PENDAHULUAN
Hog cholera merupakan penyakit endemic di Asia yang disebabkan oleh virus
lassical Swine Fever dimana penyakit ini dikategorikan sebagai penyakit hewan
strategs nasional karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.
Classical Swine Fever (CSF) yang merupakan pestivirus dengan ciri-ciri adalah
mempunyai genom dengan single strand RNA yang mengandung 12,300 nukleotida
dimana genom ini terdiri dari dua regio non-translated pada ujung-ujung genom yaitu
5’NTR dan 3’NTR dan juga mengandung protein yang dibagi menjadi N-terminal
protease, kemudian empat struktur protein pada akhir 5’ (C, Erns, E1, E2), dan tujuh
protein non-structural (NS1, NS2, NS3, NS4A, NS4B, NS5A, NS5B) dimana dekat
dengan ujung genom 3’. Selain itu, virus ini juga mempunyai amplop dengan diameter
40 hingga 50 nm dan nucleocapsid dan juga merupakan family dari Flaviridae. Virus
CSF merupakan virus RNA yang mempunyai kemampuan bermutasi sangat pelan
khususnya terjadi diregio gen E2. Oleh karena itu bila terjadi perubahan atau mutasi
minor maka hal tersebut merupakan hal yang penting dalam studi molekular
epidemiologi. Pada virus CSF regio pada genom yang digunakan untuk menganilisis
filogenetik virus ini adalah gen 5’ NTR (150 bp), gen E2 (190 bp) dan gen NS5B (409
bp). Perdebatan mana yang merupakan regio terbaik dalam genom untuk melakukan
sequence gene masih terjadi. Beberapa peneliti mengatakan bahwa gen NS5B
merupakan regio yang baik karena menunjukkan variasi grup yang sangat berbeda
nyata. Sedangkan, peneliti lainnya menggunakan gen E2 untuk pemetaan gen dengan
alasan bahwa hasil dari analisis virus CSF hampir sama bagusnya dengan hasil bila
gabungan gen 5’NTR-E2 dianalisis dan juga metode ini merupakan rekomendasi dari
laboratorium OIE. Berdasarkan hasil sequence gen E2, virus CSF dibagi dalam tiga
genotype yaitu genotype I dimana terdiri dari sub-genotype 1.1-1.4; genotype II terdiri
dari sub-genotype 2.1-2.3, dan III terdiri dari 3.1-3.4 (Pandarangga.2016).
2.2 Hospes Hog Cholera dan Respon Imun Terhadap Infeksi Hog Cholera
Respon imun terhadap HCV diperlihatkan dalam suatu jurnal yang berjudul
“Cellular Immune Response to Hog Cholera Virus (HCV): T Cells of Immune Pigs
Proliferate In Vitro upon Stimulation with Live HCV, but the El Envelope
Glycoprotein Is Not a Major T-Cell Antigen” karya Tjeerd g. Kimman dkk,
menjelaskan peningkatan proliferasi non-antigen spesifik pada saat inokulasi dengan
strain avirulent. Aktivasi sel T dari pelepasan sitokin in vivo pada infeksi virus lainnya
juga telah dilaporkan. Fenomena imunologis ini mungkin menutupi respons sel-T
tertentu dan dengan demikian bisa menjadi salah satu penjelasan untuk tanggapan sel-
T babi yang dilaporkan buruk atau tidak ada pada HCV. Pengalihan antigen virus dalam
persiapan PBMC, sebagai penjelasan yang mungkin untuk fenomena ini, tidak dapat
dikesampingkan sepenuhnya, tetapi kegagalan untuk memulihkan HCV yang layak
dari PBMC membuat hal ini sangat tidak mungkin. Respon ini tidak ada pada babi yang
naif-HCV. Selain proliferasi nonspesifik yang disebutkan di atas, kesulitan lain dalam
studi tanggapan sel T babi terhadap HCV adalah pentingnya jumlah virus dan lamanya
waktu yang diperlukan untuk stimulasi in vitro yang optimal dan tidak adanya
proliferasi pada stimulasi. dengan virus yang tidak aktif. Selain itu, HCV sulit untuk
tumbuh menjadi titer tinggi dan dimurnikan. Sediaan virion yang dimurnikan secara
gradien dapat sangat terkontaminasi dengan komponen seluler. Strain juga mungkin
berbeda dalam kapasitasnya untuk menginduksi respons sel-T, seperti yang
ditunjukkan oleh respons proliferasi yang buruk pada hewan yang diinokulasi dengan
strain Cedipest dibandingkan dengan respons pada hewan yang diinokulasi dengan
strain Brescia 2.1.1. Kesimpulan ini tampaknya dibenarkan, meskipun dalam
percobaan ini, inokulasi utama dengan strain Brescia 2.1.1 dan Cedipest tidak
dilakukan secara bersamaan. Strain virus dapat membunuh hewan sebelum respon
spesifik terdeteksi. Meskipun gagal mendeteksi tanggapan proliferatif terhadap vektor
yang mengekspresikan PRV vektor, virus vektor yang mengekspresikan protein HCV
lainnya karenanya perlu studi lebih lanjut dalam penelitian tentang tanggapan sel T
terhadap HCV (Kimman.1993)
2.4 Diagnosa
Bila kasus Hog Cholera sudah cukup menurun cukup dilakukan stamping out.
