Anda di halaman 1dari 18

REFERAT OF OPHTAMOLOGY

KATARAK

Disusun oleh:
Leonirma Tengguna (112012180)
Che Wan Nur Hajar Binti Saimi (112013167)

Dokter Pembimbing
Dr. Erin Arsianti Sp M.M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


KEPANITERAAN ILMU MATA
RUMAH SAKIT MATA DR YAP, JOGJAKARTA
20 OKTOBER 2014 – 22 NOVEMBER 2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


WHO mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60. Kebutaan
adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan WHO,
prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri akan
berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75% dari
kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati. 1
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan,
saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin
atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat
angka kebutaan sebesar 1,47%. Malah dari pelaporan RS Cinere Jakarta 2013, Indonesia
merupakan negara dengan jumlah penderita buta katarak tertinggi kedua di Asia Tenggara,
mencapai 1.5% atau 2 juta jiwa. Setiap tahunnya bertambah 240.000 orang yang terancam
mengalami kebutaan.
48% kebutaan yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia,
survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di
antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis. Berbagai studi
cross-sectional melaporkan prevelansi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah
sebanyak 50%; prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan trauma mata, komplikasi
penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.1,2

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


a. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh Zonula Zinnii
yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humos aquos
dan disebelah posterior terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel
yang dapat dilewati air dan elektrolit. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular.
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastis. .3

b. Fisiologi Lensa
 Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan
kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang
terkena aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa
membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low
resistance gap junction antar sel.3,4
 Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk mengubah
fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan bayangan
yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi akubat perubahan lensa oleh
badan silluar terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat zonular akan
mengalami relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan mengakibatkan daya
akomodasi semakin kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang
nervus III. Pada penuaan, kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh
karena terjadinya kekakuan pada nukleus.4
Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Media refrakta yang lain
adalah kornea, humor akuos dan badan kaca. Kekuatan dioptri lensa kira-kira +20 D.
tetapi kalau lensa ini diambil (misalnya pada ekstraksi katarak), kemudia diberikan kaca

3
mata, maka penggantian kaca mata ini tidak +20 D, tetapi hanya +10 D karena adanya
perubahan letak atau jarak lensa ke retina. Pada anak dan orang muda, lensa dapat
merubah kekuatan dioptrinya saat melihat dekat agar bayangan jatuh diretina. Makin
tinggi umur seseorang, maka makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya, dan
penambahan kekuatan dioptri ini akan hilang setelah umur 60 tahun. Kemampuan lensa
untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan positifnya) disebut akomodasi.4
Pada orang yang masih mempunyai akomodasi dan tidak miopi tinggi, maka pada saat
melihat dekat terjadi 3 peristiwa yaitu: akomodasi, miosis dan konvergensi. Yang
ketiganya disebut trias melihat dekat. Trias ini hanya terjadi pada orang normal yang
masih mempunyai akomodasi. Pada orang umur lanjut yang akomodasinya lumpuh, otot
siliar tetap dapat berkontraksi saat berusaha melihat dekat, tetapi tidak terjadi akomodasi
karena lensa telah kaku, sehingga tidak dapat menambah kecembungan.4
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

Gambar 1. Perbedaan mata relaksasi dan mata akomodasi.5

Tabel 1. Perubahan yang terjadi saat mata berakomodasi.5

2.2. Definisi

4
Katarak adalah suatu kekeruhan lensa (lens opacity). Katarak dapat disebabkan
terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, serta dapat pula
disebabkan denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai
kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu
yang lama.2,3

