Anda di halaman 1dari 26

B A B 26

K E L U A R G A B E RE N C A N A
B A B 26

KELUARGA BERENCANA

I. PENDAHULUAN
Program keluarga berencana telah dikembangkan sebagai
salah satu program nasional sejak Repelita I. Dalam Repelita
yang kedua, program ini sebagai salah satu usaha penting
pembangunan akan ditingkatkan pelaksanaannya. Program.
tersebut merupakan bagian utama daripada kebijaksanaan
kependudukan yang menyeluruh.
Masalah kependudukan di Indonesia adalah terutama me-
nyangkut pertumbuhan penduduk yang cepat. Diperkirakan
dalam masa Repelita II jumlah penduduk bertambah 2,3-2,4%
setahun. Masalah kedua adalah peningkatan pertumbuhan
penduduk tersebut secara relatif lebih besar terdapat di kalang-
an penduduk yang berusia 10-19 tahun.
Dua masalah ini memberikan akibat meningkatnya kebutuh-
an kebutuhan hidup untuk melayani perkembangan jumlah
penduduk tersebut. Kebutuhan ini meliputi misalnya kebutuhan
konsumsi untuk makan, 'perumahan, fasilitas kesehatan, pen-
didikan, pelayanan sosial dan sebaga`.nya. Dengan adanya
peningkatan jumlah penduduk berusia muda juga timbul
kebutuhan yang lebih besar akan fasilitas pendidikan. Demikian
pula struktur umur penduduk yang cendrung muda mengaki-
batkan proporsi penduduk yang secara langsung ikut di dalam
proses produksi adalah relatif kecil dibanddng dengan penduduk
yang tidak mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi.
Dengan demikian kellompok penduduk yang berusia produktif
barns memikul beban yang relatif lebih berat untuk melayani
kebutuhan penduduk yang belum termasuk usia kerja. Struktur
umur penduduk juga mengakibatkan meningkatnya dari tahun
ke tahun jumlah penduduk yang memasukii usia kerja, sehingga
menimbulkan masalah kebutuhan penyediaan lapangan kerja.

287
Masalah-masalah penduduk tersebut ditambah pula dengan
adanya ketimpangan penyebaran penduduk Indonesia antara
berbagai daerah dan pertumbuhan penduduk di kota-kota ter-
nyata relatif lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan pen-
duduk desa. Masalah-masalah penduduk tersebut perlu
ditanggapi dengan suatu kebijaksanaan kependudukan yang
menyeluruh. Dasar kebijaksanaan ini adalah memelihara
keseimbangan antara pertumbuhan dan perubahan struktur
umur penduduk dengan perkembangan sosial ekonomi sehingga
tingkat hidup yang layak dapat diusahakan. Kebijaksanaan ini
pertama ditujukan untuk penanggulangan akibat-akibat dari
pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya pendu-
duk berusia muda. Dilihat dari segi ini maka seluruh usaha
pembangunan pada dasarnya ditujukan untuk sejauh mungkin
memenuhi kebutuhan hidup penduduk yang jumlahnya terus
meningkat. Hal ini meliputi pula pengembangan penyediaan
kesempatan kerja, peningkatan produksi berbagai bidang maupun
pelayanan sosial masyarakat. Arab kebijaksanaan yang kedua
adalah usaha untuk menurunkan kecepatan pertambahan
penduduk sehingga pertumbuhan penduduk tidak melebihi
kemampuan pembangunan untuk menaikkan produksi.
Usaha untuk menurunkan kecepatan pertambahan penduduk
tersebut terutama dilakukan melalui pelaksanaan program
keluarga berencana. Program yang telah diselenggarakan sejak
Repelita I akan ditingkatkan daiam pelaksanaan Repelita II
Khususnya ditujukan agar dapat mencapai masyarakat pedesa-
an luas-luasnya. Dalam rangka tujuan ini sekaligus terkan-
dung pula usaha-usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan kesejahteraan ibu dan anak, serta keluarga pada umumnya.
Sasaran keluarga berencana meliputi seluruh lapisan masya-
rakat atas dasar sukarela. Oleh karena itu usaha-usaha program
keluarga berencana tidak hanya ditekankan pada cara-cara
klinis raja tetaipi juga cam-cam nonkliinis. Hal ini disebabkan
bahwa kesediaan untuk melaksanakan keluarga berencana pada
akhirnya merupakan suatu proses perubahan sikap hidup ma-
syarakat. Dengan demikian berbagai kegiatan usaha di bidang

288
pendidikan, penerangan, pembinaan sikap mental dan lain-lain,
diperlukan untuk mendorong ke arah hidup berkeluarga kecil.
Penanaman sikap hidup dan tingkah laku berkeluarga kecil ini
diusahakan mengembangkannya sejak kecil melalui pendidikan
di lingkungan keluarga yang untuk selanjutnya ditumbuhkan
melallui pendidikan kependudukan, baik di lingkungan sekolah
maupun di luar sekolah.
Tujuan program keluarga berencana pertama-tama adalah
mengusahakan agar keluarga-keluarga yang telah melaksana-kan
keluarga berencana tetap melanjutkannya dan bersamaan dengan
itu terus menerus meningkatkan jumlah peserta-peserta (akseptor)
baru.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan ini kemudian perdu diterjemah-
kan dalam langkah-langkah kegiatan secara lebih terperinci.

II. P E R K E M B A N G A N K E A D A A N D A N M A S A L A H -
MASALAH DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA

Kegiatan keluarga berencana secara terorganisir telah


mulai dirintis sebelum dimulainya pelaksanaan Repelita I,
yakni dengan didirikannya Perkumpulan Keluarga. Berencana
Indo-nesia (PKBI) pada tahun 1957. Kemudian menjelang akan
dimulainya pelaksanaan Repelita I yaitu pads tahun 1968
dibentuklah Lembaga Keluarga Berencana Nasional
(LKBN) yang merupakan suatu langkah maju ke arah
dilaksanakannya suatu program Keluarga Berencana Nasional di
Indonesia. Untuk kebutuh an peningka tan pelaks anaan
program, s ejak tahun 1970 LKBN telah diubah menjacli
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Sebagai suatu badan yang bare berkembang, masih parka
terns dilakukan pening-katan efektivitas, penyempurnaan
organdsasi, dan koordinasi pelaksanaan. Koordinasi tersebut
melipuiti kebutuhan penyera-sian kebijaksanaan dan langkah-
langkah, balk antara berbagai lembaga pemerintah maupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bertal dan dengan
pelaksanaan keluarga berencana.

289
420038 - (10).
Dalam masa Repelita I kegiatan utama program keluarga
berencana dibatasi hingga daerah-daerah Jawa dan Bali.
Walaupun demikian di beberapa daerah di luar Jawa dan Bali,
oleh kalangan Pemerintah Daerah serta berbagai organisasi
masyarakat lainnya, telah dikembangkan pula usaha-usaha
perintis pelaksanaan keluarga berencana.
Untuk dapat mengembangkan pelaksanaan program keluarga
berencana dalam Repelita I, yang didasarkan atas asas sukarela
dan yang sesuai dengan moral Pancasila serta ajaran-ajaran
agama yang bersangkutan, terdapat pula berbagai masalah serta
hambatan-hambatan antara lain ternyata masih adanya
keengganan beberapa kalangan masyarakat untuk menerima
program keluarga berencana. Demnkian pula berbagai akibat
yang tidak diinginkan dalam penggunaan Cara-cara pelaksanaan
keluarga berencana yang kadang-kadang dapat terjadi, me-
rugikan pelaksanaan program keluarga berencana. Hal-hal
seperti ini membutuhkan pendekaitan penerangan yang bijak-
sana tetapi efektif.
Di lapangan penerangan keluarga berencana tersebut
ternyata bahwa peranan para Petugas Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB) yang memberikan penerangan secara
langsung kepada para anggota masyarakat, adalah cukup besar.
Perpaduan penerangan umum dan penerangan kelompok ter-
nyata menjadi tebih efektif dengan adanya para PLKB yang
memberikan penerangan langsung kepada colon peserta
(akseptor) keluarga berencana di rumahnya masing-masing.
Secara bersama-sama kegiatan-kegiatan penerangan tersebut
telah dapat meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap
pelaksanaan keluarga berencana.
Jika dalam tahun 1971/72, 52% dari para akseptor melaksa-
nakan keluarga berencana atas petunjuk petugas kesehatan
dan 27% lainnya melalui petunjuk para PLKB, maka pada
tahun 1972/73, 43%, para akseptor datang ke klinik keluarga
berencana atas petunjuk para PLKB sedangkan 30%. lainnya
mendapat petunjuk dari para petugas kesehatan. Oleh karena itu
tenaga-tenaga PLKB yang pada tahun pertama dan kedua

290
Repelita I belum tersedia secara terorganisir, sejak tahun
1971/72 terus dikembangkan baik mengenai jumlah maupun
mutunya (Tabel 26-1).
Dengan makin meningkatnya partisipasi masyarakat ter-
hadap pelaksanaan keluarga berenoana, maka jumlah klinik-klinik
keluarga berencana terus dikembangkan. Klink keluarga beren-
cana yang dalam t a h u n 1969/70 baru berjumlah 727 buah telah
meningkat menjadi 2.210 buah d a l a m tahun 1973/74 (Tabel
26-1). Walaupun jumlah klinik telah cukup berkembang namun
jangkauan pelayanannya masih dirasakan atnat terbatas. Untuk
mencapai kalangan masyarakat terutama di daerah-daerah
pedesaan tersedianya klinik-klinik mobil terasa sangat dibu -
tuhkan.Demikian gala jumlah jam pelayanan yang ,disediakan
oleh klinik-klinik keluarga berencana serta mutu pelayanan
masih perlu ditingkatkan. Selama masa Repelita I setiap bulan
klinik keluarga berencana rata-rata barn melayaari 80 orang
akseptor, yakni para akseptor baru dan kunjungan ulangan
akseptor lama.
Bersama dengan itu maka tenaga-tenaga yang melayani
klinik-klinik keluarga berencana, baik tenaga dokter, bidan ;,
pembantu bidan dan tenaga administrasi terns dikembangkan
Hingga tahun 1973/74 tercatat 975 dokter, 2025 bidan, 1381
pembantu bidan dan 1902 tenaga administrasi yang melayani
klinik-klinik keluarga berencana (Tabel 26-1). Angka-angka
ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga dokter keluarga beren-
cana hanyalah sekitar sepertiga jumlah klinik keluarga beren-
cana, sedangkan jumlah bidan dan pembantu bidan juga masih
berada di bawah jumlah klinik keluarga berencana yang telah
ada.
Di samping penainbahan juanlah tenaga-tenaga pelayanan
keluarga berencana, segi-segi yang menyangkut mutu tenaga
pelayanan juga ditingkatkan. Sejak tahun pertama Repelita I
hingga tahun 1973/74 telah diberikan pendidikan dan latihan
tentang keluarga berencana terhadap 33.527 orang tenaga,
291
TABEL 2 = 1

