebanyak 2,2 kali.7
6. Status Imunisasi BCG
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa status imunisasi BCG berpengaruh
secarasignifikan terhadap tingkat keparahan kejadiantuberkulosis paru pada anak. Hal
ini sejalandengan penelitian yang menyatakan bahwa anak balita yang tidak
imunisasi BCG sangat berperanterhadap hubungan pemberian imunisasi BCGdengan
kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Anak balita yang tidak imunisai
BCGmempunyai kecenderungan mengalamiTuberkulosis Paru sebesar 3,489 kali
dibandinganak balita yang mendapatkan imunisasi BCG. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwaimunisasi BCG dapat mengurangi resiko kejadian tuberkulosis paru
pada anak balita. Pencegahan dengan Imunisasi atauvaksinasi merupakan tindakan
yangmengakibatkan seseorang mempunyai ketahanantubuh yang lebih baik, sehingga
mampumempertahankan diri terhadap penyakit ataumasuknya kuman dari luar.
Anggota Keluarga yang Menderita TBC
Orang yang paling berisiko terinfeksi adalah anggota keluarga kasus TB paru BTA
positif. Pasien TB paru BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih
besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan pada kontak
serumah juga didukung oleh penelitian Lemos dkk.14 di Brasil yang menunjukkan
bahwa prevalensi penularan pada kontak serumah 2,5 kali lebih tinggi daripada

21
penularan pada populasi umum. Walaupun banyak penelitian yang menemukan
bahwa angka infeksi pada kontak serumah sangat tinggi, namun untuk menjadi sakit
(TB aktif) tidaklah mudah. Berdasarkan Laporan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2011, orang yang terinfeksi TB hanya sekitar 10% menjadi TB aktif,
sebagian akan sembuh sendiri karena daya tahan tubuh dan sebagian lagi akan tetap
menderita TB kronis yang tetap dapat menular dan swaktu-waktu menjadi TB aktif
apabila terjadi perubahan daya tahan tubuh. Penelitian Lemaos dkk.15 di Brasil
menunjukkan bahwa prevalensi penularan pada kontak serumah 2,5 kali lebih tinggi
daripada penularan pada populasi. Tingginya angka persentase positif TB paru pada
kontak serumah kemungkinan disebabkan karena faktor perumahan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan, atau faktor daya tahan tubuh kontak.12 Mengingat
tingginya insiden kasus positif pada kontak serumah maka pemeriksaan berkala
penemuan kasus secara aktif pada anggota keluarga kasus TB paru BTA positif tetap
perlu dilakukan, karena seseorang dengan TB laten, risiko menjadi aktif lebih tinggi
apabila terjadi perubahan secara klinis, epidemiologis atau gambaran radiologis.7

22
BAB V
KAJIAN TEORI TUBERCULOSIS

Laporan Kunjungan Rumah

Etiologi Tuberkulosis
Penyebab tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium Tuberculosis. Kuman ini berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri
atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan
Asam (BTA). Kuman Tb cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dorman, tertidur lama setelah beberapa tahun. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal
ini tekanan oksigen bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat predileksi kuman tuberkulosis.8

Patogenesis Tuberkulosis
Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh kuman mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh penderita TBC saat batuk, dimana pada
anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC.
Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banayak
(terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), bahkan bakteri ini dapat pula
mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga
menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, kelenjar
getah bening, organ reproduksi dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru. 8

23
1. Tuberkulosis Primer
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas
atau paru-paru. Bila kuman ini menetap dijaringan paru, maka ia akan bertumbuh dan
berkembang dalam sitoplasma makrofag. Kemudian kuman akan bersarang di jaringan
paru dan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer.
Dari sarang primer ini akan timbul peradangan dan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limfadenitis regional).Sarang primer + limfangitis lokal = kompleks pirmer.
Kompleks primer ini selanjutn ya dapat :8
 Sembuh sempurna tanpa cacat
 Sembuh dengan meninggalkan bekas (lesi ghon)
 Berkomplikasi dan menyebar baik melalui limfogen dan hematogen ke organ
lainnya.
2. Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Kejadian ini dimulai dengan
sarang dini dan dalam 3 – 10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan berbagai jaringan ikat. Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang
yakni :8
 Sarang yang sudah sembuh dan tidak butuh pengobatan lagi.
 Sarang aktif eksudatif.
 Sarang yang berada antara aktif dan sembuh.