2.3. Epidemiologi
Penelitian terbaru tahun 2004 dari Institut The Wilmer Eye mengatakan sekitar 20,5
juta (17,2%) penduduk Amerika berusia lebih dari 40 tahun memiliki katarak pada salah satu
mata dan 6,1 juta merupakan pseudofakia/afakia. Jumlah ini diduga akan meningkat hingga
30,1 juta kasus katarak, dan 9,5 juta kasus pseudofakia/afakia pada tahun 2020.5
Katarak senilis terus menjadi penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di
dunia. Pada penelitian terbaru yang dilakukan di China, Kanada, Jepang, Denmark,
Argentina, dan India, katarak diidentifikasi sebagai penyebab utama dari gangguan
penglihatan dan kebutaan, dengan statistik berkisar antara 33,3% (Denmark) hingga setinggi
82,6% (india). Data yang didapatkan mengestimasi bahwa 1,2% dari seluruh populasi Afrika
merupakan buta, dengan katarak menyebabkan 36% kebutaan ini.5

Gambar 2. Persentase gangguan penglihatan dan kebutaan menurut WHO 2010.5

2.4. Etiologi
Katarak dapat disebabkan atau memiliki faktor resiko sebagai berikut: 4
- Fisik, misalnya bahan toksis khusus
- Kimia, misalnya keracunan obat (eserin, kortikosteroid, ergot, antikolinesterase
topical), merokok, radiasi sinar UV-B, kekurangan antioksidan (vitamin E,
5
riboflavin), peminum alkohol, paparan ionizing radiation (X-ray, terapi radiasi
kanker)
- Penyakit predisposisi, misalnya diabetes mellitus, hipertensi, obesitas,
peningkatan asam urat serum, miopi tinggi, glaucoma, ablasi, uveitis, dan retinitis
pigmentosa
- Genetik dan gangguan perkembangan
- Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
- Usia, merupakan suatu penyakit degenerasi
- Riwayat inflamasi atau trauma mata
- Riwayat pembedahan mata
- Warna iris yang gelap

2.5. Klasifikasi
Katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, seperti usia, saat
kemunculan dan lokasi terjadinya. Klasifikasi tersebut dijabarkan sebagai berikut.2,4
 Berdasarkan usia:
1. Katarak developmental
1) Katarak kongenital
Merupakan katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun. Fakta-
fakta penting menyangkut keadaan ini adalah bahawa 33% kasusnya idiopatik
dan bisa unilateral atau bilateral. 33% diwariskan dan keadaan ini biasanya
bilateral. Sedangkan 33% lagi dikaitkan dengan penyakit sistemik dan
biasanya dalam kondisi ini kejadian katarak bersifat bilateral. Separuh dari
keseluruhan katarak kongenital disertai anomaly mata lainnya berupa PHPV
(Primary Hyperplastic Posterior Vitreus), aniridia, koloboma, mikroftalmus,
dan buftalmus (pada glaukoma infantile).
Pada neonatus yang sehat, katarak kongenital timbul karena pewarisan.
Namun kadang tidak diketahui sebabnya. Pada neonatus yang tidak sehat,
katarak kongenital timbul karena infeksi intrauteri atau gangguan metabolik.
Infeksi intrauteri disebabkan Rubella (terbanyak), toksoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus, dan varisela. Ciri-ciri neonatus yang terinfeksi Rubella
adalah badannya kecil (small baby) akibat absorpsi usus tidak sempurna,
katarak, dan adanya penyakit jantung kongenital. Sedangkan gangguan
metabolik yang dapat menyebabkan katarak kongenital adalah galaktosemia,
hipoglikemia, dan hipokalsemia.