Diberbagai bagian Indonesia, di peternakan babi perusahaan dan babi rakyat, dilakukan
vaksinasi massal secara rutin. Vaksinasi yang digunakan merupakan vaksin yang sudah
dilemahkan melalui pasasi berulang-ulang pada kelinci, dikenal sebagai galur C
(China) atau dilemahkan melalui biakan sel secara berulang-ulang, dan dikenal sebagai
jalur Japanese GPE dan French Triverval. Vaksin-vaksin tersebut, terutama vaksin
galur C, memacu kekebalan sejak 1minggu pasca inokulasi dan berlangsung selama 2–
3 tahun (Dharmawan,2013).
3. Pencegahan penularan penyakit melalui peralatan. System all-in all out akan
membantu pencegahan penyebaran penyakit dari babi dewasa ke babi muda.
Peternakan harus membiasakan pembersihan dan desinfeksi kandang untuk
mengurangi mikroorganisme patogen hingga level minimum;
4. Pencegahan penyakit melalui vektor. Vektor penyebab penyakit seperti burung liar,
serangga, rodensia, parasit internal dan ekternal harus diberantas dengan insektisida.
Intektisida untuk mengontrol lalat dan kutu antara lain delta metrin, Antipar, Solfac,
dan Baydical, sedangkan kontrol rodentia dilakukan dengan menggunakan Racumin tp
(Dharmawan,2013).
Tidak ada pengobatan yang memungkinkan. Babi yang terkena dampak harus
disembelih dan bangkai dikubur atau dibakar.Profilaksis sanitasi merupakan
Komunikasi yang efektif antara otoritas veteriner, praktisi veteriner dan peternak babi
; Sistem pelaporan penyakit yang efektif ;Kebijakan impor yang ketat untuk babi hidup,
semen babi, dan daging babi segar dan sembuh;Karantina babi sebelum masuk ke
dalam kawanan; Sterilisasi (atau larangan) limbah makanan yang efisien untuk
babi;Kontrol rendering pabrik yang efisien;Pengawasan serologis terstruktur yang
ditargetkan untuk membiakkan induk babi dan babi hutan; Sistem identifikasi dan
pencatatan babi yang efektif ;Tindakan higienis yang efektif melindungi babi domestik
dari kontak dengan babi hutan (Dharmawan,2013).
Kasus penyakit Hog Cholera yang parah atau telah lanjut biasanya babi yang
telah terserang tidak ada lagi harapan sembuh. Namun untuk kasus penyakit yang baru
tahap awal besar harapan sembuh melalui pengobatan. Serum anti Hog Cholera
diberikan 1,25-1,50 kali dosis yang biasanya dianjurkan untuk pencegahan. Selain dari
serum, Terramycin/LA Injectible Solution (1 ml/ 5kg bobot badan/ hari selama 3–4)
hendaknya diberikan pada babi yang terserang untuk mencegah infeksi sekunder.
Disamping itu tindakan sanitasi perlu dilakukan kandang dan peralatan didesinfektan
dengan larutan NaOH atau desinfektan lain, dan kandang harus diistirahatkan selama
15-30 hari (Terpstra, 2011).
