Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

RUANG 23 EMPATI

RUMAH SAKIT DR. SAIFUL ANWAR MALANG

DISUSUN OLEH :

RIRI RIZQI AMALIA

201820461011124

PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

Telah disetuji :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang
diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain, dan atau
merusak lingkunagan (Keliat, dkk, 2012). Menurut Stuart (2013), perilaku
kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi oleh
seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik
pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun
nonverbal. Beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
kekerasan atau agresifitas dapat didefinisikan yaitu suatu perilaku mencederai
atau melukai diri sendiri, orang lain/sekelompok orang dan lingkungan, baik
secara verbal, fisik, dan psikologis yang akan mengakibatkan beberapa kerugian
seperti trauma fisik, psikologis dan bahkan kematian.
Perilaku kekerasan yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara
fisik maupun psikologis. berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi. Hirarki
perilaku kekerasan tersebut terdiri dari tingkat rendah hingga tinggi sebagai mana
terlihat pada skema berikut :
Hirarki Perilaku Kekerasan daari tingkat rendah ke tinggi (Sumber: Stuart, 2013):
1. Memperlihatkan permusuhan tingkat rendah
2. Bicara keras dan menuntut
3. Mendekati orang lain dengan ancaman
4. Mengucapkan kata-kata ancaman, tanpa rencana untuk melukai
5. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
6. Mengancam dengan kata-kata dengan rencana melukai
7. Melukai dalam tingkat tidak berbahaya
8. Melukai dalam tingkat serius dan bahaya
B. Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan,sehingga mengakibatkan perasaan seperti:
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan hubungan sosial
5. Percaya diri kurang
6. Mencederai diri

C. Rentang Respon Marah


Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & sundeen, 2007). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun
perilaku yang dimanifestasikan oleh marah dapat berfluktuai sepanjang rentang
adaktif dan maladaktif.
Respon Adaptif Respon Maladaktif

Asertif Frustrasi Pasif Agresif Kekerasan

Kegagalan yang menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menantang. Respon melawan dan menentang merupakan respon
yang maladaktif yaitu-agresif-kekerasan, sedangkan respon yang adaptif adalah
asertif dan frustrasi yaitu :
1. Respon Adaptif
a. Asertif : Mengemukakan pendapat atau menunjukkan ekspresi tidak
senang atau tidak setuju tetapi tidak menyakiti orang
lain/lawan bicaranya.
b. Frustrasi : Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena
tidak realistis atau disebut juga hambatan dalam proses
pencapaian tujuan.
2. Respon Maladaptif
a. Pasif : Suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha untuk
mempertahankan hak-haknya.
b. Agresif :Suatu perilaku yang menyertai rasa marah sebagai usaha atau
merupakan dorongan mental untuk bertindak,memperlihatkan
permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberkata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain
c. Kekerasan :Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk. Perilaku
kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata-kata ancaman melukai disertai
melukai pada tingkat ringan dan yang paling berat adalah
melukai/merusak secara seriu. Klien tidak mampu
mengendalikan diri.

D. Factor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan
adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
1. Faktor biologis
a. Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
b. Psychosomatic theory (teori psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem
limbic berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupuin
menghambat rasa marah.
2. Faktor psikologis
a. Frustation aggression theory (teori agresif-frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustasi. Frustasi tejadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong
individu berperilaku agresif karena perasaan frustasiakan berkurang
melalui perilaku kekerasan.
b. Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas/situasi yang mendukung.
c. Existential theory (teori eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan
tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka
individu akan memenuhinya melalui berperilaku destruktif.
3. Faktor sosial cultural
a. Social environment theory (teori lingkungan social)
Lingkungan social akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespons asertif atau agresif.
b. Social learning theory (teori belajar social)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.
E. Factor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

F. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
2. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
f. Mengamuk, ingin berkelahi
g. Menyalahkan dan menuntut
3. Intelektual :Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
4. Spiritual: Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
5. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
6. Perhatian: Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan
ego seperti, displacement, sublimasi, proyeksi, represi, denial, dan reaction
formation. Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain : (Maramis,2009, hal 83)
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia
dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja
mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

H. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight or flight)
Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrine yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot,
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek
yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif
adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Disamping itu perilaku
ini juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku
‘acting out’ untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan
Pasien dengan perilaku kekerasan memiliki enam siklus agresi menurut bowie:
1. Trigerring Incident
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa
faktor yang dapat memicu agresi antara lain provokasi, respon terhadap
kegagalan, komunikasi yang buruk,situasi yang menyebabkan frustasi,
pelanggaran batas terhadap batas personal, dan harapan yang tidak terpenuhi.
Pada fase ini klien dan keluarga baru datang.
2. Escalation Fase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional. Dapat disetarakan
dengan respon fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak,
dan belum terjadi tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien
gangguan psikiatrik bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif,
gangguan penggunaan zat, kerusakan neurologi/kognitif, bunuh dir dan
koping tidak efektif.
3. Crisis Point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negoisasi dan teknik de
escalation gagal mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan
tindakan kekerasan.
4. Settling Phase
Klien yang telah melakukan kekerasan melepaskan energi marahanya.
Mungkin masih ada rasa cemas dan marah, dan beresiko kembali ke fase awal.
5. Post Crisis Depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi serta
berfokus pada kemarahan dan kelelahan.
6. Return To Normal Funtcioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi
dan kelelahan.

I.Patofisiologi (Clinical Pathway): Patofisiologi, Situasional, Maturasional


Risiko Menciderai Diri, Orang Lain dan Lingkungan : Akibat

Perilaku Kekerasan : Core problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah : Penyebab

Patofisiologi
Berhubungan dengan perasaan ketidakberdayaan, kesepian atau atau
keputusasaan sekunder akibat:
 Ketidakmampuan
 Penyakit terminal
 Penyakit kronis
 Nyeri kronis
 Ketergantungan kimia
 Penyalahgunaan zat
 Kerusakan mental
 Kelainan pskiatrik
 Diagnosis baru positive HIV Aids
 AIDS tahap lanjut
Situasional
Berhubungan dengan:
 Depresi
 Konflik orang tua/perkawinan
 Penyalahgunaan zat dalam keluarga
 Ketidakefektifan keterampilan koping individu
 Penyiksaan anak
Berhubungan dengan kehilangan nyata atau yang dirasakan akibat:
 Keuangan atau pekerjaan
 Status atau penghargaan
 Ancaman pengabdian
 Perpisahan
 Kematian orang terdekat
Maturasional
Remaja
 Berhubungan dengan perasaan diabaikan
 Berhubungan dengan pengharapan yang tidak realistik
 Berhubungan dengan penolakan atau tekanan teman sebaya
 Berhubungan dengan depresi
 Berhubungan dengan relokasi
 Berhubungan dengan kehilangan orang terdekat
Lansia
 Berhubungan dengan kehilangan multipel sekunder akibat pensiun,
kehilangan orang terdekat, atau penyakit.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan

a. Medis

1) Psikofarmakologi

Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari

penemuan neurobilogi. Obat-obatan tersebut mempengaruhi system


saraf pusat (SSP) secara langsung dan selanjutnya mempengaruhi

prilaku, persepsi, pemikiran dan emosi. Menurut Stuart dan Laraia

(2005), beberapa kategori obat yang digunakan untuk mengatasi prilaku

kekerasan adalah sebagai berikut :

a) Antianxiety dan Sedative Hipnotics

Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut,

Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan

dalam kedaruratan psikiatrik untuk menenagkan perlawanan klien. Tapi

bat ini direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat

menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga bisa

memperburuk gejala depresi. Lorazepam adalah pilihan yang baik

digunakan untuk mengobati pasien dengan agitasi dan prilaku

kekerasan secara khusus apabila etiologi belum jelas. Obat ini aman dan

efektif. Obat ini adalah satu-satunya obat Benzodiazepine yang diserap

dengan baik apabila diberikan melalui intramuscular. Lorazepam juga

dapat diberikan secara oral, sublingual, atau intravascular. Pemberian

obat ini harus hati-hati karena dapat menimbulkan depresi pernafasan.