6
2) Katarak juvenile, katarak yang terjadi di bawah usia 9 tahun.
2. Katarak presenilis, yakni katarak yang terjadi di usia lebih dari 9 tahun.
3. Katarak senilis, katarak setelah usia 40 tahun. Katarak senilis diklasifikasikan
berdasarkan lokasi kekeruhan lensa dan maturitas lensa.
 Berdasarkan lokasi kekeruhan lensa, katarak dibagi menjadi:
1. Katarak subkapsuler
Insidennya 20 % dari keseluruhan kasus katarak senilis. Katarak ini bisa terjadi di
subkapsuler anterior dan posterior. Pada subkapsularis anterior, biasanya terdapat
pada glaukoma sudut tertutup kut, toksisitas amiodaron, dan miotik. Sedangkan
pada subkapsularis posterior, biasanya terdapat pada pasien dengan diabetes
mellitus dan penggunaan steroid. Pasien merasa sangat terganggu saat membaca di
cahaya yang terang dan biasanya melihat halo di malam hari. Katarak ini termasuk
katarak imatur dan pemeriksaannya menggunakan lampu celah (slitlamp).
2. Katarak nuklearis
Insidennya 30 % dari keseluruhan kasus katarak senilis. Katarak nuklearis
cenderung progresif perlahan-lahan, dan secara khas mengakibatkan gangguan
penglihatan jauh yang lebih besar daripada penglihatan dekat. Pada awal
terjadinya katarak nuklearis, sering terjadi miopisasi; pandangan jauh tiba-tiba
kabur, dengan koreksi sferis -5/-6 D. Semakin lama semakin besar koreksi yang
diperlukan. Miopisasi ini terjadi karena pada katarak nukelaris, nukleus mengeras
secara progresif sehingga mengakibatkan naiknya indeks refraksi. Pada beberapa
kasus, justru miopisasi mengakibatkan penderita presbiopia mampu membaca
dekat tanpa harus menggunakan kacamata, kondisi ini disebut second sight.
Perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa
dapat mengakibatkan diplopia monokular. Kekuningan lensa progresif yang
dijumpai pada katarak nuklearis mengakibatkan penderita sulit membedakan
corak warna.
3. Katarak kortikal
Lokasinya di anterior dan posterior, dengan insidennya 50 % dari keseluruhan
kasus katarak senilis. Dapat melibatkan korteks anterior, posterior, maupuan
ekuatorial. Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks
lensa serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang
pada lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Katarak kortikal biasanya
terjadi bilateral tetapi dapat terjadi juga secara asimetris dan berpengaruh terhadap
7
fungsi visual tergantung lokasi kekeruhan pada aksis. Keluhan yang paling sering
dijumpai pada katarak kortikal adalah silau saat melihat ke arah sumber cahaya.
Pemeriksaan lampu celah (slitlamp) biomikroskop berfungsi untuk melihat ada
tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior,
dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior. Gambarannya seperti
embun.

 Berdasarkan maturitas
1. Insipien
8
Akan terlihat gambaran katarak kortikal, katarak subkapsular posterior, korteks
berisi jaringan degenerative (benda Morgagni). Kekeruhan dapat menimbulkan
poliopia karena indeks bias tak sama pada semua bagian lensa.
2. Intumesen
Masuknya air ke dalam celah lensa akibat pemecahan protein lensa dapat
menyebabkan pembengkakan lensa sehingga lensa mencembung dan terjadi
miopisasi, dan mendorong iris, menyebabkan COA menyempit sehingga dapat
menimbulkan glaukoma fakomorfik. Biasanya terjadi pada katarak yang
prosesnya cepat.
3. Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume
lensa meningkat dan mencembung, juga dapat menimbulkan glaucoma sekunder.4
4. Matur
Seluruh lensa keruh. Cairan lensa bertambah sehingga lensa membesar melebihi
ukuran normal sehingga uji bayangan iris negatif.1 Meskipun visus berkurang
hingga light perception, pasien masih tetap dapat membedakan arah datangnya
cahaya (light projection normal), di mana hal ini penting dilakukan guna
memberikan indikasi prognosis visual pasca ekstraksi katarak.
5. Hipermatur
Kapsul anterior mengkerut dan lensa menciut, berwarna kuning dan kering akibat
kebocoran air keluar lensa. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa.4

Tabel 3. Klasifikasi katarak berdasarkan tingkat maturitas.4

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Bertambah (air Berkurang (air
Cairan lensa Normal Normal
masuk) keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata
Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik
Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudo positif
Tidak Tidak Uveitis dan
Penyulit Glaukoma
ada ada glaukoma

