Anda di halaman 1dari 35

TUTORIAL II BLOK 3.

1
KELOMPOK VIII A

Tutor : dr.Humaryanto, Sp.OT, M.Kes

DEVY AFRIYANTI G1A118054


SHOLAHUDDIN TUMANGGOR G1A118063
M. HANZEN WILLIAM SIHITE G1A118076
AMELDA MUTIA SABRINI G1A118080
QURROTA A’YUNI G1A118090
ASSYIFA QALBIYAH G1A118106
SALSABILLA AULIA RAHMA G1A118108
MUTIARA HASANAH AQSA G1A118109

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS JAMBI
2019/2020
Skenario:
Tn.V berusia 25 tahun datang ke IGD rumah sakit diantar keluarga dengan
keluhan utama nyeri perut sebelah kanan bawah. Memberat sejak 2 hari yang lalu.
Nyeri dirasakan pertama kali sekitar 3 hari yang lalu, dirasakan pertama kali
didaerah sekitar umbilical dan dirasakan hilang timbul. Nyeri kemudian menetap
didaerah perut kanan bawahdan dirasakan terus-menerus dan semakin bertambah
nyeri terutama saat pasien bergerak. Keluhan juga disertai dengan demam, mual,
danm muntah. Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama. Tn.V
sudah meminum obat analgetik dan antipiretik tapi keluhan belum hilang.
Dokter IGD melakukan pemeriksaan fisik dan merencanakan pemeriksaan
penunjang yang akan dilakukan serta memberikan terapi yang adekuat untuk tn.V.
𝟏
I. KLASIFIKASI ISTILAH
1. Umbilical : berkenaan dengan umbilikus/pusar
2. Demam : kondisi ketika suhu tubuh diatas normal (>38 ̊ C)
3. Mual : Kecendrungan ingin muntah
4. Muntah : Keluar kembali makanan dari perutdaerah perut
5. Analgetik : meredakan nyeri
6. Antipiretik : meredakan demam
7. Adekuat : Memenuhi syarat
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi regio abdomen kuadran kanan
bawah!
2. Jelaskan macam-macam nyeri!
3. Bagaimana mekanisme nyeri umbilicus yang dirasakan tn.V dan
mekanisme perpindahn nyeri ke perut kanan bawah?
4. Mengapa rasa nyeri tn.V bertambah berat jika ia bergerak ?
5. Apa hubungan mual,muntah, dan demam terhadap sakit yang diderita
tn.V dan bagaimana mekanismenya?
6. Bagaimana pengaruh obat analgetik dan antipiretik terhadap kesembuhan
tn.V?
7. Sebutkan contoh obat analgetik dan antipiretik!
8. Bagaimana diagnosis banding penyakit tn.V?
9. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat diberikan terhadap
tn.V?
10. Diagnosis apa yang bisa ditegakkan berdasarkan gejala ?
11. Bagaimana epidemiologi dan etiologi penyakit tn.V ?
12. Bagaimana patogenesis dan patofisiologis penyakit tn.V ?
13. Bagaimana gejala klinis penyakit tn.V ?
14. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada tn.V ?
15. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tn.V ?
16. Bagaimana prognosis penyakit tn.V ?
III. CURAH PENDAPAT

1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi regio abdomen kuadran kanan


bawah!
Anatomi: ileum, apendix, colon ascendens
Histologi: Tunika mukosa, tunika muskularis, tunika adventitia
Fisiologi: GALT→ IgA

2. Jelaskan macam-macam nyeri!


Nyeri visceral, nyeri somatik, nyeri kolik, referred pain.

3. Bagaimana mekanisme nyeri umbilicus yang dirasakan tn.V dan


mekanisme perpindahn nyeri ke perut kanan bawah?
Nyeri visceral (umbilicus) yang awalnya dirasakan tn.V merupakan
rangsangan dari serabut sara t10. Selanjutnya, kerena sakitnya makin parah
dan terjadi gesekan dekat peradangan timbullah nyeri di kuadran kanan
bawah

4. Mengapa rasa nyeri tn.V bertambah berat jika ia bergerak ?

5. Apa hubungan mual,muntah, dan demam terhadap sakit yang diderita tn.V
dan bagaimana mekanismenya?

6. Bagaimana pengaruh obat analgetik dan antipiretik terhadap kesembuhan


tn.V?
Obat analgetik dan antipiretik dapat menghilangkan gejala yang diderita
tn.V. akan tetapi tidak dapat menyembuhkan penyakitnya

7. Sebutkan contoh obat analgetik dan antipiretik!


Aspirin, paracetamol, ibuprofen.
8. Bagaimana diagnosis banding penyakit tn.V?
Gastroenteritis, urolitiasis, divertikulitis meckel, dan demam dengue

9. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat diberikan terhadap
tn.V?
Pemeriksaan head to toe, vital sign, pemeriksaan regio abdomen, rectal
toucher, pemeriksaan laboratorium, dan radiology

10. Diagnosis apa yang bisa ditegakkan berdasarkan gejala ?


Apendisitis

11. Bagaimana epidemiologi dan etiologi penyakit tn.V ?


Apendisitis dapat terjadi karena adanya infeksi, fekalit, atau benda asing
sehingga menyebabkan obstruksi setempat

12. Bagaimana patogenesis dan patofisiologis penyakit tn.V ?

13. Bagaimana gejala klinis penyakit tn.V ?


Nyeri menetap di kuadran kanan bawah dan bertambah nyeri jika bergerak

14. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada tn.V ?


Perforasi

15. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tn.V ?


Pemberian antibiotik,

16. Bagaimana prognosis penyakit tn.V ?


tn.V akan sembuh sempurna apabila penangan dilakukan dengan segera
IV. ANALISIS MASALAH
1. Jelaskan anatomi, histologi, dan fisiologi regio abdomen kuadran kanan
bawah!
Jawaban :
ANATOMI

(sumber : sobotta atlas of human anatomy)

Appendix vermiformis sepanjang 8-9 cm menempel pada Caecum.


Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus
Appendix vermiformis: Aorta abdominalis →A. Mesenterika superior →
A.ileocolica →A.appendicularis
HISTOLOGI

(sumber : atlas histologi diFiore)


Tunika mukosa :
 Epitel banyak mengandung sel goblet
 Lamina propria mengandung kelenjar intestinal(kriptus lieberkuhn)
 Muskularis mukosa
 Submukosa banyak mengandung pembuluh darah
 Jaringan limfoid di lamina propria meluas hingga submukosa (plakat payer)

Tunika muskularis :
 Lapisan sirkular dalam
 Lapisan longitudinal luar
 Plexus mientrikus diantaranya

Tunika serosa :

 Sel adiposa 6
FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut
associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh
tubuh. 2

2. Jelaskan macam-macam nyeri!


Berdasarkan letak nyeri :
Nyeri viseral dari suatu organ sesuai letaknya dengan asal organ tersebut pada
masa embrional, sedangkan letaknya nyeri somatik biasanya dekat dengan
organ sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya.
A. Nyeri Viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam
rongga perut, misalnya karena cedera atau radang. Peritoneum viserale yang
menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka
terhadap rabaan, atau pemotongan. Dengan demikian, sayatan atau penjahitan
pada usus dapat dilakukan tanpa terasa oleh pasien. Akan tetapi, bila dilakukan
tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot
yang menyebabkan iskemia, misalnya kolik atau radang, seperti apendisitis,
akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya tak dapat
menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan
seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang yang nyeri. Nyeri
viseral kadang disebut nyeri sentral.
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional
organ yang terlibat. Saluran cerna yang berasal dari usus depan (foregut), yaitu
lambung, duodenum, sistem hepatobilier, dan pankreas menyebabkan nyeri di
ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari usus tengah
(midgut), yaitu usus halus dan usus besar sampai pertengahan kolon
transversum menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna
lainnya, yaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid
yang berasal dari usus belakang (hindgut) menimbulkan nyeri di perut bagian
bawah. Demikian juga nyeri dari buli-buli dan rekstosigmoid. Karena tidak
disertai rangsang peritoneum, nyeri ini tidak dipengaruhi oleh gerakan
sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak.

B. Nyeri Somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh
saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada
dinding perut. Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat
menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan
nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang.
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan
peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan
antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri.
Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada apendisitis akut.
Setiap gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang
dalam atau batuk, juga akan menambah rasa nyeri sehingga penderita gawat
perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk tidak bergerak,
bernapas dangkal, dan menahan batuk.

Berdasarkan sifat nyeri:


1. Nyeri Alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah.
Misalnya, diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah
pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan
atau peradangan akan dirasakan di bahu.
2. Nyeri Proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensorik
akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal ialah nyeri fantom
setelah amputasi atau nyeri perifer setempat pada herpes zooster. Radang saraf
ini pada herpes zooster dapat menyebabkan nyeri hebat di dinding perut
sebelum gejala atau tanda herpes zooster menjadi jelas.

3. Hiperestesia
Hiperestesi atau hiperalgesi sering ditemukan di kulit jlka ada peradangan pada
rongga di bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering ditemukan pada
peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis
dirasakan tepat pada tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita
dapat menunjuk dengan tepat dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri
gerak, nyeri batuk, nyeri lepas, serta tanda rangsang peritoneum lain dan defans
muskuler yang sering disertai hiperestesi kulit setempat.

4. Nyeri Kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietale akan dirasakan terus-
menerus karena berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat
pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot
dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi
bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.

5. Nyeri Kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya disebabkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi
usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini
timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena
kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan
pendarahan dinding usus juga berupa nyeri kolik. Serangan kolik biasanya
disertai perasaan mual bahkan sampai muntah. Dalam serangan, penderita
sangat gelisah kadang sampai berguling-guling di tempat tidur atau di jalan.
Yang khas Ialah trias kolik yang terdiri atas serangan nyeri perut yang kumatan
disertai mual atau muntah dan gerak paksa.

6. Nyeri Iskemik
Nyeri perut dapat juga berupa nyeri iskemik yang sangat hebat. menetap, dan
tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam
nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum, seperti takikardia,
keadaan umum yang jelek dan syok karena resorbsi toksin dari Jaringan
nekrosis.

7. Nyeri Pindah
Nyeri berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap
awal apendisitis. sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri
viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual karena apendiks termasuk
usus tengah. Setelah radang terjadi di seluruh dinding termasuk peritoneum
viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri
somatik. Pada saat ini, nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang
meradang, yaitu di perut kanan bawah. Jika apendiks kemudian mengalami
nekrosis dan gangren (apendisitis gangrenosa) nyeri berubah lagi menjadi nyeri
iskemik yang hebat, menetap dan tidak menyurut, kemudian penderita dapat
jatuh dalam keadaan toksis.
Pada perforasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan
asam garam dan empedu masuk di rongga abdomen yang sangat merangsang
peritoneum setempat. Si sakit merasa sangat nyeri di tempat rangsangan itu
yaitu di perut bagian atas. Setelah beberapa waktu cairan isi duodenum
mengalir ke kanan bawah melalul jalan di sebelah lateral kolon ascendens
sampai ke tempat kedua, yaitu rongga perut kanan bawah sekitar sekum. Nyeri
itu kurang tajam dan kurang hebat dibandingkan nyeri pertama karena terjadi
pengenceran. Pasien sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai di ulu hati
pindah ke kanan bawah. Proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada
apendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, apendisitis akut maupun
perforasi lambung atau duodenum, akan mengakibatkan peritonitis purulenta
2
umum jika tidak segera ditanggulangi dengan tindak bedah.

3. Bagaimana mekanisme nyeri umbilicus yang dirasakan tn.V dan


mekanisme perpindahn nyeri ke perut kanan bawah?
Jawaban :
Nyeri menetap di kanan bawah dan dirasakan terus menerus Karena ada
perpindahan nyeri viseral ke nyeri somatik. Apendisitis dimulai dengan adanya
obstruksi pada lumen apendiks, dimana penyebab tersering ialah obstruksi
karena masa fecalith. Obtruksi lumen apendiks akan merangsang mukosa
apendiks untuk mensekresi mukus dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini
akan meningkatkan tekanan intralumen sehingga menstimulus serabut saraf
eferen visceral sehingga menimbulkan rasa nyeri yang samar-samar, nyeri
difus pada abdomen dibawah epigastrium. Obstruksi pada apendiks yang
diikuti kenaikan sekresi mukus membuat lumen apendiks menjadi lingkungan
yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Kenaikan proliferasi bakteri yang diiringi dengan colaps vena drainase dan
juga gangguan aliran limfatik akibat kenaikan tekanan intralumen,
memudahkan bakteri untuk menginvasi dinding mukosa jaringan apendiks.
Invasi bakteri akan membuat aktivasi mediator inflamasi pada jaringan
apendiks. Dan saat eksudat inflamasi dari dinding apendiks terhubung dengan
peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga
menyebabkan nyeri yang terlokalisir pada titik Mc. Burney. 16
Appendicitis akut merupakan kegawatdaruratan abdomen. Biasanya kasus ini
terjadi bila appendix vermiformis mengalami obstruksi oleh suatu fecalith atau
pembengkakan nodi lympahtici. Di dalam lumen appendix vermiformis yang
mengalami obstruksi, bakteri berploriferasi dan menginvasi dinding appendix
vermiformis, sehingga terjadi kerusakan karena nekrosis tekanan. Di beberapa
kasus, kejadian ini dapat sembuh spontan, tetapi pada kasus lain, perubahan
inflamasi berjalan terus dan mengakibatkan perforasi, yang dapat
menyebabkan peritonitis lokal maupun generalisata. Sebagian besar pasien
dengan appendicitis akut menderita rasa nyeri tekan terlokalisasi di daerah
regio inguinalis dextra. Mula-mula, nyeri berawal di daerah
centralis/periumbilicalis, nyeri dirasakan hilang timbul. Seiring perjalanan
waktu, nyeri berafih ke regio inguinafis dextra bawah dan terlokalisasi.
Bila appendix vermiformis mengalami inflamasi pertama kali, serabut-serabut
nervus sensorius viscelarale tertimulasi . Serabut-serabut ini memasuki medulla
spinalis di level T10. Nyeri dialihkan ke dermatom T10 di regio
periumbilicalis. Nyeri bersifat setiap timbul gelombang peristaltik melewati
regio ileocaecale, nyeri timbul. Tipe nyeri hilang timbul ini disebut sebagai
kolik. Pada tahap lanjut, appendix vermiformis akan berhubungan dan
mengiritasi peritoneum parietale di regio fosa iliaca kanan, yang dipersarafi
oleh nervi sensorius somaticae. Hal ini menyebabkan terjadinya nyeri tetap
yang teriokalisasi, yang mendominasi kolik yang dirasakan pasien beberapa
jam yang lalu sehingga pasien tidak lagi merasakan nyeri alihan.

Drake, R. L., Vogl, A. W. & Mitchell, A. W. M., 2014. GRAY Dasar-Dasar Anatomi. 1st ed.
Singapore: Elsevier.
4. Mengapa rasa nyeri tn.V bertambah berat jika ia bergerak ?
Jawaban :
Nyeri yang terjadi pada penyakit yang diderita oleh Tn. V diawali dengan
nyeri samar-samar dan tumpul serta bersifat nyeri visceral yang terasa nyeri
pada daerah epigastrik sekitar umbilicus(umumnya berlangsung lebih dari 1
atau 2 hari) dan dalam beberapa jam nyeri berpindah atau bergeser ke
kuadran kanan bawah secara progresif dan lebih spesifik dapat terjadi
dikarenakan semakin memburuknya inflamasi dimana ditandai dengan nyeri
semakin tajam, lebih jelas tempat atau lokasinya atau bersifat somatik. Nyeri
mungkin bersifat lepas, individu mungkin mengeluh lebih nyeri ketika
tekanan di abdomen bergerak lebih cepat. Nyeri lepas berhubungan dengan
gelombang gerakan tiba-tiba yang terjadi melintasi cairan peritoneum ketika
11
tekanan dilepaskan.

5. Apa hubungan mual,muntah, dan demam terhadap sakit yang diderita tn.V
dan bagaimana mekanismenya?
Jawaban :
a. Demam
Trio sitokin yang sama berfungsi bersama sebagai pirogen endogen (PE) yang
memicu terjadinya demam (endogen berarti "dari dalam tubuh"; piro artinya
"panas" atau "api"; gen artinya "produksi"). Respons ini terjadi terutama jika
organisme penginvasi telah menyebar ke dalam darah. Pirogen endogen
menyebabkan pengeluaran prostaglandin di dalam hipotalamus, yaitu
perantara kimiawi lokal yang "menyalakan termostat" pengatur suhu tubuh.
Fungsi peningkatan suhu tubuh dalam melawan infeksi belum diketahui pasti.
Demam merupakan manifestasi sistemik umum peradangan, mengisyaratkan
bahwa peningkatan suhu memiliki peran menguntungkan yang penting dalam
respons peradangan secara keseluruhan, seperti didukung oleh bukti-bukti
terakhir. Suhu yang lebih tinggi tampaknya meningkatkan fagositosis,
meningkatkan kecepatan berbagai aktivitas peradangan depen-den- enzim,
dan menghambat perkembangbiakan bakteri dengan meningkatkan kebutuhan
bakteri terhadap besi. Menyelesaikan masalah kontroversial mengenai apakah
demam dapat bermanfaat merupakan hal yang sangat penting, karena luasnya
pemakaian obat yang menekan demam. 17
b. Mual dan muntah
Keluhan apendisitis dimulai dari nyeri di preumbilicus dan muntah karena
adanya rangsangan visceral karena adanya peradangan sehingga
menyebabkan regangan pada dinding mukosa. Proses muntah dikendalikan
oleh pusat muntah di sistem saraf pusat dengan aktivitas impus dari
chomoreceptor trigger zone (CTZ) nervus vagus. Proses muntah †erjadi
dalam tiga tahap: nausea, retching, emesis. Nausea adalah sensasi ingin
muntah akibat berbagai stimulus ditandai dengan rasa mual, gerakan
peristaltikaktif berhenti, terkanan fundus dan korpus menurun, sedangkan di
antrum pars desenden duodenum tekanan akan meningkat. Lalu pada fase
retching terjadi inspirasi dalam dengan gerakan otot napas spasmodic diikuti
kontraksi otot perut dan diafragma, serta relaksasi sfingter esophagus bawah.
Kemudian pada fase emesis perubahan tekanan intratoraks menjadi positif
dan sfingter esophagus akan relaksasi sehingga isi lambung keluar dari
mulut. 14

6. Bagaimana pengaruh obat analgetik dan antipiretik terhadap kesembuhan


tn.V?
Jawaban :
Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan bertindak
dalam sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa secara
signifikan mengubah kesadaran. Analgesik menghilangkan rasa sakit, tanpa
mempengaruhi penyebabnya . Nyeri merupakan sensasi yang
mengindikasikan bahwa tubuh sedang mengalami kerusakan jaringan,
inflamasi, atau kelainan yang lebih berat seperti disfungsi sistem saraf. Oleh
karena itu nyeri sering disebut sebagai alarm untuk melindungi tubuh dari
kerusakan jaringan yang lebih parah. Rasa nyeri seringkali menyebabkan rasa
tidak nyaman seperti rasa tertusuk, rasa terbakar, rasa kesetrum, dan lainnya
sehingga mengganggu kualitas hidup pasien atau orang yang mengalami
nyeri.
Pengelolaan nyeri yang tidak optimal akan meningkatkan morbiditas pasien.
Tingginya angka morbiditas akan menyebabkan bertambahnya waktu
penyembuhan, lama rawat inap dan menambah biaya rawat rumah sakit. Oleh
karena itu pengelolaan nyeri yang optimal bukan saja merupakan upaya
mengurangi penderitaan pasien tetapi juga meningkatkan kualitas hidupnya.
Telah terbukti tanpa pengelolaan nyeri yang adekuat, penderita akan
mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang pada akhirnya secara
bermakna meningkatkan angka morbiditas maupun mortalitas .
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point
ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan
prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus.
Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun
pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena
bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan
antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi
hepar dan ginjal, oliguria, demam, mual muntah serta retensi garam dan air.
Seperti yang dikatakan diatas, bahwa obat analgesik antipiretik hanya
menghilangkan gejala tambahan tetapi tidak menghilangkan gejala utama dari
keluhan. 7

7. Sebutkan contoh obat analgetik dan antipiretik!


Jawaban :

Analgetik
Analgetik atau obat-obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Mekanisame : Menghambat sintase Prostaglandins (PGs) di tempat yang
sakit/trauma jaringan.
Karakteristik :
1. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
2. Bukan narkotika dan tidak menimbulkan adiksi, rasa senang dan gembira
3. Tidak mempengaruhi pernapasan
4. Gunanya untuk nyeri sedang, contohnya sakit gigi

Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:


A. Analgesik Opioid/analgesik narkotika

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti


opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri seperti pada fraktur dan kanker.

Macam-macam obat Analgesik Opioid:


1. Morfin

Morfin adalah agonis opioid yang memiliki afinitas terbesar pada reseptor μ.
Reseptor ini merupakan reseptor opioid analgesik mayor. Reseptor μ dapat
ditemukan di otak (amigdala posterior, hipotalamus, talamus, dan nukleus
kaudatus), saraf tulang belakang, dan jaringan lain di luar SSP (vaskular,
jantung, paru-paru, sistem imun, dan saluran pencernaan).

Ikatan morfin dan reseptor opioid menyebabkan beberapa efek pada SSP
yaitu, inhibisi transmisi sinyal nyeri, mengubah respons terhadap nyeri,
menimbulkan efek analgesik, depresi napas, sedasi, supresi batuk, dan miosis.

Mekanisme kerja morfin secara molekuler masih belum sepenuhnya


dipahami. Aktivasi reseptor opioid diperkirakan mencetuskan
coupling/penggabungan protein G. Hal ini akan menyebabkan inhibisi
aktivitas adenylyl cyclase, penutupan kanal ion Ca2+, pembukaan kanal ion
K+, serta aktivasi phosphokinase C (PKC) dan phospholipase C-β (PLCβ).
Menutupnya kanal ion Ca2+ akan menghambat pelepasan neurotransmiter
oleh neuron presinaps. Sedangkan pembukaan kanal ion K+ akan memicu
hiperpolarisasi yang menghambat neuron postsinaps. Mekanisme inilah yang
diperkirakan menyebabkan efek morfin, termasuk efek analgesik.

Selain pada SSP, morfin juga bekerja pada sistem gastrointestinal. Efek yang
ditimbulkan berupa spasme spinkter Oddi dan penurunan gerakan peristaltik.
Pada otot polos sistem kemih dapat terjadi spasme. Morfin juga menyebabkan
vasodilatasi yang memicu hipotensi, flushing, mata merah, dan berkeringat.
Pada sistem endokrin, morfin mampu menghambat sekresi
adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortisol, dan luteinizing hormone
(LH). Sementara itu, produksi hormon lainnya justru meningkat, misalnya
prolaktin, growth hormone (GH), insulin, dan glukagon.
2. Metadon

Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.


Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang
di rumah sakit.
Efek tak diinginkan: Depresi pernapasan, konstipasi, gangguan SSP,
hipotensi ortostatik, mual dan muntah pada dosis awal.

3. Fentanil

Mekanisme kerja: lebih poten dari pada morfin. Depresi pernapasan lebih
kecil kemungkinannya.
Indikasi: Medikasi praoperasi yang digunakan dalan anastesi.
Efek tak diinginkan: Depresi pernapasan lebih kecil kemungkinannya,
rigiditas otot, bradikardi ringan.

4. Kodein
Mekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin.
Kerjanya disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk)
Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor
Efek tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis
yang menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat
morfin.

B. Obat Analgetik Non-narkotik

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal


dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer
(non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan
tidak bekerja sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat
Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan
rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan
hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik /
Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada
pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis
Analgetik Narkotik).
Efek samping obat-obat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan
darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
Macam-macam obat Analgesik Non-Narkotik:
1. Ibupropen

Ibupropen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak


negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak
terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.

2. Paracetamol/acetaminophen

Merupakan devirat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan parasetamol


sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat.
Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak digunakan terlalu lama
karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.
Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak
menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasikan dengan cofein yang
berfungsi meningkatkan efektinitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.

3. Asam Mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat


terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan
harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul
misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung.

Antipiretik
Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif pada orang normal. Dapat
menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada CNS
(Central Nervous System) atau Susunan Saraf Pusat

Macam-macam obat Antipiretik:

1. Benorylate

Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini
digunakan sebagai obat anti inflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan
demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol
dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat dari
aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap
Sindrom Reye.

2. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika
digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM
(intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang
disebabkan kanker.
Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa
sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang
persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap
menggunakan analgesik narkotika.
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa
sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem
syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan
tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak.
Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan
dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan
dihentikan.

3. Piralozon

Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin. Obat


ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun
piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis
(berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan analgesik yang
mengandung piralozon perlu disertai resep dokter. 12

8. Bagaimana diagnosis banding penyakit tn.V?


Jawaban :
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti:
• Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan.
Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan apendisitis
akut.
• Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil
tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat.
• Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
• Divertikulitis meckel
Divertikulitis meckel merupakan kelainan kongenital saluran pencernaan .
lokasinya bervariasi tiap individu, akan tetapi lebih sering di ileum. Sekitar
100 cm dari katup ileocecal. Pada kasus divertikulitis meckel ini, pasien
ditemukan mengalami melena, nyeri abdomen kuat, serta saat rectal toucher
didapati lendir.untuk pemeriksaan penunjangnya dapat dilakukan CT
kolonograpi dan USG . 2

9. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat diberikan terhadap
tn.V?
Jawaban :

Gambaran Klinis
- Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan
sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring
dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan
nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi lokasi
anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-
anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai
terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri
pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala
yang umum pada anak dengan appendisitis retrocecal arau pelvis. Jika
inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala dapat
berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih.
- Anoreksia, nausea, vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,
merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan.
- Obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita
mengalami diare, timbul biasanya pada letak appendiks pelvikal yang
merangsang daerah rektum.
- Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0
C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi.
- Anak dengan appendisitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki
kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum
hingga isi Caecum berkurang atau kosong.
- Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun
atau menghilang.
- Anak dengan appendisitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan
cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut
diflexikan. 9 10

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan yaitu :


 Vital Sign
Meliputi :
Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan Respirasi
Pemeriksaan Tekanan darah
Suhu.

 Pemeriksaan Abdomen
Meliputi:
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi.

 Pemeriksaan tanda-tanda Appendisitis


Appendiks yang mengalami peradangan akan sakit jika dilakukan
perangsangan dengan manuver-manuver:
-Nyeri tekan didaerah Mc.Burney
-Rebound sign
Yaitu daerah Mc.Burney ditekan, kemudian tekanan dilepas secara
mendadak, maka penderita akan merasakan nyeri pada daerah Mc.Burney
tersebut.

-Rovsing sign
Pemeriksa melakukan palpasi mulai dari arah kiri abdomen sejajar letak titik
Mc.Burney. Lalu palpasi perlahan menuju arah kanan, positif bila dilakukan
penekanan didaerah kiri abdomen/sebelum mencapai titik Mc.Burney
dirasakan nyeri didaerah Mc.Burney karena penekanan menyebabkan ileum
bergerak ke arah kanan dan menyentuh appendiks, atau karena isi ileum
ketika ditekan akan masuk ke caecum dan menyebabkan appendiks
terangsang dan terasa nyeri.
-Ten Horn sign
Pemeriksa melakukan peregangan/ tarikan ringan pada testis kanan, maka
appendiks akan terasa nyeri. Hal ini disebabkan funiculus tertarik lalu
menyebabkan peritoneum bergerak dan menyentuh appendiks.
- Baldwin Sign
Pemeriksa menekan daerah didekat titik Mc. Burney yang merupakan batas
tidak nyeri dan nyeri, kemudian tungkai kanan dengan posisi articulatio genu
diangkat, maka daerah tidak nyeri tadi akan menjadi nyeri.
- Psoas sign
Pasien diminta tidur terlentang, kemudian minta penderita mengangkat
tungkai kanan dengan posisi articulatio genu lurus, dan pemeriksa melakukan
tahanan pasien yang mengangkat tungkai tersebut. Positif jika dirasakan nyeri
di appendiks
- Obturator sign
Pasien dalam posisi terlentang , lalu diminta melakukan posisi anteflexi dan
endorotasi articulatio coxae, pemeriksa memberikan perlawanan, maka akan
terasa sakit di appendiks

 Melakukan Rectal Touch


Posisi pasien Terlentang diatas meja periksa dengan kedua lutut ditekut dan
sedikit terbuka dengan celana yang telah dibuka kemudian ditutup dengan
selimut. Pemeriksa menggunakan sarung tangan, jari telunjuk kanan
pemeriksa diberi bahan pelicin dan dioleskan ditepi anus, tangan kiri
pemeriksa letakan didaerah subrasimpisis, jari telunjuk kanan dimasukan
kedalam anus.

Pemeriksaan penunjang yang diberikan kepada pasien berupa:


 Laboratorium
Pemeriksan laboratorium juga untuk melihat apakah terjadi peningkatan
jumlah leukosit pada pasien atau tidak karena jumlah leukosit diatas 10.000
ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah
leukosit pada penderita appendisitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3.
Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah
normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendisitis. Jumlah leukosit
yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendisitis. Pemeriksaan
urinalisis membantu untuk membedakan appendisitis dengan pyelonephritis
atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat
terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
 Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendisitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan
spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria
diagnosis appendisitis akut adalah appendiks dengan diameter anteroposterior
7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa
periappendiks.

 CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas, sensitifitas dan spesifisitasnya
kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas,
dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan
test diagnosti. Diagnosis appendisitis dengan CT-scan ditegakkan jika
appendiks dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada
appendiks yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran
“halo”. 8 9

10. Diagnosis apa yang bisa ditegakkan berdasarkan gejala ?


Jawaban :

Berdasarkan gambaran klinis pasien, yaitu rasa nyeri periumbilikus yang


kemudian terlokalisasi pada bagian kanan bawah, diikuti oleh rasa mual,
muntah, demam derajat rendah dan sedikit peningkatan jumlah sel darah
putih perifer.
Kemudian merujuk pada hasil pemeriksaaan fisik pada tanda-tanda
apendiksitis yaitu Nyeri tekan didaerah Mc.Burney, Rebound sign, Rovsing
sign, Ten Horn sign, Baldwin Sign, Psoas sign, dan Obturator sign
memberikan hasil positif semua.
Selain itu, hasil dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil leukostit
melebihi batas normal yaitu 12.700 /uL. Dimana keadaan ini menunjukkan
sebagai pertahanan terhadap infeksi, merespons alergi, serta menunjang
fungsi kekebalan tubuh.
Untuk memastikan kebenaran diagnosa, kita juga bisa menggunakan sistem
dari alvarado skor.
Skor Alvarado 𝟏𝟖
Untuk membantu diagnosis apendisitis akut, Alvarado (1986)
mempublikasikan sistem skoring yang saat ini digunakan secara luas di
seluruh dunia. Dalam skoring ini, terdapat delapan parameter yang
digunakan.Interpretasi dari skor Alvarado yaitu :

Keterangan:
• 0-4 : Kemungkinan Appendicitis kecil
• 5-6 : Bukan diagnosis Appendicitis
• 7-8 : Kemungkinan besar Appendicitis
• 9-10 : Hampir pasti menderita Appendicitis.
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan. pasien dengan skor ≥7 berisiko tinggi
mengalami apendisitis akut, sedangkan pasien dengan skor <5 memiliki risiko
sangat rendah.
Skor Alvarado terhadap pasien Tn. V:
• Migrasi luka ke RLQ skor 1
• Mual dan muntah skor 1
• Nyeri dalam RLQ skor 2
• Demam skor 1
• Leukositosis skor 2
Hasilnya 7 yaitu appendicitis probable( 93 % Appendisitis akut )
Maka, setelah melihat hasil dari beberapa pemeriksaan dan juga melalui
sistem skor alvarado ini. Kelompok kami mendiagnosis Tn. V Appendisitis
Akut .

11. Bagaimana epidemiologi Dan etiologi penyakit tn.V ?

Jawaban :
Epidemiologi
Berdasarkan data penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1993-2008
terdapat peningkatan apendisitis akut dari 7,68% menjadi 9,38% dari 10.000
orang. Kelompok usia yang memiliki frekuensi tertinggi ditemukan pada
kelompok dengan rentang usia 10-19 tahun, tetapi pada kelompok usia ini
angka kejadian apendisitis akut mengalami penurunan sebesar 4,6%.
Sedangkan pada kelompok usia dengan rentan usia 30-69 tahun terdapat
peningkatan angka kejadian apendisitis akut sebesar 6,3% . Angka Kejadian
apendisitis yang telah menimbulkan perforasi seindiri masih tinggi yaitu 17-
40%, golongan prasekolah merupakan golongan yang paling sering
mengalami perforasi. Angka mortalitas pada apendisitis yang belum terjadi
perforasi masih rendah yaitu 0,1%- 1%, tetapi pada apendisitis yang telah
menjadi perforasi terdapat peningkatan angka mortalitas yaitu 5%.

Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun
terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya
obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena
adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid,
penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, tumor primer pada dinding
apendiks dan striktur. Penelitian terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa
akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya
apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan
lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan makan.
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari
teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi
antara lain usia, jenis kelamin, ras sedangkan untuk faktor lingkungan terjadi
akibat obstruksi lumen akibat infeksi bakteri, virus, parasit, cacing dan benda
asing dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Faktor pelayanan kesehatan
juga menjadi resiko apendisitis baik dilihat dari pelayan keshatan yang
diberikan oleh 13 layanan kesehatan baik dari fasilitas maupun non-fasilitas,
selain itu faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti asupan rendah serat
yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang menyebabkan obstruksi
lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi. 2

12. Bagaimana patogenesis dan patofisiologis penyakit tn.V ?

Jawaban :
Patogenesis : Apendiks vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang
belum diketahui fungsinya pada manusia. Struktur ini berupa tabung yang
panjang, sempit (sekitar sampai 9 cm), dan mengandung arteria apendikularis
yang merupakan suatu arteria terminalis (end-artery). Pada posisi yang lazim,
apendiks terletak pada dinding abdomen di bawah titik McBurney. Titik
McBurney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke
umbilikus. Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal apendiks.
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut. Patogenesis utamanya diduga karena adanya obstruksi
lumen, yang biasanya disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama
disebabkan oleh serat). Penyumbatan pengeluaran sekret mukus
mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Peningkatan
tekanan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteri terminalis
(end-artery) apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus,
biasanya mengakibatkan nekrosis, gangren, dan perforasi.Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa ulserasi mukosa berjumlah sekitar 60 hingga 70% kasus,
lebih sering daripada sumbatan lumen. Penyebab ulserasi tidak diketahui,
walaupun sampai sekarang diperkirakan disebabkan oleh virus. Akhir-akhir
ini penyebab infeksi yang paling diperkirakan adalah Yersinia
11
enterocolitica.1.
Patofisiologis : Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah,
keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratifakut.Bila kemudian aliran
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apppendix. 10

13. Bagaimana gejala klinis penyakit tn.V ?


Jawaban:
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium
di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang
tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh
sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri
timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang
dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-
ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
2
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.

14. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada tn.V ?


Jawaban :
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus. Selain itu, peritonitis, abses apendisitis,
trombofelitis supuratif sistem portal, abses subfrenikus, sepsis dan obstruksi
2
usus juga dapat terjadi.

15. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tn.V ?


Jawaban :
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase. 13

16. Bagaimana prognosis penyakit tn.V ?

Jawaban :
Tingkat mortilitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat
serta pembedahan.Tingkat mortilitas keseluruhan berkisar antara 0,2-0,8%
dan disebabkan oleh komplikasi penyakit daripada intervensi bedah.Pada
anak,angka ini berkisar antara 0,1-1%,sedangkan padan pasien diatas 70
tahun angka ini meningkat diatas 20%,terutama karena keterlambatan
diagnosis dan terapi. 14
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland.2012. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 28.Jakarta: EGC
2. Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong . 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi
3.Jakarta : EGC
3. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 2 Ed/6. Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA,
editor. Jakarta: EGC; 2005
4. Ganiswarman , Sulistia G. 2001. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta :
Gaya Baru.
5. Urban dan Fischer.Sobbota Atlas Of Human Anatomy Ed.15 Jilid 1.Jakarta
:EGC
6. Eroschenko, Victor P. Atlas Histologi diFiore Ed.11. Jakarta : EGC
7. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN 2302 –
2493, farmakologi ui, katzung
8. Panduan Skill Lab Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Jambi.Integrated Patient Management 2019.
9. Warsinggih. Appendisitis Akut.2016.
10. Sabiston C. David.2011.Buku Ajar Bedah Sabiston.Jakarta:EGC.
11. Price, Sylvia A. dkk. 2006. Patofisiologi Edisi 6 Vol. 1. Jakrta : EGC.
12. Katzung, B.G., 2012. Basic & Clinical Pharmacology. Edisi 12. Jakarta:
EGC.
13. Oswari,E. 2000. Bedah Dan Perawatannya. Edisi 3. Jakarta : balai penerbit
FKUI
14. Arifputera, Andy. DKK. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta :
Media Aesculapius
15. Ganong, William F. 2008. Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
16. Gorter, R.R. , Eker, H.H., Gorter, M.A.W., et al (2015). Diagnosis and
management of acute appendicitis. EAES consensus development
conference 2015. Surg Endosc. Springer 24 (2).
17. Sherwood, L. Edisi 8. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Jakarta; EGC;
2014.
18. Rahmanto, tofik. Sistem skoring baru untuk mendiagnosis apendisistis akut.
2017.Lampung : Fakultas kedokteran Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai