Anda di halaman 1dari 23

MATAKULIAH INVESTASI DAN PEMBIAYAAN DAERAH

Analisis APBD Kabupaten Banyuwangi

Disusun oleh :
Fazlur Ihzanurahman
16130005

UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN DAN PERBANKAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat-Nya kami
masih diberikan kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Harapan kami semoga proposal ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi proposal ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Keterbatasan sumber merupakan penghambat dalam lengkapnya proposal ini namun


sebagian besar kami menitik beratkan pada objek kajian berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh para ahli yang umumnya menjadi materi kuliah bagi mahasiswa. proposal
ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih sangat
kurang. Oleh kerena itu kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan proposal ini.

Malang, 22 Juni 2019

PENYUSUN

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................................................. 2

1.3 TUJUAN ....................................................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................................... 4


2.1 PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ................................................................................. 4

2.1.1 PENGERTIAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH .................................................... 4

2.1.2 PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH .............................................................. 5

2.1.3 KEGIATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ........................................................ 7

BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................................... 13


3.1 GAMBARAN UMUM WILAYAH .............................................................................................. 13

3.1.1 KEADAAN GEOGRAFIS DAN TOPOGRAFI ........................................................................ 13

3.2 KEUANGAN DAERAH ............................................................................................................... 16

3.2.1 KONDISI KEUANGAN DAERAH ........................................................................................... 16

3.2.2 PENDAPATAN DAERAH ........................................................................................................ 17

3.3 BELANJA DAERAH ..................................................................................................................... 18

3.4 RASIO KEMANDIRIAN............................................................................................................... 20

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................... 22


4.1 KESIMPULAN ............................................................................................................................. 22

4.2 SOLUSI ......................................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 23

II
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan
yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) (PP No.105 Tahun 2000). Terdapat empat dimensi penting
yang tercermin dari pengertian tersebut, yaitu : (1) adanya dimensi hak dan kewajiban; (2) adanya
dimensi tujuan dan perencanaan; (3) adanya dimensi penyelenggaraan dan pelayanan publik; (4)
adanya dimensi nilai uang dan barang (investasi dan inventarisasi). Uraian tersebut menunjukkan
bahwa keuangan daerah harus dikelola dengan baik agar semua hak dan kewajiban daerah yang
dapat dinilai dengan uang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan daerah,
sehingga dengan adanya pengelolaan keuangan daerah, pendapatan dan pengeluaran daerah dapat
dialokasikan dengan baik dan efisien.

Keuangan daerah merupakan salah satu faktor penting dalam mengukur secara nyata
kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi dan menyangkut upaya dalam mendapatkan
uang maupun membelanjakannya, sehingga masalah yang timbul dalam keuangan daerah adalah
bagaimana sumber pendapatan itu digali dan didistribusikan (Moneyzar Usman; 1997:2).

Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud UU No.33 Tahun 2004 tentang Pemerintah


Daerah bersumber dari
1. Pendapatan Asli Daerah, yang bersumber dari :
a) Pajak daerah
b) Retribusi daerah
c) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
d) Lain-lain PAD yang sah
2.Dana Perimbangan
3.Lain-Lain Pendapatan daerah yang sah.

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari dana perimbangan, terdiri dari:
a) Bagian daerah dari pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB), dan penerimaan sumber daya alam
b) Dana Alokasi Umum
c) Dana Alokasi Khusus.

1
Mengenal Keuangan Daerah tidak hanya dilihat dari sisi penerimaan/pendapatan daerah,
tetapi juga harus ditelaah segi pengeluaran daerah. Pengeluaran daerah seperti tercermin dalam
APBD adalah segala pengeluaran yang dibiayai oleh sumber penerimaan asli daerah, SDO dan
subsidi-subsidi dari pemerintah pusat untuk membiayai pengeluaran pembangunan daerah (Arsjad,
Nurdjaman dkk, 1992 : 127).

Uang yang keluar dari kas daerah menurut UU No.17 tahun 2003 disebut pengeluaran
daerah, sedangkan pengeluaran keuangan daerah yang sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, menetapkan bahwa perimbangan keuangan pusat dan daerah
diatur dengan undang-undang. Dengan pengaturan tersebut diharapkan terdapat keseimbanganyang
lebih transparan dan akuntabel dalam pendistribusian kewenangan, pembiayaan dan penataan
sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah
secara optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang. Oleh karena itu,
diperlukan adanya gerakan efisiensi di seluruh sektor publik.

Penyelenggaraan Pemerintah di daerah didasarkan pada prinsip-prinsip pemberian ekonomi


yang nyata dan bertanggung jawab, yang dalam pelaksanaannya dilakukan bersama-sama antara
azas desentralisasi dan azas tugas pembantuan. Sehingga daerah-daerah tidak saja mengurus rumah
tangganya sendiri, akan tetapi melaksanakan pula tugas-tugas pemerintahan pada umumnya dalam
batas-batas kekuasaannya. Anggaran sebagai salah satu alat kebijakan fiskal pemerintah, berfungsi
untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara.

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, APBN/APBD harus disusun


dan disahkan dalam bentuk Undang-Undang. Mulai dari penyusunan sampai
pertanggungjawabannya dilakukan melalui siklus dan mekanisme yang telah ditetapkan bersama
oleh pemerintah dan DPR/DPRD. Siklus Anggaran (Budget Cycle) meliputi lima tahap :
1. Perencanaan atau penyusunan Anggaran, dilakukan oleh pemerintah.
2. Pengesahan Anggaram dilakukan oleh badan legislatif.
3. Pelaksanaan Anggaran dilakukan oleh pemerintah.
4. Pengawasan atau Pemeriksaan dilakukan oleh aparat-aparat pengawasan,
5. Perhitungan Anggaran dilakukan oleh badan legislatif. (Arsjad, Nurdjaman dkk, 1992
: 46).

Sebagai salah satu tahap dalam siklus Anggaran Pendapatan Belanja Daerah adalah
pengawasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah bertujuan agar pengeluaran-pengeluaran daerah
digunakan seperti yang diharapkan, sedangkan di pihak lain supaya penerimaan-penerimaan daerah
dapat disetor ke kas daerah secara tepat waktu, dilaksanakan sesuai aturan dan ketentuan-ketentuan

2
lainnya, serta yang lebih penting lagi agar jumlah-jumlah yang telah ditetapkan dapat direalisasikan
guna menutupi pengeluaran-pengeluaran daerah.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah ini adalah
“Bagaimanakah kondisi Keuangan Daerah yang ada di Kabupaten Banyuwangi”

1.3 Tujuan

Untuk menganalisis kondisi Keuangan Daerah yang ada di Kabupaten Banyuwangi

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengelolaan Keuangan Daerah

Mencermati perjalanan otonomi daerah satu dasawarsa terakhir ini, secara umum
belumlah memperlihatkan hasil yang diharapkan, kendati ada juga beberapa daerah yang
telah berhasil dengan baik, sesuai dengan filosofi dan semangat otonomi daerah itu sendiri.
Jika diteliti dengan seksama, banyak faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya
pelaksanaan otonomi daerah selama ini. Salah satu faktor itu adalah kemampuan daerah
untuk mengelola keuangan dan asset daerahnya secara efektif, efisien, akuntabel dan
berkeadilan. Hal ini bias dilacak dari lemahnya perencanaan, pemprograman,
penganggaran, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan serta pertanggungjawaban.
Kenyataan membuktikan bahwa otonomi daerah belum sepenuhnya diterjemahkan dengan
benar, hal ini terindikasi dengan masih banyaknya penyimpangan, seperti korupsi,
pemborosan, salah alokasi serta banyaknya berbagai macam pungutan daerah yang kontra
produktif dengan upaya-upaya peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah dan
peningkatan pendapatan masyarakat

2.1.1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah ini meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur
dalam peraturan menteri ini meliputi , azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan
APBD, penetapan APBD,penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki
DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah,
akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan
pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD.

Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan /penyusunan anggaran


pendapatan belanja daerah (APBD). APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman
kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan
bernegara. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan

4
stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami
perubahan dari yang bersifat incramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan
reformasi. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah program kerja suatu daerah dalam bentuk angka-
angka dengan menyusun, merencanakan, melaksanakan, melaporkan, pertanggungjawaban dan
pengawasan terhadap keuangan daerah berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(Halim,2007:42).

2.1.2 Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah

Menurut Soleh dan Rohcmansjah (2010:10), prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi:

1. Akuntabilitas

Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berprilaku sesuai

dengan mandat atau amanah yang diterimanya. Untuk itu, baik dalam proses

perumusan kebijakan, cara untuk mencapai keberhasilan atas kebijakan yang

telah dirumuskan berikut hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan

dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal kepada masyarakat.

2. Value for Money

Indikasi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah

terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin

baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan serta

adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

5
Keadilan tersebut hanya akan tercapai apabila penyelenggaraan pemerintahan

daerah dikelola dengan memperhatikan konsep value for money.

Dalam konteks otonomi daerah, value for money merupakan jembatan untuk

menghantarkan pemerintah daerah mencapai good governance. Value for

money tersebut harus dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan

anggaran daerah. Untuk mendukung dilakukannya pengelolaaan keuangan dana

publik (public money) yang mendasarkan konsep value for money, maka

diperlukan system pengelolaan keuangan daerah dan anggaran yang baik. Hal

tersebut dapat tercapai apabila pemerintah daerah memiliki sistem akuntansi

yang baik.

3. Kejujuran dalam Mengelola Keuangan Publik (Probity)

Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang memiliki

integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat

diminimalkan.

4. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan pemerintah daerah dalam membuat kebijkan-

kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD

dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya akan

menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan

masyarakatnya sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif,

efisien, akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.

6
5. Pengendalian
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus sering dievaluasi yaitu

dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu

dilakukan analisis varians (selisih) terhadap pendapatan dan belanja daerah

agar dapat sesegera mungkindicari penyebab timbulnya varians untuk

kemudian dilakukan tindakan antisipasi ke depan.

2.1.3 Kegiatan Pengelolaan Keuangan Daerah

Pada aspek Pemerintahan setiap entitas pasti selalu berkaitan bahwa Pemerintah Pusat
tedapat Pemerintah Daerah. Pembentukan dan pengelolaannya disesuaikan dengan tata cara yang
berlaku pada pemerintahan pusat. Pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah sama halnya dengan
pengelolaan keuangan negara (Halim,2007), yang terdiri atas tiga tahapan yaitu :

a. Perencanaan APBD

Input yang digunakan berupa hasil aspirasi masyarakat yang telah diajukan kepada Dewan
dan Eksekutif, yang kemudian aspirasi tersebut ditelaah lebih rinci dalam usulan kegiatan. Unit
kerja yang diproses Standar Analisa Belanja. Sehingga setiap kegiatan yang diajukan
mencerminkan target kinerja karena telah diproses dengan wajar.
b. Pelaksanaan APBD

Input berupa output dari tahap perencanaan berupa APBD. APBD yang telah ditetapkan,
kemudian dilaksanakan dengan sistem akuntansi yang telah disesuaikan untuk dokumentasi
pencatatan laporan pelaksanaan APBD oleh Eksekutif.
c. Pengendalian APBD

Input berupa laporan keuangan APBD yang kemudian diproses dengan mengevaluasi
pertanggungjawaban Kepala Daerah yang menghasilkan output berupa hasil keputusan evaluasi,
penerimaan, dan penolakan terhadap laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah.

Secara umum APBD dapat dilihat dari empat sisi, berupa:

1) Siklus APBD

Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dibagi menjadi:


a) Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yan bermula dari proses Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada prinsipnya adalah melakukan penambahan,
pengurangan, dan perpindahan anggaran.

7
b) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah pengelolaan keuangan daerah dilakukan dengan
penyusunan: Daftar Isian Kegiatan Daerah/Daftar isian proyek daerah;

1. Surat Permintaan Pembayaran;


2. Surat Keputusan Otoritas yang merupakan bukti tindakan kepala daerah yang akan
mengakibatkan pembebanan pada Anggaran Belanja Daerah;
3. Surat Perintah Membayar Uang;
4. Surat Pertanggung Jawaban;
5. Laporan Harian.

2) Mekanisme APBD

Mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat ditinjau dari:


a) Pendapatan

Rencana pendapatan yang sudah ditetapkan dibagi berdasarkan kemungkinan realisasinya


dalam bentuk Anggaran Kas. Realisasi dari pendapatan daerah masuk ke dalam kas daerah.
b) Belanja

Belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah dibagi menjadi belanja rutin dan belanja
pembangunan.

3) Fungsi APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah dapat dilihat dari fungsi pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang menganut sistem:
a) Pengurusan Administrasi

Wewenang dalam rangka mengadakan tindakan-tindakan dalam rangka penyelenggaraan


rumah tangga daerah yang mengakibatkan pengeluaran-pengeluaran yang membebani anggaran.
b) Pengurusan Kebendaharawan

Wewenang untuk menerima, menyimpan, membayar atau mengeluarkan uang dan barang serta
berkewajiban mempertanggungjawabkannya kepada kepala daerah.