PERKEMBANGAN JUMLAH KL I NI K, PERSONALIA K L I N I K , DAN P1=TUGAS LAPANGAN KELUARGA


BERENCANA TAHUN 1969/70 — 1973/74

TENAGA
PEMBANTU
KLINIK DOKTER BIDAN ADMINISTRASI
TAHUN BIDAN PLKB
KB. KB. KB. KLINIK
KB. KB.

1969/70 727 421 855 75 xx) xxx)


1970/71 1.465 556 1.678 580 322 xxx)

1971/72 1.861 791 1.758 605 1.275 1.930

1972/73 2.137 883 1.776 1.143 1.646 4.644

1973174 *) 2.210 975 2.025 1.381 1.902 5.159

Catatan:
K.B. Keluarga Berencana
PLKB. Petugas Lapangan Keluarga Berencana
.) Keadaan sampai dengan Nopember 1973
Dalam tahun 1969/70 pekerjaan administrasi di rangkap oleh Pembantu Bidan
Belum ada tenaga PLKB.
meliputi tenaga-tenaga dokter, bidan, pembantu bidan, perawat.
PLKB, dukun, serta berbagai jenis tenaga lainnya.
Seluruh kegiatan tersebut ditunjang pula oleh kegiatan-
kegiatan dalam lapangan logistik, pencatatan dan pelaporan
pengembangan organisasi dan administrasi, serta penelitian dan
penilaian.
Khususnya di lapangan logistik keluarga berencana masalah
yang dihadapi terutama adalah penyediaan alat-alat kontrasepsi.
pada daerah dan menurut waktu yang diperlukan.
Pengaruh yang nyata dari pelaksanaan program keluarga
berencana terhadap tingkat kelahiran tidaklah mungkin dapat
diukur dalam jangka waktu lima tahunan. Namur demikian
sebagai ukuran sementara dapat dilihat kemajuan perkembang-
an jumlah akseptor baru setiap tahunnya. Mendekati akhir masa
Repelita I (1973/74) telah tercatat 2.527,9 ribu orang akseptor
baru. Ternyata pula bahwa bagian terbesar dari para akseptor
tersebut (55,2%) menggunakan pil, disusul kemudian dengan
jumlah akseptor yang menggunakan IUD (35,2%) ,dan akhir
nya 9,6% akseptor lainnya menggunakan bermacam-macam
Cara/alat kontrasepsi lainnya (Tabel 26-2). Walaupun demi-
kian ternyata bahwa prosentase pem:akaian jenis-jenis kontra-
sepsi berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya
Di daerah Jawa Barat misalnya dalam tahun 1973/74, 82%
para akseptor menggunakan pal dan hanya 7,5% yang meng-
gunakan IUD sedangkan di daerah Bali hanya 30% para aksep-
tor menggunakan pil dan 62% liannya menggunakan IUD
Walaupun ada perbedaan-perbedaan antara berbagai daerah,
aamun terdapat kecenderungan makin meningkatnya jumlah
akseptor yang menggunakan pil. Hal ini memerlukan pengamat-
an lebih lanjut untuk dapat menentukan pola distribusi pela-
yanan alat-alat kontrasepsi dalam rangka program keluarga
berencana di masa depan.
Di saxnping itu penelitian-penelitian terhadap para akseptor
baru yang dilakukan dalam tahun 1971/72 dan 1972/73 telah
menunjukkan perkembangan pelaksanaan program keluarga

293
berencana yang cukup anenggembirakan. Dart penelitian ter-
sebut ternyata bahwa kelompok umur para akseptor nampak
berkembang ke arah golongan penduduk yang lebih muda.
Hal ini berarti bahwa pelaksanaan keluarga berencana makin
lama makin dapat mencapai golongan wanita yang masih
berada dalam usia subur untuk melahirkan.
TAB E L 2 6 — 2
P E R K E M B A N G A N J U M L A H AK S E P T O R B A R U D I J A WA D A N B A L I
TAH U N 1 9 6 9 / 7 0 — 1 9 7 3 / 7 4
(dalam ribu)

TAHUN - PI L IUD LAIN-LAIN ,JUMLAH.

1969/70 14,6 29,0 9,9 35,5


1970/71 79,8 76,3 24,9 181;0
1971/72 281,8 212,7 24,9 519,4
•1972/73 607,1 380,3 91,6 1.079,0
1973/74*) 413,1 192,7 89,2 695,0

1.396,4 891,0 240,5 2.527,9

(55,2%) (35,2% (9,6%) (100%)


)
Catatan:
*) Keadaan sampai dengan Nopember 1973.

