Anda di halaman 1dari 28

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) LABORATORIUM

A. PENGERTIAN LABORATORIUM
Laboratorium adalah ruangan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan untuk melakukan
aktifitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat. Selain itu laboratorium juga sebagai tindakan, prosedur dan pemeriksaan khusus
dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita.

B. VISI DAN MISI LABORATORIUM


Visi mengandung pengertian bahwa laboratorium merupakan pusat penelusuran kembali
konsep-konsep ilmu pengetahuan, pengembangan ilmu pengetahuan, dan atau ditemukannya
ilmu pengetahuan baru dan aplikasi ilmu pengetahuan.

Misi laboratorium mencakup beberapa hal, sebagai berikut :


1. Menciptakan laboratorium sebagai pusat penemuan dan pengembang ilmu pengetahuan
dan teknologi.
2. Memahami, menguji dan menggunakan konsep / teori untuk diterapkan pada saat praktik.
3. Menciptakan keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium.

C. TUJUAN LABORATORIUM
Tujuan laboratorium sebagai berikut :
1. Menguji ilmu, teori dan konsep yang telah dipelajari.
2. Berlangsungnya kegiata penelitian yang menunjang pembelajaran dan pengembangan ilmu.
3. Untuk melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut suatu laboratorium dituntut untuk selalu ditingkatkan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian orientasi suatu
laboratorium tidak hanya ditujukan pada eksistensinya saja, tetapi harus bersikap proaktif dan
inovatif

Adapun beberapa tujuan lagi dari laboratorium, sebagai berikut :


1. Mendeteksi penyakit
2. Menentukan resiko
3. Skrining / uji saring adanya penyakit subklinis
4. Komfirmasi pasti diagnosis
5. Menentukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan gejala klinis
6. Membantu pemantauan pengobatan
7. Menyediakan informasi pragnostik atau perjalanan penyakit
8. Pemantauan perjalanan penyakit
9. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang banyak dijumpai dan potensial
membahayakan
10.Memberikan ketenangan baik pada pasien maupun klinisi karena tidak didapati penyakit.

D. MANFAAT LABORATORIUM
1. Meningkatkan keterampilan dalam merencanakan, mempersiapkan, pengambilan
sampel/spesimen dan melakukan pemeriksaan.
2. Meningkatkan motivasi tentang manfaat pemeriksaan laboratorium.
3. Melatih pengembangan kerjasama dengan tenaga kesehatan.
4. Melatih serta mengembangkan sikap dan keterampilan dalam pemberian pelayanan
kesehatan khususnya pelayanan laboratorium

E. Uraian standar pelayanan laboratorium

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis yang bertanggung jawab terhadap


pembangunan kesehatan. Adapun azas penyelenggaraan puskesmas dilaksanakan secara
terpadu yaitu azas pertanggungjawaban wilayah, pemberdayaan masyarakat, keterpaduan
dan rujukan. Agar upaya kesehatan terselenggara secara optimal, maka puskesmas harus
melaksanakan manajemen dengan baik. Manajemen puskesmas merupakan rangkaian
kegiatan yang melaksanakan secara sistematik untuk menghasilkan iuaran puskesmas secara
efektif dan efisien. Kegiatan tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
serta pengawasan dan pertanggungjawaban yang merupakan satu kegiatan yang saling
terkait dan berkesinambungan.

Berikut standart pelaksanaan laboratorium :

No Komponen Uraian
1. Dasar hukum - Keputusan menteri kesehatan Republik
Indonesia no. 128/Menkes/SK/II/2004
2. Persyaratan pelayanan - Pasien terdaftar diloket pendaftaran
- Rujukan dari klinik umum

3. Sistem mekanisme dan prosedur - Pasien mnyerahkan rujukan dari klinik


umum
- Pasien mndapatkan pelayanan
pemeriksaan laboratorium sesuai rujukan
dari klinik umum Pasien menunggu hasil
pemeriksaan diruang tunggu Petugas
laboratorium menyerahkan hasil
pemeriksaan laboratorium ke klinik
umum
4. Jangka waktu penyelesaian - 5-30 menit (tergantung jenis
pemeriksaan)
5. Biaya/tarif - Peraturan daerah tentang distribusi
pelayanan kesehatan
6. Produk pelayanan - Pelayanan pemeriksaan laboratorium
sesuai rujukan dokter
7. Sarana, prasarana atau fasilitas - Alat pengambil spesimen, hematologi
analyzer, fotometer, reagen, mikroskop,
sentrifuge, alat penunjang
8. Kompetensi pelaksana - Analis laboratorium
9. Pengawasan internal - Dilakukan secara rutin oleh
10. Penanganan, pengaduan, saran dan - Pengaduan dan saran dapat disampaikan
masukan langsung kepada kepala puskesmas,
kemudian diproses untuk mendapat
tanggapan
11. Jumlah pelaksana - 1 orang
12. Jaminan pelayanan - BPJS, jamkesda
13. Jaminan keamanan dan keselamatan - Sesuai standar operasional produser
pelayanan
14 Evaluasi kenerja - Dilakukan secara berkala melalui lokmin
bulanan, triwulan dan tahunansecara
intern, kemudian dievaluasi oleh dinas
kesehatan dalam bintek tahunan
F. Adapun persiapan kegiatan laboratorium kesehatan:
a. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium tahap pra analitik
1. Pendaftaran pasien (identifikasi pasien)
2. Menyiapkan alat dan bahan penunjang untuk pengambilan spesimen di laboratorium
3. Menyiapkan alat dan bahan penunjang untuk pengambilan spesimen dilaboratorium
4. Menerima atau mengambil spesimen
5. Mempersiapkan pengiriman spesimen rujukan
b. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium tahap analitik
1. Mempersiapkan peralatan untuk pemeriksaan
2. Mempersiapkan bahan penunjang untuk pemeriksaan spesimen
3. Mempersiapkan spesimen, melakukan penangan dan pengolahan spesimen
4. Melakukan pemeriksaan
c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium tahap pasca analitik
1. Melakukan pencatatan hasil pemeriksaan
2. Validasi hasil pemeriksaan
3. Membuat laporan hasil pemeriksaan
d. Pelaksanaan penanganan peralatan dan bahan penunjang laboratorium kesehatan
1. Memelihara peralatan laboratorium
2. Memeriharan fungsi peralatan dilaboratorium
3. Melakukan perbaikan peralatan laboratorium sederhana
4. Melakukan sterilisasi dan desinfektan
5. Memusnahkan sisa spesimen dan bahan penunjang
6. Mengujin mutu bahan penunjang
7. Menerima atau mengeluarkan peralatan dan bahan penunjang
8. Melakukan pencatatan dan pelaporan persedian dan kondisi peralatan dan atau bahan
penunjang
e. Pelaknaan pemantapan kualitas pemeriksaan
1. Menguji alat atau kalibrasi alat
2. Membuat bahan uji untuk pemantapan mutu internal laboratorium
3. Menguji bahan uji pemantapan mutu internalnlaboratorium (quality control)
4. Mengevaluasi hasil pengujian bahan ujin untuk pemantapan mutu internal laboratorium
(quality control)
5. Melaksanakan evaluasi pemantapan mutu internal laboratorium.
f. Pengembangan profesi
1. Mengikuti kegiatan seminar atau lokakarya dibidang laboratorium kesehatan
2. Mengikuti rapat koordinasi di Dinkes
g. Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan
1. Menyusun laporan bulanan
2. Menyusul laporan triwulan
3. Menyusun laporan tahunan

G. PEMELIHARAAN DAN PENYIMPANAN ALAT DAN BAHAN LABORATORIUM


1. Pemeliharaan
a. Pemeliharaan umum alat dan bahan
Alat dan bahan memerlukan pemeliharaan secara rutin dan berkala. Pemeliharaan alat
dimaksudkan agar alat praktik dapat berfungsi sebagaimana mestinya dalam waktu
yang lama. Pemeliharaan bahan bertujuan agar bahan untuk praktik tetap terjaga
dengan baik.
b. Prinsip-prinsip pemeliharaan alat dan bahan sebagai berikut:
1. Menjaga kebersihan alat dan kebersihan tempat menyimpan bahan, dilakukan
secara periodik
2. Mempertahankan fungsi dari peralatan dan bahan dengan memperhatikan jenis,
bentuk serta bahan dasarnya
3. Mengemas, menempatkan, menjaga, mengamankan peralatan dan bahan praktik,
serta membersihkan peralatan pada waktu tidak digunakan atau sehabis
dipergunakan untuk praktik
4. Mengganti secara berkala untuk bagian-bagian peralatan yang sudah habis masa
pakainya
5. Alat-alat yang menggunakan skala ukur perlu dikalibrasi secara berkala sesuai
dengan jenis alat
6. Penyimpanan alat dan bahan harus diperhatikan sesuai dengan jenisnya.
c. Cara pemeliharaan alat dan bahan laboratorium
Alat-alat yang terbuat dari kaca atau dari bahan yang tidak mudah mengalami korosi :
pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan deterjen. Alat yang terbuat dari
Kaca yang berlemak atau terkena noda yang sulit hilang dengan deterjen dapat
dibersihkan dengan merendamnya di dalam larutan kalium bikromat 10% dalam asam
sulfat pekat. Larutan ini dibuat dibuat dari 100 gr kalium bikromat dilarutkan ke dalam
100 ml asam sulfat pekat, lalu dimasukkan ke dalam 1 liter air.
1. Alat-alat yang bagian-bagian utamanya terbuat dari logam mudah mengalami korosi
diberi perlindungan dan perlu diperiksa secara periodik. Alat-alat logam akan lebih
aman jika diletakkan (disimpan) di tempat yang kering, tidak lembab, dan bebas dari
uap yang korosif.
2. Untuk alat-alat yang terbuat dari bahan tahan korosi seperti baja tahan karat
(stainless steel) cukup dijaga dengan menempatkannya di tempat yang tidak terlalu
lembab.
3. Alat-alat yang terbuat dari karet, lateks, plastik dan silikon, ditempatkan pada suhu
kamar terlindung dari debu dan panas.
4. Alat yang terbuat dari kayu dan fiber disimpan pada tempat yang kering.
5. Ruang pemeliharaan / penyimpanan alat seharusnya ber-AC.
6. Tersedia lemari asam untuk laboratorium yang menggunakan bahan-bahan kimia
7. Tersedia lemari tempat alat pelindung diri