4) Struktur APBD

Dan strukturnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dilihat dari pendapatan dan
belanja. Pendapatan dibagi ke dalam bagian-bagian, bagian dibagi menjadi pos, pos dibagi menjadi
ayat. Sedangkan belanja dapat dibagi menjadi belanja rutin dan belanja dapat dibagi menjadi
belanja rutin dan belanja pembangunan. Sumber Pendapatan Daerah adalah sebagai berikut:
a) Pendapatan Asli Daerah Sendiri

(1) Hasil Pajak Daerah;

8
(2) Hasil Retribusi Daerah;

(3) Bagian Laba Perusahaan Daerah;

(4) Lain-lain usaha daerah yang sah.

b) Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah

(1) Sumbangan dari pemerintah

(2) Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan perundang-undangan.

c) Lain-lain pendapatan yang sah.

9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. GAMBARAN UMUM WILAYAH

3.1.1 KEADAAN GEOGRAFIS DAN TOPOGRAFI

Kabupaten Banyuwangi memiliki luas wilayah 5.782,50 km2. Banyuwangi masih


merupakan daerah kawasan hutan karena besaran wilayah yang termasuk kawasan hutan lebih
banyak kalau dibandingkan kawasan- kawasan lainnya. Area kawasan hutan mencapai
183.396,34 ha atau sekitar 31,62%; daerah persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44%;
perkebunan dengan luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21%; sedangkan yang dimanfaatkan
sebagai daerah permukiman mencapai luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04%. Sisanya telah
dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai manfaat yang ada, seperti
jalan, ladang dan lain-lainnya.Selain penggunaan luas daerah yang demikian itu, Kabupaten
Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km, serta jumlah Pulau ada 13 buah.
Seluruh wilayah tersebut telah memberikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi penduduk
Kabupaten Banyuwangi.

Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Pulau Jawa. Wilayah
daratannya terdiri atas dataran tinggi berupa pegunungan yang merupakan daerah penghasil
produk perkebunan; dan dataran rendah dengan berbagai potensi produk hasil pertanian serta
daerah sekitar garis pantai yang membujur dari arah utara ke selatan yang merupakan daerah
penghasil berbagai biota laut.

13
Batas wilayah Kabupaten Banyuwangi sebelah utara adalah Kabupaten Situbondo,
sebelah timur adalah Selat Bali, sebelah selatan adalah Samudera Indonesia dan sebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso. Berdasarkan garis batas koordinatnya,
posisi Kabupaten Banyuwangi terletak di antara 70 43’ - 80 46’ Lintang Selatan dan 1130 53’ –
1140 38’ Bujur Timur.

Diagram 2.1:
Luas Kabupaten Banyuwangi Dibedakan
Menurut Penggunaannya

Hutan (31,62 %) Sawah (11,44 %)


Lain-lain (17,59 %) Ladang (2,80 %)
Perkebunan (14,21 %) Permukiman (22,04 %)
Tambak (0,31 %)

Sumber: Banyuwangi Dalam Angka 2010

Topografi wilayah daratan Kabupaten Banyuwangi bagian barat dan utara pada umumnya
merupakan pegunungan, dan bagian selatan sebagian besar merupakan dataran rendah. Tingkat
kemiringan rata-rata pada wilayah bagian barat dan utara 400, dengan rata-rata curah hujan lebih
tinggi bila dibanding dengan bagian wilayah lainnya. Daratan yang datar sebagian besar
mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 150, dengan rata-rata curah hujan cukup memadai
sehingga bisa menambah tingkat kesuburan tanah.
14
Dataran rendah yang terbentang luas dari selatan hingga utara dimana di dalamnya
terdapat banyak sungai yang selalu mengalir di sepanjang tahun. Di Kabupaten Banyuwangi
tercatat 35 DAS, sehingga disamping dapat mengairi hamparan sawah yang sangat luas juga
berpengaruh positif terhadap tingkat kesuburan tanah.

Gambar 2.1: Peta Administrasi Kabupaten Banyuwangi

PETA ADMINISTRASI
KABUPATEN BANYUWANGI

P. Kalong

P. Merah

P. Bedil P. Wa

15
Berdasarkan data statistik, potensi lahan pertanian di Kabupaten
Banyuwangi berada dalam peringkat ketiga setelah Kabupaten Malang
dan Jember. Tidaklah mengherankan kalau Kabupaten Banyuwangi
menjadi salah satu lumbung pangan di Provinsi Jawa Timur.

Disamping potensi di bidang pertanian, Kabupaten Banyuwangi


merupakan daerah produksi tanaman perkebunan dan kehutanan, serta
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah penghasil ternak
yang merupakan sumber pertumbuhan baru perekonomian rakyat.
Dengan bentangan pantai yang cukup panjang, dalam perspektif ke
depan, pengembangan sumberdaya kelautan dapat dilakukan dengan
berbagai upaya intensifikasi dan diversifikasi pengelolaan kawasan
pantai dan wilayah perairan laut.

3.2. KEUANGAN DAERAH

Pada bab ini terdiri dari 3 sub-bab, yakni kondisi keuangan daerah, proyeksi
APBD dan kerangka pendanaa. Adanya pembagian ini adalah guna menjawab runusan
masalah yang ingin dicapai, salah satunya adalah memberikan proyeksi APBD kabupaten
Banyuwangi

3.2.1 KONDISI KEUANGAN DAERAH

Kondisi keuangan daerah bertujuan untuk memperlihatkan dan memonitor kemampuan


daerah dalam mendanai rencana pembangunan. Dengan melakukan analisis keuangan
daerah yang tepat akan melahirkan kebijakan yang efektif dalam pengelolaan keuangan
daerah. Kondisi keuangan daerah sendiri dibagi pendapatan, belanja dan pembiayaan
daerah.

16
3.2.2 PENDAPATAN DAERAH

Pendapatan daerah Kabupaten banyuwangi cenderung meningkat setiap tahunnya,


dan elemen-elemen pembentuk pendapatan daerah seperti PAD, Dana Transfer dan Lain-
lain yang sah ada di gambar 3.3

Gambar 3.1
Pendapatan Daerah Kab. Banyuwangi tahun 2015 - 2018
(dalam Triliun Rupiah)

3,500

3,000

2,500

2,000

1,500

1,000

500

0
2015 2016 2017 2018
Pendapatan (Triliun) 2,394 2,505 2,763 2,981

Pendapatan (Triliun)

Gambar 3.2
Perbandingan PAD dan Dana Transfer
Kab. Banyuwangi tahun 2015 - 2018 (dalam Milyar Rupiah)

2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
2015 2016 2017 2018

2015 2016 2017 2018


PAD 249.036 307.162 388.617 527.381
Dana Transfer 1469.63 1470.47 1960.55 1918.4

PAD Dana Transfer

17
Dilihat dari perbandingan PAD dan dana transfer dapat dilihat kenaikan pada keduanya
kenaikan dana transfer di ikuti oleh kenaikan PAD.

Dilihat dari perbandingan pada gambar 3.3 PAD cenderung naik dari tahun ke tahun tapi
dana transfernya juga ikut naik

Gambar 3.3
Perbandingan Pertumbuhan PAD, Dana Transfer, Pendapatan Lain-lain yang sah dan
Pendapatan Daerah Kab. Banyuwangi tahun 2015 – 2018

PAD Dana Transfer Lain-Lain yang sah

1960.55

1918.4
1470.47
1469.63

675.729

727.01

534.949
527.381
388.617

413.75
307.162
249.036

2015 2016 2017 2018

3.3 BELANJA DAERAH

Belanja Daerah merupakan semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Klasifikasi
belanja menurut jenis belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud terdiri dari:
1. Belanja pegawai;
2. Belanja bunga;
3. Belanja subsidi;
4. Belanja hibah;
5. Belanja bantuan sosial
6. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota/ desa
7. Belanja bantuan keuangan kepadaprovinsi/kabupaten/ kota dan

18
pemerintahan;
8. Belanja tidak terduga.
Sedangkan Belanja Langsung meliputi
1. Belanja pegawai;
2. Belanja barang dan jasa;
3. Belanja modal.
Pengelolaan belanja daerah dilaksanakan berlandaskan pada anggarankinerja
(Performance Budget) yaitu belanja daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil
atau kinerja Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan
publik, yang berarti belanja daerah harus berorientasi pada kepentingan publik.

Gambar 3.4
Total Belanja Daerah Kab. Banyuwangi tahun 2015 - 2018 (dalam Milyar Rupiah)

Belanja Daerah Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung

3009.73
2943.92
2802.18
2572.87

1666.49

1647.94
1577.52
1569.06

1361.79
1277.43
1224.65
1003.22

2015 2016 2017 2018

Dilihat dari gambar 3.4 belanja daerah kabupaten banyuwangi terus meningkat dari tahun
2015 dan belanja tidak langsung masih dominan setiap tahunnya tapi mengalami
pertumbuhan yang lambat dan belanja langsung mengalami peningkatan yang sangat besar,
bias dilihat pada gambar 3.5

19
Gambar 3.5
Perbandingan Pertumbuhan Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung

1800 25%
1600
1400 20%
1200
15%
1000
800
10%
600
400 5%
200
0 0%
2015 2016 2017 2018
belanja tidak langsung 1569.06 1577.52 1666.49 1647.94
belanja langsung 1003.22 1224.65 1277.43 1361.79
growth belanja tidak
1% 9% 2%
langsung
growth belanja langsung 22% 5% 8%

3.4 RASIO KEMANDIRIAN

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap


sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mangandung arti bahwa
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama
pemerintah pusat) semakin rendah, demikian pula sebaliknya (Halim, 2004). Rasio
kemandirian Kabupaten Banyuwangi selama tahun 2015-2018 dapat di lihat pada
Gambar berikut :

20
30.00%

25.00%

20.00%

15.00%

10.00%

5.00%

0.00%
2015 2016 2017 2018
Rasio Kemandirian 16.94% 20.88% 19.82% 27.49%

Kriteria penilaian kemandirian keuangan daerah (Litbang Depdagri-Fispol UGM, 1991):

0,00-10,00 Sangat Kurang 40,01-50,00 Baik

10,01-20,00 Kurang >50,00 Sangat Baik

20,01-40,00 Cukup

Kemandirian kabupaten banyuwangi turun pada tahun 2017 sebesar 19.82% dan
meningkat kembali pada tahun 2018 sebesar 27.49%, Maka dapat dijelaskan bahwa
tingkat kemandirian Kabupaten Banyuwangi masih Kurang pada tahun sebelum
2018 dan cukup pada tahun 2018, tapi prosentasenya masih jauh dari angka 100%.

21
BAB IV

PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Pendapatan daerah kabupaten banyuwangi cenderung meningkat setiap


tahunnya, tapi jika dilihat dari perbandingan PAD dan Dana transfer masih
cenderung ketergantungan dengan dana transfer, tetapi hal ini di gunakan untuk
meingkatkan jumlah PAD, hal ini dapat dilihat pada setiap tahunnya jumalah PAD
kab. Banyuwangi selalu meningkat dan jika dilihat dari belanja daerah, belanja
tidak langsung kab. Banyuwangi masih dominan walau dilihat dari angka terus
turun sampai pada tahun 2017 kembali naik dan turun lagi pada tahun 2018, dan
di ikuti belanja langsung yang terus naik setiap tahunnya, dan tingkat kemandirian
kab. Banyuwangi masih sangat bergantung pada dana transfer. Jika hal ini tidak di
kurangi maka akan menciptakan kecanduan tersendiri dan melupakan potensi
daerah.

4.2 SOLUSI
Diperlukan pemikiran kreatif dan inovatif dalam melahirkan regulasi
perpajakan, misalnya disertai dengan berbagai insentif dalam periode tertentu,
sehingga potensi aset dari data baru bisa sukarela membayar. Kedua, menetapkan
alokasi bujet yang lebih berani, dimana dana perimbangan lebih diprioritaskan
untuk belanja modal dibandingkan belanja pegawai. Hal ini memang tidak mudah,
meski bukan tidak mungkin. Ketika kita tahu bahwa dana dari pemerintah pusat
adalah keniscayaan, dan di sisi lain masyarakat sangat membutuhkan peningkatan
infrastruktur, maka sepatutnya dana perimbangan bisa diprioritaskan bagi belanja
modal. Hal ini pun berarti secara simultan bahwa belanja pegawai lebih baik
diprioritaskan bersumber dari pajak dan retribusi daerah. Jadi, alokasi keduanya
jelas dan terukur, peruntukannya sesuai dengan porsi.

22
DAFTAR PUSTAKA

https://www.banyuwangikab.go.id
https://bapenda.jabarprov.go.id/2014/08/07/melepas-ketergantungan-dana-pusat/
http://jdih.banyuwangikab.go.id

23

Anda mungkin juga menyukai