Kecuali itu ternyata pula bahwa prosentase terbesar dari


para akseptor barn dalam tahun 1972/73 adalah golongan pen-
duduk yang masih buta huruf dan dart kalangan petani. Dilihat
dari segi pendidikan akseptor, yang dart golongan penduduk
buta huruf merupakan 36% di tahun 1971/72 dan 43,5% pada
tahun 1972/73. Jika dilihat dart golongan suami akseptor maka
petard merupakan 52% di tahun 1971/1972 than 64,8% di tahun
1972/73. Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan turut sertanya

294
berbagai kalangan dan lapisan masyarakat yang cukup luas
dalam pelaksanaan keluarga berencana, sehingga merupakan
gambaran harapan yang menggembirakan di masa depan.
Di samping perkembangan-perkembangan tersebut di atas,
dihadapi p u l a berbagai masalah, khususnya dalam masa Re-
pelitta II.
Masalah pertama menyangkut pengembangan keserasian
antara usaha-usaha keluarga berencana dalam arti terbatas
menjadi suatu program sebagian dari pada kebijaksanaan ke-
pendudukan yang menyeluruh. Untuk itu diusahakan mengem-
bangkan program-program keluarga berencana yang bersifat
nonklinis seperti pendildikan kependudukan dan lain lain.
Masalah kedua adalah mempertinggi tingkat kelangsungan
penggunaan kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi yang tidak
berkelangsungan, akan tidak mem,enuhi sa+aaran penurunan
tingkat kelahiran yang ingin dicapai melalui program keluarga
berencana.
Masalah ketiga adalah peningkatan jumlah peserta (akseptor)
keluarga berencana. Walaupun jumlah akseptor kehuarga be-
rencana yang dapat dicapai dalam Repelta I cukup berkembang
namun baik dilihat dari prosentasenya terhadap jumlah pen-
duduk maupun dari ciri-ciri khas para akseptor itu sendiri,
dapat diperkirakan bahwa pengaruhnya terhadap penurunan
tingkat kelahiran di masa depan mash akan terbatas sekali.
Masalah keempat adalah mencari Cara-cara pendekatan yang
lebih tepat dan lebih sesuai dengan sifat dan keadaan masya-
rakat Indonesia.
Masalah kelima adalah pengembangan kemampuan_ organisasi
pelaksana program keluarga berencana. Pelaksanaan program
keluarga berencana menyangkut begitu banyalf lembaga-
lembaga pemerintah dan leanbaga-lenlbaga masyarakat, di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah, sehingga kemampuan
organisasi yang baik merupakan salah satu syarat utama ber-
aasilnya program keluarga berencana.

295
Masalah keenam adalah pengembangan sarana-sarana pela-
yanan keluarga berencana agar sejauh mungkin dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat yang makin tumbuh. Dalam hal sarana
ini tidak hanya dibutuhkan klinik-klinik keluarga berencana,
akan tetapi juga penyedi.aan bahan-bahan kontrasepsi yang
teratur clan memenuhi kebutuhan, tersedianya tenaga-tenaga
pelayanan, dan lain sebagainya.
Masalah ketujuh adalah meningkatkan pengembangan sikap
hidup yang menuju kepada pola keluarga kecil. Sambutan
masyarakat terhadap program keluarga berencana adalah me-
rupakan langkah permulaan yang hares dikembangkan ke arah
sikap hidup yang lebih rasionil dalam hubungannya antara
rnanusia dan lingkungan hidup.

III. KEBIJAKSANAAN-KEBIJAKSANAAN DAN LANG –


KAH-LANGKAH KEGIATAN

Dasar-dasar kebijaksanaan
Kebijaksanaan di biding penyelenggaraan program keluarga
berencana akan merupakan bagian utama daripada kebijaksa-
naan kependudukan yang menyeluruh. Oleh karena itu pelak-
sanaannya meliputi berbagai program yang bersifat klinis
rnaupun nonklinis yang dilakukan baik oleh leanbaga-lembaga
pemerintah mdupun rnasyarakat. Untuk itu perlu diusahakan
kaitan dan keserasiannya. Adapun pelaksanaan keluarga beren-
cana didasarkan atlas dasar sukarela.
Di samping itu sistem incentive yang di mana perlu dibutuh
kan dalam pelaksanaan keluarga berencana terus menerus
disempurnakan dan diusahakan agar menjadi lebih efektif.

Tujuan peningkatan program keluarga berencana dalam


Repelita II
Pelaksanaan program keluarga berencana dalam Repelita II
khususnya ditujukan untuk

296.
1. Meningkatkan dan mengintensifkan pelaksanaan program
keluarga berencana yang telah dicapai dalam Repelita I di
Jawa dan Bali, terutama untuk mencapai masyarakat pe-
desaan seluas-luasnya. Dalam rangka ini diutamakan. usaha
untuk memelihara kelangsungan pelaksanaan keluarga be-
rencana oleh para peserta yang telah melakukannya di
samping terus meningkatkan jumlah peserta yang baru.