Pemberian Lorazepam juga dapat menimbulkan reaksi paradoksial.

b) Antidepressant

Antidepresant dapat mengurangi ketakutan, irribilitas, dan kecemasan.

Emosi ini memiliki spectrum yang sama dengan agitasi. Penemuan


sekarang menunjukkan bahwa obat ini dapat menurunkan mood yang

negative dan prilaku kekerasan seperti juga perubahan positif pada

kepribadian. Pasien dengan angguan kepribadian yang diberikan obat

anidepresan serotonin ini dapat berkurang irritabilitas dan prilaku

kekerasannya. Pasien dengan agitasi posttraumatik memiliki respon

terhadap pemberian Amitriptilin.

c) Mood Stabilizers

Mood stabilizers digunakan untuk menangani pasien dengan

gangguan bipolar ddan sebagai terapi tambahan pada skizoferenia.

Obat-obat ini digunakan juga untuk mengatasi prilaku kekerasan

meskipun bukan protitipe untuk tujuan ini. Valproate (depakene)

banyak diguankan pada beberapa keadaan seperti demensia,

gangguan kepribadian ambang, sindrom mood organik, gangguan

bipolar, skizofrenia, gangguan skizoafektif, dan retardasi mental.

Divalproex (depakote) dan Carmabazepine digunakan secara

luasuntuk menangani impulsitas dan prilaku kekerasan. Sayangnya

carmabazepine mempunyai efek seperti pusing, ataksia, kebingungan,

agranulositsis dan hepatoksis seghingga penggunaannya terbatas.

Devalproex memilki sedikit efek samping dan interaksi obat yang

sidikit sehingga banyak digunakan sebagai mood stabilizer pada

pasien demensia. Berkurangnya prilaku kekerasan pada episode

maiak merupakan peran yang penting dari Lithium Carbonate.


Lithium juga digunakan untuk mengatasi prilaku kekerasan pada

pasien dengan retardasi mental. Lithium juga digunakan untuk

mengurangi prilaku kekerasan pada tahanan yang mengamuk.

Meskipun efektif tetapi karena masalah torelabilitasnya maka

penggunaannya terbatas

d) Antipsychotic

Obat neuropletik menyebabkan efek sedasi ketika diberikan dengan

dosis yang tinggi. Haloperidol dapat diberikan secara intramuscular

untuk mengatasi agitasi agitasi dan prilaku kekerasan pada pasien

dengan variasi penyebab yang luas. Haloperidol tidak terlalu

menyebabkan hipotensi dan hanya memilki efek antiklonergik yang

kecil dibaningkan dengan neuroletik yang kecil dibandingkan dengan

neuroleptik yang ‘low ptoency’ seperti Chlorpomazine. Tetapi

kadang-kadang neuroleptik ‘low potency’ kadang-kadang digunakan

karena dokter menginginkan efek sedasinya. Dengan mengobati

psikosis yang menjadi penyabnya, neuroleptik dapat memberikan

efek yang panjang tehadap agitasi dan prilaku kekerasannya. Mania

akut dapat dengan cepat dan efektif datasi dengan obat neuroleptik

dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping seperti akatisia (tidak

dapat duduk dengan tenang). Generasi kedua atau obat antipsikotik

atipikal. Obat ini sekarang menjadi pilihan yang penting dalam

penanganan prilaku kekerasan pada pasien psikosis. Obat-obat ini


mempunyai efek samping yang lebih rendah dalam efek

ekstrapiramidal, akatisia, dan terdive diskinesia (repetitive,

purposeless, involuntary movement), dan obat-obat ini memiliki efek

antipsikotik yang digunakan termasuk Ziprasidone, Clozapine,

Risperidone, dan Olanzapine. Antipsikotik tidak dianjuran diberikan

pada pasien tanpa gangguan psikotik atau bipolar. Dalam hal ini

Lorazepame dan obat sedative non spesifik lain dapat diberikan. Suatu

studi oleh Doskoh tahun 2001 menunjukkan bahwa Clozapine dapat

mengurangi prilaku kekerasan dan pencederaan diri sendiri pada

pasien dengan retardasi mental.

