Anda di halaman 1dari 58

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari

sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut
tanah dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

Penyebab kerusakan pada perkerasan lentur


Kerusakan pada konstruksi perkerasan lentur dapat disebabkan oleh:
1. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban.
2. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik
dan naiknya air akibat kapilaritas.
3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan
yang tidak baik.
4. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.
5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh sistem
pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah
dasarnya yang memang kurang bagus.
6. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
Jenis kerusakan perkerasan lentur
Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum
mencapai umur rencana. Kegagalan pada perkerasan dapat dilihat dari kondisi
kerusakan fungsional dan struktural.
Kerusakan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan yang direncanakan. Sedangkan kerusakan struktural terjadi ditandai
dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan.
Kegagalan fungsional pada dasarnya tergantung pada derajat atau tingkat
kekasaran permukaan, sedangkan kegagalan struktural disebabkan oleh lapisan
tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan
pengaruh kondisi lingkungan sekitar.
Jenis Kerusakan Perkerasan Lentur dapat dibedakan atas :
1. Retak (cracking)
a. Retak halus atau retak garis (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau
sama dengan 3 mm.
b. Retak kulit buaya (alligator crack), lebar celah lebih besar atau sama dengan
3 mm.
c. Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa
cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu.
d. Retak sambungan bahu & perkerasan (edge joint crack), retak memanjang,
umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan.
e. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), adalah retak
memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan
perkerasan pelebaran.
f. Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang, diagonal
atau membentuk kotak.
g. Retak susut (shrinkage cracks), retak yang saling bersambungan
membentuk kotak-kotak besar dengan susut tajam.
h. Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung seperti
bulan sabit.
2. Distorsi (distortion)
a. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan.
b. Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan.
c. Sungkur, (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat
kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam.
d. Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak.
e. Jembul (upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak.
3. Cacat permukaan (disintegration)
a. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai
besar.
b. Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek
serta disebabkan oleh hal yang sama dengan lubang.
c. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping), dapat disebabkan oleh
kurangnya ikatan antar lapisan permukaan dan lapis dibawahnya, atau
terlalu tipisnya lapis permukaan.
4. Pengausan ( polished aggegate)
5. Kegemukan (bleeding / flushing)
6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas
A. Rigid pavement (perkerasan kaku).
Perkerasan kaku atau perkerasan beton semen portland, umumnya terdiri
dari hanya dua lapis, yaitu plat beton dan pondasi bawah (subbase), tapi lapisan
permukaan aspal kadang-kadang ditambah pada saat pembangunan maupun
sesudahnya.
Lapisan pondasi bawah berfungsi untuk :
1. Mengendalikan pengaruh pemompaan.
2. Mengendalikan aksi pembekuan.
3. Sebagai lapisan drainase.
4. Mengendalikan kembang-susut tanah dasar.
5. Memudahkan pelaksanaan, karena dapat juga berfungsi sebagai lantai
kerja.
6. Mengurangi terjadinya retak pada plat beton.

Selain itu, setiap perkerasan memiliki kelebihan masing-masing. Keuntungan


pemakaian perkerasan lentur juga termasuk :
1. Permukaan perkerasan lentur (aspal) umumnya memberikan kualitas
layanan yang lebih nyaman, karena tidak bersambungan. Pada perkerasan
kaku, banyaknya sambungan di antara blok-blok plat beton mengakibatkan
gangguan kenyamanan kendaraan.
2. Perkerasan lentur tidak menimbulkan banyak gangguan suara akibat kontak
roda kendaraan dengan permukaan aspal.
3. Perkerasan lentur bisa cepat dibuka lalu lintas, segera setelah pemadatan
selesai dan pendinginan aspal mencapai keseimbangan dengan suhu
sekitar. Pada perkerasan beton, setelah pengecoran plat harus menunggu
waktu betonnya tercapai.
Perkerasan juga memiliki kelebihan seperti :
1. Lebih mampu mengatasi kelebihan beban yang tidak diharapkan dan lebih
tahan terhadap tumpahan dalam area industri.
2. Lebih tahan dalam menjaga kekesatan dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan perkerasan aspal.
B. Composite pavement (perkerasan komposit).
Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku
(rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya
atau sebaliknya. Jadi, perkerasan menggunakan kombinasi antara aspal dan
semen sebagai bahan pengikatnya yang disusun dalam dua jenis dimana
keduanya perkerasan ini bekerja sama dalam memikul beban lalu lintas.
Perkerasan jalan komposit memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Biaya perawatan lebih efisien, karena jangka waktu perawatan lebih
panjang dibandingkan memakai perkerasan aspal.
2. Kekuatan konstruksi lebih awet.
Bahan komposit menjadi perpaduan antara lapisan lentur dan kaku,
sehingga pada saat diaplikasikan semua beban kendaraan akan tersebar
lebih merata sehingga keawetannya lebih lama
3. Memberi kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan.
Ketika konstruksi jalan raya terlihat kuat dan kokoh maka pengguna
jalan lebih nyaman saat melintas. Tidak hanya itu, kekuatan jalan raya juga
memberi keamanan bagi pengguna jalan terutama saat kondisi jalan terasa
terlihat licin karena genangan air.
http://jharwinata.blogspot.com/2018/06/pelaksanaan-perkerasan-lentur-
flexible.html

A. Urutan Pengerjaan Lapis Permukaan Beton Aspal

 Tentunya Lapis Pondasi Atas (LPA) sudah selesai dikerjakan dan


siap untuk di beri lapisan permukaannya.
 Tentukan lebar jalan yang akan diberi Lapisan Beton Aspal (LBA)
 Lapisan permukaan LPA di semprot dengan menggunakan Air
Compresor bertujuan untuk menyingkirkan debu pada bagian
permukaan LPA.
 Permukaan LPA diberi lapisan aspal cair (Prime Coat) sebagai
bahan ikat antara LPA dengan LBA
 Beton Aspal panas disebarkan dengan alat asphalt power/finisher.
Dalam hal ini temperatur campuran harus di perhatikan atau di cek
temperatur dari Beton Aspal.
 Pemadatan awal dengan menggunakan alat Smooth Steel Drum
Roller (SSDR)
 Pemadatan tengah dengan menggunakan alat Pneumatic Tire
Rolling (PTR)
 Pemadatan akhir dengan menggunakan alat SSDR
 Kemudian beton aspal di biarkan dingin sampai suhunya sama
dengan suhu udara sekitarnya. Biasanya sekitar 2 – 4 jam
 Jalan siap di pakai dan di lalui kendaraan.

Berat Temperatur Durasi


Jenis
No Jenis Pekerjaan Alat Jumlah Lintasan Pengerjaan Pengerjaan
Alat
(Ton) (C°) (Menit)
1 Pemadatan Awal SSDR ±8 2 – 4 Lintasan 135 awal – 3–6
120 akhir
2 Pemadatan PTR ± 12 - 18 15 – 18 Lintasan 120 awal – 10 – 12
Tengah 100 akhir
3 Pemadatan Akhir SSDR ±8 3 – 5 Lintasan 100 awal – 70 4–6
akhir
Catatan : Setiap Persayaratan tersebut mempunyai konsekuensi terhadap
kualitas dari hasil pengerjaan lapis permukaan tersebut. Sebagai contoh,
Jika jumlah lintasan tidak sesuai, maka kepadatan tidak sempurna dan jika
temperatur rendah maka ikatan dan pemadatan tidak akan sempurna.
Untuk video pelaksanaannya, boleh lihat dibawah in
1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible
Pavement)
Written by AdminGro1
Published: 23 July 2014

Yang dimaksud perkerasan lentur {flexible pavement) adalah perkerasan yang


umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta
bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya. Sehingga lapisan perkerasan tersebut
mempunyai flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan kenyaman kendaraan
dalam melintas diatasnya. Perlu dilakuan kajian yang lebih intensif dalam
penerapannya dan harus juga memperhitungkan secara ekonomis, sesuai dengan
kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis
lainnya, sehingga konstruksi jalan yang direncanakan itu adalah yang optimal.
A. Komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) terdiri atas:
1. Tanah Dasar (sub grade)
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau
permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar
untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-
sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah
dasar adalah sebagai berikut:
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya,
atau akibat pelaksanaan.
2. Lapis Pondasi Bawah (sub base course)
Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi
dan tanah dasar.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain:
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-
lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap
roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus
segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih
baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-
campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland dalam beberapa hal
sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi
perkerasan.
3. Lapis Pondasi (base course)
Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan
dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan
lapis pondasi bawah).
Fungsi lapis pondasi antara lain:
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk
digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat
digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan
stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
4. Lapis Permukaan (surface course)
Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis
permukaan antara lain:
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakan akibat
cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course).
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis
pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung
lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-
besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
B. Jenis-jenis Lapis Permukaan (surface course)
Jenis lapis permukaan terdapat bermacam-macam yaitu:
a. Lapis Aspal Beton (LASTON)
Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan
yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang
dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
b. Lapis Penetrasi Makadam (LAPEN)
Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang
terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan
seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan diatasnya dan
dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan
perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup.
c. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)
Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila diperlukan)
yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
d. Hot Rolled Asphalt (HRA)
Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran
antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan
tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
e. Laburan Aspal (BURAS)
Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dengan ukuran
butir maksimum dari lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm atau 3/8 inch.
f. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU)
Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam.
Tebal maksimum 20 mm.
g. Laburan Batu Dua Lapis
Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri
dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal
maksimum 35 mm.
h. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)
Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah merupakan pondasi
perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan
tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas.
i. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH)
Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada umumnya
merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar
jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu
dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu.
j. Lapis Tipis Aspal Beton
Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri
dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan
perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada
suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.
k. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)
Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam
keadaan panas pada suhu tertentu.
l. Aspal Makadam
Aspal Makadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan/atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur
dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.
Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi: lapis pondasi bawah (sub base
course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface course).
https://dpupr.grobogan.go.id/info/artikel/29-konstruksi-perkerasan-lentur-flexible-
pavement
Tanah dasar (sub grade) Struktur Perkerasan jalan
fakhli Mei 18, 2014
Struktur Perkerasan jalan Secara umum terdiri dari beberapa lapis perkerasan.

Lapisan perkerasan tersebut antara lain, Lapisan Tanah dasar (sub grade), lapisan
Lapis pondasi bawah (subbase course), Lapisan Lapis pondasi (base course), dan
Lapisan Lapis permukaan / penutup (surface course).