2. Mengembangkan pelaksanaan keluarga kerencana ke


beberapa daerah di Mar Jawa dan Bali.
3. Meningkatkan kemampuan organisasi dan
administrasi pelaksanaan program keluarga berencana.
4. Meningkatkan kegiatan penelitian terapan untuk
mendapatkan cara-cara yang lebih berhasil dan berdaya :
guna, khu- susnya di bidang penerangan motivasi serta
pelayanan keluarga berencana.
5. Meningkatkan keserasian timbal-batik antaxa
kebijaksanaankebijaksanaan dan langkah-langkah dalam
rangka program keluarga berencana dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dan langkah-langkah
diberbagai bidang pembangunan la-innya yang akan
menunjang pelaksanaan keluarga beren- Cana. Misalnya
pengembangan pendidikan kependudukan, penerangan
tentang manfaat keluarga keeil, dan lain-lain
Dalam masa Repelita II untuk daerah Jawa dan Bali diharap-
kan akan dapat dicapai sedikit-dikitnya 8 juta akseptor baru
keluarga berencana (Tabel 26-3). Melalui peningkatan
usaha penerangan, pelayanan serta pendidikan kependudukan
yang lebih luas, divaahakan agar jumlah akseptor dapat lebih
ditingkatkan Iagi sehingga mencapai jumlah 12 juta untuk
Jawa dan Bali. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh
pengaruh penurunan yang lebih berarti terhadap angka ke-
lahiran.
Dalam pada itu pelaksanaan program keluarga berencana da-
lam Repelita II akan diperluas pula ke beberapa daerah di

297
TABEL 26 – 3

PERKIRAAN JUMLAH AKSEPTOR BARU


KELUARGA BERENCANA DI JAWA DAN BALI
TAHUN 1974/75 – 1978/79
(dalam ribu)

JUMLAH AKSEPTOR BARU


(1974/75-1978/79)

1. DKI Jakarta 'lava 500


2. Jawa Barat 2.000
3. Jawa Tengah 2.000
4. Jogyakarta 250
5. Jawa Timur 3.000
6. B a l i 250

8.000 *)

Catatan: *) Juinlah ini adalah jumlah minimum. Melalui peningkatan usaha penerangan
pelayanan serta pendidikan kependudukan yang lebih luas, diusahakan agar
jumlah akseptor baru dapat lebih ditingkatkan lagi sehingga mencapai jumlah
12 juta untuk Jawa dan Bali.

luar Jawa dan. Bali. Perluasan pelak anaan program ke daerah-


daerah luar Jawa dan Bali tersebut adalah merupakan salah
satu usaha untuk penyebaran pelayanan kesejahteraan bagi
seluruh masyarakat yang dapat diperoleh ntielalui pelayanan
keluarga berencana. Dalam hubungan ini maka usaha-usaha
pelaksanaan keluarga berencana sekaligus ditujukan pula un-
tuk memberikan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan bagi
kalangan masyarakat luas. Diharapkan bahwa untuk daerah-
cinerah di luar Jawa dan Bali akan dicapai 1 juta akseptor baru
lalam masa Repelita II (Tabel 26-4).

298
TABEL 26 — 4
PERKIRAAN JUMLAH AKSEPTOR BARU DAN PERKEMBANGAN
JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA DI LUAR JAWA DAN BALI
TAHUN 1974/75 — 1978/79

Jumlah klinik (Kumulatif)


TAHUN Jumlah Akseptor
baru (Kumulatif) Klinik Klinik program
Stati Postpartum
s
1974/75 50.000 329 10
1975/76 150.000 359 15
1976/77 325.000 395 15
1977/78 600.000 425 15
1978/79 1.000.000 455 15

Berdasarkan perkembangan-perkembangan yang ada, pada


tahun pertama Repelita II pelaksanaan !program keluarga be-
rencana akan dikembangkan ke daerah-daerah Aceh, Sumatra
Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Lampung, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Su-
lawesi utara, dan Sulawesi Selatan. Dalam tahun-tahun ber-
ikutnya pelaksanaan program keluarga berencana terus akan
diperluas ke daerah-daerah lainnya.
Perhatian utama ditujukan untuk menjaga kelangsungan
dari akseptor yang telah ada, di samping usaha untuk lebih
meningkatkan jumlah akseptor baru, di daerah-daerah Jawa dan
Bali maupun di daerah-daerah lainnya.
Untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran program ke-
keluarga berencana dilakukan kegiatan-kegiatan dibidang pene-
rangan dan motivasi, pendidikan dan latihan, pembinaan PLKB,
pelayanan medic, logistik, pelaporan clan dokumentasi serta
penelitian dan penilaian.