e) Medikasi lainnya

Banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian Naltrexone

(anatagonis opiate), dapat menurunkan prilaku mencedarai diri. Beta

adrenergic blocker khususnya Propranolol digunakan untuk

mengatasi prilaku kekerasan pada banyak diagnosis termasuk

retardasi mental, autism, syndrome otak posttraumatic, demensia,

Huntington disease, Wilson disease, psikosis postensefalitis,

disfungsi sitem saraf pusat kronik yang ditandai ‘soft neurologic

sign’, EEG abnormal atau epilepsy. Propranolol juga digunakan

sebagai terapi tambahan untuk mengurangi gejala prilaku kekerasan

pada pasien skizofrenia. Masalah utama yang timbul pada

penggunaan propranolol untuk prilaku kekerasan adalah terjadinya


gangguan kardiovaskular yang sering. Beta Blocker yang lain

digunakan untuk terapi prilaku kekerasan adalah Pindolol,

Metoprolol, dan Nadolol.

2) ECT (Elektro Convulsive Thrapy)

Elektro Convulsive Teraphy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan

dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan dua

elektroda yang ditempatkan dibagian temporal kepala pelipis kiri

dan kanan). Arus menimbulkan kejang grand mall yag berlangsung

25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listrik

diotak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam

otak.

b. Keperawatan

a) Terapi lingkungan

Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan lingkungan

bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan

agresif. Aktivitas atau kelompok yang direncanakan seperti permainan

kartu, menonton, dan mediskusikan sebuah film, atau diskusi informal

memberikan klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu

ketika klien tenang. Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses

terapeutik dan meminimalkan kebosanan. Penjadwalan interaksi satu-

satu dengan klien menunjukkan perhatian perawat yang tulus terhadap

klien dan kesiapan untuk mendengarkan masalah, pikiran serta perasaan


klien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman

klien (Videbeck, 2001).

b) Terapi kelompok

Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama

kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan

diharapkan member kontribusi kepada kelompok untuk membantu yang

lain dan juga mendapatkan bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok

ditetapkan dan harus dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan

menjadi anggota kelompok klien dapat, mempelajari cara baru

memandang masalah atatu cara koping atau menyelesaikan masalah dan

juga membantunya mempelajari ketrampilan intrapersonal yang penting

(Videbeck, 2001).

c) Terapi keluarga

Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan

klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami bagaimana

dinamika keluarga mempengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi

kekuatan dan sumber fungsional keluarga, mresrukturisasi gaya prilaku

keluarga yang maladaptive, dan menguatkan prilaku penyelesaian

masalah keluarga (Steinglass, 1995 dalam Videbeck, 2001)

d) Terapi individual

Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan

individu dengan cara pengkajian perasaan, sikap, cara pikir, dan


prilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara ahli terapi

dan klien. Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri dan prilaku

mereka sendiri, membuat hubungan interpersonal, atau berusaha lepas

dari sakit hati atau ketidakbahagiaan (Videbeck, 2001).

J. Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan


 Strategi pertemuan adalah pelaksanaan standar asuhan keperawatan terjadwal
yang diterapkan pada pasien dan keluarga pasien yang bertujuan untuk
mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani (Purba dkk, 2008).
 Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

 Tindakan
1. Bina hubungan saling percaya
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu.
3. Diskusikan perasaan paien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
 Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara:
 Sosial/verbal
 Terhadap orang lain
 Terhadap diri sendiri
 Terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
6. Diskusikkan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:
 Fisik: pukul kasur dan bantal, tarik napaas dalam
 Obat
 Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya
 Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
 Latihan napas dalam dan pukul kasur-bantal
 Susun jadwal latihan napas dalam dan pukul kasur bantal
8. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
 Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik
 Latihan mengungkapan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
 Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
 Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik dan sosial/verbal
 Latihan sholat dan berdoa
 Buat jadwal latihan sholat/berdoa
10. Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
 Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat
berhenti minum obat.
 Susun jadwal minum obat secara teratur
11. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk
mengendalikan perilaku kekerasan (Keliat & Akemat, 2009).