Struktur Lapisan Perkerasan Jalan

Tanah dasar atau sub grade adalah lapisan tanah paling bawah yang berfungsi
sebagai tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi
perkerasan jalan di atasnya.
Tanah dasar (sub grade) dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik (baca juga :
Metode Pelaksanaan Penyiapan Badan Jalan ), atau tanah urugan yang
didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi (dengan semen,
kapur dan lain lain).
Ditinjau dari muka tanah asli, maka tanah dasar dibedakan atas :

 Tanah dasar, tanah galian. ( baca juga: metode pelaksanaan galian


pelebaran badan jalan )
 Tanah dasar, tanah urugan.
 Tanah dasar, tanah asli.

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari


sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.

Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

 Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu


lintas.
 Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar
air.
 Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-
sifat tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan
pelaksanaanyang mengakibatkan kepadatan yang kurang baik.

https://www.kumpulengineer.com/2014/05/tanah-dasar-sub-grade-struktur.html
2. Civil Engineering
Can Change The
World
"One of Good Deeds Which Give Continuous Rewards (Charity) for us Although
We Have Dead Is Benefit Knowledge"
Beranda
WRITING
MY PROFILE
Rabu, 28 September 2016
Perbaikan Tanah Pada Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu
pecah atau batu belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai
adalah aspal, semen ataupun tanah liat. Struktur perkerasan jalan umumnya terdiri
dari beberapa lapisan bahan yang kuat untuk memastikan kekuatannya menahan
baban lalu lintas. Untuk perkerasan lentur yang dibahas pada tugas ini lapisan-
lapisan perkerasan terdiri dari :

a. Lapisan permukaan, terdiri dari wearing course dan binder course. Lapisan
ini berhubungan langsung dengan beban lalu lintas dan umumnya menggunakan
material berkualitas tinggi. Lapisan ini mempunyai karakteristik diantaranya
memberikan gesekan pada lapisan permukaan, lapisan permukaannya halus,
peredam suara, tahanan dorong, dan drainase, lapis permukaan menahan air dari
permukaan agar tidak masuk ke lapisan dibawahnya, (lapisan dasar).
b. Base course, lapisan yang terdiri dari butiran yang berkualitas tinggi atau
material yang mampu menahan tegangan yang tinggi. Lapisan ini merupakan
komponen perkerasan lentur yang paling banyak menahan beban.
c. Subbase, lapisan ini berada di atas lapisan subgrade dan dimaksudkan untuk
mengurangi tegangan yang disalurkan dari lapisan permukaan ke lapisan subgrade.
Jika butiran yang digunakan pada lapisan subgrade memiliki kualitas yang baik dan
diperuntukkan untuk mengantisipasi beban yang kecil, maka
laipsan subbase biasanya tidak digunakan.
d. Subgrade, lapisan subgrade dapat menggunakan material alami di lokasi
pembangunan jalan ataupun menggunakan material yang di datangkan dari tempat
lain untuk di hamparkan pada lokasi pembangunan jalan. Performanceperkerasan
jalan dapat ditinjau dari kualitas material dan juga tebal perkerasannya. Kegagalan
perkerasan umumnya dimulai dari lapisan paling bawah ke lapisan paling atas, yang
biasa digunakan untuk menentukan umur layan.

Gambar 1. Lapisan Perkerasan Lentur


Sumber : Journal of Engineering and Applied Science, 2012

Meskipun lapisan perkerasan sangat berperan dalam kemampuan layan, akan tetapi
sukses atau gagalnya suatu perkerasan tidak hanya bergantung pada kualitas
material yang berada di atas lapisan subgrade. Kualitas bahan material yang
digunakan bisa bermacam-macam, meskipun disarankan menggunakan kualitas
yang terbaik. Karena kegagalan perkerasan dimulai dari lapisan dasar maka untuk
dikatakan berhasil lapisan subgrade bergantung pada tigakarakteristik dasar
sebagai berikut :
1. Load Bearing Capacity
Lapisan Sub Grade harus mampu menahan beban yang disalurkan oleh struktur
perkerasan, load bearing capacity sering kali dipengaruhi oleh tingkat pemadatan,
kandungan kelembapan tanah, dan jenis tanah. Lapisan subgradeyang dapat
menahan beban dalam jumlah besar tanpa terjadi deformasi berlebihan, maka
lapisan tersebut dikatakan baik.
2. Kelambapan
Kelembapan banyak mempengaruhi karakteristik tanah yang lain termasukload
bearing capacity , kembang, dan susut. Kelembapan dipengaruhi oleh drainase,
tinggi muka air tanah, infiltrasi atau pengaruh retak pada perkerasan.Subgrade yang
memiliki kandungan air tinggi akan mengalami deformasi yang berlebih ketika
menahan beban lalu lintas.
3. Kembang Susut

Kembang dan susut tanah tergantung pada kelembapan tanah. Selain itu, tanah
dengan gradasi butiran yang berlebihan rentan terhadap kembang dan susut ketika
terjadi perubahan suhu yang besar.

METODE DAN ANALISIS PERBAIKAN TANAH


a. Perbaikan Tanah Menggunakan Aspal
Stabilisasi didefinisikan sebagai suatu usaha untuk perbaikan sifat-sifat tanah
eksisting agar memenuhi spesifikasi teknis yang diharapkan. Stabilisasi, apabila di
desain dengan benar, dapat memberikan keuntungan secara ekonomis dan
lingkungan dalam aplikasinya pada rehabilitasi dan pembangunan jalan. Stabilisasi
tanah dapat terdiri dari salah satu atau beberapa tindakan, yaitu : meningkatkan
kerapatan tanah, Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan
kohesi dan atau tahanan gesek yang timbul, menambah bahan yang menyebabkan
perubahan kimiawi dan atau fisis tanah, menurunkan muka air tanah,
atau mengganti tanah yang buruk, (Ausroad,1998).
Stabilisasi tanah dasar pada konstruksi jalan adalah suatu usaha untuk memperbaiki
sifat-sifat tanah eksisting agar memenuhi spesifikasi teknis. Pada sistem struktur
perkerasan jalan, sifat-sifat tanah tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada kualitas sistem perkerasan, (Ingles dan Metcalf, 1972).
Stabilisasi tanah untuk perkerasan jalan dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa bahan. Bahan-bahan tersebut adalah semen, kapur, aspal, atau bahan-
bahan kimia lainnya. Hasil stabilisasi tersebut umumnya menunjukkan terjadinya
perbaikan yang signifikan. Untuk memilih jenis stabilisasi yang sesuai dapat
digunakan pedoman seperti yang terdapat pada Tabel 1 (Ausroad, 1998) dan
Gambar 1 (ASTM, 1997).

Tabel 1. Pemilihan Jenis Bahan Stabilisasi

Sumber : Ausroad, 1998


Gambar 2. Jenis Stabilisasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir dan Indeks Plastis
Sumber : ASTM, 1997

Stabilisasi dengan aspal didefinisikan sebagai suatu proses ketika aspal dalam
jumlah tertentu dicampurkan dengan tanah lunak atau agregat untuk membentuk
suatu kondisi tanah yang stabil sesuai yang disyaratkan sebagai lapisan tanah dasar.
Bahan stabilisasi berupa aspal tersebut akan meningkatkan kohesi antar partikel dan
daya dukung tanah serta meningkatkan ketahanan tanah terhadap air.
Lapis pondasi bawah perkerasan suatu ruas jalan yang cukup panjang di daerah
yang relatif terpencil akan dibuat dari bahan setempat. Perbaikan tanah ditujukan
untuk meningkatkan daya dukung tanah (kemampuan mendukung beban) dan
mengurangi kemampuan mampatnya. Metode stabilisasi yang sudah dikembangkan
untuk tanah lempung lunak adalah metode stabilisasi kimia dengan kapur atau
semen. Tanah lempung memiliki karakteristik kembang susut yang tinggi. Jenis
tanah yang perlu diperhatikan salah satunya adalah tanah lempung ekspansif.
Disebut demikian karena tanah jenis ini umumnya mempunyai fluktuasi kembang
susut yang tinggi dan mengandung mineral yang mempunyai potensi mengembang
(swelling potential) yang tinggi, bila terkena air. Untuk tanah lempung ekspansif,
kandungan mineral yang ada adalah mineral montmorillonite yang mempunyai luas
permukaan paling besar dan sangat mudah menyerap air dalam jumlah banyak bila
dibandingkan dengan mineral lainnya, sehingga tanah mempunyai kepekatan
terhadap pengaruh air dan sangat mudah mengembang.
Pada perbaikan tanah menggunakan bahan bitumen sering digunakan tiga jenis
bahan yaitu aspal panas, aspal cair, dan aspal emulsi. Sifat-sifat fisik yang
diperbaiki pada tanah granular yaitu memberikan kohesi dan menambah kekuatan.
Sedangkan pada tanah kohesif pemberian bitumen yaitu tahan terhadap air dan
berkurangnya kekuatan akibat penambahan kadar air menjadi berkurang.
Stabilisasi tanah menggunakan aspal berbeda dengan stabilisasi tanah
menggunakan semen dan atau kapur. Fungsi aspal pada stabilisasi tanah
menggunakan aspal untuk tanah berbutir halus adalah sebagai campuran kedap air,
sedangkan untuk tanah berbutir kasar adalah sebagai campuran kedap air dan
pengikat. Kriteria yang diperlukan untuk suatu perancangan stabilisasi
menggunakan aspal adalah berdasarkan stabilitas dan ukuran butir.