2. Penyimpanan
Penyimpanan dan penempatan alat-alat atau bahan kimia menganut prinsip sedemikian
sehingga tidak menimbulkan kecelakaan pada pemakai ketika mengambil dari dan
mengembalikan alat ke tempatnya. Alat yang berat atau bahan yang berbahaya diletakkan
di tempat penyimpanan yang mudah dijangkau, misalnya di rak paling bawah. Peralatan
disimpan di tempat tersendiri yang tidak lembab, tidak panas dan dihindarkan berdekatan
dengan bahan kimia yang bersifat korosi. Penyimpanan alat dan bahan dapat
dikelompokkan berdasarkan jenis, sifat, ukuran/volume dan bahaya dari masing-masing
alat/bahan kimia. Kekerapan pemakaian juga dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam
menempatkan alat. Alat yang kerap dipakai diletakkan di dalam ruang laboratorium/
bengkel kerja. Penyimpanan di laboratorium terdiri dari :
a. Bahan Habis Pakai
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan bahan habis pakai adalah sebagai
sebagai berikut :
1. Penentuan tempat penyimpanan harus memperhatikan sifat dan bahan
penyusunnya seperti kayu, besi/logam, kertas, plastik, kain, karet, tanah liat dan
sebagainya.
2. Tempat penyimpanan harus aman, dan bebas dari penyebab kerusakan.
3. Cara penyimpanan harus memperhatikan ciri khas atau jenisnya, misalnya :
peralatan disimpan ditempat yang sesuai dengan memperhatikan syarat-syarat
penyimpanan.
4. Penyimpanan bahan habis pakai, disesuaikan dengan sifat kimia zat tersebut.
bahan-bahan kimia yang berbahaya, (mudah terbakar, mudah meledak, dan
beracun) harus diberi label peringatan yang tidak mudah lepas.
b. Peralatan Bahan Kimia
1. Peralatan Laboratorium Kimia
Peralatan yang sering digunakan sebaiknya disimpan sedemikian hingga mudah
diambil dan dikembalikan. Alat-alat laboratorium kimia sebagian besar terbuat dari
gelas. Alat-alat seperti ini disimpan berkelompok berdasarkan jenis alat, seperti
tabung reaksi, gelas kimia, labu (seperti Erlenmeyer dan labu didih), corong, buret
dan pipet termometer, cawan porselein dan gelas ukur. Klem, pinset yang terbuat
dari logam dan instrumen yang memiliki komponen-komponen dari logam yang
sangat halus, seperti alat-alat ukur yang bekerja menggunakan arus listrik disimpan
di tempat terpisah, jauh dari zat-zat kimia, terutama zat-zat kimia yang korosif. Alat-
alat seperti ini harus disimpan di tempat yang kering dan bebas dari zat atau uap
korosif serta bebas goncangan. Masing-masing tempat penyimpanan alat diberi
nama agar mudah mencari alat yang diperlukan. Pipet dan buret sebaiknya disimpan
dalam keadaan berdiri. Oleh karena itu, pipet dan buret perlu diletakkan pada
tempat yang khusus.
2. Bahan Kimia
Penyimpanan bahan kimia harus mendapat perhatian khusus, sebab setiap bahan
kimia dapat menimbulkan bahaya seperti terjadinya kebakaran, keracunan,
gangguan pernapasan, kerusakan kulit atau gangguan kesehatan lainnya.
Penyimpanan zat kimia perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Penyimpanan bahan kimia diatur berdasarkan tingkat bahayanya dan ditata
secara alfabetis.
 Zat/bahan kimia disimpan jauh dari sumber panas dan ditempat yang tidak
langsung terkena sinar matahari
 Pada label botol diberi catatan tentang tanggal zat di dalam botol tersebut
diterima dan tanggal botol tersebut pertama kali dibuka. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui tanggal bahan kimia tersebut kadaluarsa.
 Gunakan lembar data keamanan bahan (MSDS ; Material Safety Data Sheet)
untuk informasi lebih lengkap mengenai bahan kimia tersebut.
 Jangan menyimpan/meletakkan wadah bahan kimia yang terbuat dari gelas di
lantai
 Botol berisi bahan kimia harus diambil dan diangkat dengan cara memegang
badan botol dan bukan pada bagian lehernya.
 Jangan menyimpan bahan kimia pada tempat yang terlalu tinggi.
 Jangan menyimpan bahan kimia secara berlebihan di laboratorium/ bengkel
kerja.
 Botol yang berisi asam atau basa kuat, terutama asam perklorat, jangan
ditempatkan berdekatan. Penyimpanan bahan kimia dapat dilakukan dengan
mengelompokkan bahan-bahan tersebut, seperti berikut ini:
 Bahan kimia yang mudah terbakar
Bahan kimia yang mudah terbakar seperti aceton, ethanol, ether, dan
chloroform ditempatkan pada rak paling bawah dan terpisah dari bahan kimia
yang mudah teroksidasi.
 Pelarut yang tidak mudah terbakar
Pelarut yang tidak mudah terbakar seperti karbon tetraklorida dan glikol dapat
ditempatkan dekat dengan bahan kimia lain kecuali bahan kimia yang mudah
teroksidasi
 Bahan Kimia asam
Bahan kimia asam seperti asam nitrat, asam klorat, asam sulfat ditempatkan
dengan kondisi seperti berikut : ditempatkan pada lemari atau rak khusus
yang tidak mudah terbakar. Wadah bahan kimia asam yang sudah dibuka
disimpan di lemari khusus seperti lemari asam, bila perlu diberi alas seperti
nampan plastik. Botol zat tidak langsung ditempatkan pada rak, tetap
ditempatkan terlebih dahulu pada nampan plastik. pengoksidasi dipisahkan
dari asam organik dan dari bahan kimia yang mudah teroksidasi. Dipisahkan
dari zat-zat yang mudah teroksidasi
 Bahan kimia kaustik, seperti amonium hidroksida, natrium hidroksida, dan
kalium hidroksida : ditempatkan pada daerah yang kering, dipisahkan dari
asam dan botol zat tidak langsung ditempatkan pada rak, tetapi ditempatkan
terlebih dahulu pada nampan (baki) plastik.
 Bahan Kimia yang reaktif dengan air, seperti : natrium, kalium, dan litium
ditempatkan di tempat yang dingin dan kering
 Pelarut yang tidak reaktif dan tidak mudah terbakar, seperti : natrium klorida,
natrium bikarbonat dan minyak ditempatkan di dalam lemari atau rak terbuka
yang dilengkapi sisi pengaman
3. Penyimpanan Alat
Azas keselamatan/keamanan pemakai dan alat menempatkan alat sedemikian
sehingga tidak menimbulkan kecelakaan pada pemakai ketika mengambil dan
mengembalikan alat ke tempatnya. Alat yang berat atau yang mengandung zat
berbahaya diletakkan di tempat penyimpanan yang mudah dijangkau, misalnya di
rak bawah lemari, tidak di rak teratas. Alat yang tidak boleh ditempatkan di tempat
yang dapat menyebabkan alat itu rusak, misalnya karena lembab, panas, berisi zat-
zat korosif, letaknya terlalu tinggi bagi alat yang berat. Alat yang mahal atau yang
berbahaya disimpan di tempat yang terkunci. Untuk memudahkan menemukan atau
mengambil adalah alat ditempatkan di tempat tertentu, tidak berpindah-pindah,
dikelompokkan menurut pengelompokan yang logis, alat yang tidak mudah dikenali
dari penampilannya diberi label yang jelas dan diletakkan menurut urutan abjad
label yang digunakan. Alat-alat yang sejenis diletakkkan di tempat yang sama atau
berdekatan. Kekerapan pemakaian juga dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam
menempatkan alat. Alat yang kerap dipakai diletakkan di dalam ruang laboratorium.

H. KEAMANAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM


1. Untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan di laboratorium diperlukan pengetahuan
tentang jenis-jenis kecelakaan yang mungkin terjadi di dalam laboratorium, serta
pengetahuan tentang penyebabnya. Jenis-jenis kecelakaan yang dapat terjadi di
laboratorium kerja, yaitu:
a. Terluka, disebabkan terkena pecahan kaca dan/atau tertusuk oleh benda-benda tajam.
b. Terbakar, disebabkan tersentuh api atau benda panas, dan oleh bahan kimia.
c. Terkena racun (keracunan). Keracunan ini terjadi karena bekerja menggunakan zat
beracun yang secara tidak sengaja dan/atau kecerobohan masuk ke dalam tubuh. Perlu
diketahui bahwa beberapa jenis zat beracun dapat masuk ke dalam tubuh melaluikulit.
d. Terkena zat korosif seperti berbagai jenis asam, misalnya asam sulfat pekat, asam
format, atau berbagai jenis basa.
e. Terkena radiasi sinar berbahaya, seperti sinar dari zat radioaktif (sinar X).
f. Terkena kejutan listrik pada waktu menggunakan listrik bertegangan tinggi.
2. Alat keselamatan kerja dilaboratorium
a. APD (alat pelindung diri) seperti baju praktik, sarung tangan, masker, alas kaki
b. APAR (Alat pemadam kebakaran) berikut petunjuk penggunaan
c. Perlengkapan P3K
d. Sarana instalasi pengolahan limbah
3. Langkah-langkah menghindari Kecelakaan
a. Semua yang terlibat dalam kegiatan laboratorium harus mengetahui letak keran utama
gas, keran air, dan saklar utama listrik
b. Harus mengetahui letak alat-alat pemadam kebakaran, seperti tabung pemadam
kebakaran, selimut tahan api, dan pasir untuk memadamkan api
c. Gunakan APD (Alat pelindung diri) sesuai dengan jenis kegiatan dilaboratorium.
d. Mentaati peraturan perlakuan terhadap bahan kimia yang mudah terbakar dan
berbahaya lainnya
e. Jangan meletakkan bahan kimia/reagen di tempat yang langsung terkena cahaya
matahari. Jika mengenakan jas/baju praktik, janganlah mengenakan jas yang terlalu
longgar
g. Dilarang makan dan minum di dalam laboratorium
h. Jangan menggunakan perhiasan selama praktik di laboratorium
i. Jangan menggunakan sandal atau sepatu terbuka atau sepatu hak tinggi selama
dilaboratorium
j. Tumpahan bahan kimia apapun termasuk air, harus segera dibersihkan karena dapat
menimbulkan kecelakaan
k. Bila kulit terkena bahan kimia, segera cuci dengan air banyak-banyak sampai bersih.
Jangan digaruk agar zat tersebut tidak menyebar atau masuk kedalam badan melalui
kulit.
Standar Operasional Laboratorium (standar kesehatan dan keselamatan kerja)
dilaboratorium (Depkes RI 2002) :

1. Pakailah jas laboratoruim saat berada dalam ruang pemeriksaan atau ruang
laboratorium. Tinggalkan jas laboratorium diruang laboratorium setelah selesai bekerja
2. Cuci tangan sebelum pemeriksaan
3. Menggunakan alat pelindung diri (masker, sarung tangan, kaca mata dan sepatu
tertutup
4. Semua spesimen harus dianggap infeksius (sumber penular), oleh karena itu harus
ditangani dengan sangat hati-hati
5. Semua bahan kimia harus dianggap berbahaya, olek karena itu harus ditangani dengan
hati-hati
6. Tidak makan, minum dan merokok didalam laboratorium
7. Tidak menyentuh mulut dan mata pada saat sedang bekerja
8. Tidak diperbolehkan menyimpan makanan didalam lemari pendingin yang digunakan
untuk menyimpan bahan-bahan kimia atau riset
9. Tidak diperbolehkan melakukan pengisapan pipet melalui mulut gunakan peralatan
mekanik (seperti pengisap karet) atau pipet otomatis
10.Tidak membuka sentrifuge sewaktu masih berputar
11.Menutup ujung tabung penggumpal darah dengan kertas atau kain atau jauhkan dari
muka sewaktu membuka
12.Bersihkan semua peralatan bekas pakai dengan desinfektan larutan klorin 0,5 %dengan
cara merendam selama 20-30 menit
13.Bersihkan permukaan tempat bekerja atau meja kerja setiap kali selesai bekerja dengan
menggunakan larutan klorin 0,5 %
14.Pakai sarung tangn rumah tangga sewaktu membersihkan alat-alat laboratorium dari
bahan gelas
15.Gunakan tempat anti tembus dan anti bocor untuk menempatkan bahan-bahan yang
tajam
16.Letakkan bahan-bahan limbah infeksius didalam kantong plastik atau wadah dengan
penutup yang tepat
17.Cuci tangan dengan sabun dan beri desinfektan setiap kali selesai bekerja
I. PERSIAPAN SEBELUM PENGAMBILAN SAMPEL / SPESIMEN
Sebelum pengambilan sampel lakukan pendekatan dengan pasien atau keluarganya sebagai
etika dan sopan santun, beritahukan apa yang akan dikerjakan, selalu tanyakan identitas
pasien sebelum bekerja, sehingga tidak tertukar pasien yang akan diambil bahan dengan
pasien lain, karena kepanikan pasien akan mempersulit pengambilan darah.
Tips-tips yang perlu dilakukan sebelum pengambilan sampel dan melakukan pemeriksaan
laboratorium :
1. Berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter dan permintaan pemeriksaan laboratorium
sebaiknyan atas permintaan dokter bukan APS (permintan sendiri)
2. Siapkan peralatan sebelum dilakukan pengambilan sampel, misalnya :
Puasa, menghentikan obat-obatan, tidak melakukan aktivitas fisik berat
3. Siapkan mental, tidak cemas, stres dan takut
4. Puasa yang benar dianjurkan selama sekitar 10-12, selama puasa dilarang mengosumsi
makan / minum terakhir pukul 20.00 wib keesokan harinya sekitar pukul 08.00 wib pagi
dilakukan pengambilan sampel darah. Sebelum sampel darah diambil pasien tidak boleh
makan / minum apapun kecuali minum air putih
5. Konsultasikan kembali hasil pemeriksaan laboratorium dengan dokter agar tidak salah
interpretasi.