Pemeriksaan
1. Gejala Klinis
Gejala klinis TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum dan gejala
khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan
gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus
baru.1,9
e. Gejala umum (Sistemik)7,9
- Batuk selama 2-3 minggu atau lebih (dapat disertai darah).

24
- Demam tidak terlalu tinggii yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Perasaan tidak enak (malaise), lemas.

f. Gejala khusus (khas)9,12


- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas yang melemah yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan di rongga pleura, dapat disertai keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak dan selaput otak (meningitis),
gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.
Pada penderita anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, maka TBC
dapat terdeteksi kalau diketahuinya adanya kontak dengan pasien TBC
dewasa. Sekitar 30-50 % anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita
TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penderita sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama
pada kasus-kasus dini. Demikian juga bila sarang penyakit terletak terlalu dalam, akan
sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik., karena hantaran getaran / suara sulit
dinilai dengan palpasi, perkusi dan auskultasi. Tetapi pada auskultasi umumnya
didapatkan suara nafas bronkial dan perkusi yang redup. Bila terdapat kavitas yang besar,
perkusi memberikan hipersonor atau timpani dan auskultasi akan memberikan suara
amforik. Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura, perkusi
memberikan suara pekak, dan auskultasi memberikan suara nafas yang lemah atau tidak
terdengar sama sekali.8

25
Pemeiksaan Fisik yang berkaitan dengan Diagnosis (tuberculosis)
Inspeksi
Pasien kemungkinan kelihatan sesak nafas. Sesak nafas merupakan petanda adanya udara
(pneumotoraks) atau cairan (efusi pleura) di dalam rongga pleura. Sekitar sepertiga infeksi
ditemukan dalam bentuk efusi pleura.Selaina dari itu pasien juga akan kelihatan kurus.
Perkusi
Bergantung pada luasnya kelainan, biasanya pada apeks lobus atas dan apeks lobus bawah
bahagian yang terkena mungkin akan menyebabkan bunyi redup akibat efusi pleural.
Auskultasi
Bunyi auskultasi yang mungkin adalah Crackles, wheezes,bronchial breathing dan amphoric
breathing.
Menurut Who pemeriksaan fisik pada pasien pulmonary tuberculosis adalah nonspecific, dan
tidak membantu dalam membedakan penyakit TB paru dengan penyakit pernafasan yang
lain.2

3. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemerikasaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
diragukan. Pada saat tuberkulosis baru aktif didapatkan leukosit yang sedikit
meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat,tetapi bila penyakit sudah mulai
sembuh, leukosit akan kembali normal dan laju endap darah mulai turun dan
normal kembali.9,12
 Serologi
Pemeriksaan serologis kadang-kadang dipakai adalah reaksi Takashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria
positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128.1,9
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA,diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan, selain itu pemeriksaan
sputum dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang diberikan.
Pemeriksaan yang sekarang ini digunakan dengan metode Sewaktu – Pagi –

26
Sewaktu (SPS). Kriteria sputum BTA positif bila sekurang-kurangnya ditemukan
3 batang kuman BTA pada suatu sediaan.
Selain itu sputum juga dapat dibiakkan dalam medium biakan seperti medium
Lowenstein-Jensen. Koloni kuman baru dapat terlihat setelah 4-6 minggu.4,7
Untuk penilaian terlihat pada tabel berikut:
Jumlah Basil Tahan Asam Penilaian
Tidak dijumpai BTA/ 100 lapangan pandang 0
Dijumpai 1-9 BTA / 100 lapangan pandang catat jumlah yang ada
Dijumpai 10-99 BTA / 100 lapangan pandang 1+
Dijumpai 1-10 BTA / lapangan pandang dalam 50 2+
lapangan pandang 3+
Dijumpai >10 BTA /lapangan pandang dalam 20
lapangan pandang

a. Metode konvensional seperti Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middlebrook 7H-10 dan