Tabel 2. Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Stabilisasi

Sumber : Austroads Inc, 1998


Lapis pondasi atas pada perkerasan lentur biasanya terdiri atas lapisan
hasil pemadatan batu pecah, kerikil atau slag yang bergradasi tertentu, atau bahan
hasil stabilisasi. Sedangkan lapis pondasi bawah dapat terdiri atas bahan yang sama
seperti untuk lapis pondasi atas, tetapi dengan mutu yang lebih rendah. Untuk
memastikan bahwa tanah dasar tidak menerima tegangan berlebih, maka lapis
pondasi atas dan lapis pondasi bawah harus mempunyai tebal yang memadai.
CBR yang harus dipenuhi bahan lapis pondasi atas biasanya ditetapkan 100
persen. Namun demikian, lapis pondasi pada perkerasan yang melayani lalu-
lintas rendah mungkin tidak menuntut bahan bermutu tinggi, tetapi cukup bahan
yang bermutu lebih rendah. Lapis pondasi yang terdiri atas bahan yang
distabilisasi aspal atau semen dapat menghemat biaya, karena lapis pondasi dengan
bahan tersebut akan menjadi lebih tipis.

b. Perbaikan Tanah Menggunakan Fly Ash


Fly ash adalah partikel halus yang merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil
pembakaran batubara yang dikumpulkan dengan alat elektro presipirator. Fly
ashmerupakan kategori limbah yang mempunyai potensi tinggi digunakan dalam
konstruksi (Setyawan, 2005).
Proses pembakaran batu bara pada PLTU menghasilkan limbah berupa limbah cair
dan limbah padat. Fly ash dan Bottom Ash merupakan limbah padat sisa
pembakaran batu bara. Limbah cair antara lain (oily drain, aux drain, boiler
cleaning,ash disposal area, coal pile storage area, boiler blowdown, and FGD blow
down).
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi 2 kelas yaitu fly ash kelas F danfly
ash kelas C. Perbedaan utama dari kedua fly ash tersebut adalah banyaknya unsur
kalsium, silika, aluminium, dan kadar besi dalam ash.
1. Fly ash kelas F merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batu
baraantrachite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk
mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated
lime, atau semen. Fly ash kelas F memiliki kadar kapur yang rendah (CaO < 10%).
2. Fly ash kelas C merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batu
baralignite atau subbituminous yang mempunyai sifat pozolanic serta self
cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah kekuatan apabila bereaksi
dengan air tanpa penambahan kapur). Fly ash kelas C biasanya memiliki kadar
kapur (CaO) > 10%.
Gambar 3. Jenis – jenis Fly Ash
Sumber : Google.com, 2016

Keuntungan menggunakan fly ash pada aplikasi geotechnical engineering,


seperti soil improvement untuk konstruksi jalan adalah dari segi ekonomi,
lingkungan, dan mengurangi shrinkage-cracking problem pada penggunaan semen
sebagai bahan stabilisasi. Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan
adalah memanfaatkan limbah fly ash untuk keperluan bahan bangunan teknik sipil.
Namun pemanfaatan limbah fly ash masih belum maksimal dilakukan.
Fly ash memiliki kandungan SiO2, Al2O3, P2O5, dan Fe2O3 yang cukup
tinggi sehingga abu batubara (fly ash) memenuhi kriteria sebagai bahan yang
memiliki sifat semen atau pozzolan (Misbachul Munir, 2008). Penambahan fly
ashpada tanah ekspansif dimaksudkan agar terbentuk reaksi pozzonic yaitu reaksi
antara kalsium yang terdapat pada fly ash dengan alumina dan silikat yang terdapat
pada tanah sehingga menghasilkan massa yang keras dan kaku (Gogot Setyo Budi
et al. 2003).
Untuk kandungan fly ash sendiri yang diambil dari beberapa sumber diambil dari
beberapa sumber adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Kandungan Fly ash

Sumber : Rahmi, 2006


Setyo-budi, et al (2003) melakukan penelitian dengan melakukan variasi
penambahanfly ash sebesar 0%, 10%, 15%, 20%, dan 25%, hasilnya sebagai
berikut :

Gambar 4. Pengaruh Penambahan Fly ash terhadap Kekuatan Tanah


Sumber : Gogot Setyo-budi, 2003

Apabila tanah tersebut dicampur fly ash dengan presentase 25% dan di curing
selama 28 hari maka dapat meningkatkan kekuatan tanah mencapai 300% dari tanah
asli.
Pengaruh pencampuran fly ash terhadap nilai CBR dikarenakan reaksi
pozzolanic, Reaksi ini mengakibatkan meningkatnya daya ikat antar butiran tanah
sehingga membentuk tanah yang lebih keras dan kaku, keadaan tanah yang seperti
ini lah yang menjadikan nilai CBR yang lebih besar dibandingkan tanah asli tanpa
penambahan bahan stabilisasi (fly ash).
Tabel 4. Pengujian CBR Terendam (Unsoaked)

Sumber : Ahmad Ismail, 2015

Namun pada campuran tanah asli dengan 20% fly ash nilai CBR lebih kecil
daripada saat kadar fly ash 15%. Hal ini dikarenakan, terlalu banyak nya kadar fly
ashsebagai bahan adiktif atau dengan kata lain, berlebihnya kandungan kalsium
sebagai pengikat sedangkan kandungan alumina dan silikat menjadi lebih sedikit
sehingga ikatan yang terbentuk antar butiran tanah dan butiran fly ash tidak kuat.
Keadaan ini mengakibatkan daya dukung tanah menjadi lebih kecil.
Campuran tanah dan fly ash mempunyai perilaku yang berbeda tergantung variasi
campurannya. Untuk mengetahui pengaruh fly ash terhadap tanah lempung
dilakukan pengujian berat jenis (specivic gravity), batas konsistensi, gradasi
butiran, CBR (calibration bearing ratio) dan kuat tekan bebas.
Hasil uji (Gs) dengan variasi persentase campuran tanah dan fly ash, menunjukkan
adanya kecenderungan kenaikan nilai berat jenis. Pengaruh penambahan
persentase fly ash terhadap nilai batas konsistensi. Berdasarkan hasil uji batas cair
(LL), penambahan fly ash menyebabkan penurunan nilai batas cair. Hal ini
mengindikasikan telah terjadi penyelimutan antara fly ash dengan butiran tanah
lempung, yang mengakibatkan butiran lempung sulit menggelincir saat uji batas
cair, sehingga batas cairnya turun.
Berdasarkan uji batas plastis (PL), penambahan fly ash mempunyai kecenderungan
turun, hal ini disebabkan sifat plastis dan susut tanah lempung dipengaruhi fly ash.
Dari hasil uji CBR diperoleh data, tanah lempung asli dari lapangan memiliki nilai
CBR yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan tanah yang telah distabilisasi.
Pada CBR tanpa perendaman persentase nilai tanah asli yaitu 22,2% sedangkan
persentase nilai CBR dengan perendaman yaitu 3,00%. Persentase nilai CBR
teertinggi tanah lempung tercapai pada kondisi penambahan additive 7,5% dengan
masing- masing nilai pada CBR perendaman 8,60% dan CBR tanpa perendaman
yaitu 38,00%.
Hasil uji batas konsistensi (batas – batas atterberg limits) campuran tanah
dengan penambahan persentase fly ash di bandingkan tanah asli menunjukkan batas
cair (LL) mengalami penurunan dan batas plastis (PL) cenderung menurun, maka
Indeks Plastissitasnya (IP) menurun. Penambahan fly ash pada tanah asli
menyebabakan perubahan gradasi butiran yaitu persentase fraksi kasar akan
bertambah. Penambahan fly ash pada tanah ekspansif dengan prosentse fly
ash yang tepat dapat meningkatkan nilai CBR tanah (subgrade). Sehingga tanah
lempung ekspansif dapat dijadikan sebagai lapisan pondasi dasar (subgrade) jalan
apabila terlebih dahulu dilakukan stabilisasi pada tanah tersebut.

3. Perbaikan Tanah Menggunakan Semen


Stabilisasi tanah dengan semen diartikan sebagai pencampuran antara tanah yang
telah dihancurkan, semen dan air, yang kemudian dipadatkan sehingga
menghasilkan suatu material baru disebut Tanah – Semen dimana kekuatan,
karakteristik deformasi, daya tahan terhadap air, cuaca dan sebagainya dapat
disesuikan dengan kebutuhan untuk perkerasan jalan, pondasi bagunan dan jalan,
aliran sungai dan lain-lain (Kezdi, 1979 : 108).
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan mutu stabilisasi tanah
dengan semen sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mencegah kegagalan
dalam pelaksanaan dilapangan dalam pekerjaan konstruksi.
Jenis – jenis semen menurut SNI antara lain Semen Portland Putih, Semen Portland
Pozolan, Semen Portland, Semen Portland Campur, Semen Mansonry, dan Semen
Portland Komposit. Jenis semen yang biasa digunakan adalah semen Portland tipe
1, tipe yang paling umum digunakan.
Masalah yang dihadapi dalam penggunaan semen tipe ini adalah pada saat
digunakan pada tanah yang mengandung kadar air serta bahan organic, sulfat dan
garam-garaman dalam kadar yang tinggi. Kendala lain dari penggunaan semen tipe
ini adalah penyerapan air untuk hidrasi semen dan reaksi awal relative kecil yaitu
28 % dari berat semen serta dapat terjadi keretakan.
Penambahan semen akan meningkatkan daya dukung tanah dan memperbaiki daya
tahan tanah terhadap air (swelling rendah) sehingga durabilitasnya meningkat.
Kandungan semen yang tinggi tidak akan berdampak baik karena berpengaruh
terhadap kekuatan campuran (cracking).
Tahapan Proses Kimia pada Stabilitas Tanah Menggunakan Semen :
a. Absorbsi Air dan reaksi Pertukaran Ion
Bila Semen Portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++ dilepaskan
melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan partikel-
partikel lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung menggumpal
sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik.
b. Reaksi Pembentukan Kalsium Silikat dan Kalsium Aluminat
Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut :
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2
Dari reaksi-reaksi kimia tersebut diatas, maka reaksi utama yang berkaitan dengan
kekuatan ialah hidrasi dari A-lit (3CaO.SiO2) dan B-lit (2CaO.SiO2). Sehingga
membentuk kalsium silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan
tanah meningkat.

4. Perbaikan Tanah Menggunakan Kapur


Tanah lempung mempunyai sifat-sifat yang tidak menguntungkan, sepertiBearing
Ratio (CBR) rendah, kembang susut (swelling) tinggi sehingga apabila
dipergunakan untuk tanah dasar (subgrade) jalan akan menghasilkan suatu
konstruksi yang tidak optimal hasilnya (cepat rusak). Untuk itu, jika akan
dipergunakan suatu konstruksi sebaikan nilai Bearing Ratio dinaikkan agar mampu
menahan beban di atasnya, kembang susut (swelling) diturunkan agar volume tanah
stabil bila kena hujan tidak mengembang sebaliknya bila musim kemarau tidak
meyusut terlalu tinggi sehingga retak-retak pada jalan bias dikurangi atau
dihilangkan.
Kriteria yang dipakai untuk menilai memuaskan atau tidaknya stabilisasi,
didasarkan faktor kekuatan dengan menggunakan parameter kepadatan kering
maksimum (d) dan CBR, swelling. CBR merupakan ukuran daya dukung tanah
yang dipadatkan dengan daya pemadatan tertentu dan kadar air tertentu
dibandingkan dengan beban standard pada batu pecah. Dengan demikian, besaran
CBR adalah persentase atau perbandingan daya dukung tanah yang diteliti dan daya
dukung batu pecah standar pada nilai penetrasi yang sama (0,1 inch dan 0,2 inch).
CBR laboratorium diukur dalam dua kondisi, yaitu kondisi tidak terendam disebut
CBRunsoaked dan kondisi terendam atau disebut CBR soaked. Pada umumnya
CBRsoaked lebih rendah dari CBR unsoaked. Namun demikian
kondisi soaked adalah kondisi yang serinng dialami di lapangan, sehingga di dalam
perhitungan konstruksi bangunan, harga CBR soaked yang dipergunakan sebagai
dasar perhitungan karena dalam kenyataannya air selalu mempengaruhi konstruksi
bangunan.
Potensi pengembangan tanah dengan berbagai nilai indeks plastisitas (IP) dapat
dilihat dalam Tabel 5. Ada dua alasan lempung lebih diperhatikan. Pertama, cukup
banyak masalah tanah dalam praktik perekayasaan dan salah satunya masalah
lempung. Yang kedua, kapur hanya efektif sebagai bahan stabilisasi pada tanah
yang mengandung lempung cukup banyak.
Tabel 5. Potensi Pengembangan Berbagai Nilai Indeks Plastisitas