PEMBAHASAN
Hog cholera (HC) memiliki berbagai sinonim yaitu Classical Swine Fever
(CSF), Peste du Pork, Cholera Porcine dan Virus Schweine Pest, merupakan penyakit
viral menular yang di sebabkan oleh virus hog cholera, yang termasuk dalam Genus
Pestivirus dan Famili Flaviviridae. Hanya terdapat satu serotipe virus hog cholera
namun gejala yang di timbulkannya sangat bervariasi tergantung dari strain yang
menginfeksi . Virus ini secara antigenik berkerabat dengan Bovine Viral Diarrhea
Virus (BVDV), yang menyebabkan timbulnya penyakit BVD pada sapi serta Border
Disease Virus (BDV) pada domba (Utami, 2009).
Kerugian secara ekonomi pun tak kalah mengagetkan. Penyakit ini dapat
mengakibatkan kematian babi sampai 100%. Angka ini menunjukkan bahwa daerah
yang terkena wabah penyakit ini bisa saja mengalami kemusnahan dari semua babinya.
Di beberapa daerah, ternak babi sendiri merupakan salah satu komoditas unggulan
rakyat dan mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi (Supartika, 2015).
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hog cholera merupakan penyakit endemic di Asia yang disebabkan oleh virus
lassical Swine Fever dimana penyakit ini dikategorikan sebagai penyakit hewan
strategs nasional karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.
Classical Swine Fever (CSF) yang merupakan pestivirus dengan ciri-ciri adalah
mempunyai genom dengan single strand RNA yang mengandung 12,300 nukleotida
dimana genom ini terdiri dari dua regio non-translated pada ujung-ujung genom.
Bila kasus Hog Cholera sudah cukup menurun cukup dilakukan stamping out.
Diberbagai bagian Indonesia, di peternakan babi perusahaan dan babi rakyat, dilakukan
vaksinasi massal secara rutin. Vaksinasi yang digunakan merupakan vaksin yang sudah
dilemahkan melalui pasasi berulang-ulang pada kelinci, dikenal sebagai galur C
(China) atau dilemahkan melalui biakan sel secara berulang-ulang, dan dikenal sebagai
jalur Japanese GPE dan French Triverval. Vaksin-vaksin tersebut, terutama vaksin
galur C, memacu kekebalan sejak 1minggu pasca inokulasi dan berlangsung selama 2–
3 tahun.
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dharmawan R, Waluyati DE, Zubaidi DA. 2013. Monitoring Penyakit Clasical Swine
Fever (CSF) Atau Hog cholera Pada Babi Vaksinasi Dan Non VaksinasiI Di
Wilayah Kerja Provinsi Jawa Tengah Dan Jawa Timur Tahun 2012. Buletin
Laboratorium Veteriner Vol : 13 No : 2 Tahun 2012.
Hartini, Rina. 2016. Pemberantasan Hog Cholera Di Wilayah Balai Kerja Veteriner
Bukit Tinggi Tahun 2016. Bukittinggi. Kementerian Pertanian Direktorat
jendral perternakan dan Kesehatan Hewan Balai veteriner Bukittinggi
Jayanata, I Made Adi. et al.2016. Respon Imun Anak Babi Pasca Vaksinasi Hog
Cholera.Indonesia Medicus Veterinus.
Kimman, Tjeerd G. et al. 1993. Cellular Immune Response to Hog Cholera Virus
(HCV) : t Cells of IMMune Pigs Proliferate In Vitro upon Stimulation with Live
HCV, but the E1 Envelope Glycoprotein Is Not a Major T-Cell Antigen.Journal
of Virology.
Tepstra. S, Bahri SJ, dan Sarosa A. 2011.. Hog cholera pada Babi. Balai Penelitian
Veteriner Bogor.
Utami, Sri. 2009. Kajian Patologis Hog Cholera Kasus Outbreak tahun 2006 di
Kabupaten Jayapura Provinsi Papua. Bogor. IPB.
OIE. 2018. Map Of CSF Official Status. World Organisation For Animal Health.
Pandarangga, Putri. 2016. Artikel Review: Perkembangan dan Gambaran
Klinikopatoogi Penyakit Hog Cholera di Indonesia. Universitas Nusa Cendana
Supartika. 2015. Hog Cholera di Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur,
Laporan Kasus. Denpasar, Bali. Balai Besar Veteriner Denpasar.