Adapun peralatan pengambilan sampel memenuhi persyaratan sebagai berikut :


1. Bersih
2. Kering
3. Tidak mengandung detergent atau bahan kimia
4. Terbuat dari bahan yang tidak berubahzat-zat dalam spesimen
5. Steril, apalagi jika spesimen akan diperiksa biakan (kultur) kuman
6. Sekali pakai buang (disposable)
7. Wadah spesimen tidak retak atau pecah, mudah dibuka atau ditutup rapat,
besar / ukurannya sesuai dengan volume spesimen yang diambil.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR LABORATORIUM (SOP)
JENIS PEMERIKSAAN

A. HITUNG JUMLAH LEUKOSIT


Prinsip
Darah diencerkan dengan larutan tertentu (Turk) dalam pipet leukosit kemudian di
masukkan ke dalam kamar hitung, jumlah leukosit dapat ditentukan dengan memakai faktor
konversi tertentu.

Alat dan Bahan


Alat :
 Bilik hitung NI
 Kaca penutup/Coverslip
 Pipet leukosit
 Mikroskop
Bahan :
 Larutan Turk
 Darah EDTA

Cara Kerja :
1. Darah diisap sampai skala 0,5 , hapus kelebihan darah pada ujung pipet
2. Masukkan ujung pipet dalam larutan Turk sambil menahan darah yang sudah diisap. Pipet
dipegang pada kemiringan 45° dan larutan Turk diisap perlahan sampai dengan angka 11
3. Mengangkat pipet dari cairan, tutup ujung pipet dengan jari, lepaskan karet penghisap
4. Kocok pipet selama 15-30 detik (3 menit) secara horizontal
5. Pada 3 tetesan pertama, cairan dibuang
6. Kemudian tetesan berikutnya di teteskan pada drenase bilik hitung
7. Membiarkan larutan mengalir sehingga larutan menyebar dan mengendap
8. Kemudian dapat di lakukan perhitungan atau identifikasi leukosit dengan menggunakan
mikroskop dengan pembesaran obj 40x. Perhitungan dilakukan secara berurutan.
Σ = --- X 20/µl
Catatan : N adalah jumlah leukosit dalam ke 4 bidang besar ( bidang 1, 2, 3, dan 4 ).

Nilai Normal : 4.000 – 11.000/mm3


B. MENGHITUNG JUMLAH TROMBOSIT
Tujuan
 Untuk mengetahuai jumlah trombosit yang ada di dalam darah
Alat dan Bahan
Alat :
 Pipet eritrosit
 Bilik hitung NI
 Mikroskop
 Kaca penutup/coverslip
Bahan :
 Larutan Rees Ecker
 Darah EDTA

Cara Kerja :
1. Isap darah EDTA dengan pipet eritrosit sampai garis 0,5 hapus kelebihan darah pada
ujung pipet
2. Masukkan ujung pipet dalam larutan rees ecker sambil menahan darah yang sudah diisap.
Pipet dipegang pada kemiringan 45° dan larutan rees ecker diisap perlahan sampai
dengan angka 101
3. Mengangkat pipet dari cairan, tutup ujung pipet dengan jari, lepaskan karet penghisap
4. Kocok (homogenkan) selama 1-2 menit
5. Buang 3 tetesan pertama
6. Teteskan larutan pada bilik hitung
7. Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 40x dan hitung jumlah trombosit pada 10
kotak kecil pada bidang eritrosit
8. Jumlah trombosit = jumlah trombosit pada 10 bidang x 2000.

Nilai Normal : 150.000 - 400.000/mm3


C. LAJU ENDAP DARAH (LED)
Prinsip
Pemeriksaan laju endap darah dipengaruhi dengan jumlah eritrosit. Pada umumnya eritrosit
yang normal cenderung memiliki komposisi protein yang normal pula. Pada kondisi yang
normal sel darah cenderung akan timbul dan tenggelam yang seimbang. Dengan
ditambahkan larutan pengencer dan ditempatkan dalam suatu tabung dengan posisi yang
tegak dan waktu telah ditentukan selama 1 jam maka daya untuk timbul dan tenggelam dari
eritrosit akan seimbang.

Alat dan Bahan


Alat :
 Pipet westergen
 Tabung reaksi
 Karet penghisap
 Rak westergen
Bahan :
 Larutan NaCI 0,85%
 Darah EDTA

Cara Kerja :
1. Dipipet NaCI 50 mm, masukkan kedalam botol
2. Pipet darah + EDTA dengan menggunakan pipet westergen sampai tanda 0 mm,
kemudian masukkan ke dalam botol yang berisi larutan NaCI, dicampurkan
3. Setelah dicampur, darah tersebut diisap kedalam pipet westergen sampai garis bertanda
0 mm, letakkan pada rak westergen
4. Rak tersebut dimiringkan selama 5 menit, kemudian didirikan selama 5 menit, kemudian
baca hasil tinggi plasmanya.

Nilai Normal : P = < 15


L = < 10
D. DIFFCOUNT / HITUNG JENIS LEUKOSIT
Prinsip
Dengan membuat apusan darah tipis yang baik dan dengan pewarnaan giemsa yang baik
diharapkan dapat dengan mudah mengidentifikasi jenis sel leukosit dengan menggunakan
mikroskop perbesaran 40x objektif dan 100x objektif + minyak imersi. Jenis-jenis sel leukosit
dengan presentase pada keadaan orang dewasa normal : Eosinofil 1-3 %, Basofil 0-1 %, staf
2-6 %, segmen 50-70 %, limfosit 20-40 % dan monosit 2-8 %.