Sumber : Chen, 1975

http://bungblog7.blogspot.com/2016/09/perbaikan-tanah-pada-perkerasan-
jalan.html
Perkerasan Jalan Lentur
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan merupakan salah satu prasarana perhubungan darat yang mengalami
perkembangan pesat. Oleh sebab itu pembangunan sebuah jalan haruslah dapat
menciptakan keadaan yang aman bagi pengendara dan pejalan kaki yang memakai
jalan tersebut. Salah satu faktor dibangunnya sebuah jalan adalah akibat
perkembangan sebuah daerah, baik itu perkembangan industri maupun
perkembangan ekonomi. Akibat dari perkembangan tersebut, maka secara otomatis
menyebabkan meningkatnya kepadatan lalu-lintas suatu daerah, baik akibat
kendaraan yang masuk ke suatu daerah atau yang akan meninggalkan daerah
tersebut, untuk itu sarana transportasi jalan yang dibutuhkan adalah sarana
transportasi yang lancar, aman dan nyaman yaitu sarana jalan yang memenuhi
persyaratan dari segi perencanaan, pembangunan, perawatan dan pengelolaannya.
Dengan adanya sarana transportasi jalan ini akan dapat memperlancar arus
komunikasi dan informasi antar daerah sehingga tidak ada lagi manusia yang
tinggal didaerah terisolir.
Jalan merupakan prasarana yang sangat menunjang bagi kebutuhan hidup
masyarakat, kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi
terutama pada sarana transportasi darat. Dampak pada konstruksi jalan yaitu
perubahan bentuk lapisan permukaan jalan berupa lubang (potholes), bergelombang
(rutting), retak-retak dan pelepasan butiran (ravelling) serta gerusan tepi yang
menyebabkan kinerja jalan menjadi menurun. Komperhensifitas perencanaan
prasarana jalan di suatu wilayah mulai dari tahapan prasurvey, perencanaan dan
perancangan teknis, pelaksanaan pembangunan fisiknya hingga pemeliharaan harus
integral dan tidak terpisahkan sesuai kebutuhan saat ini dan prediksi umur
pelayanannya di masa mendatang agar tetap terjaga ketahanan fungsionalnya.
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah
dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana
transportasi dimana diharapkan selama masa pelayanan tidak terjadi kerusakan
yang berarti khususnya pada perkerasan lentur. Perkerasan Lentur (Flexible
Pavement) adalah sistem perkerasan jalan dimana konstruksinya terdiri dari
beberapa lapisan. Tiap-tiap lapisan perkerasan pada umumnya menggunakan bahan
maupun persyaratan yang berbeda sesuai dengan fungsinya yaitu, untuk
menyebarkan beban roda kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh
tanah dasar dalam batas daya dukungnya. Maka dari itu sudah kewajiban kita untuk
mengetahui mulai dari penyebab kerusakan dan cara pemeliharaan jalan tersebut.
Agar tercipta jalan yang aman, nyaman dan memberikan manfaat yang signifikan
bagi kesinambungan dan keberlangsungan hidup masyarakat luas dan menjadi salah
satu factor menjadikannya peningkatan kehidupan masyarakat dari beberapa
aspek – aspek kehidupan.
Jika kita kaji secara teori dan realita yang sudah berjalan selama ini, dalam
pembangunan jalan ada banyak hal yang harus diperhatikan lebih mendetail dan
teliti baik itu dari perencanaan jalan itu sendiri maupun pelaksanaan tentunya. Kita
sebagai pengguna jalan pastinya menginginkan jalan yang kita pakai itu aman,
nyaman, bersih dll. Maka dari itu kerusakan yang terjadi dijalan tersebut harus
ditanggulangi dan diperbaiki dengan sungguh-sungguh.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan di bahas yaitu:
1. Bagaimana tahapan pekerjaan persiapan dalam pelaksanaan pekerjaan
perkerasan jalan (Perkerasan Lentur)?
2. Bagaimana metode pekerjaan dalam pekerjaan tanah dasar?
3. Bagaimana metode pekerjaan terkait lapis pondasi bawah?
4. Bagaimana metode pekerjaan terkait lapis pondasi atas?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan adalah:
1. Menjelaskan tahapan pekerjaan persiapan dalam pelaksanaan pekerjaan
perkerasan jalan (Perkerasan Lentur).
2. Menjelaskan metode pekerjaan dalam pekerjaan tanah dasar.
3. Menjelaskan metode pekerjaan terkait lapis pondasi bawah.
4. Menjelaskan metode pekerjaan terkait lapis pondasi atas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkerasan Jalan


Perkerasan jalan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam memenuhi
kelancaran pergerakan lalu lintas. Perkerasan jalan yang digunakan pada saat
sekarang ini umumnya terdiri atas tiga jenis, yaitu perkerasan lentur, perkerasan
kaku, dan perkerasan komposit. Perbedaan utama antara perkerasan lentur dan
perkerasan kaku dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:
No Keterangan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1 Bahan Pengikat Aspal Semen
2 Repetisi Bahan Timbul rutting Timbul retak – retak
(lendutan pada jalur pada permukaan
roda)
3 Penurunan Bahan Timbul gelombang Bersifat sebagai balok
Dasar (mengikuti tanah dasar) diatas perletakan
4 Perubahan Modulus kekakuan Modulus kekakuan
Temperatur berubah. Timbul tidak berubah. Timbul
tegangan dalam yang tegangan dalam yang
kecil besar
Tabel 2.1 Perbedaan perkerasan lentur dan perkerasan kaku
Sumber: Sukirman, S. Beton Aspal Campuran Panas (2003)

2.2 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)


Perkerasan lentur merupakan perkerasan jalan yang umum dipakai di Indonesia.
Konstruksi perkerasan lentur disebut “lentur” karena konstruksi ini mengizinkan
terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi. Perkerasan lentur
biasanya terdiri dari 3 lapis material konstruksi jalan diatas tanah dasar, yaitu lapis
pondasi bawah, lapis pondasi atas, dan lapis permukaan. (Silvia Sukirman, 2003)
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebabkan beban lalu lintas tanah dasar. Suatu struktur
perkerasan lentur biasanya terdiri atas beberapa lapisan bahan, dimana setiap
lapisan akan menerima beban dari lapisan diatasnya, meneruskan dan menyebarkan
beban tersebut ke lapisan dibawahnya. Jadi semakin ke lapisan struktur bawah,
beban yang ditahan semakin kecil. Untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimum dari karakteristik diatas, lapisan bahan biasanya disusun secara
menurun berdasarkan daya dukung terhadap beban diatasnya. Lapisan paling atas
adalah material dengan daya dukung terhadap beban paling besar (dan paling mahal
harganya), dan semakin kebawah adalah lapisan dengan daya dukung terhadap
beban semakin kecil dan semakin murah harganya (Sukirman, 1992).
Perkerasan lentur memiliki beberapa karateristik sebagai berikut ini :
a. Memakai bahan pengikat aspal
b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul beban lalu lintas dan
menyebarkannya ke tanah dasar
c. Pengaruhnya terhadap repitisi beban adalah timbulnya rutting (Lendutan
pada jalur roda)
d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang
(mengikuti tanah dasar).
Keuntungan menggunakan perkerasan lentur antara lain :
a. Dapat digunakan pada daerah dengan perbedaan penurunan (differential
settlement) terbatas
b. Mudah diperbaiki
c. Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan kapan saja
d. Memiliki tahanan geser yang baik
e. Warna perkerasan member kesan tidak silau bagi pemakai jalan
f. Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada kondisi biaya pembangunan
terbatas atau kurangnya data untuk perencanaan.
Kerugian menggunakan perkerasan lentur antara lain :
a. Tebal total struktur perkerasan lebih tebal dibandingkan Perkerasan kaku
b. Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama masa pelayanan tidak baik
digunakan jika sering digenangi air
c. Menggunakan agregat lebih banyak
Struktur perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapis yang mana semakin ke bawah
memiliki daya dukung tanah yang jelek. Gambar 2.2 menunjukkan lapis perkerasan
lentur, yaitu :
a. Lapis permukaan (surface course)
b. Lapis pondasi (base course)
c. Lapis pondasi bawah (subbase course)
d. Lapis tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.2 Komponen struktur perkerasan lentur

2.3 Lapis Permukaan


Lapis permukaan merupakan lapisan yang letaknya berada paling atas dari sebuah
perkerasan lentur dan merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan
kendaraan sehingga lapisan ini rentan terhadap kerusakan akibat aus. Oleh karena
itu perencanaan dan pembuatan lapisan ini harus dibuat dengan tepat agar mampu
memberikan pelayanan yang baik kepada sarana transportasi yang melewati jalan
tersebut. (Silvia Sukirman, 2003)

2.4 Kriteria Konstruksi Perkerasan Jalan


Menurut Sukirman (1992) supaya perkerasan jalan dapat memberikan rasa aman
dan nyaman kepada si pemakai jalan, maka haruslah memenuhi syarat – syarat
tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Syarat-syarat berlalu lintas
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu
lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang.
b. Permukaan yang cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat
beban yang bekerja di atasnya.
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan
permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari
2. Syarat-syarat kekuatan/struktural
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul
menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat :
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu
lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya
dapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi
yang berarti.

BAB III
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

3.1 Pekerjaan Persiapan (Mobilisasi dan Demobilisasi)


Pekerjaan Persiapan adalah pekerjaan awal yang meliputi kegiatan – kegiatan
pendahuluan untuk mendukung permulaan proyek, meliputi:
3.1.1 Pembuatan Job Mix Design
Sebelum pekerjaan utama dilaksanakan, terlebih dahulu melaksanakan
pengambilan sampel bahan dari quary di sungai yang berada di lokasi setempat atau
yang berdekatan dengan lokasi. Diantaranya batu, pasir dan aspal yang selanjutnya
dibawa ke laboratorium job Mix Formula / Job Mix Design yang akan dipakai
sebagai acuan kerja pelaksanaan proyek.

Gambar 3.1.1 Pembuatan Job Mix Design

3.1.2 Kantor Lapangan dan Fasilitasnya


Tahap berikutnya penentuan lokasi basecamp pembuatan kantor lapangan dan
fasilitasnya di lokasi proyek. Kemudian dilanjutkan dengan mobilisasi peralatan
yang diperlukan sesuai dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan.