 Klasifikasi katarak lainnya


1. Katarak dan dermatitis atopik

9
Dermatitis atopi adalah kelainan kulit kronis yang ditandai oleh rasa gatal,
kemerahan, dan kumat-kumatan, sering disertai dengan kenaikan kadar
Imunoglobulin E (IgE) dan riwayat alergi lain maupun asma. Katarak dapat
dijumpai pada 25% pasien dengan dermatitis atopi. Katarak yang terjadi biasanya
bilateral dan terjadi pada usia 20-30an dengan kekeruhan pada subkapsular anterior
di area pupil.
2. Katarak traumatik
Bisa karena rudapaksa misalnya kena tinju, ionisasi radiasi, serangan listrik, sinar,
dan sebagainya.
3. Katarak terinduksi obat (drug induced cataract)
Obat-obat yang bisa menimbulkan katarak antara lain golongan steroid,
klorpromazin, miotikum kerja panjang, amiodaron, busulfan. Terjadinya katarak
pada penggunaan steroid bergantung dari dosis dan jangka waktu. Pemakaian
sistemik, topikal, subkonjungtiva, dan semprot hidung masing-masing dapat
berpotensi menimbulkan katarak posterior subkapsular.
4. Katarak komplikata
Dapat disebabkan keratitis berat, iritis, terutama siklitis heterokromik, koroiditis,
kelainan retina termasuk retinitis pigmentosa dan ablasio retina yang telah lanjut,
glaukoma kronik, tumor intraokular serta iskemia okular.

2.6. Patogenesis
Patogenesis katarak adalah kompleks dan multifaktorial. Seiring berjalannya waktu,
apoptosis sel epitel akan berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya diferensiasi abnormal
dari serat lensa akibat gangguan homeostasis pembentukan serat lensa, dan menyebabkan
hilangnya transparansi lensa. Selain itu, pada lensa yang tua terjadi pengurangan dari
transport air dan metabolit larut air serta nutrient dan antioksidan ke dalam nukleus lensa
melalui epitel dan korteks. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya stress oksidatif pada
lensa. Mekanisme lain yang ikut terlibat adalah adanya perubahan sitoplasma protein lensa
yang tadinya larut air dan memiliki berat molekul rendah menjadi agregat larut air dengan
berat molekul yang lebih besar (hasil pemecahan jaringan lensa) yang kemudian menjadi tak
larut air. Hal ini menyebabkan fluktuasi mendadak indeks bias, divergensi, dan mengurangi
transparansi. Faktor lainnya seperti peranan nutrisi pada perkembangan katarak meliputi
keterlibatan glukosa, mineral, dan vitamin, di mana semakin banyak glukosa yang diambil
lensa maka akan semakin keruh lensa dalam beberapa jam.4

2.7. Manifestasi Klinis


10
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat kemunduran
secara progresif dan gangguan penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang. Keluhannya antara lain:
 Penurunan visus
Merupakan keluhan yang tersering.
 Silau
Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras
terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika
mendekat ke lampu pada malam hari.
 Perubahan miopik
Progresivitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang
menimbulkan miopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien
presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kacamata baca. Keadaan ini disebut dengan second sight. Secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal
posterior atau anterior.
 Diplopia monokular
Kadang perubahan nuklear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa,
menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering
memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau
oftalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monokular
yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak.
 Penglihatan seakan-akan berkabut dan lensa mata tampak keputihan
 Ukuran kacamata sering berubah