299
Kebijakan dan langkah-langkah kegiatan lain yang me-
nunjanag pe1aksanaan keluarga berencana

Di samping kegiatan-kegiatan pelaksanaan keluarga beren-


cana tersebut diatas, akan dikembangkan pula berbagai kebi-
jaksanaan dan langkah-langkah di bidang-bidang pembangunan
lainnya yang diharapkan akan saling menunjang dan meleng-
kapi kegiatan-kegiatan keluarga bereneana. Dalam hubungan
ini pendidikan kependudukan baik di dalam maupun di luar
sekolah, yang telah dirintis persiapannya dalam Repelita I
akan dikembangkan menjadi kegiatan percobaan yang lebih
luas. Kegiatan-kegiatan pendidikan kependudukan tersebut
dalam masa Repents II diharapkan akan meliputi sekolah-
sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan lem-
baga pendidikan guru serta pendidikan luar sekolah sehingga
diperkirakan sudah akan dapat mencakup sekitar 62.000 orang
murid. Kecuali itu dimulai melaksanakan percobaan-percobaan
pendddikan kependudukan di beberapa sekolah dasar (SD) kelas
V dan VI yang pada tahap permulaan meliputi daerah-daerah
Jawa dan Bali. Pada akhir Repelita I I kegiatan ini akan diper-
luas kedaerah-daerah di luar Jawa dan Bali.
Demikian pula berbagai kebijaksanaan dan langkah-langkah
di bidang penyediaan pangan dan perbaikan gizi serta prioritas-
prioritas di bidang pembangunan kesehatan akan saling dise-
rasikan pula. Khususnya usaha-usaha perbaikan gizi dan
kegiatan-kegiatan di lapangan kesehatan lainnya yang men-
dorong turunnya tingkat kematian bayi dan anak-anak akan
mendapat perhatian utama.
Di bidang pendidikan perhatian khususnya ditujukan kepada
penyediaan pendidikan dasar bagi golongan penduduk yang
berusia sekolah dasar. Dalam rangka ini penyebaran yang lebih
merata dan lebih luas bagi kalangan penduduk untuk men-
dapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dasar diperki-
rakan akan mempunyai pengaruh yang sangat berarti bagi
Menunjang tercapainya sasaram program keluarga berencana.

300
Dalam hubungannya dengan usaha di bidang pendidikan ter-
sebut, perhatian khusus diberikan pula terhadap pendidikan
wanita. Hal ini bukan saja disebabkan oleh jumlah dan peranan
wanita yang menentukan di lingkungan pendidikan keluarga,
akan tetapi disebabkan pula oleh kenyataan bahwa lebih. dari
50% kaum wanita di Indonesia menurut sensus penduduk 1971
masih buta huruf. Peningkatan pendidikan kaum wanita ter-
sebut diharapkan akan turut memberikan pengaruh langsung
bagi berhasilnya program keluarga berencana dan kebijaksa-
naan kependudukan nasional pada umumnya.
Dalam lapangan pembangunan kesejahteraan sosial per-
hatian terutama ditujukan untuk mengembangkan sistem jaminan
sosial dan jaminan hari tua yang sejauh mungkin dapat di-
nikmati oleh kalangan masyarakat luas. Dengan berkembang-
nya jaminan sosial dan jaminan hari tua tersebut akan lebih
memberi kemungkinan bagi setiap anggota masyarakat untuk
memper oleh kepastian jaminan sosial dan dengan demikian
tidak
harus menggantungkan nasib usia tuanya ke dalam perawatan
anak-anaknya semata-mata.
Bersamaan dengan itu usaha-usaha untuk meratakan penye-
baran hasil-hasil pembangunan akan merupakan salah satu
unsur penunjang yang ,amat panting. Makin meratanya penye-
baran hasil-hasil pembangunan khususnya bagi masyarakat
di daerah-daerah pedesaan, akan mendorong kemampuan ka-
langan masyarakat luas untuk memperoleh !pelayanan kesehat-
an, pendidikan serta pelayanan keluarga berencana itu sendiri.
Di samping berbagai kegiatan pembangunan yang saling me-
nunjang tersebut di atas akan dikembangkan pula berbagai ke-
bijaksanaan pembangunan yang ditujukan untuk mendorong
penurunan tingkat kelahiran serta mengembangkan sasaran-
sasaran kebijaksanaan kependudukan pada umumnya. Kebijak-
sanaan untuk membatasi pemberian tunjangan hanya terbatas.
samlpai pada anak ketiga bagi pegawai negeri akan terus di-
usahakan mengembangkannya dalam pelbagai kebijaksanaan
yang serupa di lapangan perpajakan, biaya-biaya pelayanan

301
sosial dan lain sebagainya. Kecuali itu akan dikembangkan
pula pelbagai kebijaksanaan dan langkah-langkah untuk lebih
mendorong mereka yang terus-menerus melaksanakan keluarga
berencana, misalnya boa siawa kepada anak kedua terakhir dan
sebagainya.
Oleh karena sikap hidup berkeluarga keel pada hakekatnya
adalah merupakan perubahan sikap hidup, maka berbagai lang-
kah di bidang pembangunan kebudayaan akan diserasikan pula
kepada tujuan-tujuan kebijaksanaan kependudukan pada
umumnya.

Kegiatan usaha program keluarga berencana

1. Penerangan dan motivasi


Untuk mengembangkan usaha penerangan dan motivasi
keluarga berencana akan ditangkatkan partisipasi lembaga-
lembaga penerangan pemerintah dan saluran-saluran komuni-
kasi masyarakat lainnya. Perhatiaan khusus akan diberikan
terhadap kelompok-kelompok dan lapisan-lapisan tertentu yang
masih s a t menerima pelaksanaan keluarga berencana. Ber-
samaan dengan itu usaha untuk menjaga kemantapan akseptor
yang telah ada menjadi perhatian utama, Guna meningkatkan
mutu penerangan, akan diusahakan latihan-latihan bagi para
petugas penerangan keluarga berencana.
Dalam hubungan ini, maka program pendidikan kepen-
dudukan yang telah mulai dirintis sejak Repelita I akan lebih
dikembangkan dalam Repelita II, sehingga dapat mengimbangi
dan melengkapi usaha-usaha penerangan keluarga berencana
lainnya.
Agar usaha-usaha penerangan keluarga berencana dapat
mencapai kalangan masyarakat pedesaan dan penduduk di
daerah-daerah terpencil, di camping meningkatkan saluran-
saluran komunikasi rakyat yang telah ada akan lebih diman-
faatkan pula sarana-sarana penerangan mobil,

302
Demikian pula jumlah para PLKB akan ditingkatkan (Tab
26-5), sehingga setiap PLEB dapat mencakup sejauh mungkin
jumlah keluarga yang ada didaerah tempat tugasnya. Cara-
cara kerja PLKB akan terus disempurnakan dan penelitian
tentang efektivitas PLKB akan ditingkatkan.

2. Pendidikan dan latihan


Sasaran utama kegiatan pendidikan dan latihan keluarga
berencana adalah :
a. Merintis dan mengembangkan usaha pengintegrasian
kurikuIlum keluarga berencana ke dalam pendidikan pada
universitas-universitas, akademi-akademi, serta lembaga-
lembaga pendidikan lainnya serasi dengan kebutuhan
pengembangan tenaga-tenaga pelaksana program keluarga
berencana.
b. Mendidik dan melatih tenaga-tenaga yang cukup untuk
melaksanakan program keluarga berencana sesuai dengan
jumlah maupun mutu yang dibutuhkan. Dalam masa Repe-
lita II diusahakan untuk mendidik/melatih 21.320 tenaga
keluarga berencana dan 12.100 latihan ulangan (penyegar-
an) y a n g meliputi tenaga-tenaga dokter, bidan, pembantu
bidan, PLKB, petugas administrasi, petugas tata usaha
keuangan dan pelbagai jenis tenaga lainnya (Tabel 26-5).

c. Mendidik dan melatih tenaga-tenaga untuk melaksanakan


program pendidikan kependudukan dalam jumlah dan mutu
yang dibutuhkan. Untuk itu akan dikembangkan Pusat-pusat
Lathan Keluarga Berencana di daerah-daerah, yang akan
menjadi tempat pendidikan dan latihan pelbagai jenis
tenaga pelaksana keluarga berencana termasuk pula tenaga-
tenaga pendidikan kependudukan pads umumnya.
3. Pelayanan keluarga berencana

Untuk meningkatkan pelayanan terhadap para akseptor


keluarga berencana akan diusahakan untuk :

303
TABEL 26 - 5
PENDIDIKAN/LATIHAN TENAGA KELUARGA BERENCANA
TAHUN 1974/75 — 1978/79

1974/75 1974/75—1978/79

1. Pendidikan/Latihan
Tenaga-tenaga Keluarga Berencana

1. Dokter 740 1.340


2. Bidan 385 1.780
3. Pemhantu bidan 2.000 3.400
4. Petugas Lapangan Keluarga
Berencana 1PLKB) 2.000 3.200
5. Lain-lain 3.000 11.600

8.125 21.320
11. Pendidikan/Latihan
Ulangan (penyegaran)
1. Dokter
750 1.200
2. Bidan 380 1.400
3. PLKB dan lain-lain 3.900 9.500
5.030 12.100
III.Pendidikan/Latihan Tenaga
Pendidikan Kependudukan
1. Guru-guru SD. 4.000
2. Guru-guru SLP. 1.000 3.000
3. Guru-guru SLA. — 1.000
4. Galan sarjana IKIP 500 4.200
5. Guru untuk pendidikan
luar sekolah 500 1,500
2.000 13:700

304
a. Mengembangkan jumlah klinik-klinik keluarga berencana
termasuk klinik keliling agar sejauh mungkin dapat melayani
masyarakat luas khususnya di daerah-daerah pedesaan. Dalam
Repelita II jumlah klinik static akan ditingkatkan menjadi
2.600 buah untuk daerah Jawa dan Bali (Tabel 26-6) dan 455
buah untuk daerah di luar Jawa dan Bali (Tabel 26-4). Untuk
daerah-daerah yang agak terpencil, diusahakan mencapainya
dengan pengembangan klinik-klinik keliling yang
pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan masing-masing
daerah yang bersangkutan

TAB E L 2 6 - 6
PERKIRAAN JUMLAH A K S E P T O R B A R U DAN PERKEMBANGAN
JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA DI JAWA DAN BALI
TAHUN 1974/75 - 1978/79

Tahu n Akseptor Baru Jumlah Klinik (Kumulatif)


(Kumulatif)
Klinik Klinik Program
Catatan: *) Jumlah ini adalah jumlah minimum. Statis
1974/75 Melalui peningkatanPostpartum
usaha penerangan ,
pelayanan serta pendidikan kependudukan yang lebih luas, diusahakan agar
1975/76 jumlah akseptor baru dapat lebih ditingkatkan lagi sehingga mencapai
1.400.000 2.240 87
1976/77 iumlah 12 juta untuk Jawa dan Bali
2.900.000 2.330 104
1977/78
b. Meningkatkan 4.500.000
jumlah jam rata-rata 2.420 dari setiap 116 klinik untuk
1978/79
pelayanan keluarga
6.200.000 berencana, sekaligus
2.510 meningkatkan
120 mutu
pelayanan dan perawatan
8.000.000 *) kelangsungan para akseptor.
120
2.600

305

420038-(11).
GRAFIK 26 - 6

JUMLAH AKSEPTOR BARU DAN JUMLAH KLINIK


KELUARGA BERENCANA 01 JAWA-BALI PADA
AKHIR REPELITA I DAN PERKIRAAN PADA
AKHIR REPELITA II

8.000 * * )

Keadaan pada pkhir, Repelita I Perkiraan keadaan pada akhir Repelita


U

Akseptor baru
di Jawa dan Bali Klinik keluarga Berencana

Catatan : * ) 1. Pada Repelita I keadaan sampai Nopember 1973.


**) 2. Pada Repelita II, jumlah disini adalah minimum,
diharapkan dapat ditingkatkan menjadi 12.000.000

306
Jika pada akhir Repelita I setiap khnik rata-rata mendapat
kunjungan 80 akseptor setiap bulan maka dalam Repelita
II akan ditingkatkan menjadi rata-rata 320 kunjungan
akseptor setiap bulan.
c. Mengembangkan Cara-cara pelaksanaan keluarga
berencana yang ternyata efektif balk bagi Aria maupun
wanita serta dapat diterima dalam rangka poia kebijaksanaan
program keluarga berencana nasional di Indonesia.
d. Merintis dan mengembangkan pelayanan keluarga beren-
Cana yang tidiak hanya terbatas kepada pelayanan klinik,
serasi dengan pola kebijaksanaan pembangunan pada
umumnya.

4. Logistik
Sasaran utama kegiatan di bidang logistik adalah menunjang
pelaksanaan program dengan jalan menyediakan bahan-bahan
kontrasepsi yang cukup dan teratur, penyediaan sarana-sarana
administrasi, penyediaan sarana-sarana penerangan termasuk
PLKB Berta membina dan menyempurnakan organisasi dan,
sistem logistik keluarga berencana. Serasi dengan pola peng-
gunaan bahan-bahan kontrasepsi atas dasar pengalaman dalam
Repelita I dan mengingat jumlah akseptor yang diharapkan da-
pat dicapai dalam Repelita II diusahakan untuk menyediakan
bahan-bahan kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan. Dalam pada
itu dalam Repelita II mulai dikembangkan produksi kontrasepsi
di dalam negeri untuk menghindarkan ketergantungan terhadap
penyediaan kontrasepsi dari luar negeri pada masa selanjutnya.
Di samping itu diusahakan pula agar harga bahan kontrasepsi
tetap berada dalam jangkauan kemampuan rakyat.

5. Pelaporan dan dokumentasi


Untuk menunjang pelaksanaan program keluarga berencana
kegiatan-kegiatan di bidang pelaporan dan dokumentasi akan
ditingkatkan. Usaha di lapangan ini khususnya ditujukan untuk
membina sistem pelaporan secara teratur tentang kemantapan
akseptor. Demikian pula akan dikembangkan pengumpulan

307
dan penyebaran data yang berhubungan dengan pelaksanaan
program keluarga berencana nasional, sehingga dapat diwu-
judkan suatu pusat data tentang keluarga berencana di-
Indonesia.

6. Penelitian dan penilaian


Kegiatan penelitian dan penilaian keluarga berencana dalam
Repelita II terutama meliputi penelitian dan lapangan-lapangan :
a. Pengumpullan data-data dasar yang dapatdipakai sebagai
Landasan penyusunan kegiatan – kegiatan program serta
penilaian pengaruhnya.
b. Efektivitas berma.cam-macam sistim komunikasi
penerangan dan motivasi dengan perhatian khusus kepada
pemantapan akseptor.
c. Masalah-masalah di bidang medis keluarga berencana.
d. Kegiatan-kegiatan yang bersifat percobaan untuk menemu-
kan Cara Cara baru yang lebih efektif.
e. Kegiatan-kegiatan lain yang ditujukan untuk menunjang
pelaksanaan program serta pengembangan tenaga-tenaga
penelitian di lapangan keluarga berencana.
f. Penelitian d1 bidang sosial budaya dan psychologi dalam
hubungannya dengan pengembangan keluarga berencana dan
program kependudukan pada umumnya.
Di samping kegiatan-kegiatan tersebut diusahakan pula untuk
mengembangkan dan membina pusat-pusat peneifaahan masa-
lah kependudukan balk pada universitas-universitaa maupun
lembaga-lembaga keilmuan lainnya.
Pembiayaan dari Anggaran Pembangunan Negara untuk
pembangunan Keluarga Berencana dalam tahun 1974/75 ber-
jumlah Rp. 6,2 milyar, sedang selama jangka waktu lima tahun
dalam Repelita II diperkirakan berjumlah Rp. 49,6 milyar.
Dalam seluruh jumlah-jumlah tersebut di atas termasuk nilai
lawan pelaksanaan bantuan proyek.

308
TABEL 26 — 7
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN
1974/75 — 1978/79
(dalam juta rupiah)
KELUARGA BERENCANA
1974/75 1 .9 74175—19 78/79
No. Kode Sektor/Sub Sektor/Program (Anggaran (Anggaran
Pembangunan) Pembangunan)

10. SEKTOR KESEHATAN, KELUARGA


BERENCANA OAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL

10 . 2 . Sub Sektor Keluarga Berencana 6.204,0 49.600,0

10.2.1. Program Pembinaan Keluarga 6.204,0 49,600,0

Anda mungkin juga menyukai