Gambar
3.1.2 Kantor
lapangan dan
fasilitasnya

3.1.3 Pengaturan Arus Transportasi dan Pemeliharaan Terhadap Arus Lalu Lintas
Untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan, pengaturan arus lalu lintas transportasi
dilakukan dengan pembuatan tanda – tanda lalu lintas yang memadai disetiap
kegiatan lapangan. Bila diperlukan dapat ditempatkan petugas pemberi syarat yang
bertugas mengatur arus lalu lintas pada saat pelaksanaan.
Gambar 3.1.3 Pengaturan Arus Transportasi dan Pemeliharaan Terhadap Arus Lalu
Lintas

3.1.4 Rekayasa Lapangan


Dengan petunjuk direksi Teknis survey / rekayasa lapangan dilaksanakan untuk
menentukan kondisi fisik dan structural dari pekerjaan dan fasilitas yang ada di
lokasi pekerjaan. Sehingga dimungkinkan untuk mengadakan peninjauan ulang
terhadap rancangan kerja yang telah diberikan system dan tatacara survey
dikoordinasikan dengan direksi teknis.
Gambar 3.1.4 Rekayasa Lapangan

3.1.5 Material dan Penyimpanan


Bahan yang akan digunakan didalam pekerjaan harus menemui spesifikasi dan
standard yang berlaku baik ukuran, tipe maupun ketentuan lainnya sesuai petunjuk
direksi teknis. Semua material yang akan digunakan untuk proses pembuatan
Asphalt Concrete diambil dari query sungai setempat, diolah dan dipoolkan di stone
crusher / AMP. Pihak direksi teknis sewaktu – waktu akan mengadakan
pemeriksaan terhadap lokasi stone crusher dan AMP dimaksud guna mengetahui
kondisi yang ada.

Gambar 3.1.5 Material dan Penyimpanan

3.1.6 Jadwal Konstruksi


Jadwal Konstruksi dibuat pihak kontraktor. Diajukan pada direksi teknis untuk
dibahas dan mendapatkan persetujuan pada saat dilaksanakan rapat pendahuluan
(Pre Construction Meeting/PCM).
Gambar 3.1.6 Jadwal Konstruksi

3.1.7 Pelaksanaan Mobilisasi Peralatan


Dalam pelaksanaan proyek ini mobilisasi meliputi:
a. Dump Truck 8 ton
b. Dump Truck 3 – 4m 3,6 ton
c. Asphalt finisher
d. Tandem Roller
e. Vibrator Roller
f. Wheel Loader
g. Excavator
h. Motor Grader
i. Aspal Spayer
j. Water Tanker
k. Concrete Mixer
l. Generator set
m. Compressor
n. Survey equipment
o. Pneumatic type roller (PTR)
p. Flat Bed Truck
q. Water Pump
r. Slump Test
3.1.8 Papan nama proyek
Papan nama ini digunakan sebagai identitas dan informasi mengenai proyek. Papan
nama dibuat dengan ukuran atas persetujuan direksi pekerjaan. Bahan yang dipakai
kayu kaso, plywood, amplas, cat kayu, paku, split, cat minyak, semen dan lain –
lain. Papan nama proyek dipasang dipangkal dan diujung lokasi pekerjaan. Papan
nama dipelihara selama pelaksanaan proyek.

Gambar 3.1.8 Papan


Nama Proyek

3.1.9 Relokasi Utilitas dan Pelayanan


Relokasi Utilitas untuk Telkom, PDAM, Listik serta fasilitas umum lainnya melalui
beberapa tahapan :
a. Pendapatan terhadap sarana yang masuk dalam ketentuan relokasi yang sudah
ditetapkan
b. Pelaporan terhadap departemen terkait
c. Pemindahan utilitas setelah mendapatkan persetujuan dari department terkait

Gambar 3.1.9 Relokasi Utilitas dan Pelayanan

3.2 Pekerjaan Tanah Dasar


3.2.1 Jenis dan Karakteristik Tanah Dasar
Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian atau
permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar
untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Menurut Spesifikasi, tanah
dasar adalah lapisan paling atas dari timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang
mempunyai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan
kepadatan dan daya dukungnya (CBR). Jenis- jenis tanah:
a. Tanah Liat Koloidal (Colloid)
b. Tanah liat biasa (clay)
c. Tanah lumpur (silt)
d. Pasir halus (fine sand)
e. Pasir Kasar (Coarse sand)
f. Kerikil (gravel)
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik,
atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi
dan lain lain. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan
atas :
a. Lapisan tanah dasar, tanah galian.
b. Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
c. Lapisan tanah dasar, tanah asli.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-
sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah
dasar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat
tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya
kepadatan yang kurang baik.
d. Perbedaan penurunan (differensial settlement) akibat terdapatnya lapisan-
lapisan tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan terjadinya perubahan
bentuk tetap. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan
teliti. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bor dapat memberikan gambaran
yang jelas tentang lapisan tanah di bawah lapis tanah dasar.

e. Kondisi geologis dari lokasi


jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada kemungkinan lokasi jalan berbeda pada
daerah patahan.
Gambar 3.2.1 Subgrade base
3.2.2 Peralatan Pekerjaan pada Pekerjaan tanah dasar
Jenis-jenis alat kerja yang digunakan pada proyek konstruksi jalan antara lain
sebagai berikut:
a. Excavator
Excavator adalah alat yang digunakan untuk pekerjaan galian dan timbunan
tanah. Excavator ini memiliki lengan (arm) yang dapat berputar, sehingga dapat
lebih mudah untuk menggali tanah dengan kedalaman tertentu. Pada proyek
konstruksi jalan, Excavator digunakan untuk menggali tanah dalam pekerjaan cut
and fill lahan proyek, gambar excavator dapat dilihat pada Gambar.

Gambar 3.2.2 a. Excavator


b. Dump Truck
Dump Truck adalah sebuah truk yang mempunyai bak material yang dapat di
miringkan sehingga untuk menurunkan material hanya dengan memiringkan bak
materialnya sehingga muatan akan dapat meluncur kebawah. Untuk memiringkan
bak di gunakan oleh pompa hidrolik.
Pada proyek konstruksi jalan, Dump truk digunakan untuk mengangkut material
seperti agregat pondasi kelas A, aspal, pasir dan material timbunan. Dump
truck yang di pakai dalam proyek ini adalah dump truck merk Mitsubishi Fuso
220PS kapasitas. Alat angkut dump truck ini di datangkan langsung dari kontraktor
pelaksana.

Gambar 3.2.2 b. Dump


Truck
c. Water Tank Truck
Water tank truck digunakan untuk mengangkut air, yang digunakan
untuk pekerjaan pemadatan lapis pondasi agregat kelas A, setelah penghamparan
material selesai kemudian di padatkan dan di siram air menggunakan water
tank. Water tank yang di gunakan proyek ini memiliki kapasitas sebesar 5000
liter. Pada proyek ini, water tank di datangkan langsung dari kontraktor.

Gambar 3.2.2
c. Water Tank
Truck
d. Vibratory Roller
Vibratory roller adalah alat pemadat yang menggabungkan antar tekanan dan
getaran. Vibratory roller mempunyai efisiensi pemadatan yang baik. Alat ini
memungkinkan digunakan secara luas dalam tiap jenis pekerjaan pemadatan.
Akibat sama efek ditimbulkan oleh vibratory roller adalah gaya dinamis terhadap
tanah cenderung mengisi bagian-bagian kosong terdapat diantara butir-butirnya
sehingga akibatnya tanah menjadi padat, dengan susunan yang lebih kompak.

Gambar 3.2.2 d. Vibratory Roller


e. Motor Grader
Sebagai bagian dari alat berat, motor grader berfungsi sebagai alat perata atau
penghampar yang biasanya digunakan untuk meratakan dan membentuk
permukaan tanah. Selain itu, dimanfaatkan pula untuk mencampurkan dan
menebarkan tanah dan campuran aspal.

Gambar 3.2.2
e. Motor Grader
f. Pneumatic Tire Roller
Untuk pneumatic tire roller, alat terdiri atas roda-roda ban karet yang dipompa
(pneumatic) maka area pekerjaan juga perlu dibebaskan dari benda-benda tajam
yang dapat merusak roda. Susunan dari roda muka dan roda belakang selang-seling
sehingga bagian yang tidak tergilas oleh roda bagian muka maka akan digilas oleh
roda bagian belakangnya. Alat ini baik sekali digunakan pada penggilasan bahan
yang bergranular, juga baik digunakan pada penggilasan lapisan hot mix sebagai
“penggilas antara”.

Gambar 3.2.2
f. Pneumatic Tire Roller
g. Tandem roller
Adalah alat penggilas atau pemadat terdiri atas berporos 2 (two axle) dan berporos
3 (three axle tandem rollers). Penggunaan dari penggilas ini umumnya untuk
mendapatkan permukaan yang agak halus, misalnya pada penggilasan aspal beton
dan lain-lain. Tandem roller ini memberikan lintasan yang sama pada masing-
masing rodanya, beratnya antara 8 - 14 ton, penambahan berat yang diakibatkan
oleh pengisian zat cair (ballasting) berkisar antara 25% - 60% dari berat penggilas.
Untuk mendapatkan penambahan kepadatan pada pekerjaan penggilasan biasanya
digunakan three axle tandem roller. Sebaiknya tandem roller jangan digunakan
untuk menggilas batu-batuan yang keras dan tajam karena akan merusak roda-roda
penggilasnya.

Gambar 3.2.2 g. Tandem


Roller
h. Asphalt finisher
Alat ini berfungsi untuk menghamparkan aspal olahan dari mesin pengolah
aspal, serta meratakan lapisannya. Konstruksi Asphalt Finisher cukup besar
sehingga membutuhkan trailer untuk mengangkut alat ini ke medan
proyek. Asphalt Finisher memiliki roda yang berbentuk kelabang atau disebut
dengan crawler track dengan hopper yang tidak beralas. Sedangkan di
bawah hopper tersebut terdapat pisau yang juga selebar hopper. Pada saat proses
penghamparan, awalnya dimulai dengan memasukkan aspal ke hopper. Kemudian
aspal akan langsung turun ke permukaan dan disisir oleh pisau. Untuk mendapatkan
tingkat kerataan yang diinginkan akan diatur oleh pisau tersebut.

Gambar 3.2.2
h. Asphalt
Finisher
i. Alat-alat konvensional
Adalah peralatan sederhana yang digunakan untuk membantu pekerjaan yang
dilakukan oleh para tukang. Alat – alat konvensional tersebut
seperti sekop tangan, sapu lidi, garuk, traffic cone, kereta dorong dan lainnya.