7H-11.
b. Metode Radiometrik seperti BACTEC. Dengan teknik ini waktu yang dibutuhkan untuk
isolasi dan identifikasi mikobakterium tuberkulosis menjadi tiga minggu saja.Untuk test
sensitifitas ditambah 5-7 hari lagi.
 Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk bantu diagnosis terutama pada
anak-anak. Uji TBC, yang biasa disebut sebagai tes mantoux, merupakan tes
tuberkulin pada kulit dengan menggunakan 5 unit derifatif protein termurnikan.
Setelah dilakukan pada lengan si anak, tes tuberkulin pada kulit dibaca 48-72 jam
kemudian oleh orang yang berpengalaman. Interpretasi tergantung tidak saha dari
tiper reaksi setelah tes, namun juga pada tingkat risiko anak terkena TBC. Anak
yang berusia diatas 4 tahun dan tanpa faktor risiko mungkin mengalami sedikit
reaksi (pembengkakan sebesar 5 -14mm) dan tidak terinfeksi TB. Sedangkan
anak yang memiliki kontak dekan dengan penderita TBC akan lebih dianggap
terinfeksi walaupun mengalami reaksi yang sangat kecil. Anak yang telah
menerima imunisasi BCG juga dapat di uji mantoux. Bahkan pada anak yang
memiliki masalah pada sistem kekebalan tubuhnya akan memperoleh hasil
negatif uji tuberkulin pada kulitnya, padahal kemungkinan terinfeksi TBC.11

27
3. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis umumnya didaerah apex paru tetapi dapat juga mengenai
lobus bawah atau daerah hilus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan
paru. Pemeriksaan khusus lain yang dapat digunakan adalah bronkografi, yaitu untuk
meihat kerusakan bronkus atau paru. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila penderita
akan menjalankan pembedahan paru.9,10

Diagnosis Banding
1.Pneumonia
Peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme selain Mycobakterium tuberculosis,
yaitu bakteri, virus, jamur, parasit. Berdasar sumber kumannya : pneumonia komuniti yang
didapat di masyarakat, pneumonia nosokomial didapat di rumah sakit, pneumonia aspirasi,
dan pneumonia imunocompromised. Berdasar penyebabnya : pneumonia bakterial/ tipikal
(staphylococus, streptococcus, hemofilus influenza, klebsiella, pseudomonas. ), pneumonia
atipikal (mycoplasma, legionella, chlamydia), pneumonia virus, dan pneumonia jamur.
Berdasarkan predileksinya : pneumonia lobaris lobularis, bronkopneumonia,
pleuropneumonia, dan pneumonia interstitiil (Price dan Wilson, 2006; Amin, 1989).

Patogenesis dan Patologi


Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru, hal ini akibat
aktivitas mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme, dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak
menimbulkan penyakit.
Cara mikroorganisme masuk saluran napas dengan 4 cara : inokulasi langsung, penyebaran
melalui pembuluh darah, inhalasi bahan aerosol, kolonisasi di permukaan mukosa. Bakteri
yang masuk alveoli menyebabkan reaksi radang, edema seluruh alveoli, dan infiltrasi sel-sel
PMN. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan lekosit yang
lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian di fagosit.
Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi : Zona luar : alveoli yang terisi bakteri dan
cairan edema. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel
darah merah. Zona konsolidasi luar : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan

28
jumlah PMN yang banyak. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak
bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag (Reviono, 2008).
Diagnosis
Anamnesis, didapatkan gejala demam menggigil, suhu tubuh meningkat, batuk berdahak
mukoid atau purulen, sesak napas, kadang nyeri dada, batuk darah bisa sedikit bisa banyak.
Pemeriksaan fisik, tergantung luas lesi. Inspeksi : bagian yang sakit tertinggal, palpasi :
fremitus dapat mengeras, perkusi redup. Auskultasi : suara dasar bronkovesikuler sanpai
bronkial, suara tambahan ronki basah pada stadium resolusi. Gambaran radiologis : gambaran
infiltrat sampai konsolidasi (berawan) dapat disertai air bronchogram. Pemeriksaan
laboratorium, peningkatan lekosit 10.000/ul-30.000/ul. Untuk dapat mengetahui etiologi
dilakukan pemeriksaan dahak, biakan dan serologi. Analisis gas darah menunjukan
hipoksemia, pada stadium lanjut asidosis respiratorik.
Pengobatan
Terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik sebaiknya berdasar data
mikroorganisme dan hasil uji kepekaan.3,7,8