2.8. Pemeriksaan Luar


Berdasarkan visus, pasien dikatakan memiliki katarak matur bila visus tidak lebih
baik dari 20/200 dan imatur bila lebih baik dari 20/200. Katarak insipient mungkin
terjadi pada pasien dengan visus 20/20 namun ditemukan opasitas pada lensanya saat
dilakukan pemeriksaan slitlamp. Untuk menentukan penyakit katarak. harus dilakukan
pemeriksaan mata secara lengkap
 Pemeriksaan visus
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan dalam kamar yang gelap. Biasanya
penurunan tajam penglihatan dengan Snellen pada katarak hanya terlihat pada
11
kamar yang terang. Oleh karenanya, sangat disarankan memeriksa tajam
penglihatan baik di kamar yang gelap maupun terang. Pemeriksaan tajam
penglihatan jauh dan dekat juga perlu dilakukan dan koreksi tajam penglihatan
terbaik perlu dilakukan dengan hati-hati.
 Pemeriksaan sinar celah (slitlamp)
Dengan menggunakan slitlamp, secara sistematis dilakukan penilaian terhadap
konjungtiva, apakah terdapat kondisi seperti jaringan parut, bleb, simblefaron,
kondisi ini mempengaruhi pendekatan saat bedah katarak. Kemudian diperiksa
keadaan kornea, bilik depan, iris, dan lensa. Presipitat keratitik atau adanya
iridosiklitis aktif dapat terdeteksi dengan pemeriksaan ini. Adanya iris yang
bergetar menunjukkan suatu subluksasi atau dislokasi lensa. Pada iris
sebaiknya dicari adanya rubeosis yang dapat menunjukkan adanya thrombosis
vena sentral yang tersembunyi karena katarak. Jenis katarak dan kondisi
kapsul paling baik diperiksa dengan slitlamp.
 Pemeriksaan lapang pandang
Sebaiknya dilakukan pada pasien dengan riwayat glaukoma, gangguan saraf
optik, atau kelainan retina. Pemeriksaan lapang pandang dapat membantu
oftalmologis untuk mengenali kehilangan penglihatan yang timbul akibat
proses dari suatu penyakit yang lain.
 Funduskopi pada kedua mata (bila mungkin)
Pemeriksaan fundus biasanya dapat dilakukan bila tidak terdapat katarak
matur. Kelainan kongenital seperti koloboma, perubahan-perubahan karena
peradangan, lesi degeneratif, dan kelainan yang lain harus diperhatikan
sehingga prognosis penglihatan pasca bedah dapat diperkirakan. Pada stadium
awal katarak akan tampak suatu gambaran pupil yang putih atau leukokoria
pada pemeriksaan oftalmoskopi direk sehingga lebih berguna untuk menilai
kejernihan media. Pemeriksaan fundus yang lengkap dipergunakan juga untuk
melihat makula, saraf optik, pembuluh retina, dan perifer retina. Opasitas lensa
akan terlihat sebagai warna hitam pada refleks fundus, paling jelas terlihat
pada jarak 15 cm.7 Nervus optikus dan retina mungkin dapat ditemukan
sebagai penyebab gangguan penglihatan yang dialami pasien.

2.9. Pengukuran Pra Bedah2


Sebelum operasi katarak, terdapat beberapa pengukuran yang harus dilakukan,
terutama bila akan dilakukan pemasangan IOL (Intra Ocular Lens). Pemeriksaannya yakni:
 Refraksi

12
Pemeriksaan refraksi yang teliti pada kedua mata sebelum operasi dilakukan untuk
merencanakan kekuatan IOL. Bila mata yang satunya jernih tetapi memiliki
kelainan refraksi tinggi, maka kekuatan IOL harus disesuaikan agar tidak terjadi
anisometropia. Bila mata sebelahnya emetrop, maka kekuatan IOL ditargetkan
agar pasca operasi pasien tersebut emetrop.
 Biometri
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kekuatan lensa IOL. Sebelumnya
harus ditentukan terlebih dahulu panjang aksial bola mata serta kekuatan refraksi
kornea dengan keratometri serta topografi kornea.
 Pemeriksaan endotel kornea
Jumlah endotel kornea yang kurang dari 500 tidak boleh dilakukan implantasi
IOL. Risiko timbulnya dekompensasi kornea sangat besar.

2.10. Penatalaksanaan
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus, medis,
dan kosmetik.
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas
sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan
pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh
pupil yang hitam.

Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk
sementara waktu. Di samping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana
medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang
terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia.
Beberapa agen yang mungkin dapat memperlambat pertubuhan katarak adalah penurun kadar
sorbitol, pemberian aspirin, antioksidan vitamin C dan E.8

13
Perkembangan operasi katarak antara lain dalam hal bentuk dan panjang sayatan,
arsitektur luka, banyaknya jahitan serta teknik operasi. Tujuannya adalah untuk terpenuhinya
prosedur operasi yang aman, mempunyai efektivitas dan prediktabilitas yang tinggi.
Parameter keberhasilannya adalah pemulihan yang cepat, efek samping, dan komplikasi yang
minimal, serta tajam penglihatan setelah operasi optimal dan stabil. Jika parameter di atas
telah tercapai maka satu hal yang tak kalah penting adalah kepuasan pasien, hal ini menjadi
motivasi ahli bedah untuk terus meningkatkan kualitas teknik bedah katarak dan pelayanan
pada pasien.
Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah keinginan
pasien untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus penderita.8
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
Operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul secara keseluruhan,
menggunakan metode operasi katarak paling populer sebelum penyempurnaan
operasi katarak ekstrakapsuler. Operasi EKIK dilakukan di tempat yang tidak
dijumpai fasilitas operasi katarak yang lengkap seperti mikroskop operasi.
EKIK juga cenderung dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil,
menggembung, hipermatur, dan terluksasi. Kontraindikasi mutlak untuk EKIK
adalah katarak pada anak-anak dan ruptur kapsul karena trauma. Sedangkan
kontraindikasi relatif EKIK adalah jika pasien merupakan penderita miopia tinggi,
sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan vitreus masuk ke kamera okuli anterior.
Beberapa keuntungan EKIK jika dibandingkan dengan Ekstraksi Katarak
Ekstra Kapsuler (EKEK) adalah pada EKIK tidak diperlukan operasi tambahan
karena membuang seluruh lensa dan kapsul tanpa meninggalkan sisa, memerlukan
peralatan yang relatif sederhana daripada EKEK sehingga lebih mudah dilakukan,
dan pemulihan penglihatan segera setelah operasi dengan menggunakan kacamata
+10 Dioptri. Namun demikian EKIK juga memiliki beberapa kerugian yaitu
penyembuhan luka yang lama karena besarnya irisan yang dilakukan, pemulihan
penglihatan yang lama, merupakan pencetus astigmatisma, dan dapat
menimbulkan iris dan vitreus inkarserata.2
2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK)
EKEK adalah teknik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa
melalui kapsul anterior. Pada operasi EKEK, kantong kapsul ditinggal sebagai
tempat untuk menempatkan IOL. Teknik ini merupakan suatu gebrakan dalam
operasi katarak modern yang memiliki banyak keuntungan karena dilakukan
14
dengan irisan kecil sehingga menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel
kornea, menimbulkan astigmatisma lebih kecil disbanding EKIK, dan
menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman. EKEK tidak boleh dilakukan bila
kekuatan zonula lemah atau tidak cukup kuat untuk membuang nukleus dan
korteks lensa sehingga harus dipilih teknik operasi katarak yang lain.2
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Sejak pertama kali dilakukan, teknik operasi katarak ekstrakapsuler
berkembang pesat dalam waktu 30 tahun terakhir, SICS merupakan suatu tehnik
operasi katarak yang cukup populer saat ini. Perbedaan yang nyata dengan EKEK
adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan yang kecil sehingga terkadang
hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. Di samping itu, SICS juga
memungkinkan dilakukan dengan anestesi topikal. Penyembuhan yang relatif
lebih cepat dan risiko astigmatisma yang lebih kecil jua merupakan keunggulan
SICS dibanding EKEK.
Keuntungan manual SICS dibandingkan dengan fakoemulsifikasi antara
lain adalah kurve pembelajaran lebih pendek, dimungkinkan dengan kapsulotomi
can opener , instrumental lebih sederhana, merupakan alternatif utama bila operasi
fakoemulsifikasi gagal, risiko komplikasi lebih rendah, waktu pembedahan lebih
singkat, dan secara ekonomis lebih murah.
Bagi operator pemula, indikasi manual SICS apabila dijumpai sklerosis
nukleus derajat II dan III, katarak subkapsularis posterior, awal katarak kortikalis.
Bagi operator yang berpengalaman, beberapa katarak jenis lain dapat ditangani
secara mudah. Beberapa kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada
kondisi kornea dengan kejernihan baik, ketebalan normal, endotelium sehat,
kedalaman bilik mata depan cukup, dilatasi pupil yang cukup, zonula yang utuh,
tipe katarak kortikal, atau sklerosis nuklear derajat II dan III.2
Langkah- langkah SICS yaitu: insisim kapsulotomi, hidroseksi,
fragmentasi nukleus, pengambilan korteks atau epinukleus, serta implantasi IOL.
Tunnel sklera dibuat dengan groove sklera ukuran 4mm (variasi dapat 6 mm atau
7 mm), jarak dari limbus 2,5 mm. Parasintesis dapat dibuat di jam 9 dengan
menggunakan blade 15o. Kapsulotomi dapan menggunakan tehnik can opener
maupun continuos curvilinier capsulotomi (CCC), hidroseksi dilakukan dengan
subcortical cleavage, delineasi nukleus serta delaminasi epinukleus dan kortek
sehingga dapat mempermudah tahap selanjutnya. Ada beberapa teknik dalam
15
fragmentasi nukleus dan pengambilan fragmen, di antaranya yati dengan teknik
sandwich, menggunakan Arlt loop dan spatula Barraquer dengan posisi spatula
Barraquer di atas fragmen dan bilik mata depan dilindungi oleh viskoelastik. Bila
nukleus terlalu kecil, maka tidak dibutuhkan forsep dan dapat teririgasi
(hidroexpressed), setelah tahap tersebut selesai, maka tahap selanjutnya adalah
implantasi IOL.2
4. Ekstraksi kapsuler dengan Fakoemulsifikasi
Teknik ini menggunakan suatu alat disebut “tip” yang dikendalikan secara
ultrasonic untuk memecah nukleus dan mengaspirasi lensa, sehingga berbeda
dengan EKEK konvensional. Pada fakoemulsifikasi, luka akibat operasi lebih
ringan sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat, di samping
perbaikan penglihatan juga lebih baik. Astigmatisma pasca bedah katarak bisa
diabaikan. Kerugiannya adalah kurva pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan
komplikasi saat operasi bisa lebih serius.2