Gambar 3.2.2 i. Alat –


alat Konvensional
j. Termometer inframerah
Adalah alat untuk mendeteksi temperatur secara optik—selama objek diamati,
radiasi energi sinar inframerah diukur, dan disajikan sebagai suhu.
Alat ini menawarkan metode pengukuran suhu yang cepat dan akurat dengan objek
dari kejauhan dan tanpa disentuh – situasi ideal di mana objek bergerak cepat, jauh
letaknya, sangat panas, berada di lingkungan yang bahaya, dan/atau adanya
kebutuhan menghindari kontaminasi objek (seperti makanan, alat medis, obat-
obatan, produk atau test, dll.)

Gambar 3.2.2 j. Termometer Inframerah


k. Aspal Distributor
Aspal distributor adalah truk yang dilengkapi dengan tangki aspal, pompa, dan
batang penyemprot. Pada proyek ini, aspal distributor di datangkan langsung dari
kontraktor.

Gambar 3.2.2 k. Aspal Distributor


l. Core Drill
Core Drill adalah alat yang digunakan untuk menentukan/mengambil sample
perkerasan dilapangan sehingga bisa diketahui tebal perkerasannya serta untuk
mengetahui karakteristik campuran perkerasan. Pada proyek ini, alat core drill di
datangkan dari pihak kontraktor.

Gambar 3.2.2 l. Core Drill


m. Sand Cone

Alat Sand cone adalah alat yang digunakan untuk pemeriksaan kepadatan tanah di
lapangan dengan menggunakan pasir Ottawa sebagai parameter kepadatan yang
mempunyai sifat kering, bersih, keras, tidak memiliki bahan pengikat sehingga
dapat mengalir bebas. Pada proyek ini, alat sand cone di datangkan langsung dari
laboratorium milik kontraktor.

Gambar 3.2.2 m. Sand Cone


n. Alat CBR
Alat CBR (California Bearing Ratio) adalah alat yang digunakan untuk menentukan
tebal suatu bagian perkerasan. Alat CBR merupakan suatu perbandingan antara
beban percobaan (test load) dengan beban standar (standart load) dan dinyatakan

dalam presentase. Alat CBR Lapangan yang di gunakan pada


proyek ini, di datangkan dari kontraktor.

Gambar 3.2.2 n. Alat CBR


3.2.3 Metode Pelaksanaan Pekerjaan

a. Tanah Galian

Gambar 3.2.3 a. Tanah Galian


Pekerjaan galian untuk pelebaran badan jalan tidak hanya mencakup pekerjaan
penggalian, namun juga harus mencakup pekerjaan penanganan, pembuangan atau
penumpukan tanah atau batu atau bahan lain dari jalan dan sekitarnya, dan
pekerjaan lain yang diperlukan untuk penyelesaian pekerjaan galian pelebaran
ini. Tahapan pekerjaan Galian biasa adalah sebagai berikut :
1. Pekerjaan persiapan
· Mempersiapkan alat bantu kerja, baik peralatan yang digunakan secara
manual (termasuk alat ukur dan alat pelindung diri) atau peralatan bermesin (alat
berat) yang perlu digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan galian.
· Lakukan pemeriksaan pada kondisi lingkungan di sekitar lokasi penggalian
mengenai kemungkinan adanya jaringan pipa, kabel, dan kemungkinan adanya
lokasi-lokasi yang memerlukan penanganan khusus contohnya daerah yang rawan
longsor atau terendam air.
· Menentukan daerah atau batas pekerjaan galian yang akan dikerjakan
2. Pelaksanaan
· Tanah digali menggunakan alat excavator dengan ukuran dan kedalaman
sesuai gambar kerja atau petunjuk direksi pekerjaan.
· Rapikan dasar galian secara manual dengan alat bantu seperti cangkul,
sekop, dan lat bantu lain yang diperlukan
· Pasang rambu peringatan dan barikade di sekitar lokasi pekerjaan agar tidak
membahayakan para pengguna jalan
· Material hasil galian tanah termasuk hasil pembersihan dan pengupasan
lapisan atas tanah ini harus dibuang ke lokasi pembuangan yang telah disiapkan dan
disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
b. Tanah Timbunan (Urugan)
Dapat dipakai dari hasil galian atau cut. Yang termasuk dalam rencana yang juga
disebut Common excavation atau material atau bahan galian yang didatangkan dari
luar daerah pekerjaan disebut Borrow Excavation. Jenis tanahnya yaitu Tanah –
clay, Tanah bercampur batu - rock clay, Pasir + Batu (sirtu) – Granular material,
Batu – hasil dari pemecahan (memakai dynamit) – rock, Pasir – sand. Cara
Pelaksanaannya:
Clearing & grubbing pekerjaan pemotongan pohon- pohon besar/ kecil.
Top Soil & Stripping- pembuangan humus- humus/ lapisan atas, akar- akar kayu
dan umumnya setebal 10-30 cm.
Compaction of foundation of Embankment.
Pemadatan tanah dasar sebelum dilaksanakan penimbunan.
Lapisan ini perlu di test (density- test of proof rolling test) baru diteruskan pekerjaan
selanjutnya- penimbunan.
Penimbunan dilaksanakan lapis demi lapis/ layer by layer setebal ± 20 cm dan
didapatkan dibawah 1.00 dari sub-grade pengetesan (density test dapat
dilaksanakan setiap 3 lapis, jadi setiap lapisnya cukup dengan test proof rolling).
3.2.4 Pengendalian Mutu Pekerjaan
1. Pengendalian mutu bahan
· Jumlah pengujian yang diperlukan untuk persetujuan awal mutu bahan paling
sedikit 3 contoh yang mewakili sumber bahan yang diusulkan, yang dipilih
mewakili rentang mutu bahan yang mungkin terdapat pada sumber bahan.
· Pengujian mutu bahan dapat diulangi lagi agar perubahan bahan atau sumber
bahannya dapat diamati.
· Untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang diperoleh dari setiap sumber bahan
paling sedikit harus dilakukan suatu pengujian Nilai Aktif.
2. Ketentuan kepadatan untuk timbunan tanah
a. Lapisan tanah yang lebih dalam dari 30 cm di bawah elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai 95 % dari kepadatan kering maksimum yang ditentukan sesuai
SNI 03-1742-1989. Untuk tanah yang mengandung lebih dari 10 % bahan yang
tertahan pada ayakan ¾”, kepadatan kering maksimum yang diperoleh harus
dikoreksi terhadap bahan yang berukuran lebih (oversize) tersebut.
b. Lapisan tanah pada kedalaman 30 cm atau kurang dari elevasi tanah dasar harus
dipadatkan sampai dengan 100 % dari kepadatan kering maksimum yang
ditentukan sesuai dengan SNI 03-1742-1989.
c. Pengujian kepadatan harus dilakukan pada setiap lapis timbunan yang
dipadatkan sesuai dengan SNI 03-2828-1992 dan bila hasil setiap pengujian
menunjukkan kepadatan kurang dari yang disyaratkan maka Kontraktor harus
memperbaiki. Pengujian harus dilakukan sampai kedalaman penuh pada lokasi
berselang-seling setiap jarak tidak lebih dari 200 m. Untuk penimbunan kembali di
sekitar struktur atau pada galian parit untuk gorong-gorong, paling sedikit harus
dilaksanakan satu pengujian untuk satu lapis penimbunan kembali yang telah
selesai dikerjakan.
d. Untuk timbunan, paling sedikit 1 rangkaian pengujian bahan yang lengkap harus
dilakukan untuk setiap 1.000 m3 bahan timbunan yang dihampar.
3. Kriteria pemadatan untuk timbunan batu
Penghamparan dan pemadatan timbunan batu harus dilaksanakan dengan
menggunakan penggilas berkisi (grid) atau pemadat bervibrasi atau peralatan berat
lainnya yang serupa. Pemadatan harus dilaksanakan dalam arah memanjang
sepanjang timbunan, dimulai pada tepi luar dan bergerak ke arah sumbu jalan, dan
harus dilanjutkan sampai tidak ada gerakan yang tampak di bawah peralatan berat.
Setiap lapis harus terdiri dari batu bergradasi menerus dan seluruh rongga pada
permukaan harus terisi dengan pecahan-pecahan batu sebelum lapis berikutnya
dihampar. Batu tidak boleh digunakan pada 15 cm lapisan teratas timbunan dan
batu berdimensi lebih besar dari 10 cm tidak diperkenankan untuk disertakan dalam
lapisan teratas ini.
4. Percobaan pemadatan
Kontraktor harus bertanggung-jawab dalam memilih metode dan peralatan untuk
mencapai tingkat kepadatan yang disyaratkan. Bilamana Kontraktor tidak sanggup
mencapai kepadatan yang disyaratkan, prosedur pemadatan berikut ini harus
diikuti: Percobaan lapangan harus dilaksanakan dengan variasi jumlah lintasan
peralatan pemadat dan kadar air sampai kepadatan yang disyaratkan tercapai. Hasil
percobaan lapangan ini selanjutnya harus digunakan dalam menetapkan jumlah
lintasan, jenis peralatan pemadat dan kadar air untuk seluruh pemadatan berikutnya.

3.3 Pekerjaan Lapis Pondasi Bawah


3.3.1 Jenis dan Karakteristik Pondasi Bawah
Lapis pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak di atas lapisan tanah
dasar dan di bawah lapis pondasi atas. Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah
dasar.
b. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
c. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi atas.
d. Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat
lemahnya daya dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan pekerjaan.
e. Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap
roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam tipe tanah setempat
(CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan
sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur
atau semen portland dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang
efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan. Ditinjau dari asal kejadiannya
jenis agregat/ batuan dapat dibedakan:
Batuan beku
Batuan sedimen
Batuan metamorf
Berdasarkan proses pengolahannya yaitu :
Agregat alam
Agregat yang melalui proses pengolahan
Agregat buatan

Gambar 3.3.1 Pondasi Bawah


3.3.2 Peralatan Pekerjaan pada Pekerjaan tanah dasar
Jenis-jenis alat kerja yang digunakan pada proyek konstruksi jalan antara lain
sebagai berikut:
a. Excavator
Excavator adalah alat yang
digunakan untuk pekerjaan galian dan timbunan tanah. Excavator ini memiliki
lengan (arm) yang dapat berputar, sehingga dapat lebih mudah untuk menggali
tanah dengan kedalaman tertentu. Pada proyek konstruksi jalan,
Excavator digunakan untuk menggali tanah dalam pekerjaan cut and fill lahan
proyek, gambar excavator dapat dilihat pada Gambar.

Gambar 3.3.2 a. Excavator


b. Dump Truck

Dump Truck adalah sebuah truk yang mempunyai bak


material yang dapat di miringkan sehingga untuk menurunkan material hanya
dengan memiringkan bak materialnya sehingga muatan akan dapat meluncur
kebawah. Untuk memiringkan bak di gunakan oleh pompa hidrolik. Pada proyek
konstruksi jalan, Dump truk digunakan untuk mengangkut material seperti agregat
pondasi kelas A, aspal, pasir dan material timbunan. Dump truck yang di pakai
dalam proyek ini adalah dump truck merk Mitsubishi Fuso 220PS kapasitas. Alat
angkut dump truck ini di datangkan langsung dari kontraktor pelaksana.

Gambar 3.3.2 b. Dump Truck


c. Water Tank Truck
Water tank truck digunakan untuk mengangkut air, yang digunakan
untuk pekerjaan pemadatan lapis pondasi agregat kelas A, setelah penghamparan
material selesai kemudian di padatkan dan di siram air menggunakan water
tank. Water tank yang di gunakan proyek ini memiliki kapasitas sebesar 5000
liter. Pada proyek ini, water tank di datangkan langsung dari kontraktor.

Gambar 3.3.2
c. Water Tank
Truck
d. Vibratory Roller
Vibratory roller adalah alat pemadat yang menggabungkan antar tekanan dan
getaran. Vibratory roller mempunyai efisiensi pemadatan yang baik. Alat ini
memungkinkan digunakan secara luas dalam tiap jenis pekerjaan pemadatan.
Akibat sama efek ditimbulkan oleh vibratory roller adalah gaya dinamis terhadap
tanah cenderung mengisi bagian-bagian kosong terdapat diantara butir-butirnya
sehingga akibatnya tanah menjadi padat, dengan susunan yang lebih kompak.

Gambar 3.3.2 d. Vibratory Roller


e. Motor Grader
Sebagai bagian dari alat berat, motor grader berfungsi sebagai alat perata atau
penghampar yang biasanya digunakan untuk meratakan dan membentuk
permukaan tanah. Selain itu, dimanfaatkan pula untuk mencampurkan dan
menebarkan tanah dan campuran aspal.
Gambar 3.3.2 e. Motor Grader
f. Pneumatic Tire Roller
Untuk pneumatic tire roller, alat terdiri atas roda-roda ban karet yang dipompa
(pneumatic) maka area pekerjaan juga perlu dibebaskan dari benda-benda tajam
yang dapat merusak roda. Susunan dari roda muka dan roda belakang selang-seling
sehingga bagian yang tidak tergilas oleh roda bagian muka maka akan digilas oleh
roda bagian belakangnya. Alat ini baik sekali digunakan pada penggilasan bahan
yang bergranular, juga baik digunakan pada penggilasan lapisan hot mix sebagai
“penggilas antara”.

Gambar 3.3.2
f. Pneumatic Tire Roller
g. Tandem roller
Adalah alat penggilas atau pemadat terdiri atas berporos 2 (two axle) dan berporos
3 (three axle tandem rollers). Penggunaan dari penggilas ini umumnya untuk
mendapatkan permukaan yang agak halus, misalnya pada penggilasan aspal beton
dan lain-lain. Tandem roller ini memberikan lintasan yang sama pada masing-
masing rodanya, beratnya antara 8 - 14 ton, penambahan berat yang diakibatkan
oleh pengisian zat cair (ballasting) berkisar antara 25% - 60% dari berat penggilas.
Untuk mendapatkan penambahan kepadatan pada pekerjaan penggilasan biasanya
digunakan three axle tandem roller. Sebaiknya tandem roller jangan digunakan
untuk menggilas batu-batuan yang keras dan tajam karena akan merusak roda-roda
penggilasnya.
Gambar 3.3.2 g. Tandem
Roller
h. Asphalt finisher
Alat ini berfungsi untuk menghamparkan aspal olahan dari mesin pengolah
aspal, serta meratakan lapisannya. Konstruksi Asphalt Finisher cukup besar
sehingga membutuhkan trailer untuk mengangkut alat ini ke medan
proyek. Asphalt Finisher memiliki roda yang berbentuk kelabang atau disebut
dengan crawler track dengan hopper yang tidak beralas. Sedangkan di
bawah hopper tersebut terdapat pisau yang juga selebar hopper. Pada saat proses
penghamparan, awalnya dimulai dengan memasukkan aspal ke hopper. Kemudian
aspal akan langsung turun ke permukaan dan disisir oleh pisau. Untuk mendapatkan
tingkat kerataan yang diinginkan akan diatur oleh pisau tersebut.

Gambar 3.3.2
h. Asphalt
Finisher
i. Alat-alat konvensional
Adalah peralatan sederhana yang digunakan untuk membantu pekerjaan yang
dilakukan oleh para tukang. Alat – alat konvensional tersebut
seperti sekop tangan, sapu lidi, garuk, traffic cone, kereta dorong dan lainnya.
Gambar 3.3.2 i. Alat –
alat Konvensional
j. Termometer inframerah

Adalah alat untuk mendeteksi


temperatur secara optik—selama objek diamati, radiasi energi sinar inframerah
diukur, dan disajikan sebagai suhu. Alat ini menawarkan metode pengukuran suhu
yang cepat dan akurat dengan objek dari kejauhan dan tanpa disentuh – situasi ideal
di mana objek bergerak cepat, jauh letaknya, sangat panas, berada di lingkungan
yang bahaya, dan/atau adanya kebutuhan menghindari kontaminasi objek (seperti
makanan, alat medis, obat-obatan, produk atau test, dll.)

Gambar 3.3.2 j. Termometer Inframerah


k. Aspal Distributor

Aspal distributor adalah truk yang dilengkapi


dengan tangki aspal, pompa, dan batang penyemprot. Pada proyek ini, aspal
distributor di datangkan langsung dari kontraktor.

Gambar 3.3.2 k. Aspal Distributor


l. Core Drill
Core Drill adalah alat yang digunakan untuk menentukan/mengambil sample
perkerasan dilapangan sehingga bisa diketahui tebal perkerasannya serta untuk
mengetahui karakteristik campuran perkerasan. Pada proyek ini, alat core drill di
datangkan dari pihak kontraktor.

Gambar 3.3.2 l. Core Drill


m. Sand Cone

Alat Sand cone adalah alat yang digunakan untuk pemeriksaan kepadatan tanah di
lapangan dengan menggunakan pasir Ottawa sebagai parameter kepadatan yang
mempunyai sifat kering, bersih, keras, tidak memiliki bahan pengikat sehingga
dapat mengalir bebas. Pada proyek ini, alat sand cone di datangkan langsung dari
laboratorium milik kontraktor.

Gambar 3.3.2 m. Sand Cone


n. Alat CBR
Alat CBR (California Bearing Ratio) adalah alat yang digunakan untuk menentukan
tebal suatu bagian perkerasan. Alat CBR merupakan suatu perbandingan antara
beban percobaan (test load) dengan beban standar (standart load) dan dinyatakan
dalam presentase. Alat CBR Lapangan yang di gunakan pada
proyek ini, di datangkan dari kontraktor.

Gambar 3.3.2 n. Alat CBR


3.3.3 Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Sesudah lapisan sub-grade ini betul- betul telah memenuhi syarat- syarat evalasi
dan kepadatan kita akan mulai pekerjaan sub-base course. Terlebih dahulu kita
tentukan lagi patok- patoknya. Untuk mencapai ketebalan yang dikehendaki. Titik
yang diperlukan minimum: 5 titik menurut potongan melintang (X – section) dan
dengan jarak maksimum 25meter menurut potongan memanjang atau profil. Cara
pengamparan: Setelah selesai pemasangan patok- patok untuk menentukan
ketinggian/ ketebalannya maka kita dapat mendatangkan material seb-base ini
kelapangan. Patok- patok itu dipasang harus cukup kuat, dan kita lindungi
sekelilingnya dengan material sub-base tersebut ± ø 30 cm. Cara pemadatan: Prinsip
pemadatan harus dimulai dari pinggir/ dari rendah ke tengah /tinggi. Setelah kita
ratakan permukaan dengan motor grader. Pemadatan pertama kita laksanakan
dengan road roller (MacAdam Roller atau Tandem Roller). Selanjutnya dengan Tire
Roller dimana sambil ikut memadatkan pada waktu/ keadaan memerlukan sambil
menyiram. Untuk menyelesaikan pemadatan kita pakai sebaiknya Mac Adam
Roller. Sudah cukup padat, melihat dengan pandangan mata pertama kali
(pengalaman). Sebelumnya meneruskan pekerjaan selanjutnya mencetak elevasi
(oleh surveyor) dan kepadatan. Density Test oleh Soil Material Enginer/
Laboratorium. Apabila sudah memenuhi syarat untuk hal kedua ini (elevasi dan
kepadatannya) secara tertulis baru dapat dilaksanakan pekerjaan berikutnya/ base
course.
3.3.4 Pengendalian Mutu Pekerjaan
a. Kekuatan agregat abrasi
b. Analisa saringan Batas cair (atterberg limit)
c. Sand eguialent
d. Indeks kepipihan
e. Prosentase satu bidang pecah CBR Laboratorium
f. Sand cone
3.4 Pekerjaan Lapis Pondasi Atas
3.4.1 Jenis dan Karakteristik Pondasi Bawah
Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi
bawah dan lapis permukaan. Lapisan pondasi atas ini berfungsi sebagai :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
b. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan beban-beban roda. Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu
dipertimbangkan beberapa hal antara lain, kecukupan bahan setempat, harga,
volume pekerjaan dan jarak angkut bahan ke lapangan. Bermacam-macam bahan
alam / bahan setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis
pondasi, antara lain: batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan semen
atau kapur.

3.4.2 Peralatan Pekerjaan pada Pekerjaan tanah dasar


Jenis-jenis alat kerja yang digunakan pada proyek konstruksi jalan antara lain
sebagai berikut:
a. Excavator
Excavator adalah alat yang digunakan untuk pekerjaan galian dan timbunan
tanah. Excavator ini memiliki lengan (arm) yang dapat berputar, sehingga dapat
lebih mudah untuk menggali tanah dengan kedalaman tertentu. Pada proyek
konstruksi jalan, Excavator digunakan untuk menggali tanah dalam

pekerjaan cut and fill lahan


proyek, gambar excavator dapat dilihat pada Gambar.

Gambar 3.4.2 a. Excavator


b. Dump Truck
Dump Truck adalah sebuah truk yang mempunyai bak
material yang dapat di miringkan sehingga untuk menurunkan material hanya
dengan memiringkan bak materialnya sehingga muatan akan dapat meluncur
kebawah. Untuk memiringkan bak di gunakan oleh pompa hidrolik. Pada proyek
konstruksi jalan, Dump truk digunakan untuk mengangkut material seperti agregat
pondasi kelas A, aspal, pasir dan material timbunan. Dump truck yang di pakai
dalam proyek ini adalah dump truck merk Mitsubishi Fuso 220PS kapasitas. Alat
angkut dump truck ini di datangkan langsung dari kontraktor pelaksana.