2.Kanker Paru
Adalah semua penyakit keganasan di paru mencakup keganasan yang berasal dari paru
maupun dari metastasis. Ada beberapa golongan yang memiliki risiko tinggi terkana kanker
paru : laki-laki lebih tinggi, usia di atas 40 tahun, perokok, paparan industri, perempuan
sebagai perokok pasif.
Gambaran Klinis
Dibagi menjadi dua golongan : gejala khas dan tidak khas. Gejala khas : sesak napas, sulit/
sakit menelan, benjolan di pangkal leher, sembab muka dan leher, batuk dengan atau tanpa
dahak, hemoptisis, sakit dada. Gejala tidak khas : berat badan berkurang, nafsu makan hilang,
demam hilang timbul.
Diagnosis
Anamnesis, berupa gejala, riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga, faktor risiko.
Pemeriksaan fisik, tergantung besar dan letak tumor. Bila tumor kecil dan letak di perifer,
menunjukan gambaran normal. Tumor ukuran besar, letak di sentral, dan bila disertai
atelektasis akan terjadi penarikan trakea atau oesofagus. Radiologis. Tampak nodul soliter
sirkumskripta atau coin lession pada radigram dada merupakan petunjuk dini untuk
mendeteksi karsinoma bronkogenik, meskipun dapat juga ditemukan pada banyak keadaan
lainnya. CT scan mungkin dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan lesi-

29
lesi yang dicurigai. Bronkoskopi, memiliki beberapa fungsi : untuk mengambil bahan atau
jaringan, untuk mengetahui kelainan mukosa bronkus, untuk menilai keadaan percabangan
bronkus. Pemeriksaan khusus meliputi : sitologi sputum, trans torakal biopsi (TTB) untuk lesi
yang letaknya perifer, trans bronkial lung biopsi (TBLB), torakoskopi, mediastinoskopi, dan
torakotomi eksplorasi sebagai pilihan terakhir.
Patologi Kanker paru primer biasanya diklasifikasikan menurut jenis histologinya :
Karsinoma sel kecil Karsinoma bukan sel kecil meliputi : karsinoma skuamosa, karsinoma sel
besar, adenokarsinoma.2,5,8

Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu
berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat
disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsmsi obat-obatan yang
diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Selama
proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya penderita juga akan disarankan
memeriksakan sputum dan rontgen lagi selama perjalanan pengobatan dan akhir pengobatan.
Di Indonesia sendiri, pengobatan TB sekarang menggunakan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short Course) dari WHO. Pengobatan diberikan dalam 2 tahap yaitu
tahap intensif dan tahap lanjutan, sesuai dengan kategori sebagai berikut:9,13
 Kategori 1
 Obat yang diberikan adalah 2(HRZE)/4(HR)3. Obat ini diberikan kepada:
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif, foto toraks positif.
- Pasien TB ekstra paru.
 Tahap intensif terdiri dari pemberian Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid
(Z) dan Etambutol (E) yang diberikan tiap hari selama 2 bulan.
 Tahap lanjutan terdiri dari pemberian Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) diberikan
tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan.
 Kategori 2
Obat yang diberikan adalah 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Obat ini diberikan untuk
pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya namun mengalami kekambuhan, gagal
pengobatan dan pasien dengan pengobatan setelah default (putus berobat).13

30
 Tahap intensif diberikan setiap hari selama 3 bulan. Terdiri dari pemberian Isoniazid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan Streptomisin (S)
yang diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) setiap hari selama
1 bulan.
 Tahap lanjutan diberiakn tiga kali seminggu selama 5 bulan, terdiri dari Isoniazid
(H), Rifampisin (R) dan Etambutol (E).
 Pengobatan Sisipan
Obat yang diberikan adalah HRZE. Sama seperti panduan paket untuk tahap intensif
kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Obat ini diberikan jika pada akhir
tahap intensif pengobatan kategori 1 pada penderita baru BTA positif atau pada penderita
BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahaknya masih
BTA positif.13
Pengobatan kategori akan disesuaikan dengan berat badan atau Fix Dose Combination
(FDC) / Kombinasi Dosis Tetap (KDT):
FDC 2 : 30-37 Kg FDC 3 : 38-54 Kg
FDC 4 : 55-70 Kg FDC 5 : ≥ 71 Kg

Pencegahan Tuberkulosis
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan,
cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara
dini.
c. Kuratif
Pengobatan Penyakit TBC

31
Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu
berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih. Penyakit TBC dapat
disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang
diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Selama
proses pengobatan, untuk mengetahui perkembangannya yang lebih baik maka disarankan
pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah, sputum, urine dan X-ray atau
rontgen setiap 3 bulannya. Adapun obat-obatan yang umumnya diberikan adalah Isoniazid
dan Rifampicin sebagai pengobatan dasar bagi penderita TBC, namun karena adanya
kemungkinan resistensi dengan kedua obat tersebut maka dokter akan memutuskan
memberikan tambahan obat seperti Pyrazinamide dan Streptomycin sulfate atau Ethambutol
HCl sebagai satu kesatuan yang dikenal 'Triple Drug'. Directly Observed Treatment, Short-
course (DOTS) adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara
langsung. Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat
secara cepat. DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar
menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS
memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS
direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC.

Komplikasi
Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus. Menurut Dep.Kes
(2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut: 1) Hemoptisis
berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok
hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3)
Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4) Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner

Diet yang harus dilakukan

Tujuan diet untuk pasien TBC adalah untuk :

1. Memberikan makanan adekuat untuk meningkatkan berat badan pasien

32
2. Memberikan makanan tinggi energi dan protein secara bertahap sesuai dengan
kemampuan pasien untuk mencapai keadaan gizi optimal.
3. Memperbaiki kerusakan jaringan atau luka pada paru.
4. Meningkatkan kadar Hb.
5. Menetralkan neuritis.
6. Mencegah dehidrasi.
Diet yang dilakukan adalah
1. Energi cukup sesuai kebutuhan Energi 150 kkal/kg BB/ hr.
2. Protein cukup diberikan protein 4 g/ kg BB/ hr.
3. Lemak rendah diberikan 20 % dari kebutuhan energi total yaitu sebesar 35,3 gram.
4. Karhohidrat cukup diberikan 275,7 gram.
5. Vitamin dan mineral cukup.
6. Cairan cukup 150 ml/ kg BB.
7. Makanan perlulah lunak.

A. Olahraga yang dilakukan


Olahraga yang teratur dapat dilakukan oleh pasien jika merasakan dirinya sudah bertambah
baik. Pasien dinasihati untuk memakai masker agar dapat mengelak jangkitan kepada orang
lain.
a. Kapan harus control dan pemeriksaan darah/urin ulang

Pemeriksaan klinik dilakukan tiap 2 minggu dengan mengukur badan, mencatat keluahan
fisik, serta pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan bakteriologik dilakukan mengikut kategori pasien, dapat dilihat di tablet waktu
evaluasi pasien yang telah dimasukkan di makalah. Oma merupakan pasien kategori 1 maka
waktu pemeriksaan bakteriologiknya adalah akhir bulan ke 2, akhir bulan ke 3, sebulan
sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan.

Manakala pemeriksaan radiologi dilakukan lagi setelah fase intensif dan akhir pengobatan.

Menjelaskan Upaya Pencegahan Penyakit


1. Dari aspek peribadi
 Memastikan mengikut aturan pemakanan obat agak sembuh dan tidak berjangkit ke
orang lain.
 Menisolasikan diri agar orang lain tidak berjangkit
33
 Pinggan dan cawan yang digunakan diasingkan
 Memakai masker agak penyakit ini tidak menular ke orang lain
 Mengalakkan pemakaian BCG
 Memastikan lingkungan tempat tinggal mempunyai ventilasin dan percahayaan yang
baik.
 Meningkatkan pengetahuan diri mengenai penyakit ini.
 Melakukan penyuluhan terhadap orang disekitar.
 Mengawasi orang di sekitar lingkungan yang berkemungkinan menhidap penyakit
TBC.
 Mengikuti program yang telah disediakan oleh puskesmas.
 Berhenti merokok

2. Dari aspek keluarga


 Memberikan sokongan moral kepada ahli keluarga yang menghidap penyakit TBC
 Menyediakan suatu ruangan kamar yang disolasikan.
 Memastikan pasien mengambil obat secara teratur.
 Memastikan ahli keluarga mendapat vaksinasi BCG.
 Memastikan lingkungan rumah mempunyai ventilasi dan percahayaan yang baik
 Pastikan ahli keluarga diperiksan jika tedapat ahli keluarga yang mengalami TBC.
 Jika terdapat ahli keluarga yang mengalami gejala TBC segera dibawa ke puskesmas.