Alat dan Bahan


Alat :
 Kaca objek
 Mikroskop
 Batang pengaduk
 Pipet Pasteur
 Rak pengecetan
Bahan :
 Darah EDTA
 Cat giemsa stok
 Larutan methanol
 Aquadest
 Larutan buffer

Cara Kerja :
a. Pembuatan Sediaan Darah Tipis :
1. Terlebih dahulu siapkan kaca objek yang bersih, kering dan bebas lemak
2. Teteskan darah EDTA pada sisi kanan kaca objek, kurang lebih 1 cm dari tepi kaca objek
Siapkan kaca penggeser yangh diletakkan di sebelah kiri dan digerakkan sedikit ke kanan
supaya tetes darah menyebar pada sisi kaca penggeser tersebut
3. Kemudian kaca penggeser dimiringkan membentuk sudut 25°-45° digeserkan kekiri
dengan kecepatan sedang
4. Hingga terbentuk apusan darah tipis dengan ekor yang tipis dan tidak seperti bendera
robek
5. Lalu keringkan apusan darah tipis tersebut.
b. Pengecatan Giemsa :
1. Terlebih dahulu buat campuran giemsa dengan perbandingan 3 tetes giemsa
stok : 1 ml buffer, homogenkan
2. Apusan darah tipis yang telah kering tadi difiksasi dengan menggunakan
larutan methanol selama kurang lebih 1 menit hingga larutan methanol kering
3. Genangi apusan darah tipis dengan cat giemsa yang telah dibuat tadi selama 20 menit
4. Lalu bilas dengan air mengalir secara hati-hati
5. Keringkan apusan darah tipis tersebut.

c. Identifikasi Jenis Sel Leukosit :


1. Apusan darah tipis yang telah kering dicat tadi dilakukan identifikasi jenis leukosit dengan
menggunakan mikroskop perbesaran 40x objektif dan 100x objektif+minyak imersi
2. Tentukan bagian ekor apusan darah tipis dengan melihat eritrosit yang tidak bertumpuk-
tumpuk
3. Lalu mulailah menghitung pada bagian pinggir atas ekor apusan darah tipis dan
berpindahlah ke arah pinggir bawah ekor dengan menggunakan micromanipulator
mikroskop
4. Pada pinggir bawah geserlah lapangan ke kanan agak lebih banyak dari lebarnya
lapangan, kemudian kea rah pinggir atas lagi
5. Telah berada di pinggir atas geserlah ke kanan lagi kemudian kea rah pinggir bawah
6. Lakukan ini terus menerus hingga didapat 100 sel leukosit dihitung menurut jenisnya.

Nilai Normal :
 Eosinofil :1-3%
 Basofil :0-1%
 Staf :2–6%
 Segmen : 50 - 70 %
 Limfosit : 20 – 40 %
 Monosit : 2 -8 %
E. Pemeriksaan Hemoglobin (HB)
Tujuan
 Untuk mengetahui kadar hemoglobin didalam darah
 Menetapkan kadar HB didalam darah

Alat dan Bahan


Alat :
 Seperangkat haemometer sahli
 Pipet tetes/Pipet pasteur
 Tissue
Bahan :
 Darah EDTA
 Larutan HCL 0,1 N
 Aquadest

Cara Kerja :
1. Menyiapkan alat dan bahan sebelum melakukan pemeriksaan
2. Teteskan larutan HCL 0,1 N kedalam tabung sahli sekitar 3 tetes sampai garis 2
3. Kemudian pipet darah menggunakan pipet sahli sampai garis yang sudah ditentukan pada
pipet tersebut
4. Bersihkan ujung luar pipet dengan tissue secara hati-hati jangan sampai darah dalam
pipet berkurang
5. Lalu masukkan kedalam tabung HB yang sudah berisi larutan HCL 0,1 N
6. Darah dan HCL 0,1 N dicampur, dibilals pipet sampai bersih dan janagn sampai terjadi
gelembung udara
7. Isi tabung dikocok sampai homegen sampai terjadi hematin asam yang berwarna coklat
tua (dalam waktu 3-5 menit)
8. Aquades ditambahkan tetes demi tetes, lalu di aduk dengan batang pengaduk samapi
warna sama dengan standar warna. Setiap kali penambahan aquades harus dikocok
sampai homogen
9. Kadar Hb di baca dalam gr/dl.
F. Pemeriksaan Malaria
Tujuan Pembelajaran Umum
 Mampu membuat dan mewarnai sediaan darah malaria sesuai standar teknis.
Tujuan Pembelajaran Khusus
 Menjelaskan bahan-bahan untuk pembuatan slide darah dan pewarnaan sediaan darah.
 Melakukan pengambilan darah
 Membuat sediaan darah malaria
 Melakukan pewarnaan sediaan darah
 Melakukan pemeriksaan sediaan darah
 Melakukan pemeriksaan rutin sediaan darah malaria
 Menjelaskan cara membuat laporan hasil pemeriksaan sediaan darah.

Alat dan Bahan


Alat :
 Slide/Object Glass
 Lancet steril
 Botol pembilas
 Mikroskop
 Timer
 Pipet kecil dan tabung reaksi
Bahan :
 Kapas alkohol 70 %
 Minyak imersi (immersion oil)
 Larutan buffer (pH 7.2)
 Tissue halus
 Larutan Giemsa
 Kertas lakmus

Cara Kerja :
1. Tuliskan etiket pada salah satu ujung objek glass
2. Pegang tangan kiri pasien dengan mengahadap ke atas
3. Bersihkan jari menggunakan kapas alkohol
4. Dibiarkan mengering
5. Tusuk bagian yang akan diambil darahnya dengan cepat menggunakan lanset.
6. Bersihkan tetes darah yang pertama keluar
7. Teteskan darah pada objek glass (± 2 µl untuk SD tipis dan ± 6 µl untuk SD tebal)
8. Bersihkan sisa darah di ujung jari
9. Letakkan SD pada posisi datar
10.Tempelkan ujung objek glass lain pada SD sampai darah menyebar
11. Dengan sudut 450 geser objek glass tersebut dengan cepat ke arah yang berlawanan
12. SD tebal  dengan menggunakan ujung objek glass lain dibuat homogen dengan
gerakan memutar dari arah luar ke dalam membentuk bulatan dengan diameter 1 cm
13. SD tebal  dengan menggunakan ujung objek glass lain dibuat homogen dengan
gerakan memutar dari arah luar ke dalam membentuk bulatan dengan diameter 1 cm.

G. Pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT)


PRINSIP
Reaksi antigen – antibodi menggunakan antibodi monoklonal yang dikonjugasikan dengan
zat warna (Gold Particles).

Tujuan Umum :
 Melakukan pemeriksaan malaria dengan RDT
Tujuan Khusus :
 Menjelaskan kebijakan penggunaan/aplikasi RDT di Indonesia
 Menjelaskan prosedur test RDT
 Menjelaskan cara membaca hasil test RDT jenis single (P. falciparum) dan jenis
Combo/Pan.

Alat Dan Bahan


Alat :
 RDT jenis single atau combo
 Lanset
Bahan :
 Darah kafiler
 Kapas alkohol
 Tissue
Cara kerja :
1. Periksa terlebih dahulu tanggal kadaluarsa dan silica gel yang terdapat didalam kemasan
sebelum melakukan pemeriksaan
2. Tulis Identitas pasien, tanggal dan waktu (jam & menit) pemeriksaan Bersihkan daerah
yang akan ditusuk menggunakan kapas alkohol 70% atau disposible alcohol swab
3. Seka daerah yang akan ditusuk menggunakan kasa steril untuk membersihkan sisa
alkohol yang masih tersisa
4. Tusuk daerah yang sudah dibersihkan menggunakan lanset steril
5. Buang lanset yang sudah dipakai pada tempat yang aman
6. Seka darah yang pertama keluar menggunakan kapas kering
7. Ambil darah menggunakan pipet atau loop yang tersedia
8. Jumlah darah yang diambil harus tepat (2-5 µl). Jika menggunakan loop, pastikan loop
terisi penuh oleh darah
9. Teteskan darah yang sudah diambil ke kotak sampel dengan cara menyentuhkan ujung
pipet/loop dengan posisi vertikal/tegak lurus
10.Teteskan larutan buffer pada kotak buffer (jumlah tetesan tergantung jenis RDT yang
dipakai) dengan posisi tegak lurus
11.Biarkan Baca hasil di tempat yang terang dan tulis hasilnya dekat kota T dan pada buku
laporan
12.Tes harus diulang bila tidak terbentuk garis pada kotak C (kontrol)
Hasil tidak dapat dipakai setelah 30 menit.darah meresap pada kotak T selama 15 menit
(maks. 30’).

Interprestasi hasil (RDT jenis single) :


a. Bila terdapat satu garis berwarna pada kotak Tes (T) dan satu garis berwarna pada kotak
C, menunjukkan infeksi P.falciparum
b. Bila terdapat garis berwarna pada kotak control (C) tanpa terdapat garis pada kotak Tes
(T), menunjukkan tidak terdapat infeksi P.falciparum
c. Bila tidak terdapat garis berwarna pada kotak Control (C) menunjukkan kesalahan pada
RDT (tes harus diulangi dgn RDT yang baru)
Interprestasi hasil (RDT jenis combo) :
a. Bila terdapat 2 garis berwarna pd kotak T (HRP-2 & Pan LDH/Aldolase) dan 1 garis pada
kotak Control (C), menunjukkan infeksi P.falciparum atau infeksi campur
b. Bila terdapat 1 garis berwarna pd kotak T (Pan LDH/Aldolase) dan 1 garis pada kotak
Control (C), menunjukkan infeksi spesies lainnya (non P.falciparum)
c. Bila hanya terdapat 1 garis berwarna pd kotak T (HRP-2) dan 1 garis pada kotak C,
menunjukkan adanya infeksi P.falciparum.

H. TEST UNTUK TIFIOD “WIDAL TEST”


Prinsip
 Pembentukan aglutinasi pada pasien dengan tifoid
 Atigen Salmonella bergabung dengan antibodi pada serum pasien

Tujuan
Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit atau infeksi tifoid dengan cara uji serologik
menggunakan serotife :
 Salmonella paratyhi A (golongan A)
 Antigen O
 Antigen H
 Salmonella paratyphi B (golongan B)
 Antigen O
 Antigen H
 Salmonella typhi (golongan D)
 Antigen O
 Antigen H
yang bereaksi dengan antibody yang terdapat dalam serum pasien.

Alat dan Bahan


Alat :
 Pipet/mikropipet
 Pengaduk
 Plate/slide
 Sentrifuge
Bahan :
 Serum probandus
 Antigen Salmonella paratyphi A-O
 Antigen Salmonella paratyphi A-H
 Antigen Salmonella paratyphi B-O
 Antigen Salmonella paratyphi B-H
 Antigen Salmonella typhi D-O
 Antigen Salmonella typhi D-H

Cara Kerja :
1. Menyiapkan serum pasien dan slide atau plate yang telah diberi tanda / label ( A- O, B-O,
D-O, A-H, B-H, D-H )
2. Teteskan 1 tetes (20 serum pasien pada masing-masing slide / plate)
3. Kemudian ditambahkan 1 tetes (20 antigen (A-O, B-O, D-O, A-H, B-H, D-H) pada masing-
masing slide / plate yang sudah berisi 1 tetes serum pasien (sesuai tanda / label)
4. Campur serum dengan antigen, goyang pelan-pelan (3 menit)
5. Amati terjadi aglutinasi atau tidak.

I. PEMERIKSAAN SEDIMEN URINE


Prinsip
Pemeriksaan sedimen urine merupakan pemeriksaan urine. Urin yang dipakai adalah urin
yang masih segar. Pemeriksaan ini secara semikuantitatif dengan menyebutkan jumlah
unsure sedimen yang bermakna per lapangan penglihatan.

