Anda di halaman 1dari 6

Gizi Buruk Pada Anak

BODY, FIT & HEALTHY

Gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan terutama di negara miskin dan negara
berkembang, seperti Indonesia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tim Lagizi akan membahasnya.

Pengertian Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan salah satu klasifikasi status gizi dimana mengalami kurang gizi yang
diketahui berdasarkan pengukuran antropometri seperti pertambahan berat badan, tinggi
badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan lain-lain.

Menurut WHO, sebanyak 54% penyebab kematian bayi dan balita disebabkan karena
keadaan gizi buruk pada anak. Anak yang mengalami gizi buruk memiliki risiko meninggal
13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal.

Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi balita gizi buruk dan
kurang di Indonesia mencapai 19,6%. Angka ini meningkat dibandingkan data Riskesdas
2010 sebesar 17,9%.

Macam-Macam Gizi Buruk

Ketika anak-anak kurang mendapat asupan gizi dari makanan yang dikonsumsi, gizi buruk
pun rentan mereka alami. Sayangnya, gizi buruk yang dialami anak bisa diperparah akibat
kurangnya pengetahuan orang tua tentang gizi buruk dan cara menanganinya.

Berikut macam-macam gizi buruk pada anak:

 Kwashiorkor
Kwashiorkor atau busung lapar merupakan salah satu jenis dari gizi buruk yang diakibatkan
karena kurangnya konsumsi protein. Seorang anak yang mengalami kondisi ini memiliki ciri
yang khas yaitu terdapat edema (bengkak) pada seluruh tubuh sehingga tampak gemuk.
Apabila bengkak itu ditekan akan meninggalkan bekas seperti lubang.

Tidak hanya itu, masih banyak ciri khususnya seperti anak memiliki wajah yang bulat dan
sembab (moon face), timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, tidak memiliki nafsu makan, rambut menipis dan
berwarna merah seperti rambut jagung serta mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit.

Untuk mendeteksi anak yang mengalami busung lapar, bisa dilakukan dengan menimbang
berat badan anak secara teratur. Jika perbandingan berat badan dan umurnya di bawah 60
persen maka anak tersebut bisa dikatakan terindikasi busung lapar.

 Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi buruk yang sering dialami oleh
balita karena kurangnya konsumsi energi. Penyebabnya pun beragam, seperti kurang makan,
mengalami infeksi di tubuhnya, bawaan lahir, prematuritas, serta faktor lingkungan.

Kondisi ini biasanya dialami oleh anak usia 0-2 tahun. Ciri-ciri umum anak yang mengalami
marasmus yaitu memiliki berat badan kurang dari 60 persen berat badan sesuai dengan
usianya, suhu tubuh yang rendah, dan kulit tubuh yang longgar hingga hanya terlihat seperti
tulang yang terbungkus kulit saja. Selain itu, wajah anak akan terlihat lebih tua dan
mengalami diare kronik atau susah buang air kecil.

 Marasmus – Kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor merupakan gabungan antara marasmus dan Kwashiorkor. Kondisi ini
cukup serius dikarenakan kondisi marasmus maupun kwashiorkor menyerang tubuh anak.
Bisa digambarkan anak yang mengalami kondisi ini memiliki berat badan kurang dari 60
persen berat badan yang sesuai dengan usianya, kemudian disertai dengan pembengkakan
yang tidak mencolok.

Dampak kondisi ini bagi anak adalah penurunan tingkat kecerdasan, rabun senja, dan anak
lebih rentan terkena penyakit infeksi. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan
makanan yang bergizi berupa sayur mayur, buah-buahan, makanan yang mengandung
karbohidrat seperti nasi, kentang, dan jagung serta makanan yang mengandung protein seperti
telur, ikan , dan daging.

 Stunting/Pendek

Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek.. Stunting terjadi akibat
kekurangan gizi dan penyakit berulang dalam waktu lama pada masa janin hingga 2 tahun
pertama kehidupan seorang anak. Anak denganstunting memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah
dibanding dengan anak yang normal.

Penyebab Gizi Buruk

Walau saat ini era telah modern, pola kehidupan masyarakat di negara miskin dan
berkembang umumnya masih memicu terjanjian gangguan gizi buruk pada bayi dan balita
terutama berkaitan dengan faktor ekonomi dan pengetahuan mendasar akan kesehatan.

Berbeda dengan pola masyarakat di negara maju, sistem pemerintahan yang sudah tertata
dengan baik, khususnya dibidang kesehatan telah menjamin masyarakat mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan mudah sehingga gangguan gizi buruk dapat cepat teratasi.

Berikut penyebab gizi buruk:

 Keterbatasan Penghasilan Keluarga (Faktor Ekonomi)

Penghasilan keluarga akan sangat menentukan makanan yang disajikan setiap harinya, baik
kualitas maupun kuantitas makanan. Namun, bukan berarti makanan yang memenuhi
kebutuhan gizi hanya dapat disajikan di lingkungan keluarga dengan penghasilan cukup saja,
karena pada kenyataannya tidak demikian.
 Pengetahuan Kesehatan tentang Gizi Makanan

Banyak keluarga dengan penghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan kurang
bergizi. Hal ini dikarenaka kurangnya pengetahuan mengenai gizi makanan sehingga
cenderung manyajikan makanan cepat saji yang kurang sehat.

 Jarak Kelahiran yang tidak Terencana

Penelitian menunjukkan bahwa bayi dan anak yang mengalami gizi buruk dipicu karena
seorang ibu yang sedang hamil lagi saat anaknya yang lain masih kecil, sehingga kesempatan
untuk memperhatikan asupan gizi saat hamil dan menyusui menjadi terabaikan. Oleh karena
itu, sangatlah penting mengatur jarak kehamilan agar memiliki waktu yang cukup untuk
memperhatikan asupan gizi calon bayi dan anak yang lain.

 Tradisi Pantangan yang Merugikan

Di daerah pedesaan masih terdapat berbagai pantangan makanan, terutama bagi ibu hamil.
Terdapat beberapa makanan yang dianggap tidak boleh dikonsumsi, padahal makanan
tersebut memiliki zat gizi tinggi.

 Kesukaan yang Berlebihan akan Makanan Tertentu

Menyukai makanan tertentu secara berlebihan akan mengakibatkan kurang bervariasinya


makanan sehingga tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.

Cara Mencegah Gizi Buruk

Memantau berat badan sangat penting untuk mengetahui kondisi gizi pada bayi dan balita
guna mencegah gizi buruk (http://lagizi.com/1000-hari-pertama-kehidupan-untuk-generasi-
yang-lebih-baik/). Berikut beberapa tips mencegah gizi buruk:

 Berikan asupan ASI eksklusif hingga balita berusia 6 bulan. Setelah itu mulailah
kenalkan makanan tambahan untuk pendamping ASI.
 Balita harus diberikan asupan yang bervariasi dan seimbang antara kandungan
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineralnya. Protein penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan balita.
 Sering menimbang dan mengukur tinggi badan balita. Salah satunya dengan
mengikuti program posyandu. Harus dicermati pertumbuhan balita, apabila ada
keganjalan, segeralah berkonsultasi dengan ahli gizi.

Upaya Mengatasi Masalah Gizi Buruk

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gizi buruk, diantaranya:

1. Memaksimalkan peran posyantu, yaitu dengan meningkatkan cakupan deteksi dini


gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di posyandu.
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di puskesmas /
Rumah Sakit dan rumah tangga.
3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan pemulihan (PMT-P) kepada balita
kurang gizi dari keluarga miskin.
4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi
kepada anak (ASI/MP-ASI).
5. Memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A) kepada semua balita

Semoga bermanfaat.

Writer : Novia Akmaliyah, S.Gz

Editor & Proofreader: Jansen Ongko, MS.c, RD

Referensi :

 Dianthi MH. 2015. Kenali, 3 jenis gizi buruk yang biasa dialami anak dan ciri-cirinya.
[tersedia pada: http://health.detik.com/read/2015/12/10/110205/3092258/764/kenali-
3-jenis-gizi-buruk-yang-bisa-dialami-anak-dan-ciri-cirinya]
 Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assesment. New York: Oxford, University
Press.
 https://m.tempo.co/read/news/2015/01/25/174637469/prevalensi-gizi-buruk-balita-
meningkat-di-2014
 http://www.caramedis.com/6-faktor-penyebab-gangguan-gizi-buruk-pada-bayi-dan-
anak/
 http://www.indonesian-publichealth.com/penyebab-dan-dampak-gizi-buruk/
 Nency Y, Arifin MT. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Jurnal
Inovasi Online Kesehatan, Vol.5, No.XVII

Anda mungkin juga menyukai