K. Pembagian Strategi Pertemuan Perilaku Kekerasan


SP 1 pasien: membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik I
(latihan napas dalam).
SP 2 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik II (evaluasi latihan napas dalam, latihan mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik II [pukul kasur dan bantal], menyusun
jadwal kegiatan harian cara kedua).
SP 3 pasien: membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
secara sosial/verbal (evaluasi jadwal kegiatan harian tentang kedua cara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah
secara verbal [menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik], susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara
verbal).
SP 4 pasien: Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
fisik dan sosial/ verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan
ibadah/ berdoa).
SP 5 pasien: Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan
obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
[benar nama pasien/ pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat] disertai penjelasan guna obat dan
akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

1. Identitas

Nama, umur, jenis kelamn, No MR, tanggal masuk, tangal pengkajian

2. Alasan masuk

Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab, memukul,

membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri sendiri,

mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah mengalami gangguan jiwa

dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara teratur(Budiana

Keliat,2004)

3. Faktor predisposisi

a. Gangguan jiwa dimasa lalu

Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan pernah

dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa(Sunden,1996)

b. Pengobatan sebelumnya

Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai alternatif

serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa ke rumah sakit jiwa

c. Trauma

Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik,

seksual, penolakan, dari lingkungan


d. Herediter

Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kalau ada

hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.

e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak

menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya, penolakan dari

llingkungan

4. Fisik

Pengkajian fisik

a. Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan bertambah

naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat

b. Ukur tinggi badan dan berat badan

c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat

pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal,

rahang mengatup, wajah memerah)

d. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar dan ketus)

5. Psikososial

1. Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan hubungan klien

dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud jangkauan yang mudah diingat

oleh klien maupun keluarga pada saat pengkajian.

2. Konsep diri

a. Citra tubuh

Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang

mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain sehingga

klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.

b. Identitas

Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas dengan

pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat kerja dan

dalam lingkungan tempat ia tinggal

c. Harga diri

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan hubungan dengan orang lain akan

terlihat baik, harmonis atau terdapat penolakan atau klien merasa tidak

berharga, dihina, diejek dalam lingkungan keluarga maupun diluar

lingkungan keluarga.

d. Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peran atau tugas yang diembannya

dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan biasanya klien tidak

mampu melaksanakan tugas dan peran tersebut dan merasa tidak berguna.

e. Ideal diri

Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi dan

perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.

f. Harga diri

Biasanya hubungan klien dengan orang lain tidak baik, penilaian dan

penghargaan terhadap diri dan kehidupannya yang selalu mengarah pada

penghinaan dan penolakan.

3. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti

Tempat mengadu, berbicara

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok

Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah klien berperan

aktif dalam kelompok tersebut


c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat keterlibatan klien

dalam hubungan masyarakat

4. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan jiwa.

b. Kegiatan ibadah

Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukan ibadah.

5. Status mental

a. Penampilan

Biasanya penampilan klien kotor.

b. Pembicaraan

Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan pengkajian

bicara cepat, keras, kasar, nada tinggi dan mudah tersinggung.

c. Aktivitas motorik

Biasanya aktivitas motorik klien dengan prilaku kekerasan akan terlihat

tegang, gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah, gemetar, tangan

mengepal, dan rahang dengan kuat.

d. Alam perasaan

Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah dilakukan

e. Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah tanpa sebab

f. Interaksi selama wawancara

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan akan terlihat bermusuhan, curiga,

tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan bicara dan mudah tersinggung.

g. Persepsi

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat menjawab pertanyaan

dengan jelas

h. Isi fikir

Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik-baik saja

i. Tingkat kesadaran

Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,

j. Memori

Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang terjadi

dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.

k. Kemampuan penilaian

Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang dan

tidak mampu mengambil keputusan

l. Daya fikir diri

Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya


6. Kebutuhan persiapan pulang

a. Makan

Biasanya klien tidak mengalami perubahan

b. BAB/BAK

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan tidak ada gangguan

c. Mandi

Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci rambut

dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan kotor, dan klien

hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.

d. Berpakaian/berhias

Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau berdandan. Klien

tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai dank lien tidak

mengenakan alas kaki

e. Istirahat dan tidur

Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti: menyikat

gigi, cucui kaki, berdoa. Dan sesudah tidur seperti: merapikan tempat tidur,

mandi atau cuci muka dan menyikat gigi. Frekuensi tidur klien berubah-

ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.

f. Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dank klien tidak

mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.

g. Pemeliharaan kesehatan

Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak peduli tentang

bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.

h. Aktifitas didalam rumah

Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan

makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatur biaya

sehari-hari.