Alat dan Bahan


Alat :
 Tabung sedimen
 Sentrifuge
 Kaca objek
 Kaca penutup
 Mikroskop
Bahan :
 Urine
Cara Kerja :
1. Terlebih dahulu homogenkan urine dalam tabung urine
2. Lalu sentrifuge urine dengan kecepatan 2500 rpm selama 5-10 menit
3. Buang habis urine dengan gerakan cepat dan luwes
4. Pastikan sedimennya tersisa pada tabung
5. Homogenkan sedimen, lalu teteskan pada kaca objek
6. Tutup dengan kaca penutup
7. Identifikasi dengan mikroskop perbesaran 10x dan 40x objektif
8. Amati unsur-unsur sedimen yang ada pada per lapangan pandang.

Nilai Normal :
 Epitel : (+) / positif Silinder : (-) / negatif
 Leukosit : (-) / negatif Jamur : (-) / negatif
 Eritrosit : (-) / negatif Bakteri : (+) / positif
 Kristal : (-) / negative

J. Pemeriksaan Golongan Darah


Tujuan
 Untuk mengetahui golongan darah pada seseorang

Alat dan Bahan


Alat :
 Kaca golongan darah
 Batang pengaduk
 Lanset
Bahan :
 Darah Vena/kafiler
 Anti Kaogulan (A, B, AB dan O)
 Kapas alkohol
 Tissue
Cara Kerja :
1. Siapkan alat dan bahan terlebih dahulu
2. Bersihkan kaca golongan darah dengan menggunakan tissue biar dedu yang merekat
pada kaca hilang
3. Bersihkan ujung jari dengan mengusapkan kapas alkohol
4. Tusukkan ujung jari dengan menggunakan lanset
5. Jari diseka kembali dengan tissue untuk membersihkan kemungkinan adanya alkohol
dijari
6. Teteskan masing-masing anti kaogulan pada darah yang sudah ada pada kaca golongan
darah
7. Homogenkan campuran darah dan anti kaogulan dengan mengunakan batang pengaduk
8. Amati hasilnya dengan melihat adanya aglutinasi (gumpalan).

K. PEMERIKSAAN TUBERCULOSIS (TBC)


Prinsip
 M. Tuberculosis mempunyai lapisan dinding lipid (mycolic acid) yang tahan terhadap
asam
 Proses pemanasan mempermudah masuknya carbol fuchsin kedalam dinding sel
 Dinding sel tetap mengikat zat warna carbol fuchsin walaupun didekolorisasi dengan
asam alkohol.

Tujuan
 Melaksanakan persiapan pengumpulan dahak
 Menjelaskan waktu dan tempat pengambilan dahak
 Menjelaskan cara mengeluarkan dahak
 Menilai kualitas dahak
 Membuat sediaan dahak sesuai standar
 Melaksanakan pewarnaan ZN
 Membaca sediaan dahak
 Melaporkan hasil sediaan dengan skala IUATLD
Alat dan Bahan
Alat :
 Pot sputum bersih, diameter ≥ 6 cm, tutup berulir
 Formulir permohonan laboratorium (TB 05)
 Mikroskop
 Label, pensil, spidol
 Bambu/lidi
 Lampu spritus
 Masker
 Sarung tangan
 Wadah pembuanagn lidi bekas
 Desinfektan (lisol 5 %, alkohol 70 %, hipoclorid 0,5 %)
 Rak pewarnaan
 Pinset/penjepit kayu
 pengatur waktu/timer
 Jas laboratorium
Bahan :
 Dahak/sputum yang porulen
 Reagensia Zhiel Neelsen
 Minyak imersi
 Air mengalir

Waktu pengambilan dahak


1. S (sewaktu pertama)
Dahak dikumpulkan pada saat kunjungan pertama ke UPK
2. P (pagi)
Dahak dikumpulkan pagi segera setelah bangun tidur pada hari ke-2, dibawa langsung
oleh pasien ke UPK
3. S (sewaktu kedua)
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari ke-2 saat menyerahkan dahak pagi
Cara Kerja:
1. Tulis pada bagian frosted kode (sesuai tata cara penomoran sediaan)
2. Ambil dengan lidi sampel dahak pada bagian yang purulen
3. Sebarkan secara spiral kecil-kecil dahak pada permukaan kaca sediaan dengan
ukuran 2x3 cm
4. Keringkan pada temperatur kamar
5. Masukkan lidi bekas kedalam wadah berisi desinfektan
6. Setelah sediaan kering sediaan kaca dijepit dan difiksasi 2-3 kali melewati lampu
spritus/bunsen
7. Pastikn apusan menghadap keatas
8. Atur sediaan diatas rak jangan terlalu rapat, buat jarak
9. Tuangkan Carbol Fuchsin 0,3 % hingga menutupi permukan sediaan
10. Panaskan sediaan dengan lampu spritus sampai keluar uap (janagn sampai mendidih),
dinginkan selama minimal 5 menit
11. Buang Carbol Fuchsin perlahan-lahan, bilas dengan air mengalir mulai dari frosted
12. Tuangkan asam alkohol 3 % sampai tidak tampak warna merah, bilas dengan air mengalir
13. Tuangakn 0,3 % methylene blue hingga menutupi seluruh sediaan dan biarkan selama 10-
20 detik
14. Buang methylene blue perlahan-lahan, kemudian bilas dengna air mengalir
15. Keringkan sediaan pada rak pengering
16. Amati dibawah mikroskop engan mengunakan minyak imersi pada pembesaran lensa
objektif 100x

Interprestasi Hasil :
 Negatif : Tidak ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang pandang
 Scanty : 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang (tuliskan jumlah BTA yang ditemukan)
 1+ : 10 – 99 BTA dalam 100 lapang padang
 s2 + : 1 – 10 BTA setiap 1 lapang pandang (periksa minimal 50 lapang pandang)
 3+ : ≥ 10 BTA di 1 lapang pandang (periksa minimal 20 lapang pandang)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
LABORATORIUM

UPTD PUSKESMAS BENTOT KECAMATAN PATANGKEP TUTUI


KABUPATEN BARITO TIMURPROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Anda mungkin juga menyukai