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Katarak adalah suatu kekeruhan lensa (lens opacity). Katarak dapat disebabkan
terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, serta dapat pula
disebabkan denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai
kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu
yang lama.
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia menjadi katarak
developmental (katarak kongenital dan katarak juvenile), katarak presenilis, dan katarak
senilis. Selain itu, katarak juga dapat diklasifikasikan berdasarkan letak kekeruhan lensa,
maturitas lensa, dan jenis katarak lainnya.
Gejala yang sering dikeluhkan pasien antara lain penurunan visus, silau, miopisasi,
diplopia monokular, penglihatan berkabut, dan sering berganti kacamata. Penatalaksanaan
definitif pada katarak adalah tindakan pembedahan. Adapun pilihan tindakan bedah mulai
dari yang paling konvensional yaitu EKIK, EKEK, SICS, dan fakoemulsifikasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanksi JJ, Bowling B, Nischal K, Pearson A. Clinical ophthalmology: a systematic


approach. 7th ed. China: Elsevier Saunders; 2011. P. 270-2, 348-53.
2. Suhardjo SU, Hartono. Lensa Mata dan Katarak. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012. Hal 65-80.
3. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: UKRIDA; 2011. H. 53-4,
60.
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta:Widya Medika;
2000.h.11-20.
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile: Overview. 2014. Diakses dari http://emedicine.
medscape.com/article/1210914-overview, 12 Mei 2014.
6. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta,
1993 : 190-196.
7. Bashour M. Cataract Congenital. Diakses dari
www.emedicine.Com/oph/TopicCataractCongenital . 2006.
8. Crick RP, Khaw PT. A clinical textbook of ophthalmology: a practical guide to
disorders of the eyes and their management. 3rd ed. Singapore: World Scientific;
2003. P. 88, 94-6, 103, 106-8, 186, 495-8, 555.
9. Mayo Clinic Staff. Cataracts. 20 Mei 2010. Diunduh dari:
http://www.mayoclinic.com/health/cataracts/DS00050, 10 Maret 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai