Anda di halaman 1dari 21

Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

URGENSI OTONOMI KHUSUS BATAM DIKAITKAN DENGAN PELAKSANAAN


MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

HN
(The Importance of Special Autonomy of Batam According to Implementation
of ASEAN Economic Community 2015)

BP
Muhammad Sapta Murti
Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Padjajaran
Email: saptamurti@yahoo.com

Naskah diterima: 25 Agustus 2014; revisi: 8 September 2014; disetujui: 9 September 2014

ing
Abstrak
Batam saat ini merupakan daerah industri dan juga sebagai kawasan perdagangan bebas serta kawasan pelabuhan bebas.
Peraturan perundang-undangan tersebut melahirkan 2 (dua) otoritas yang berwenang mengatur dan mengelola Batam,
yaitu Badan Pengusahaan Batam dan Pemerintah Kota Batam. Keduanya memiliki wewenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang dalam pelaksanaannya sering tumpang tindih sehingga menghambat pembangunan di Pulau
Batam. Di sisi lain, terdapat tantangan besar pada tahun 2015 dengan pelaksanaan ASEAN Economic Community (AEC
ind
2015) sebagai realisasi integrasi ekonomi sesuai dengan Visi ASEAN 2020. Tulisan ini menganalisis mengenai urgensi
otonomi khusus Batam dalam rangka penyelesaian persoalan tumpang tindih kewenangan terkait penyelenggaraan
Batam serta dikaitkan dengan tantangan AEC 2015. Dengan menggunakan metode hukum normatif disimpulkan bahwa
urgensi kekhususan Batam didasari oleh adanya alasan kekhususan Batam yang meliputi alasan filosofis, kesejarahan-
politis, yuridis, dan teoritis akademis. Kekhususan Batam meliputi substansi bidang politik dan pemerintahan, serta bidang
perekonomian, pertanahan, dan penataan ruang. Melalui kekhususan Batam sebagai Pemerintah Provinsi Otonomi
Khusus Batam, dualisme kelembagaan dan peraturan perundang-undangan di Batam akan menjadi kesatuan otoritas
V
dan pengaturannya. Dengan demikian, cita-cita Batam menjadi daerah di Indonesia yang berada di jalur perdagangan
internasional yang maju dapat tercapai serta menjadi bagian dari AEC 2015 yang berhasil.
hts

Kata Kunci: kewenangan, asimetri, otonomi khusus

Abstract
Batam as an Industrial Zone, was also known as a free trade zone and free harbour zone. Based on enacted law there are
2 (two) agencies who has the authority to manage and administer Batam, which are Batam Indonesia Free Zone Authority
(BIPZA) and The Local Government of Batam. In the implementation, both agencies has overlapping authority thereby
ec

sometimes the development of Batam are obstructed by this. On the other side there are big challenges in the year 2015,
it is ASEAN Economic Community (AEC 2015) as an achievement of economic integration in line with the ASEAN Vision of
2020. This research tries to analize the critical issues about Batam Autonomy in order to solve the overlapping authority
problems in Batam along with the AEC Challenges in 2015. Using normative legal method, it is concluded that special
lR

autonomy for Batam is urgent based on philosophical, historical, political, jurist and theoritical reasons. Special autonomy
for Batam consist of politics and goverment field, economics, and land and space planning. Through the autonomy of
Batam, it’s expected that the dualism of institution and/or regulation will unite in one authority and regulation as well.
Therefore, Batam’s goal to be an advanced district in Indonesia which will be part of the international trade lines can be
accomplished and Batam can be part of AEC 2015.
na

Keywords: asymmetry, authority, special autonomy


Jur

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 215


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

A. Pendahuluan Otorita Batam. Hak pengelolaan atas tanah


Dalam konteks masa kini, pengelolaan dan yang menjadi kewenangan Pemkot Batam

HN
pemanfaatan pulau-pulau di Indonesia menjadi yang berada di Kawasan Perdagangan Bebas
suatu tantangan tersendiri bagi Pemerintah dan Pelabuhan Bebas Batam beralih kepada
Indonesia. Karakteristik wilayah yang terpisah- Badan Pengusahaan sesuai dengan peraturan
pisah berpengaruh pada koordinasi dan perundang-undangan. Lebih lanjut dalam

BP
konektivitas antar pulau di Indonesia.1 Salah satu Penjelasan Pasal 4 Peraturan Pemerintah
pulau yang memiliki peran strategis tersebut Nomor 46 Tahun 2007 dinyatakan bahwa hak
yaitu Pulau Batam. Pulau Batam merupakan pengelolaan yang menjadi wewenang Pemkot
salah satu pulau yang berada di Provinsi Batam beralih kepada Badan Pengusahaan
Kepulauan Riau.2 Secara historis pengelolaan setelah terjadi pelepasan hak pengelolaannya

ing
Pulau Batam dilakukan oleh Perusahaan Negara dari Pemkot Batam.
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional Dalam implementasi pengelolaan Pulau
(PN Pertamina)3 (1970-1971); Badan Pimpinan4 Batam sebagai kawasan Perdagangan Bebas
(1971-1973); Otorita Batam5 (1973-2007); serta dan Pelabuhan Bebas terjadi ketidakharmonisan
terakhir Badan Pengusahaan (2007-sekarang).
ind antara pengaturan pemerintahan daerah dan
Berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan penataan ruang.6 Dengan lahirnya Undang-
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007, semua Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
aset Otorita Batam dialihkan menjadi aset Pemerintah Daerah, wilayah Negara Kesatuan
Badan Pengusahaan, kecuali aset yang telah Republik Indonesia dibagi dalam daerah provinsi,
V
diserahkan kepada Pemkot Batam. Pegawai daerah kabupaten, dan daerah kota yang bersifat
pada Otorita Batam dialihkan menjadi pegawai otonom. Berdasarkan undang-undang tersebut
hts

pada Badan Pengusahaan. Selain itu, hak maka seluruh wilayah Indonesia sudah terbagi
pengelolaan atas tanah menjadi kewenangan habis ke dalam wilayah-wilayah yang memiliki
ec

1
Deloitte Access Economic, “The Connected Archipelago: The Role of the Internet in Indonesia’s Economic
Development”, (Desember 2011), hlm. 3.
lR

2
Berdasarkan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri atas Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Keluatan dan Perikanan, Badan Koordinasi Survey dan Pemetanaan Nasional
(Bakorsurtanal), Dinas Hidro Oseanografi TNI Angkatan Laut, dan Dinas Topografi TNI Angkatan Darat diperoleh
data bahwa Kepulauan Riau terdiri atas 2408 pulau.
3
Lihat KePeraturan Pemerintahres Nomor 65 Tahun 1970.
na

4
Lihat Pasal 5 KePeraturan Pemerintahres Nomor 74 Tahun 1971.
5
Lihat Pasal 4 ayat (1) KePeraturan Pemerintahres Nomor 41 Tahun 1973.
6
Bentuk ketidakharmonisan tersebut secara faktual dapat dilihat dengan adanya permohonan gugatan uji
materil atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon menganggap bahwa
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 memiliki persoalan yuridis penetapan kawasan Perdagangan Bebas dan
Jur

Pelabuhan Bebas Kota Batam karena akan mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Kota Batam sebagai daerah otonom. Payung hukum penetapan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
adalah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 yang ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007,
berlaku umum secara nasional, sementara payung hukum penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Kota Batam adalah Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 yang berlaku khusus (lex specialis) bagi Kota Batam.
Namun, dalam Putusan Nomor 29/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Pemohon.

216 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

kewenangan-kewenangan tertentu. Sebagai pantai di Pulau Batam. Hak atas tanah


pelaksanaan otonomi daerah tersebut, Pulau tersebut terkait dengan hak pengelolaan atas

HN
Batam pun ditetapkan menjadi Kota Batam sesuai tanah yang dimiliki oleh Badan Pengusahaan.
dengan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 Sebagaimana diatur dalam Keputusan
tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Presiden Nomor 41 Tahun 1973, Otorita Batam
Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, (sekarang Badan Pengusahaan) mempunyai

BP
Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten hak pengelolaan tanah Pulau Batam. Sesuai
Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota dengan Bab Ketentuan Peralihan Pasal 4
Batam. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007,
Lahirnya Kota Batam menimbulkan tumpang hak pengelolaan atas tanah yang menjadi
tindih kewenangan antara Pemkot Batam dengan kewenangan Otorita Batam dan hak pengelolaan

ing
Badan Pengusahaan. Eksistensi kedua lembaga atas tanah yang menjadi kewenangan Pemkot
yang didukung oleh struktur7 dan substansi Batam yang berada di Kawasan Perdagangan
hukum8 yang berbeda menyebabkan kebijakan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam beralih
pengelolaan Pulau Batam tidak harmonis. ind kepada Badan Pengusahaan. Berdasarkan
Keberadaan Badan Pengusahaan yang didahului pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
oleh Otorita Batam berdasarkan Keputusan 2007 yang berada dalam ketentuan peralihan
Presiden Nomor 41 Tahun 1973 dan memiliki maka semua hak pengelolaan atas tanah yang
kewenangan untuk melakukan pengelolaan ada sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 46
Pulau Batam dan semakin diperkuat dengan tahun 2007 beralih dari Pemkot Batam ke Badan
V
lahirnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 Pengusahaan melalui mekanisme pelepasan
sebagaimana telah diubdah dengan Keputusan hak. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
hts