3. Dari aspek masyarakat


 Melakukan penyuluhan terhadap penyakit TBC.
 Mengambil berat terhadap orang yang mengalami tbc.
 Mengambil peduli orang yang tinggal di sekitar kawasan pasien TBC.
 Jika terdapat anggota masyarakat yang disangka menghidap TBC segera dihantar ke
rumah sakit.
 Meninkatkan pendidikan masyarakat dengan menganjurkan program bersangkutan
dengan TBC.
 Masyarakat melakukan gotong –royong membersihkan kawasan lingkungan tempat
tinggal.

34
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Laporan Kunjungan Rumah

Kesimpulan
Tuberculosis paru sampai saat ini masih merupakan problem kesehatan yang masih sulit
terpecahkan..Penyakit TBC dianggap menakutkan karena bila menyerang paru-paru dan tidak
diobati dapat menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru sehingga dapat
menyebabkan kematian. Selain itu penularannya sangat mudah, yaitu melalui dahak penderita
yang keluar bersama batuknya, kemudian mengering dan menjadi droplet di udara sehingga
dapat mengenai siapa saja. Penyakit TBC semakin banyak menjangkiti populasi karena
semakin rendah daya tahan tubuh. Selain itu kurangnya perhatian terhadap kebersihan
linkungan(udara) dan gizi yang seimbang semakin memperberat angka kejadiannya.

Saran
Kasus penyakit TB paru sangat terkait dengan faktor prilaku dan lingkungan,karena faktor
lingkungan, sanitasi dan hygiene terutama terkait dengan keberadaan kuman, dan proses
penularan penyakit TBC. Sedangkan faktor perilaku sangat berpengaruh pada kesembuhan
dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi kuman TB.
Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan
kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk
memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan
timbul gejala.
Dimulai dari perilaku hidup sehat yaitu:
- makan-makanan yang bergizi dan seimbang.
- istirahat yang cukup.
- olah raga teratur.
- hindari rokok, alkohol, obat bius, dan hindari stress.
- tidak meludah sembarangan tempat(meludah di tempat yang terkena sinar
matahari atau tempatyang diisikarbol/lisol).
- menutup mulut dengan tissue apabila batuk atau bersin.

35
- membuang tissue yang sudah digunakan ke tempat sampah
Penatalaksanaan lingkungan terutama pada pengaturan syarat -syarat rumah sehat
diantaranya:
- ventilasi dengan pencahayaan yang baik
- luas hunian dengan jumlah anggota keluarga
- kebersihan rumah dan lingkungan tempat tinggal
- penanaman pohon untuk program green & clean, untuk memperoleh udara
yang bersih.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Dra. Kustantinah, Apt, M.App.Sc. Pedoman pengobatan dasar di puskesmas 2007.


Departemen kesehatan R.I : p159-234.
2. Anthony Harries, Dermot Maher, Stephen Graham dll. TB/HIV A clinical Manual,
second edition, 2004. World health organization (WHO). p49-58
3. Dr. dr Mardi Santoso, Dr henk kartadinata, Dr ika Wulan Yuliani. Buku panduan
keterampilan skill-lab semester 4, tahun 2010. UKRIDA : p 54-60
4. Suharjo J. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran.
Edisi 1, 2008. Yogyakarta (INA) : Penerbit Kanisius.p.27-139.
5. Yoannes y. Kesehatan masyarakat tbc dan pencegahannya. Edisi 1, 2008.
Yogyakarta (INA) : Penerbit Kanisius.p.1-23.
6. Theodore H, Elena A. The new public health. Edisi 2, 2009. California (USA) :
Elsevier Academic Press.p.46-87.
7. Budiman C. Ilmu kedokteran pencegahan komunitas. Edisi 1, 2006. Jakarta (INA)
: Penerbit Buku kedokteran EGC.p.200-5
8. World health organization (WHO). Treatment of tuberculosis guidelines. Edisi 4,
2010. Geneva (SUI) : WHO Press.p.1-60.
9. Departemen Kesehatan RI. Modul VI Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Strategi
DOTS di UPK. Dalam : Penanggulangan TB Bagi Pengelola Program TB. Jakarta :
Depkes; 2008.

37

Anda mungkin juga menyukai