7. Mekanisme koping

Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai dengan tingkah

laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila keinginannya tidak terpenuhi,

memukul anggota keluarganya, dan merusak alat-alat rumah tangga.

8. Masalah psikologis dan lingkungan

Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi dengan

lingkungan

9. Pengetahuan

Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan tentang

penyakitnya, dan klien tidak mengetahui akibat dari putus obat dan fungsi dari

obat yang diminumnya.


2. Aspek Medik

Diagnosis medik : Skizoporanoid

Terapi medis : - Clor promanazine

- Haloperidol

- Klien pernah terapi ECT

3. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Prilaku kekerasan

2. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

3. Harga diri rendah

NO. DX KEP. PERENCANAAN INTERVENSI

TUJUAN KRITERIA EVALUASI

1. Perilaku TUM: Setelah dilakukan ...x20  Beri salam / panggil nama


kekerasan menit interaksi diharapkan pasien.
- Pasien dapat
klien menunjukkan tanda-  Sebut nama perawat
melanjutkan tanda sambil Salaman
 Jelaskan maksud
hubungan peran
hubungan Interaksi
sesuai tanggung a. Pasien mau membalas  Beri rasa nyaman dan
salam. sikap Empatis
jawab. b. Pasien mau jabatan  Lakukan kontrak singkat
tapi sering
TUK: c. Pasien menyebutkan Nama

1. PPasien dapat d. Pasien tersenyum


Membina
e. Pasien ada kontak Mata
Hubungan saling
percaya f. Pasien tahu nama Perawat

Pasien menyediakan waktu


untuk kontrak

TUK: a. Pasien dapat  Beri kesempatan untuk


Mengungkapkan Mengungkapkan
2. PPasien dapat
perasaannya. perasaannya.
mengidentifikasi
 Bantu pasien untuk
penyebab marah / b. Pasien dapat menyebutkan
mengungkapkan marah
amuk perasaan marah / jengkel
atau jengkel.

TUK: a. Pasien dapat  Anjurkan pasien


mengungkapkan perasaan mengungkapkan perasaan
3. PPasien dapat
saat marah /jengkel. saat marah /jengkel.
mengidentifikasi
 Observasi tanda perilaku
tanda marah b. Pasien dapat
kekerasan pada pasien
menyimpulkan tanda-tanda
jengkel / kesal

TUK: a. Pasien mengungkapkan  Anjurkan pasien


marah yang biasa dilakukan mengungkapkan marah
4. PPasien dapat
yang biasa dilakukan
mengungkapkan
perilaku marah b. Pasien dapat bermain peran  Bantu pasien bermain
yang sering dengan perilaku marah yang peran sesuai perilaku
dilakukan dilakukan kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Pasien dapat mengetahui
 Bicarakan dengan pasien
cara marah yang dilakukan
apa dengan cara itu bisa
menyelesaikan masalah atau
menyelesaikan masalah
tidak