Gambar 3.4.2 b. Dump Truck


c. Water Tank Truck
Water tank truck digunakan untuk mengangkut air, yang digunakan
untuk pekerjaan pemadatan lapis pondasi agregat kelas A, setelah penghamparan
material selesai kemudian di padatkan dan di siram air menggunakan water
tank. Water tank yang di gunakan proyek ini memiliki kapasitas sebesar 5000
liter. Pada proyek ini, water tank di datangkan langsung dari kontraktor.

Gambar 3.4.2
c. Water Tank
Truck
d. Vibratory Roller
Vibratory roller adalah alat pemadat yang menggabungkan antar tekanan dan
getaran. Vibratory roller mempunyai efisiensi pemadatan yang baik. Alat ini
memungkinkan digunakan secara luas dalam tiap jenis pekerjaan pemadatan.
Akibat sama efek ditimbulkan oleh vibratory roller adalah gaya dinamis terhadap
tanah cenderung mengisi bagian-bagian kosong terdapat diantara butir-butirnya
sehingga akibatnya tanah menjadi padat, dengan susunan yang lebih kompak.

Gambar 3.4.2
d. Vibratory Roller
e. Motor Grader
Sebagai bagian dari alat berat, motor grader berfungsi sebagai alat perata atau
penghampar yang biasanya digunakan untuk meratakan dan membentuk
permukaan tanah. Selain itu, dimanfaatkan pula untuk mencampurkan dan
menebarkan tanah dan campuran aspal.

Gambar 3.4.2
e. Motor Grader
f. Pneumatic Tire Roller
Untuk pneumatic tire roller, alat terdiri atas roda-roda ban karet yang dipompa
(pneumatic) maka area pekerjaan juga perlu dibebaskan dari benda-benda tajam
yang dapat merusak roda. Susunan dari roda muka dan roda belakang selang-seling
sehingga bagian yang tidak tergilas oleh roda bagian muka maka akan digilas oleh
roda bagian belakangnya. Alat ini baik sekali digunakan pada penggilasan bahan
yang bergranular, juga baik digunakan pada penggilasan lapisan hot mix sebagai
“penggilas antara”.

Gambar 3.4.2
f. Pneumatic Tire Roller
g. Tandem roller
Adalah alat penggilas atau pemadat terdiri atas berporos 2
(two axle) dan berporos 3 (three axle tandem rollers). Penggunaan dari penggilas
ini umumnya untuk mendapatkan permukaan yang agak halus, misalnya pada
penggilasan aspal beton dan lain-lain. Tandem roller ini memberikan lintasan yang
sama pada masing-masing rodanya, beratnya antara 8 - 14 ton, penambahan berat
yang diakibatkan oleh pengisian zat cair (ballasting) berkisar antara 25% - 60% dari
berat penggilas. Untuk mendapatkan penambahan kepadatan pada pekerjaan
penggilasan biasanya digunakan three axle tandem roller. Sebaiknya tandem roller
jangan digunakan untuk menggilas batu-batuan yang keras dan tajam karena akan
merusak roda-roda penggilasnya.

Gambar 3.4.2 g. Tandem Roller


h. Asphalt finisher
Alat ini berfungsi untuk menghamparkan aspal olahan dari mesin pengolah
aspal, serta meratakan lapisannya. Konstruksi Asphalt Finisher cukup besar
sehingga membutuhkan trailer untuk mengangkut alat ini ke medan
proyek. Asphalt Finisher memiliki roda yang berbentuk kelabang atau disebut
dengan crawler track dengan hopper yang tidak beralas. Sedangkan di
bawah hopper tersebut terdapat pisau yang juga selebar hopper. Pada saat proses
penghamparan, awalnya dimulai dengan memasukkan aspal ke hopper. Kemudian
aspal akan langsung turun ke permukaan dan disisir oleh pisau. Untuk mendapatkan
tingkat kerataan yang diinginkan akan diatur oleh pisau tersebut.
Gambar 3.4.2
h. Asphalt Finisher
i. Alat-alat konvensional
Adalah peralatan sederhana yang digunakan untuk membantu pekerjaan yang
dilakukan oleh para tukang. Alat – alat konvensional tersebut
seperti sekop tangan, sapu lidi, garuk, traffic cone, kereta dorong dan lainnya.

Gambar 3.4.2
i. Alat – alat
Konvensional
j. Termometer inframerah

Adalah alat untuk mendeteksi


temperatur secara optik—selama objek diamati, radiasi energi sinar inframerah
diukur, dan disajikan sebagai suhu. Alat ini menawarkan metode pengukuran suhu
yang cepat dan akurat dengan objek dari kejauhan dan tanpa disentuh – situasi ideal
di mana objek bergerak cepat, jauh letaknya, sangat panas, berada di lingkungan
yang bahaya, dan/atau adanya kebutuhan menghindari kontaminasi objek (seperti
makanan, alat medis, obat-obatan, produk atau test, dll.)
Gambar 3.4.2 j. Termometer Inframerah
k. Aspal Distributor

Aspal distributor adalah truk yang


dilengkapi dengan tangki aspal, pompa, dan batang penyemprot. Pada proyek ini,
aspal distributor di datangkan langsung dari kontraktor.

Gambar 3.4.2 k. Aspal Distributor


l. Core Drill
Core Drill adalah alat yang digunakan untuk menentukan/mengambil sample
perkerasan dilapangan sehingga bisa diketahui tebal perkerasannya serta untuk
mengetahui karakteristik campuran perkerasan. Pada proyek ini, alat core drill di
datangkan dari pihak kontraktor.

Gambar 3.4.2 l. Core Drill


m. Sand Cone
Alat Sand cone adalah alat yang digunakan untuk
pemeriksaan kepadatan tanah di lapangan dengan menggunakan
pasir Ottawa sebagai parameter kepadatan yang mempunyai sifat
kering, bersih, keras, tidak memiliki bahan pengikat sehingga dapat mengalir
bebas. Pada proyek ini, alat sand cone di datangkan langsung dari laboratorium
milik kontraktor.

Gambar 3.4.2 m. Sand Cone


n. Alat CBR

Alat CBR (California Bearing Ratio) adalah alat yang digunakan


untuk menentukan tebal suatu bagian perkerasan. Alat CBR merupakan suatu
perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban standar (standart
load) dan dinyatakan dalam presentase. Alat CBR Lapangan yang di gunakan pada
proyek ini, di datangkan dari kontraktor.

Gambar 3.3.2 n. Alat CBR


3.4.3 Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Seperti yang diuraikan pada pekerjaan sub-base course pekerjaan base course
prinsipnya sama saja. Yaitu:
a. Permukaan sub- base course harus sudah rata dan padat.
b. Dipasang patok- patok untuk pedoman ketinggiannya (dalam arah melintang
5 titik dan arah memanjang dengan jarak maksimal setiap 25 m) sesuai dengan
station X-section.
c. Dengan mengetahui volume dari truck, maka didapatkan setiap jarak
tertentu volumenya yang diperlukan.
d. Toleransi ketinggian diambil ± 1 cm, dimana menurut pengalaman waktu
pengamparannya dilebihkan dari tinggi yang diperlukan Ump. : tebal 15 cm padat,
sebelum dipadatkan kita ampar tebalnya 16.5- 17.50. Ini jangan lupa bahwa lebih
kering akan banyak susut/ turunnya daripada materialnya basah. Menurut
pengalaman dengan cara itu kita telah mendapatkan ketinggian dalam ketentuan
(toleransi) dan mengurangi segregation.
e. Sesudah tersedia dilapangan kerja dengan volume yang diperlukan barulah
kita apreading/ampar dan grading/ratakan, sesudah rata kelihatannya baru kita
padatkan (pertama dengan Mac Adam Roller atau Tandem Roller, dimana biasanya
dapat dilihat mana yang rendah dan tinggi perlu kita tambah/kurangi. Setelah kira-
kira rata lagi baru selanjutnya kita padatkan pakai Tire Roller sambil disiram
f. Untuk finishing, lebih baik dipadatkan pakai Mac Adam Roller lagi.
g. Setelah rata dan padat tentu dengan pengecekan oleh surveyor (Check
level/permukaan) dan kepadatannya oleh Soil Material Enginer (Density test)
dengan data tertulis, baru pekerjaan selanjutnya dilanjutkan ke pekerjaan Prime-
Coat.

3.4.4 Pengendalian Mutu Pekerjaan


a. Kekuatan agregat abrasi
b. Analisa saringan Batas cair (atterberg limit)
c. Sand eguialent
d. Indeks kepipihan
e. Prosentase satu bidang pecah CBR Laboratorium
f. Sand cone
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Perkerasan jalan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam memenuhi
kelancaran pergerakan lalu lintas. Perkerasan jalan yang digunakan pada saat
sekarang ini umumnya terdiri atas tiga jenis, yaitu perkerasan lentur, perkerasan
kaku, dan perkerasan komposit.
Perkerasan lentur merupakan perkerasan jalan yang umum dipakai di Indonesia.
Konstruksi perkerasan lentur disebut “lentur” karena konstruksi ini mengizinkan
terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi. Perkerasan lentur
biasanya terdiri dari 3 lapis material konstruksi jalan diatas tanah dasar, yaitu lapis
pondasi bawah, lapis pondasi atas, dan lapis permukaan. Konstruksi perkerasan
lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebabkan
beban lalu lintas tanah dasar. Suatu struktur perkerasan lentur biasanya terdiri atas
beberapa lapisan bahan, dimana setiap lapisan akan menerima beban dari lapisan
diatasnya, meneruskan dan menyebarkan beban tersebut ke lapisan dibawahnya.
Jadi semakin ke lapisan struktur bawah, beban yang ditahan semakin kecil.
DAFTAR PUSTAKA

Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung.

Agus Suswandi, Wardhani S., Hary C., (2012), Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan.

___________, 1987, Peraturan Perkerasan Lentur Jalan Raya Berdasarkan Metode


Analisa Komponen, Bina Marga (SKBI.2.3.26.1987), Jakarta.

AASTHO, 1981, AASTHO Interin Guide for Design of Pavement Structures,


AASTHO, Washington DC, USA.

Sukirman Silvia (1999), Dasar-dasar Perencanaan Geometrik, Nova,Bandung

Hamirhan Saodang (2004), Geometrik Jalan Raya, Nova, Bandung

Direktor Jenderal Bina Marga (1997), Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Antar Kota no.38/TBM/1997, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga (1970), Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan


Raya no.13/1970, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.

http://aboutacik.blogspot.com/2018/02/perkerasan-jalan-lentur.html
juli 2018

Anda mungkin juga menyukai