Presiden Nomor 44 Tahun 2007, serta Peraturan Nomor 46 Tahun 2007, tidak ada lagi hak
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 sebagaimana pengelolaan atas tanah yang diberikan kepada
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah selain Badan Pengusahaan.
Nomorr 5 Tahun 2011 secara vis a vis dengan Hak pengelolaan atas tanah tersebut menjadi
ec

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 persoalan baru di wilayah pantai atau pesisir
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Pulau Batam yang mengalami reklamasi pantai9.
Undang Nomor 32 Tahun 2004 serta Undang- Reklamasi menimbulkan sengketa kewenangan
lR

Undang Nomor 53 Tahun 1999. antara Badan Pengusahaan dengan Pemkot


Salah satu masalah yang sampai saat ini Batam, khususnya mengenai penagihan atas
belum terselesaikan yaitu kepastian hukum Uang Wajib Tahun Otorita (selanjutnya disingkat
tentang status hak atas tanah hasil reklamasi UWTO) oleh Badan Pengusahaan atas lahan
na
Jur

7
Struktur hukum ialah perangkat (organ, misalnya legislator dan penegak hukum) yang membentuk dan
menjalankan (menegakkan) peraturan perundang-undangan.
8
Subtansi hukum ialah produk peraturan perundang-undangan.
9
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Lihat Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007.

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 217


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

hasil reklamasi pantai,10 batas-batas wilayah fiskal hanya dapat dilakukan di dalam kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, serta perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang

HN
pengaruhnya terhadap insentif fiskal. Insentif hanya dapat dilakukan oleh Badan Pengusahaan.
yang dimaksud, diberikan kepada pihak lain Dengan demikian, untuk mendapatkan hak-
oleh Badan Pengusahaan yang berada dalam hak tersebut maka tanah hasil relamasi pantai
kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan di Pulau Batam merupakan hak pengelolaan

BP
bebas. atas tanah Badan Pengusahaan yang termasuk
Sengketa timbul karena dualisme kewe­ wilayah kerja Badan Pengusahaan.
nangan serta perbedaan persepsi terhadap Sementara itu, menurut Undang-Undang
peraturan. Badan Pengusahaan berpendapat Nomor 32 Tahun 2004, Pemkot Batam memiliki
bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah kewenangan bidang pemerintahan, termasuk

ing
Nomor 46 Tahun 2007, Keputusan Presiden kewenangan wajib kecuali bidang politik, luar
Nomor 41 Tahun 1973, dan Keputusan negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun moneter dan fiskal, agama serta kewenangan
1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan bidang lain. Kewenangan wajib terdiri atas
Tanah di Daerah Industri Pulau Batam, serta
ind pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,
tentang Pengelolaan Keuangan Pada Badan industri dan perdagangan, penanaman modal,
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas lingkungan hidup, pertanahan11, koperasi, dan
dan Pelabuhan Bebas Batam, memberikan tenaga kerja yang mengakibatkan bahwa bidang
V
kewenangan (hak) kepada Otorita Batam pertanahan merupakan kewenangan Pemkot
(sekarang Badan Pengusahaan) termasuk Batam. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32
hts

untuk memungut UWTO terhadap lahan yang Tahun 2004 mengatur bahwa urusan wajib yang
dimohonkan oleh pemohon atas pemanfaatan menjadi kewenangan pemerintahan daerah
lahan hasil reklamasi di Pulau Batam. Begitu untuk kabupaten/kota merupakan urusan
pula di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun yang berskala kabupaten/kota meliputi antara
ec

2000 diatur bahwa dalam pemberian insentif lain pelayanan pertanahan. Selain itu, Pemkot
lR

10
Perencanaan dari Reklamasi pantai menurut Undang-Undang Nomor Tahun 27 tahun 2007 tentang wilayah
pesisir pulau-pulau kecil harus memperhatikan: Keberlanjutan dari kehidupan dan penghidupan masyarakat;
Keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pulau-pulau
na

kecil; Persyaratan teknis, pengambilan, pengerukan dan penimbunan material. Perencanaan dari reklamasi
diatur dengan Peraturan Pemerintah dalam Pasal 11 disebutkan bahwa penyusunan rencana induk dari
reklamasi harus memperhatikan kepemilikan dan penguasaan lahan. Salah satunya adalah tentang status tanah
hasil reklamasi tersebut.
11
Kewenangan urusan pemerintahan bidang pertanahan dalam lampiran PERATURAN PEMERINTAH Nomor 38
Jur

Tahun2007, ada 9 (sembilan) Subbidang kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota di bidang pertanahan, yaitu:
Sub Bidang Izin Lokasi; Sub Bidang Pengadaan tanah untuk kepentingan umum; Penyelesaian Sengketa Tanah
Garapan; Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan Tanah untuk Pembangunan; Penetapan Subyek
dan obyek Redistribusi Tanah serta ganti Kerugian Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee; Penetapan
tanah Ulayat; Pemanfaatan dan Penyelesaian Masalah Tanah Kosong; Izin Membuka Tanah; serta Perencanaan
Penggunaan Tanah wilayah Kabupaten/Kota.

218 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

Batam berpedoman pada Pasal 16 ayat (4) upaya pengembangan perekonomian daerah,
Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 nasional, bahkan kawasan ASEAN mengingat

HN
tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau- posisi strategis Batam dalam jalur ekonomi
Pulau Kecil yang mengatur bahwa gubernur ASEAN.
dan bupati/walikota memberikan izin lokasi Dengan berbagai persoalan sebagaimana
dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah diuraikan di atas, terlihat tumpang-tindihnya

BP
sesuai dengan kewenangannya. Pemkot Batam kewenangan antara Badan Pengusahaan
berpendapat bahwa wilayah Pulau Batam dan Pemkot Batam serta akan berpengaruh
merupakan wilayah kewenangannya, sehingga terhadap pelaksanaan AEC 2015 bagi Batam.
reklamasi pantai yang dilakukan oleh Pemkot Secara substansi hukum antara Pemkot Batam
Batam telah sesuai dengan Peraturan Presiden dan Badan Pengusahaan terjadi benturan,

ing
Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di baik pengaturan Pulau Batam dalam kerangka
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sehingga daerah industri dan kemudian berkembang
hasil reklamasi pantai tersebut yang berupa menjadi kawasan perdagangan bebas dan
tanah dapat dimohonkan hanya dengan hak ind pelabuhan bebas, maupun dalam kerangka
pengelolaan atas tanah oleh Pemkot Batam. pengaturan otonomi daerah. Kewenangan
Di sisi lain permasalahan dalam negeri tersebut berimplikasi pada tidak harmonisnya
tersebut sepatutnya sudah tidak menjadi penyelenggaraan Pulau Batam karena terjadinya
persoalan lagi dalam konteks AEC 2015. AEC dualisme kelembagaan yang mengelolanya
2015 yang ditujukan untuk mendorong efisiensi sehingga hal tersebut akan berdampak pada
V
dan daya saing ekonomi kawasan ASEAN yang masyarakat secara umum.
tercermin dalam 4 (empat) hal, yaitu:12 (1) Berdasarkan latar belakang masalah
hts

ASEAN sebagai aliran bebas barang, bebas jasa, tersebut maka penulis akan melakukan
bebas investasi, bebas tenaga kerja terdidik, analisis mengenai “Urgensi Otonomi Khusus
dan bebas modal; (2) ASEAN sebagai kawasan Batam Dikaitkan Dengan Pelaksanaan ASEAN
dengan daya saing tinggi; (3) ASEAN sebagai Economic Community 2015” sebagai salah
ec

kawasan dengan pengembangan ekonomi satu solusi dalam penyelesaian tumpang


yang merata dengan elemen pengembangan tindih kewenangan dan peraturan perundang-
usaha kecil menengah, dan (4) ASEAN sebagai undangan di Pulau Batam dan pengaruh positif
lR

kawasan terintegrasi. Dalam konteks Batam, 4 atas pelaksanaan AEC 2015 bagi Batam. Tulisan
(empat) hal tersebut harus mau tidak mau, suka ini akan menganalisis mengenai bagaimanakah
ataupun tidak suka, harus diterapkan dengan gambaran otonomi asimetri Batam, alasan
segala persoalan tumpang tindih kewenangan Kekhususan Batam, serta urgensi otonomi
na

dan regulasi yang ada di Batam. Padahal khusus di Batam dikaitkan dengan AEC 2015.
Batam merupakan asset yang luar biasa dalam
Jur

Kementerian Perdagangan RI, Menuju ASEAN Economic Community 2015, hlm. 51-71.
12

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 219


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

B. Metode Penelitian daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau


antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur

HN
Berdasarkan permasalahan diatas, peneli­
dengan undang-undang dengan memperhatikan
tian ini merupakan suatu penelitian yuridis
kekhususan dan keragaman daerah. UUD NRI
normatif13. Data yang ada dihubungkan satu
Tahun 1945 telah mengatur pula mengenai
sama lain melalui studi kepustakaan (library
kekhususan dan keistimewaan daerah-daerah di
research), dikaji dan diinterpretasi dan dianalisa

BP
Indonesia. Hal tersebut sebagaimana tertuang
untuk selanjutnya ditarik kesimpulannya.
dalam Pasal 18B UUD NRI 1945 yaitu bahwa
Metode penelitian yuridis normatif adalah
negara mengakui dan menghormati satuan-
penelitian yang mengacu kepada norma-
satuan pemerintahan daerah yang bersifat
norma hukum yang terdapat dalam peraturan
khusus atau bersifat istimewa yang diatur

ing
perundang-undangan, konvensi internasional,
dengan undang-undang. Dasar konstitusional
perjanjian internasional dan putusan-putusan
tersebut menjadi landasan yuridis pelaksanaan
pengadilan14. Data melalui internet berupa
otonomi daerah di Indonesia. Bahkan mengenai
artikel dan penelitian terdahulu juga studi
kekhususan dan keistimewaan, UUD NRI 1945
kepustakaan dianalisa melalui studi dokumen
yang berkaitan dengan permasalahan yang
ind pun menjamin pengakuan dan penghormatan
atas satuan-satuan pemerintah daerah yang
diteliti.
bersifat khusus atau istimewa. Otonomi bersifat
seragam (simetri) maupun tidak seragam karena
C. Pembahasan
kekhususan atau keistimewaan (asimetri).15
V
1. Otonomi Asimetri Batam
Otonomi kepada daerah otonom16 pun tidak
Secara konstitusional, acuan penyeleng­ serta merta dilaksanakan secara simetri. Dalam
hts

garaan pemerintahan daerah terdapat dalam pengertian otonomi daerah terkandung unsur
Pasal 18 UUD NRI 1945. Pengaturan wewenang kemampuan untuk mewujudkan apa-apa
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menjadi tugas, hak dan wewenang serta
diperjelas dalam Pasal 18A UUD NRI 1945. Pasal tanggungjawabnya memperhatikan, mengurus,
ec

ini mengatur bahwa hubungan wewenang dan mengatur rumah tangga sendiri.17
antara pemerintah pusat dan pemerintahan
lR

13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: CV Rajawali,
1990), hlm. 15.
na

14
C.F.G Sunariyati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, 1994), hlm.
143.
15
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lihat Pasal 1
angka 7 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1999.
Jur

16
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(Lihat Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004).
17
Ateng Syafrudin, Titik Berat Otonomi Daerah Pada Daerah Tingkat II dan Perkembangannya, (Bandung: Mandar
Maju, 1992), hlm. 61.

220 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

Secara yuridis, pelaksanaan otonomi bagi masyarakat lokal karena mereka dilibatkan
daerah tertuang secara organik dalam Undang- dalam proses pengambilan keputusan

HN
Undang Nomor 32 Tahun 2004. Undang-udang pembangunan.22 Pertumbuhan daerah yang
ini mengartikan otonomi daerah sebagai hak, lebih cepat dan efisiensi dalam memenuhi
wewenang, dan kewajiban daerah otonom kebutuhan masyarakatlah yang menjadi hal
untuk mengatur dan mengurus sendiri terpenting dari sebuah desentralisasi.23 Politik

BP
urusan pemerintahan dan kepentingan hukum tersebut yang menjadi urgensi dari
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan pengaturan otonomi daerah dalam UUD NRI
perundang-undangan.18 Otonomi daerah akan 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
menghasilkan daerah otonom berupa sebuah 2004. Politik hukum UUD NRI 1945 tidak hanya
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai berupaya menyeragamkan daerah di Indonesia

ing
batas-batas wilayah, serta berwenang ke dalam suatu kerangka yang sama. Pengaturan
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Pasal 18B memberikan peluang bagi
dan kepentingan masyarakat setempat kekhususan dan keistimewaan satuan-satuan
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi ind pemerintahan daerah. Pasal 18B memberikan
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan kesempatan dilaksanakan otonomi asimetri.
Republik Indonesia.19 Pembahasan mengenai otonomi asimetri
Otonomi daerah dalam aspek desentralisasi pertama kali dibahas oleh Charles Tarlton (1965)
dengan tujuan ekonomi maupun politik20 dari University of California. Menurut ilmuwan
menjadi wacana dan praktik kenegaraan yang ini, pembeda utama antara desentralisasi biasa
V
pada 2 (dua) dekade terakhir menjadi topik (simetri) dengan otonomi asimetri terletak pada
sangat penting dalam perdebatan teori dan tingkat kesesuaian (conformity) dan keumuman
hts

pengembangan kebijakan.21 Berdasarkan kajian (commonality) dalam hubungan suatu level


Bank Dunia, desentralisasi sebagai bagian pemerintahan (negara bagian/daerah) dengan
dari otonomi daerah merupakan peralihan sistem politik dengan sistem pemerintah pusat
kekuasaan politik, fiskal, dan administratif maupun antar negara bagian/daerah.24 Pola
ec

dari pemerintah pusat kepada pemerintah simetris ditandai oleh “the level of conformity
daerah. Namun, implikasi utama dari transfer and commonality in the relations of each
kekuasaan tersebut pada akhirnya bermanfaat separate political unit of the system to both the
lR

18
Lihat Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
na

19
Lihat Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
20
Lihat Thahya Supriatna dalam Utang Rosidin, Otonomi Daerah Desentralisasi, (Bandung: CV Pustaka Setia
Bandung, 2010), hlm. 88.
21
Lihat World Bank, Decentralization Home Page di http://www1.worldbank.org/wbiep/ decentralization/about.html
(diakses 15 Agustus 2012).
Jur

22
Lihat World Bank, How We Work with Civil Society, online document available at: http://lnweb18.worldbank.org/
ECA/eca.nsf/Initiatives/A98CDE16184FEDFC85256BD6004F486F?OpenDcument (diakses 30 Januari 2014).
23
Lihat Iwan J Azis, “Institutional Constraints And Multiple Equilibria In Decentralization”, Jurnal RURDS Cornell
University, (Vol. 20, Nomor 1, March 2008): 13.
24
Robert Endi Jawang, “Kritik Terhadap Desentralisasi Asimetri di Indonesia”, Jurnal Analisis CSIS, Center For
Strategic And International Studies, (Vol. 40, Nomor 2, Juni 2011): 162.

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 221


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

system as a whole and to the other component Secara teoritis, penyelenggaraan otonomi
units”, di sisi lain pola asimetris merupakan satu daerah pada hakikatnya menekankan

HN
atau lebih unit politik atau pemerintah lokal pentingnya prinisp-prinsip demokrasi,
“possessed of varying degrees of autonomy and kemandirian daerah, peningkatan peran
power”.25 masyarakat, pemerataan keadilan dan
Kerangka pemikiran Tarlton tersebut diadopsi kesejahteraan dengan memperhitungkan

BP
dan diperbarui oleh John McGarry (2007) dari bebagai aspek yang berkenaan dengan potensi
Queen’s University. McGarry mengembangkan daerah.27 Keadilan dalam konteks ini tercapai
otonomi asimetri Tarlton tidak hanya terkait apabila dilakukan pencarian hakikat umum
substansi asimetri tetapi juga bentuk dasar di dalam konsep-konsep yang ada selama ini
pengaturan hukumnya. Menurut McGarry, mengenai apa yang adil dan tidak adil.28 Hal ini

ing
model asimetri akan terjadi apabila otonomi sejalan dengan pemikiran kebangkitan bangsa
semua unit pemerintahan substansional dijamin dalam mencari pola keadilan setelah runtuhnya
Konstitusi dan terdapat sekurang-kurangnya rezim otoritarianisme dan lahirnya fase otonomi
satu unit lokal yang menikmati level otonomi daerah yang merasa telah terjadi ketidakadilan
yang berbeda (umumnya otonomi yang lebih
ind antara perlakuan daerah-daerah di Indonesia
luas).26 pada masa Orde Baru yang sentralistik.29 Model
Di Indonesia, konsep otonomi asimetri otonomi asimetri ini terbagi atas beberapa
McGarry secara teori dan praktik telah model, yaitu sebagai berikut:30
diterapkan. Pertama, negara telah mengatur a. Model Otonomi Asimetris Penuh.
V
perlakuan khusus atau istimewa terhadap Setiap daerah diperlakukan secara berbeda-
satuan-satuan pemerintahan daerah yang beda karena mengasumsikan adanya
hts

secara konstitusional diatur dalam Pasal 18B pluralisme yang sangat ekstrem yang harus
UUD NRI 1945. Kedua, Indonesia telah memiliki direspons pemerintah nasional. Level daerah
4 (empat) daerah di level pemerintahan yang didefinisikan sebagai asimetris juga
provinsi yang menikmati otonomi asimetri, tidak sama, sangat ditentukan entitas daerah
ec

yaitu DKI Jakarta, Nanggroe Aceh Darusalam, seperti apa asimetris diberikan. Model ini
Papua dan Papua Barat, dan Daerah Istimewa memang bisa menjawab keragaman daerah,
Yogyakarta. Ketiga daerah tersebut memiliki namun juga berpotensi menghasilkan
lR

dasar pembentukan kekhususan/keistimewaan anarkisme dalam hubungan pusat daerah.


dengan undang-undang. Prasyarat pengembangan model ini adalah
na

25
Robert Endi Jawang, ibid.
26
Robert Endi Jawang, ibid, hlm. 163.
27
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Optik Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah, dalam Negara Hukum Yang
Jur

Berkeadilan, Kumpulan Pemikiran Dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. H. Bagir Manan, S.H.,M.CL, (Bandung:
PSKN-HTN FH Unpad, 2011), hlm. 505.
28
Karen Leback, Teori-teori Keadilan, terjemahan, (Bandung: Nusa Media, 2012), hlm. 237.
29
J Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, (Bandung: Rineka Cipta, 2002), hlm. 17.
30
Pratikno, dkk, Desentralisasi Asimetri di Indonesia: Praktik dan Proyeksi, hasil penelitian Jurusan Politik dan
Pemerintahan, (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, 2010), hlm. 139.

222 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

kapasitas nasional yang sangat kuat dalam Berdasarkan pendapat Pratikno dan teori
supervisi desentralisasi. yang dikemukakan oleh McGarry tersebut di

HN
b. Model Asimetris Berbasis Kategori Kemajuan atas maka dapat dianalisis bahwa Pulau Batam
Sosial Ekonomi. sebagai daerah yang secara historis telah memiliki
Kawasan-kawasan yang ada dijustifikasi kekhususan dalam pengelolaannya memenuhi
secara berbeda dengan mempertimbangkan kriteria sebagai daerah otonomi asimetri. Pulau

BP
beberapa ukuran, misalnya ukuran- Batam yang ditetapkan sebagai daerah industri,
ukuran yang bersifat teknokratis, dengan daerah industri yang memiliki status entrepot
memperhatikan aspek-aspek sosial dan partikelir, daerah dengan wilayah usaha Bonded
ekonomi tertentu. Secara lebih umum, Warehouse, daerah industri yang dikelola oleh
pendefinisian model ini bisa berangkat Otorita Batam, dan terakhir sebagai Kawasan

ing
dari ukuran-ukuran pembangunan dengan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang
membedakan antara kawasan yang tertinggal. dikelola oleh Badan Pengusahaan, menjadikan
Dalam konteks Indonesia, perbedaan Pulau Batam sebagai level pemerintahan yang
perlakuan atas kawasan perbatasan dan ind khusus (asimetri). Bahkan sebelum lahirnya
kepulauan misalnya, akan bisa menjadi Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 yang
pertimbangan atas bentuk asmetris yang membentuk Pemkot Batam dengan segala
akan dikembangkan. Contoh lain dalam peraturan perundang-undangan mengenai
kategori ini adalah derajat kemajuan sosial- otonomi daerah, kekhususan Pulau Batam yang
ekonomi, yang menghasilkan kategori dikelola oleh otoritas khusus yang terbentuk
V
rural-urban. Pengembangan model ini akan terlebih dahulu sebelum terbentuknya Pemkot
menjadi jawaban untuk pengembangan Batam.
hts

kawasan dengan kemajuan ekonomi dan


persoalan urbanisasi yang sangat advanced. 2. Alasan Kekhususan Batam
c. Model Kombinasian Antara Otonomi Khusus Sebagai bagian dari pemerintahan daerah
dan Otonomi Reguler sekaligus sebagai daerah industri, serta
ec

Model yang sangat jamak ditemui kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
adalah otonomi khusus sebagai solusi bebas Batam, menempatkan Batam sebagai
untuk menyelesaikan ketegangan antara objek tunggal yang dikelola oleh 2 (dua) otoritas
lR

pemerintah nasional dengan sub nasional yang berbeda, yaitu Badan Pengusahaan dan
yang mengarah ke gerakan-gerakan Pemkot Batam. Padahal, Batam merupakan
pemisahan diri (secession) atau dikarenakan suatu wilayah strategis yang sejak lama
karakter daerah yang sangat spesifik. didesain untuk menjadi daerah industri, serta
na

Model ini selanjutnya menghasilkan bentuk kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
desentralisasi yg bersifat reguler bagi bebas sebagaimana Singapura. Kekhususan
mayoritas daerah, dan bentuk khusus untuk Batam melalui pembentukan otonomi khusus
Jur

daerah-daerah tertentu. Dalam desain Batam menjadi hal yang urgen agar Batam
desentralisasi dan otonomi Indonesia, dapat berkembang jauh dibandingkan kondisi
pilihan terhadap model ini sudah dilakukan saat ini. Tentunya perkembangan Batam akan
dalam kasus 4 daerah khusus/istimewa. sangat mempengaruhi perekonomian bangsa

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 223


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

Indonesia secara umum. Terdapat beberapa meningkat dalam kaitannya dengan globalisasi.
alasan alasan kekhususan antara lain alasan Daerah-daerah yang menjadi basis industri

HN
Filosofis, Kesejarahan-Politis, Yuridis, serta seperti Pulau Batam yang bahkan secara
Teoritis-Akademik yang akan diuraikan sebagai geografis berada pada jalur perdagangan
berikut: internasional, melumpuhkan garis-garis
teritotorial secara mutlak. Dunia menjadi saling

BP
a. Alasan Filosofis terhubung dan terbuka dan perekonomiannya
Hakikat otonomi daerah adalah semakin tergantung satu dengan lainnya.
desentralisasi atau proses pendemokrasian Filosofi globalisasi di Pulau Batam yang ditandai
pemerintahan dengan keterlibatan langsung dengan pembentukan Batam sebagai kawasan
warga masyarakat sehingga meskipun perdagangan bebas dan pelabuhan bebas

ing
menggunakan pendekatan lembaga perwakilan. menjadi suatu kekhususan bagi Pulau Batam
Hal demikian membuat pemerintah pusat harus dibandingkan dengan daerah lainnya.
memperhatikan mengenai suasana lingkungan Pola hubungan tersebut dilaksanakan
suatu pemerintahan daerah yang berada dalam secara umum maupun secara khusus.
sistem negara kesatuan Republik Indonesia.
ind Pola hubungan yang khusus dilandasi oleh
Sebagai negara kesatuan yang memiliki dinamika adanya ketidakpuasan daerah akan kebijakan
sosial, budaya, ekonomi, dan politik di tingkat pemerintah pusat.31 Pola hubungan khusus
lokal menjadi suatu pertimbangan penting tersebut dapat saja dimaknai sebagai bentuk
adanya diskriminasi antar daerah. Namun,
V
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
di tataran pemerintahan lokal. Perkembangan secara internasional pengkhususan suatu
masyarakat yang dinamis, khususnya di daerah tertentu dalam suatu negara merupakan
hts

daerah-daerah tertentu yang berbeda hal yang biasa dalam konteks negara kesatuan
dengan perkembangan masyarakat di daerah ketika di daerah tersebut memiliki kekhasan
lain harus dipertimbangkan dalam rangka tertentu.
pengambilan kebijakan dalam penyelenggaraan Pola hubungan antara pemerintah pusat
ec

pemerintahan daerah. Bentuk kebijakan yang dengan pemerintah daerah tersebut dapat
afirmatif merupakan hal yang pasti akan mengalami gradasi yang disebabkan oleh 3 (tiga)
memberikan kesejahteraan masyarakat daerah aspek, yaitu (1) pola tata kelola internal, (2) besar
lR

namun tetap dalam konteks negara kesatuan kewenangan, (3) besar sumber keuangan.32 Hal
Republik Indonesia. Keberhasilan di suatu inilah yang dalam konteks kekhususan Batam
daerah akan menciptakan keberhasilan pula di dapat dijadikan alat ukur dalam menganalisis
daerah sekitarnya, misalnya Pulau Bintan dan hubungan pusat dan daerah. Di Pulau Batam
na

Pulau Karimun. secara internal memiliki suatu tata kelola yang


Orientasi daerah-daerah yang menjadi berbeda dengan daerah lain.
pusat industri dan perekonomian akan sangat
Jur

Irfan Ridwan Maksun, Spektrum Otonomi Kekhususan, Kompas 28 Januari 2014.


31

Irfan Ridwan Maksun, ibid.


32

224 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

a. Alasan Kesejarahan-Politis industri eksplorasi dan eksploitasi minyak


dan gas bumi dengan penetapan Pulau Batam

HN
Dalam lintasan sejarah perkembangan
Pulau Batam dan politik hukum pengelolaan sebagai daerah Industri berdasarkan Keputusan
Pulau Batam telah dimulai sejak tahun 1970 Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang
dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Pengembangan Pembangunan Pulau Batam.
Nomor 65 Tahun 1970 tentang Pelaksanaan Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 74

BP
Proyek Pembangunan Pulau Batam. Pada saat Tahun 1971 tersebut, sebagian dari Pulau Batam
itu, Pulau Batam ditetapkan sebagai basis ditetapkan sebagai daerah industri yang diberi
logistik dan operasional bagi usaha-usaha yang status sebagai entrepot partikelir34 berdasarkan
berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi ketentuan dalam Reglemen A dari Ordonansi
Bea.35

ing
minyak dan gas bumi yang dilaksanakan oleh
Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Dalam perkembangannya, sebagai upaya
Gas Bumi Nasional (PN Pertamina). Pulau Batam untuk meningkatkan dan memperlancar
pada saat itu telah menjadi daerah industri yang pengembangan daerah industri Pulau Batam
sejak itu pula Pulau Batam mulai terkoneksi
ind maka Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971
dengan wilayah-wilayah lain di sekitar Pulau disempurnakan dengan diterbitkan Keputusan
Batam baik dalam negeri maupun luar negeri. Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah
Pembangunan Pulau Batam tersebut merupakan Industri Batam. Keputusan Presiden Nomor 41
konsekuensi dari mulai adanya koneksi antara Tahun 1973 mengubah kelembagaan tunggal
Badan Pimpinan menjadi kelembagaan yang
V
negara-negara yang saling terhubung dan saling
mempengaruhi dalam bidang industrialisasi.33 terdiri atas: Badan Pembina Daerah Industri
Pulau Batam, Otorita Pengembangan Daerah
hts

Sejak tahun 1970-an Batam sudah diposisikan


sebagai daerah industri khususnya industri yang Industri Pulau Batam, dan Perusahaan Perseroan
terkait dengan bidang usaha Pertamina. Hal ini Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam.
didasari oleh letak strategis Pulau Batam yaitu Hal penting dalam Keppres Nomor 41 Tahun
terletak Batam yang terletak di jalur lalu lintas 1973 yaitu mengenai pengaturan peruntukan
ec

Asia Barat-Asia Timur yang berada di lintas dan penggunaan tanah di daerah industri Pulau
perdagangan internasional, sehingga potensi Batam, yaitu peruntukan dan penggunaan
strategis tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanah di daerah industri Pulau Batam untuk
lR

Pertamina dalam usaha minyak dan gas bumi. keperluan bangunan-bangunan, usaha-usaha,
Pada Tahun 1971, pengembangan Pulau dan fasilitas-fasilitas lainnya yang bersangkutan
Batam diperluas tidak hanya pada pembangunan dengan pelaksanaan pembangunan Pulau
na
Jur

33
N. A. Phelps, “Archetype for an Archipelago? Batam as Anti-model and Model of Industrialization in Reformasi
Indonesia”, School of Geography, University of Southampton, UK, Progress in Development Studies July (2004, Vol.
4 Nomor 3): 206-229.
34
Entrepot partikelir adalah ruangan-ruangan yang berkenaan dengan letak dan susunan yang memenuhi syarat-
syarat yang ditetapkannya sebagai entrepot partikelir untuk menimbun (menyimpan) barang yang impor.
35
Lihat Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam.

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 225


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

Batam dengan didasarkan atas suatu rencana Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
tata-guna tanah dalam rangka pengembangan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

HN
Pulau Batam menjadi daerah industri. Melalui Menjadi Undang-Undang.
norma tersebut, Otorita Batam menjadi Pembentukan Kawasan Perdagangan
penguasa atas lahan di Pulau Batam sehingga Bebas dan Pelabuhan Bebas berdasarkan
memiliki kewenangan besar dan tunggal untuk Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 dengan

BP
mengadakan peruntukan dan penggunaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007
tanah di Pulau Batam. Lebih lanjut, hal-hal tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
yang bersangkutan dengan pengurusan tanah Pelabuhan Bebas Batam ditetapkan Batam
di dalam wilayah daerah industri Pulau Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan
diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri36 pelabuhan bebas. Berdasarkan Peraturan

ing
sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007, dibentuk
yang berlaku di bidang agraria. juga Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Sementara itu sebagai daerah industri, Pulau Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Sebelum
Batam statusnya diperkuat dengan menetapkan Badan Pengusahaan belum terbentuk maka
seluruh Pulau Batam sebagai wilayah usaha
ind tugas dan wewenangnya dilaksanakan secara
Bonded Warehouse melalui Keputusan Presiden bersama antara Pemerintah Kota Batam
Nomor 41 Tahun 1978 tentang Penetapan (selanjutnya disebut Pemkot Batam) dengan
Seluruh Pulau Batam Sebagai Wilayah Usaha Badan Pengusahaan sesuai dengan tugas pokok
Bonded Warehouse. Berdasarkan Keputusan dan fungsi masing-masing. Adapun tugas dan
V
Presiden Nomor 41 Tahun 1978 status Pulau wewenang dari Badan Pengusahaan adalah
Batam diperluas tidak hanya menjadi daerah melaksanakan pengelolaan, pengelolaan, dan
hts

industri tetapi juga wilayah pabean atas barang pembangunan kawasan perdagangan bebas
impor, ekspor, dan re-ekspor ke dan dari Pulau dan pelabuhan bebas sesuai dengan fungsi
Batam mendapatkan kebebasan bea, cukai, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
atau pungutan Negara lainnya. bebas termasuk untuk membuat ketentuan-
ec

Penetapan Pulau Batam sebagai daerah ketentuan supaya tidak bertentangan dengan
industri mengalami perkembangan pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007
tahun 2000-an dengan penerbitan Peraturan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
lR

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor Berbagai pengaturan yang menjadi politik


1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan hukum pemerintah dari masa ke masa menjadi
Bebas dan Pelabuhan Bebas. Peraturan bukti bahwa sejak tahun 1970-an Pulau Batam
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini diperlakukan khusus sebagai oleh pemerintah
na

kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang pusat. Faktor kesejarahan-politis inilah yang


Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan tidak dapat dipisahkan dari alasan kekhususan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Batam.
Jur

Sebagai pengaturan lebih lanjut mengenai hal tersebut diterbitkanlah Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
36

43 Tahun 1977.

226 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

b. Alasan Yuridis cita-cita pemerintah saat itu agar Pulau


Batam dengan kekhususannya tersebut dapat

HN
Wacana pembentukan Pulau Batam sebagai
daerah otonomi khusus secara Konstitusional memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
didasari oleh ketentuan Pasal 18B ayat (1) bagi masyarakat.
UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa negara Hingga saat ini, Keputusan Presiden
mengakui dan menghormati satuan-satuan tersebut terus berlaku. Terakhir diterbitkan

BP
pemerintah daerah yang bersifat khusus atau Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2000
istimewa yang diatur dengan undang-undang. tentang Perubahan Kelima Keputusan Presiden
Berbagai produk hukum yang mengatur tentang Nomor 41 Tahun 1973. Berdasarkan hal
pemerintahan daerah di Indonesia yang menjadi tersebut, disimpulkan bahwa: pertama, adanya
konsistensi yuridis mengenai kekhususan

ing
landasan hukum pembentukan otonomi khusus
Batam, antara lain Undang-Undang Nomor 32 Pulau Batam sebagai kawasan khusus
Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor industri bahkan diperkuat dengan penetapan
78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Pulau Batam sebagai kawasan perdagangan
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
ind bebas dan pelabuhan bebas. Kedua,
Dalam Pasal 2 ayat (8) Undang-Undang Nomor pengakuan kekhususan Pulau Batam dalam
32 Tahun 2004 juga memberi ruang afirmasi penyelenggaraan memiliki perbedaan dengan
bagi predikat kekhususan atau keistimewaan daerah-daerah lain di Indonesia secara umum.
sejumlah daerah. Hal ini dituangkan dalam Pasal Artinya eksistensi kelembagaan dengan segala
tugas pokok dan fungsinya di Pulau Batam, tidak
V
2 ayat (8), ”Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang ditemukan di daerah lain sehingga memberikan
penafsiran bahwa secara empiris bahwa Pulau
hts

bersifat khusus atau bersifat istimewa yang


diatur dengan undang-undang.” Batam memiliki suatu perlakukan afirmatif dari
Dalam UUD NRI 1945 dan Undang- pemerintah pusat.
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak diatur
c. Alasan Teoritis-Akademik
bahwa otonomi khusus hanya diberlakukan
ec

pada pemerintah provinsi, sehingga apabila Dalam khasanah perkembangan ilmu


kekhususan/keistimewaan hanya pada tataran politik dan ilmu pemerintahan, telah banyak
pemerintah kabupaten/kota maka otonomi pembahasan mengenai praktik penyelenggaraan
lR

khusus tersebut dapat diberlakukan pada pemerintahan baik secara umum maupun
pemerintah kota/kabupaten saja. Selain, secara khusus/istimewa. Bahkan di berbagai
pengaturan kekhususan dalam UUD NRI dunia praktik penyelenggaraan pemerintah
1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun daerah yang bersifat khusus umum terjadi, baik
na

2004, untuk Pulau Batam kekhususannya pun dalam konteks negara kesatuan maupun dalam
telah pula diatur dalam Keputusan Presiden konteks negara federatif. Dalam khasanah ilmu
Nomor 41 Tahun 1973. Walau berdasar hukum politik dan pemerintahan, pola pengaturan
Jur

Keputusan Presiden, politik hukum penetapan yang tidak sebanding ini disebut sebagai
khusus Pulau Batam sebagai Daerah Industri assymetrical decentralization, asymetrical
merupakan bentuk pengakuan dan sekaligus devolution atau assymetrical federalis, atau

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 227


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

secara umum assymetrical intergovernmental penyelenggaraan pemerintahan daerah.


arrangements.37 Secara prinsipil, berbagai Dalam posisi khusus sebagai daerah industri,

HN
bentuk penyebaran kekuasaan yang bercorak pelabuhan dan perdagangan bebas, Batam
asimetris di atas merupakan salah satu mempunyai fungsi sebagai lokomotif
instrumen kebijakan yang dimaksudkan untuk pertumbuhan dan perkembangan industri,
mengatasi dua hal fundamental yang dihadapi perdagangan, dan pelabuhan bebas. Sebagai

BP
suatu negara, yakni persoalan bercorak politik, konsekuensinya Batam memiliki tugas dan
termasuk yang bersumber pada keunikan dan wewenang melakukan pengelolaan dan
perbedaan budaya; dan persoalan yang bersorak pengembangan kawasan perdagangan bebas
teknokratik-manajerial, yakni keterbatasan dan pelabuhan bebas ini dalam bingkai Negara
kapasitas suatu daerah atau suatu wilayah dalam Kesatuan Republik Indonesia. Dengan didasari

ing
menjalankan fungsi dasar pemerintahan.38 hal tersebut maka Batam harus memiliki bentuk
Pengaturan asimetris yang terkait dengan dan susunan pemerintahan yang berbeda
politik ditempuh sebagai strategi kebijakan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Hal ini
untuk mempertahankan basic boundaries didasarkan pada dua pertimbangan pokok:
unit politik suatu negara dan atau sebagai
ind pertama, kekhususan yang dimiliki Batam
aspresiasi atas keunikan budaya tertentu. membutuhkan adanya kelembagaan yang dapat
Dengan tingkat keberhasilan yang berbeda- mengelolanya dengan sebaik-baiknya agar
beda, representasi minoritas pada level sub- dapat mencapai tujuan kekhususan itu sendiri;
nasional serta pemberian status keistimewaan/ kedua, Batam, sebagaimana diindikasikan pada
V
khusus bagi satu daerah atau kawasan daerah bagian sebelumnya, telah memiliki 2 (dua)
dapat mendorong kelompok/daerah yang kelembagaan pemerintahan sehingga menjadi
hts

menuntut status keistimewaan/kekhususan, tidak efektif untuk jangka waktu yang sangat
meniadakan/meminimalkan kekerasan dan lama. Substansi kekhususan dalam bidang ini
mempertahankan keutuhan wilayah. Konstitusi perlu direvitalisasi kelembagaannya yang telah
Spanyol tahun 1978 setelah jatuhnya Franco ada guna berjalannya kegiatan pemerintahan
ec

misalnya, menetapkan adanya “historical daerah di Pulau Batam. Perbedaan pokok dalam
rights” serta memberikan otonomi khusus dan aspek kelembagaan Batam dengan daerah
dipercepat pada beberapa daerah, diantaranya lainnya, yaitu adanya 2 (dua) otoritas yang
lR

Castile-Leon, Catalonia, Valencia.39 memiliki kewenangan yang saling berbenturan


dalam penyelenggaraan Pulau Batam, yaitu
3. Substansi Kekhususan Batam Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan
a. Bidang Politik dan Pemerintahan Batam. Revitalisasi atas kelembagaan tersebut
na

dilakukan dengan melakukan reorganisasi


Substansi dari kekhususan Batam
baru di Batam dengan membentuk Kota
terletak pada kekhususan Batam dalam
Jur

37
Joachim Wehner, “Asymmetrical Devolution”, Development Southern Africa (Vol 17, Nomor 2 Juni, 2000): 2.
38
Kementerian Dalam Negeri, Naskah Akademik RUU tentang Keistimewaan Yogyakarta, (Jakarta: Kementerian
Dalam Negeri, 2010).
39
Ibid.

228 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

Batam menjadi Provinsi baru yang memiliki berupa pemerintah provinsi untuk Batam yang
kekhususan dengan menjadi gubernur sebagai merupakan lex specialis dari ketentuan yang

HN
kepala daerah sekaligus sebagai Kepala Badan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
Pengusahaan. 2004, sehingga syarat-syarat administrasi,
Dalam ranah politik, kekhususan Batam teknis, dan fisik kewilayahan dapat dikecualikan
terletak pada sumber dan proses rekruitmen dari syarat-syarat yang diatur dalam Undang-

BP
gubernur dan kedudukan Gubenur Batam40 Undang Nomor 32 Tahun 2004. Misalnya syarat
sekaligus sebagai Kepala Badan Pengusahaan fisik kewilayahan yang meliputi paling sedikit
Batam. Rekruitmen Gubernur Batam/Kepala 5 (lima) kabupaten/kota dalam pembentukan
Pengusahaan Batam dapat dilakukan melalui daerah otonomi baru yang berupa Provinsi
skema Gubernur Batam/Kepala Pengusahaan Pulau Batam tidak mengikuti syarat paling

ing
Batam dipilih oleh DPRD. Skema ini juga sedikit 5 (lima) kabupaten/kota tersebut. Hal
khusus, artinya tidak mengikuti mekanisme tersebut dimungkinkan sebagaimana dimaksud
pemilihan gubernur yang diatur dalam Undang- dalam Pasal 18B UUD NRI 1945.
Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur ind Kedua, selain penerapan asas lex specialis
gubenur dipilih langsung oleh rakyat.41 Melalui dalam pembentukan daerah otonomi baru
pembentukan provinsi otonomi khusus Batam yang berupa pemerintah provinsi untuk Batam,
dengan undang-undang yang baru maka Pemkot kerangka sistem pemerintahan di Batam pun
Batam dan Badan Pengusahaan Batam saat ini merupakan lex specialis dari ketentuan yang
dibubarkan dan berubah menjadi Pemerintah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
V
Provinsi Otonomi Khusus Batam yang dipimpin 2004. Ketentuan mengenai sistem pemerintahan
oleh gubenur merangkap sebagai Kepala Badan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
hts

Pengusahaan Batam. Nomor 32 Tahun 2004, misalnya mengenai


ketentuan bahwa dalam suatu pemerintah
b. Struktur Pembentukan dan Sistem provinsi harus terdapat DPRD Provinsi dan
Pemerintahan Provinsi Otonomi Khusus di tiap kabupaten/kota di wilayah provinsi
ec

Batam
harus terdapat DPRD Kabupaten/Kota, maka
Terkait struktur pembentukan dan sistem pemerintahan provinsi untuk Batam
sistem Pemerintah Provinsi Otonomi Khusus kelembagaan DPRD hanya terdapat di tingkat
lR

Batam, terdapat beberapa hal yang menjadi provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten/kota
kekhususan Batam. Pertama, dalam kerangka tidak perlu dibentuk DPRD Kabupaten/Kota,
pembentukan daerah otonomi baru yang seperti Pemerintah Daerah Khusus Ibukota
na

40
Kedudukan gubernur terkait dengan kekuasaan kepala daearah sebagai lembaga eksekutif yang memegang
kekuasaan dalam bentuk berbagai fungsi dan wewenang yang berhubungan dengan bidang pemerintahan daerah
Jur

(Lihat Sayuti una, Pergeseran Kekuasaan Pemerintahan Daerah Menurut Konstitusi Indonesia, (Yogyakarta: UII
Press, 2004), hlm. 107.
41
Pemilihan langsung oleh rakyat terkait dengan kedaulatan rakyat dengan sistem perwakilan atau demokrasi biasa
juga disebut sistem demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung. Di dalam praktik yang menjalankan
kedaulatan rakyat adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. (Lihat Jimly Asshiddiqie,
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Rajagrafindo, 2013), hlm. , (Jakarta: Rajagrafindo, 2013), hlm. 328

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 229


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

Jakarta yang menjadikan Kabupaten/kota di kewenangan sebagaimana diatur dalam


wilayah sebagai daerah administratif. peraturan perundang-undangan; (b) Kepala

HN
Ketiga, Gubernur Provinsi Otonomi Khusus daerah dengan kewenangan sebagaimana
Batam dalam penyelenggaraan pemerintahan diatur dalam peraturan perundang-undangan;
bertindak sebagai kepala wilayah, Kepala dan (c) Kepala Badan Pengusahaan Batam
daerah otonomi khusus Batam, dan Kepala dengan kewenangan yang diatur dalam

BP
Badan Pengusahaan Batam. Peran dan fungsi peraturan perundang-undangan. DPRD
Gubernur sesuai yang diatur dalam Undang- berkedudukan sebagai representasi rakyat
Undang tentang Pembentukan Provinsi Otonomi dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam
Khusus Batam. Keempat, DPRD provinsi daerah peraturan perundang-undangan. Sedangkan
khusus Batam merupakan unsur legislatif dalam Walikota-Walikota di Pulau Batam. Walikota-

ing
penyelenggaraan pemerintahan yang peran dan Walikota di Pulau Batam bekedudukan di bawah
fungsi DPRD diatur sesuai yang diatur dalam gubenur dan bertanggung jawab langsung
Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi kepada gubenur.
Otonomi Khusus Batam. Kelima, Pemerintah
Kabupaten/Kota di Wilayah Pemerintah Provinsi
ind e. Hubungan Antar Lembaga
Otonomi Khusus Batam berbentuk kabupatan/ Kedudukan dan kewenangan masing-
kota administratif yang jabatan walikotanya masing lembaga dalam struktur pemerintah
ditunjuk oleh gubenur. Hal yang dilakukan pula daerah Provinsi Daerah Khusus Batam tersebut
di DKI Jakarta.
V
di atas melahirkan hubungan kewenangan.
Pertama, hubungan pemerintah pusat dan
c. Pengisian Jabatan
hts

pemerintah khusus Batam. Wakil pemerintah


Proses rekruitmen dan pengisian jabatan pusat di pemerintah provinsi Batam adalah
unsur penyelenggara pemerintahan Gubernur Gubernur dalam posisinya sebagai Kepala
dilaksanakan secara khusus. Gubernur Wilayah Administratif, merujuk pada Integrated
Pemerintah Otonomi Khusus Batam/Kepala Prefectoral System sebagaimana diatur dalam
ec

Badan Pengusahaan. Pengisian jabatan peraturan perundang-undangan. Dalam


Gubernur Provinsi Daerah Khusus Batam kedudukan demikian, terdapat hubungan
dilakukan melalui mekanisme dipilih oleh kewenangan yang besifat hierarkis antara
lR

DPRD Khusus yang dipilih melalui mekanisme Presiden dengan Gubernur. Presiden berwenang
pemilihan langsung sesuai dengan prinsip memberikan instruksi kepada Gubernur,
demokrasi sebagaimana diatur dalam peraturan termasuk untuk menjalankan fungsi pengawasan
perundang-undangan. Selanjutnya Walikota terhadap institusi-institusi pemerintahan yang
na

akan ditunjuk dan ditetapkan oleh Gubenur ada di daerah, serta menjalankan kewajiban-
Batam. kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Kedua, hubungan
Jur

d. Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah Provinsi Batam dan Pemerintah


Gubernur Pemerintah Provinsi Khusus Provinsi lainnya. Pada prinsipnya di Provinsi
Batam/Kepala Badan Pengusahaan memiliki Khusus Batam hubungan antara Pemerintah
kedudukan sebagai (a) kepala wilayah dengan Provinsi Batam dengan pemerintah provinsi

230 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

lainnya adalah sebagaimana diatur dalam nasional. Pengaturan yang saat itu masih
Undang-undang tentang pemerintah daerah, bersifat top-down menjadi persoalan lain ketika

HN
kecuali yang menyangkut urusan-urusan yang dinamika perkambangan Batam tidak dapat
dinyatakan sebagai substansi khusus Provinsi direspon secara cepat, sehingga pengaturan
Batam. sendiri oleh Pemerintah Daerah Khusus Batam
Secara skematik, hubungan kewenangan mengenai bidang-bidang perekonomian, akan

BP
di antara lembaga-lembaga di tingkat membuat Batam akan secara cepat merespon
pemerintahan Batam adalah sebagai berikut: perkembangan perekonomian global.
Di bidang pertanahan, di Batam melalui
Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 telah
memiliki kekhususan pengelolaan pertanahan

ing
dengan pemberian hak pengalolaan atas tanah
di seluruh wilayah Pulau Batam kepada Badan
Pengusahaan Batam. Selanjutnya, dalam
ind pengaturan mengenai kekhususan Batam
sebagai Pemerintah Daerah Khusus Batam
maka kewenangan pertanahan dalam hal ini
hak pengelolaan atas tanah termasuk tanah
hasil reklamasi pantai, diintegrasikan menjadi
Gambar 1. Skema Pola Organisasi Pemerintah Daerah
kewenangan Gubenur Batam. Dengan demikian
V
Provinsi Otonomi Khusus Batam
perencanaan, pelaksanaan reklamasi, dan
pengelolaan hasil reklamasi dapat dilaksanakan
hts

f. Bidang Perekonomian, Pertanahan, dan dengan baik dan tidak terjadi tumpang tindih
Penataan Ruang kewenangan. Meskipun Gubernur Batam
Penyelenggaraan pemerintah daerah merupakan penguasa di Batam, namun
khusus Batam dilakukan dengan pengaturan pertanggungjawaban tetap kepada Presiden
ec

terhadap kewenangan perekonomian, sehingga tetap ada pengawasan dari pemerintah


pertanahan, dan penataan ruang. Kewenangan pusat. Alasan pengawasan oleh Pemerintah
khusus dalam ketiga urusan ini diwujudkan Pusat tersebut antara lain karena perlunya
lR

melalui kewenangan penuh dalam menetapkan Pemerintah Pusat untuk menetapkan serta
kebijakan-kebijakan dan dalam merumuskan mempertahankan standard minimun dalam
Peraturan Daerah Khusus tentang ketiga urusan pemberian pelayanan kepada masyarakat oleh
pemerintahan itu. pemerintah daerah.1
na

Di bidang perekonomian, Pemerintah Di bidang penataan ruang, ruang bagi Batam


Daerah Khusus Batam memiliki kewenangan memiliki fungsi industri, perdagangan bebas,
untuk mengatur secara luas bidang-bidang
Jur

perekonomian, misalnya mengenai pabean,


cukai, pajak daerah dan retribusi daerah.
1 Josef Riwu Kaho, Analisis Hubungan
Bidang-bidang tersebut tidak terikat dengan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia,
ketentuan-ketentuan yang berlaku secara (Yogyakarta: L Polgov Fisipol UGM, 2012), hlm.
304.

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 231


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

dan pelabuhan bebas. Sebagai kawasan yang tata ruang, dan perekonomian. Melalui
memiliki fungsi tersebut, maka penataan ruang pembentukan otonomi khusus Batam ini

HN
di Pulau Batam harus berbeda pengaturannya Gubernur Batam merupakan kepala daerah
dengan penataan ruang di daerah lainnya. yang juga merangkap sebagai Kepala Badan
Perbedaan tersebut misalnya mengenai Pengusahaan. Hal ini sebagai solusi benturan
penetapan ruang kawasan hutan di Pulau kewenangan antara Walikota Batam dengan

BP
Batam yang selama ini penetapan kawasan Kepala Pengusahaan Batam dapat terselesaikan,
hutan di Pulau Batam melalui Keputusan sekaligus menghilangkan benturan pengaturan-
menteri Kehutanan. Melalui kekhususan pengaturan terkait Batam karena dalam undang-
Batam maka penetapan ruang baik kawasan undang mengenai kekhususan Batam peraturan
hutan maupun bukan kawasan hutan tidak perundang-undangan yang saling bertentangan

ing
lagi tergantung dengan pola penetapan sesuai terkait Batam akan dicabut dan dinyatakan tidak
dengan ketentuan dalam Undang-Undang berlaku.
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Melalui pembentukan Pemerintah Provinsi
dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Otonomi Khusus Batam, tidak hanya persoalan
tentang Kehutanan. Dengan demikian, seluruh
ind tumpang tindih kewenangan dan pengaturan
lahan di Pulau Batam baik di dalam maupun luar di Batam yang terselesaikan, namun secara
kawasan hutan menjadi hak pengelolaan atas luas pembentukan provinsi khusus Batam
tanah Gubernur Provinsi Otonomi Khusus Batam menjadi suatu solusi pembangunan dan
yang penetapan tata ruangnya dilaksanakan pengembangan Batam agar mampu tumbuh
V
untuk sepenuhnya menunjang Batam sebagai dan berkembang seperti Singapura serta
daerah industri dan perdagangan bebas serta menjadi pemerintah daerah di Indonesia yang
hts

pelabuhan bebas. mampu mewujudkan 1) ASEAN sebagai aliran


bebas barang, bebas jasa, bebas investasi,
D. Penutup bebas tenaga kerja terdidik, dan bebas modal;
Akhirnya, gagasan pembentukan pemerintah (2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing
ec

provinsi khusus Batam menjadi salah satu tinggi; (3) ASEAN sebagai kawasan dengan
gagasan yang progresif dalam menyelesaikan pengembangan ekonomi yang merata dengan
berbagai persoalan di Batam dan pengaruh elemen pengembangan usaha kecil menengah,
lR

positifnya bagi pelaksanaan AEC 2015 agar AEC dan (4) ASEAN sebagai kawasan terintegrasi.
2015 memberikan manfaat yang besar bagi Tentunya tujuan tersebut memberikan manfaat
Batam. Berdasarkan kajian politis-kesejarahan, yang besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran
filosofis, yuridis, dan teoritik-adakemik, rakyat Indonesia.
na

Batam telah lama berlaku khusus (asimetri) Sebagai saran, Pemerintah atau DPR RI
yang berbeda dengan daerah-daerah lain di sebaiknya segara melakukan perencanaan
Indonesia. Kekhususan Batam dilaksanakan mengenai penetapan kekhususan Batam yang
Jur

melalui pembentukan Batam sebagai provinsi dilakukan dengan mengkaji dan melakukan
otonomi khusus dengan kewenangan- pemenuhan syarat-syarat administratif, teknis,
kewenangan eksklusif dalam bidang politik dan dan fisik kewilayahan untuk menjadikan Batam
pemerintahan, serta pertanahan, kehutanan, sebagai pemerintah propinsi otonomi khusus

232 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

yang keluar dari wilayah Propinsi Kepulauan Kaloh, J., Mencari Bentuk Otonomi Daerah,
Riau. Hal ini mengingat pelaksanaan AEC 2015 (Bandung: Rineka Cipta, 2002).

HN
Kartosapoetra, Masalah Pertanahan di Indonesia.
sudah sangat dekat. Melalui inisiatif Pemerintah Rineka Suatu Sistem, (Bandung: RinekaCipta,
atau DPR RI segara menyusun naskah akademik Cet. II, 1992).
dan naskah rancangan Undang-Undang tentang Kusuma, R.M, A.B, Lahirnya Undang-Undang Dasar
1945, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Pembentukan Pemerintah Propinsi Otonomi
Universitas Indonesia, 2004).

BP
Khusus untuk segera dibahas dan disetujui Leback, Karen, Teori-teori Keadilan, terjemahan,
menjadi daerah otonomi baru yaitu Pemerintah (Bandung: Nusa Media, 2012).
Propinsi Otonomi Khusus. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum: Suatu
Pengantar, (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 1999).
Perencanaan tersebut dilakukan mulai dari Riwu kaho, Josep, Analisis Hubungan Pemerintah
pembahasan tingkat internal Kementerian Pusat dan Daerah di Indonesia, (Yogyakarta:

ing
Dalam Negeri dengan melibatkan para ahli di Polgov Fisipol UGM, 2012).
Rosidin, Itang, Otonomi Daerah dan Desentralisasi,
bidang pemerintahan daerah mengenai gagasan
(Bandung: Pustaka Setia, 2010).
pembentukan provinsi otonomi khusus Batam. Sarundajang, S.J., Arus Balik Kekuasaan Pusat ke
Pembahasan di tingkatan interen Kementerian ind Daerah, (Jakarta: Pustka Sinar Harapan, 2002).
Dalam Negeri menghasilkan produk naskah Soehino, Bunga Rampai Hukum Tata Negara,
(Yogyakarta: Fakultas Ekonomika dan Bisnis
akademik dan naskah RUU tentang Pembentukan UGM, 2010).
Provinsi Otonomi Khusus Batam. Setelah Sujamto, et.al., Proses Pembuatan Undang-Undang
pembahasan di tingkat interen Kementerian Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah (ed. Revisi), (Jakarta:
Dalam Negeri tuntas, maka dilanjutkan
V
Bina Aksara, 1985).
dengan pembahasan antar kementerian, Sujamto, et.al., Undang-Undang Nomor 5 tahun
pengharmonisasian di Kementerian Hukum dan 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
hts

HAM, dan penyampaikan kepada Presiden/DPR Daerah dan Proses Kelahirannya, (Jakarta: Biro
Hukum dan Humas Sekjen Depdagri, 1977).
untuk disampaikan kepada DPR/Presiden. Syarifusin, Ateng, Titik Berat Otonomi Daerah
Pada Daerah Tingkat II dan Perkembangannya,
DAFTAR PUSTAKA (Bandung: CV Masdar Maju, 1981).
ec

Una, Sayuti, Pergeseran Kekuasaan Pemerintah


Buku Daerah Menurut Konstitusi Indonesia,
Alexander and Glower, R, W, International (Yogyakarta: UII Press, 2004).
Investment, (London: Penguin Books, 1972).
lR

Assidiqie, Jimly, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Makalah/Artikel/Hasil penelitian


Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Atmadja, I Gede, “Penafsiran Konstitusi Dalam
(Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994). Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi Pelaksana UUD
Assidiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, 1945 secara murni dan konsekuen”, Pidato guru
(Jakarta: raja grafindo, 2013). besar dalam bidang Ilmu Hukum Tata Negara
na

Harris, Myra, Legal Research, (Jersey: Prentice- pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, (10
HallInc New, 1997). April 1996).
I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Ilmu Negara Brown, Archie, “Asymetrical Devolution: The Scottish
dan Teori Negara, (Bandung: Refika Aditama, Case”, Political Quarterly, (Juli-September 1998,
Jur

2009). Vol. 69, Issue 3).


J. Kartini, Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Deloitte Access Economic, “The Connected
Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, (Jakarta: Archipelago: The role of the Internet in
Kanisius, 2001). Indonesia’s economic development”, (Desember
2011).

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 233


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

Endi Jawang, Robert, “Kritik Terhadap Desentralisasi Thaib, Dahlan, “Keistimewaan DIY Perspektif Hukum
Asimetri di Indonesia”, Jurnal Analisis CSIS, Tata Negara”, Sarasehan: Format Keistimewaan

HN
Center For Strategic And International Studies, Yogyakarta untuk Kesejahteraan Rakyat dan
(Vol. 40, Nomor 2, Juni, 2011). Kebhinekaan Republik Indonesia kerjasama
Ismail, Nurhasan, “Menempatkan realitas UGM dengan Pengurus Daerah KAGAMA
Pertanahan Lokal dalam Rancangan Undang- DIY, Yogyakarta, (9-10 Mei 2007), (Tidak
Undang Keistimewaan DIY”, Makalah Seminar dipublikasikan).
tentang Sistem Pertanahan di DIY dalam

BP
Kerangka Keistimewaan, diselenggarakan Parwi Internet
Foundation, Yogyakarta, (26 April 2003).
J. Azis, Iwan, “Institutional Constraints and Multiple Decentralization Home Page di http://www1.
Equilibria In Decentralization”, Jurnal RURDS worldbank.org/wbiep/ decentralization/about.
Cornell University, (Vol. 20, Nomor 1, March html (diakses 30 Januari 2014).
2008). How We Work with Civil Society, online document:

ing
Joachim, Wehner, H-G, “Asymmetrical Devolution”, http://lnweb18.worldbank.org/ECA/eca.nsf/
Development Southern Africa, (Vol 17, Nomor 2 Initiatives/A98CDE16184FEDFC85256BD6004F
Juni, 2000). 486F?OpenDcument. (diakses 30 januari 2014).
Joachim, Wehner, H-G, Unsur Keistimewaan http://gulfnews.com/ (diakses 24 Januari 2014).
Bidang Pertanahan dan Alternatif Materi dan http://megayachts.ru/en/news/view/id/652
(diakses 2 Januari 2014).
Muatannya, disampaikan dalam Diskusi Panel
Ahli I Penyusunan Rancangan Undang-Undang
ind http://plato.stanford.edu/entries/sovereignty
Keistimewaan Yogyakarta yang diselenggarakan (diakses 12 Nopember 2013).
oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM, http://www.jimly.com/pemikiran/view/17 (diakses
Yogyakarta, (11 Mei 2007), (Tidak dipublikasikan). 30 januari 2014).
Kementerian Kelautan dan Perikanan, “Kelautan dan http://www.ura.gov.sg (diakses 24 Januari 2014).
V
Perikanan Dalam Angka Tahun 2012”, (Jakarta,
2011). Peraturan
Maria Sumardjono, “Pokok-Pokok Pikiran Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
hts

tentang Keistimewaan Yogyakarta di Bidang Tahun 1945.


Pertanahan”, makalah Sarasehan: Format Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang
Keistimewaan Yogyakarta untuk Kesejahteraan tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,
Rakyat dan Kebhinekaan Republik Indonesia Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir,
kerjasama UGM dengan Pengurus Daerah Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten
KAGAMA DIY, Yogyakarta, (9-10 Mei 2007),
ec

Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota


(Tidak dipublikasikan). Batam.
Meredith, Weiss, “The Basque Nationalist Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Movement”, Paper, (1 November 2002). Pemerintahan Daerah.
Minde, Henry, Sami Land Right In Norway: A Test Case
lR

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang


for Indigenous Peoples, International Journal on Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Minority and Group Rights, Netherland, (2001). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Phelps, N. A., “Archetype for an archipelago? Batam Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
as anti-model and model of industrialization Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
na

in reformasi Indonesia”, School of Geography, Nomor 36 Tahun 2000 tentang Perdagangan


University of Southampton, UK, Progress in Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Development Studies  (Vol. 4,  Nomor 3, July, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
2004). Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Pratikno, dkk, “Desentralisasi Asimetri di Indonesia: Bebas Batam.
Jur

Praktek dan Proyeksi”, hasil penelitian Jurusan Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1970
Politik dan Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial tentang Pelaksanaan Proyek Pembangunan
dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Pulau Batam.
Yogyakarta, (2010).

234 Jurnal RechtsVinding, Vol. 3 No. 2, Agustus 2014, hlm. 215-235


Volume 3 Nomor 2, Agustus 2014

Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
tentang Pengembangan Pembangunan 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan

HN
PulauBatam. Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau
Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 Batam.
tentang Daerah Industri Batam.

BP
ing
V ind
hts
ec
lR
na
Jur

Urgensi Otonomi Khusus Batam ... (Muhammad Sapta Murti) 235

Anda mungkin juga menyukai