TUK:  Bicarakan akibat /


kerugian cara yang
5. PPasien dapat a. Pasien dapat menjelaskan
dilakukan
mengidentifikasi akibat dari cara yang
 Bersama pasien
akibat perilaku digunakan
menyimpulkan cara yang
Kekerasan
digunkana pasien.
 Tanyakan pasien apakah
mau tahu cara marah yang
sehat
TUK: a. Pasien dapat  Tanyakan pada pasien
apakah pasien mau tahu
6. PPasien melakukan berespon
cara baru yang sehat
mengidentifikasi terhadap kemarahan secara
 Beri pujian jika pasien
cara construksi konstruktif.
engetahui cara lain yang
dalam berespon
ehat
terhadap perilaku
 Diskusikan cara marah
kekerasan
yang sehat dengan pasien.
a) Pukul bantal untuk
melampiaskan marah
b) Tarik nafas dalam
c) Mengatakan pada
teman saat ingin
marah
 Anjurkan pasien sholat
atau berdoa
TUK: a. Pasien dapat  Pasien dapat memilih cara
yang paling tepat.
7. PPasien dapat mendemonstrasikan
 Pasien dapat
mendemonstrasika
cara mengontrol mengidentifikasi manfaat
n cara mengontrol
yang terpilih
marah perilaku kekerasan
 Bantu pasien
a) Tarik nafas dalam menstimulasi cara
tersebut.
b) Mengatakan
 Beri reinforcement positif
secara langsung atas keberhasilan.

tanpa menyakiti  Anjurkan pasien


menggunakan cara yang
c) Dengan
telah dipelajari.
sholat/berdoa

2. RPK TUK: a. Keluarga pasien dapat :  Identifikasi kemampuan


(Resiko keluarga merawat pasien
8. PPasien dapat Menyebutkan cara
Perilaku dari sikap apa yang telah
dukungan keluarga merawat pasien dengan
Kekerasan) dilakukan
mengontrol marah perilaku kekerasan.
 Jelaskan peran serta
Mengungkapkan rasa puas keluarga dalam merawat
dalam merawat pasien pasien.
 Jelaskan cara-cara
merawat pasien.
 Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara
merawat pasien.
 Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan demonstrasi.
TUK: a. Pasien dapat menggunakan  Jelaskan jenis-jenis obat
obat-obat yang diminum yang diminum pasien dan
9. PPasien dapat
dengan kegunaannya. oeluarga.
menggunakan obat
b. Pasien dapat minum obat  Diskusikan manfaat
dengan benar
sesuai program pengobatan minum obat.
 Jelaskan prinsip 5 benar
minum obat
 Anjurkan pasien minum
obat tepat waktu
TUK:  Jelaskan peran serta
lingkungan terhadap
10. PPasien dapat a. Lingkungan
kondisi pasien
dukungan dari mengetahui
 Beri penjelasan bagaimana
lingkungan untuk
bagaimana cara cara menyikapi pasien
mengontrol marah
dengan perilaku kekerasan
menyikapi pasien
 Diskusikan cara -cara yang
dengan perilaku dilakukan untuk menyikapi
pasien dengan perilaku
kekerasan.
kekerasan
3. Harga Diri TUM: a. Ekspresi Wajah  Bina hubungan saling
Rendah bersahabat , menunjukkan percaya dengan
Pasien dapat
(HDR) rasa scaang, ada kontak mengungkapkan prinsip
mengontrol
mata, mau berjabat tangan, komunikasi tcrapeutik
perilaku kekerasan
mau menyebutkan nama, Sapa pasien dengan
pada saat
mau menjawab salam, klien ramah laik verbal maupun
berhubungan
mau duduk berdampingan non verbal
dengan orang lain
dengan perawat, mau a. Perkenalkan diri
TUK : mengutarakan masalah yang dengan sopan
dihadapi b. Tanyakan nama
1. PPasien dapat
iengkap pasien dan
membina
nama panggilan
hubungan saling
disukai pasien
percaya
c. Jelaskan tujuan
pertemuan
d. Jujur dan menepati
janji
e. Tunjukkan siknp
empati dan menerima
pasien apa adanya
f. Beri perhatian kepada
pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar
pasien
TUK : a. Daftar kemampuan yang  Diskusikan kemampuan
dimiliki pasien di rumah dan aspek positif yang
2.
dimiliki buat daftarnya
Pasien dapat sakit, rumah, sekolah dan  Setiap bertemu pasien
mengidentifikasi tempat kerja dihindarknn dari metnberi
kemampuan dan b. Daftar positif keluarga penilni; negatif
aspek positif yang pasien  Utamakan memberi
dimilik c. Daftar positif lingkungan pujian yang realistic pada
pasien kemampuan dan aspek
positif pasien
TUK a. Pasien menilai  Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang digunakan kemampuan yang masih
3.
dapat digunakan selama
Pasien dapat b. Pasien
sakit
menilai memiliki kemampuan yang
 Diskusikan kemampuan
kemampuan dapat digunakan di rumah
yang dapat dilanjutkan
yang digunakan
pengguna di rumah sakit
 Berikan pujian
TUK : a. Pasien menilai  Meminta pasien
kemampuan yang akan . untuk:memilih satu
4.
dilatih kcgiatan yang
Pasien dapat
mau dilakukan di rumah
menetapkan dan b. Pasien mencoba Susunan
sakit
merencanakan jadwal harian
 Bantu pasien
kegiatan sesuai
melakukannya jika perlu
dengan
beri contoh
kemampuan yang
 Beri pujian atas
dimiliki
keberhasilan pasien.
 Diskusi kaji jadwal
kegiatan harian atas
kegiatan yang telah
dilatih
 Catatan : Ulangi untuk
kemampuan lain sampai
semua selesai
TUK: a. Pasien melakukan kegiatan  Beri kesempatan pada
yang telah di latih (mandiri, pasien untuk mencoba
5. PPasien dapat
dengan bantuan atau kcgiatan yang telah
melakukan
tergantung) direncanakan
kegiatan sesuai
 Beri pujian atas
kondisi sakit dari b. Pasien marnpu melakukan
keberhasian pasien
kemampuannya beberapa kegiatan secara
 Diskusikan kemungkinan
mandiri
penaksiiran di rumah
TUK : a. Keluarga memberi  Beri pendidikan
dakungan dan pujian kcschatan pada keluarga
6.
tentang cara merawat
Pasien b. Keluarga memahami jadwal
pasien dengan harga diri
dapat memanfatka kegiatan harian pasien
rcndah
n system
 Bantu keluarga
pendukung yang
memberikan dukungnn
ada
selama pasien dirawat.
 Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan
di rumah
 Jelaskan cara pelaksmann
jadwal kegiatan pasien di
rumah
 Anjurkan memberi pujian
pada pasien setiap
berhasil
6. Implementasi

Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan

melaksanankan berbagai strategi kegiatan (tindakan keperawatan) yang telah

direncanakan dalam tindakan keperawatan

7. Evaluasi

Evaluasi pada pasien Evaluasi pada keluarga

Pasien mampu Keluarga mampu

1. Menyebutkan penyebab, tanda 1. Mencegah terjadinya prilaku

gejala prilaku kekerasan, jenis kekerasan

prilaku kekerasan yang biasa 2. Menunjukan sikap medukung dan

dilakukan dan akibat dari prilaku menghargai

kekerasan 3. Memotivasi dalam mengontrol

2. Pasien mampu menggunakan cara prilaku kekerasan

mengontrol prilaku kekerasan secara 4. Mengidentifikasi prilaku yang harus

fisik 1 yaitu tarik nafas dalam segera di laporkan ke perawat

3. Pasien mampu menggunakan cara

mengontrol prilaku kekerasan secara

fisik 2 yaitu memukul bantal dan

kasur
4. Pasien mampu menggunakan cara

mengontrol prilaku kekerasan secara

verbal

5. Pasien mampu menggunakan cara


mengontrol prilaku kekerasan secara
spiritual
6. Pasien mampu menggunakan cara
mengontrol prilaku kekerasan
dengan patuh minum obat
DAFTAR PUSTAKA

Azis R, dkk. 2003. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.

Dalan, Ernawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Edisis 2.
Jakarta : Airlangga

Keliat, B.A dan Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta
: EGC.

Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga University
Press.

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung : Rafika adiatma

Purba, Dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Jiwa. Edisi Pertama. Jakarta
: EGCS

Stuart, G.W., and Sundenen, S.J. (2007).Buku saku keperawatan jiwa.6 thediton. St.
Louis: Mosby Yeart Book.

Stuart, G.W., and Sundenen, S.J. (2013).Buku saku keperawatan jiwa.6 thediton. St.
Louis: Mosby Yeart Book.

Videbeck, S.L. (2001). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Diterjemahkan oleh Komalasari,
R. dan Hany, A. 2008. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai