PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Gagal jantung atau sering juga disebut Gagal Jantung Kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.1
Gagal jantung kongestif terjadi ketika ada kerusakan dalam aksi
pemompaan, baik pada ventrikel kiri, ventrikel kanan, atau keduanya, yang
menyebabkan darah berkumpul di arteri paru, pembuluh darah, atau keduanya.
Bendungan ini menyebabkan kemacetan di paru-paru (cairan terbendung di
paru-paru), penurunan output jantung, peningkatan beban jantung, penurunan
efisiensi kontraksi otot jantung, penurunan stroke volume, peningkatan denyut
jantung, dan hipertrofi.2
Di dunia, 17,5 juta jiwa (31%) dari 58 juta angka kematian di dunia
disebabkan oleh penyakit jantung (WHO, 2016). Dari seluruh angka tersebut,
benua Asia menduduki tempat tertinggi akibat kematian penyakit jantung
dengan jumlah 712,1 ribu jiwa. Sedangkan di Asia Tenggara yaitu Filipina
menduduki peringkat pertama akibat kematian penyakit jantung dengan
jumlah penderita 376,9 ribu jiwa. Indonesia menduduki peringkat kedua di
Asia Tenggara dengan jumlah 371,0 ribu jiwa (WHO, 2014). Berdasarkan
seluruh data yang telah dikumpulkan dari WHO, pada tahun 2015
diperkirakan kematian akibat penyakit jantung meningkat menjadi 20 juta
jiwa. Kemudian akan tetap meningkat sampai tahun 2030, diperkirakan 23,6
juta jiwa penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung (WHO, 2015).3
Kompensasi terhadap gagal jantung kongestif merupakan alasan kedatangan
penderita ke rumah sakit. Salah satu komplikasi gagal jantung kongestif ialah dapat
menyebabkan edema paru yang memiliki angka kematian 12% di rumah sakit.3
Tingginya insidensi dan angka kematian pada gagal jantung kongestif
sesuai dengan data tersebut menunjukkan bahwa kasus gagal jantung
kongestif memerlukan perhatian lebih di kalangan masyarakat. Untuk itu
diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai gagal jantung kongestif ini.
Itulah sebabnya, kasus ini perlu diangkat untuk dipelajari.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
disertai sakit kepala. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Kemudian os berobat ke
RSMP.
Riwayat Kebiasaan
Riwayat suka makanan tinggi kolestrol : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat kebiasaan merokok : disangkal
Status Gizi
Diet sebelum sakit: 3 kali/ hari, 1 piring nasi, teratur.
Variasi diet
- Karbohidrat : Nasi 2-3x, 1/2 piring nasi porsi sedang dalam sehari.
3
- Lemak : Daging (1-2x/ mingggu)
- Sayur : 2x/ hari
- Buah : Jarang
- Susu : Jarang
Kesan:
Secara kualitatif asupan gizi cukup, secara kuantitatif asupan memenuhi gizi
seimbang yaitu makanan pokok 2 – 3 porsi karbohidrat, 2 – 3 porsi protein hewani,
2 – 3 porsi protein nabati dan 2 – 3 porsi sayuran.
2.2.Pemeriksaan fisik
Dilakukan pada tanggal 16 Februari 2019
Keadaan Umum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Dispneu : Ada
4. Berat Badan sebelum sakit : 55 kg
5. Berat badan setelah sakit : 50 kg
6. Tinggi badan : 157 cm
7. Keadaan Gizi : IMT: 20,28 (Normal)
8. Tekanan darah : 150/90 mmHg
9. Nadi
- Frekuensi : 110 kali per menit
- Irama : Reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Cukup
- Kualitas : Baik
10. Pernafasan
- Frekuensi : 26 kali per menit
- Irama : Reguler
- Tipe : Thorakoabdominal
11. Temperatur : 36,8°C
Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocephali
4
- Rambut : Hitam, tebal, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Wajah : Sawo matang
2. Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : Tidak ada
- Enophtalmus : Tidak ada
- Palpebra : Edema (-/-)
- Konjungtiva : Tidak anemis
- Sklera : Tidak ikterik
- Pupil : Isokor, refleks cahaya ada kiri dan kanan
- Pergerakan mata : Ke segala arah
3. Pemeriksaan Telinga :
- Liang Telinga : Lapang
- Serumen : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Nyeri Tekan Tragus : Tidak ada
- Gangguan Pendengaran : Tidak ada
4. Pemeriksaan Hidung :
- Deforrmitas : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Septum Deviasi : Tidak ada
5
6. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan
- Palpasi : Pembesaran tiroid tidak ada, Pembesaran KGB tidak ada
- JVP : 5-1 cmH2O
7. Kulit
- Hiperpigmentasi : Tidak ditemukan
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Pucat pada telapak tangan : Tidak ada
- Pucat pada telapak kaki : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat
8. Pemeriksaan Thorax
Paru Depan
Inspeksi : Simetris, pergerakan hemithoraks kanan dan kiri sama.
Retraksi tidak ada, sela iga melebar tidak ada.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, stem fremitus hemithoraks kanan
dan kiri sama.
Perkusi : Kanan: sonor pada ICS I-II, redup setinggi ICS III-V.
Batas paru-hepar: peranjakkan di ICS V.
Kiri: sonor pada ICS I, pekak setinggi ICS II-IV.
Auskultasi : Bunyi pernafasan hemithoraks kanan sama dengan kiri,
bunyi pernafasan tipe vesikuler pada paru kiri dan kanan,
tidak ada ronkhi dan wheezing tidak ada.
Paru Belakang
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, stem fremitus hemithoraks kanan
Sama dengan hemithoraks kiri.
Perkusi : Kanan: sonor pada ICS I-II, redup setinggi ICS III-V.
Auskultasi : Bunyi pernafasan hemithoraks kanan sama dengan kiri,
6
bunyi pernafasan tipe vesikuler pada paru kiri dan kanan,
tidak ada ronkhi dan wheezing tidak ada.
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis terlihat, pulsasi terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba, thrill tidak teraba, nyeri tekan tidak
Ada
Perkusi : Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah : ICS VI linea parasternalis dextra
Kiri bawah : ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : HR: 116x/menit, reguler, M1 > M2, T1 > T2, A2 > A1, P2 >
P1, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
9. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada, caput medusa tidak ada,
spider naevi tidak ada, benjolan tidak ada, umbilikus menonjol
(-), hernia umbilikalis (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness(-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
10. Ekstremitas
Superior : Akral hangat pada kedua ekstremitas superior, edema
tidak ada, kekuatan otot: 5, nyeri sendi tidak ada,
eritema tidak ada, CRT< 2 detik
Inferior : Akral hangat pada kedua ekstremitas inferior, edema
tidak ada, kekuatan otot: 5, nyeri sendi tidak ada,
eritema tidak ada, CRT< 2 detik
7
2.3.Pemeriksaan Neurologis
Tidak dilakukan pemeriksaan
2.4.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi (Tanggal 11 Februari 2019)
Kimia Klinik
Glukosa darah sewaktu 114 mg/dl 70 – 140 mg/dl
Ureum 29 mg/dl 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 1,8 mg/dl 0,6 – 1,5 mg/dl
Natrium 148 mEq/L 135 – 148 mEq/L
Kalium 3,8 mEq/L 3,5 – 5,5 mEq/L
Interpretasi:
- Hematokrit turun
- Hitung jenis: shift to the left
- Hiperkreatinimia
8
Pemeriksaan EKG
Kesan:
9
Pemeriksaan Foto Thorax AP
2.5. Resume
10
Sejak + 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas. Sesak napas dirasakan
terus-menerus.
Sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca. Sesak dirasakan bertambah
apabila os beraktivitas atau berjalan agak jauh dan berkurang saat
istirahat.
Os sering terbangun pada malam hari karena sesak dan batuk. Os merasa
lebih baik jika menggunakan bantal yang tinggi.
Nyeri dada yang tembus ke belakang serta menjalar ke lengan dan tangan.
+ 1 hari SMRS, Os mengeluh mual, muntah dan nyeri ulu hati. Muntah
dengan frekuensi >10x, isi apa yang dimakan dan diminum.
Sakit kepala (+) 1 hari SMRS.
BAK dan BAB tidak ada keluhan.
2.6.Diagnosa Banding
1. Congestive Heart Failure (CHF) NYHA III et causa Kardiomiopati
2. Congestive Heart Failure (CHF) NYHA III et causa CAD
2.7.Diagnosa Kerja
Congestive Heart Failure (CHF) NYHA III et causa HHD
11
2.8.Penatalaksanaan
Non Farmakologis
Farmakologis
1. IVFD RL gtt 20 x/m
2. Inj. Furosemide 2x20 mg iv
3. Spironolakton 1/12,5 mg
4. Candesartan 1x8 mg p.o
5. Cefoperazone 2x1 iv
6. Sucralfate syr 3x1
7. Sanadryl syr 3x1
2.9.Pemeriksaan Anjuran
- Echocardiography
2.10. Prognosis
- Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Quo Ad Fungsionam : Dubia ad malam
2.11. Follow Up
Pada tanggal 12 Februari 2019, pasien mengeluh sesak napas dan
batuk. Tekanan darah 140/100 mmHg, denyut nadi 100 x/menit dan
pernapasan 27 x/menit. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan ictus
cordis terlihat dan teraba, batas jantung kiri bawah dan kanan bawah
melebar ke ICS VI. Terapi diteruskan.
12
Pada tanggal 13 Februari 2019, pasien mengeluh sesak napas
berkurang, masih batuk dan mual. Tekanan darah 100/70 mmHg, denyut
nadi 78x/menit dan pernapasan 26 x/menit. Pada pemeriksaan fisik ictus
cordis terlihat dan teraba, batas jantung kiri bawah dan kanan bawah
melebar ke ICS VI. Terapi teruskan.
Pada tanggal 14 Februari 2019, pasien mengeluh sesak napas
berkurang, masih batuk, mual sudah berkurang. Tekanan darah 130/70
mmHg, denyut nadi 98x/menit dan pernapasan 24 x/menit. Pada
pemeriksaan fisik ictus cordis terlihat dan teraba, batas jantung kiri bawah
dan kanan bawah melebar ke ICS VI. Terapi teruskan.
Pada tanggal 15 Februari 2019, pasien mengeluh sesak napas
berkurang, masih batuk dan mual sudah hilang. Tekanan darah 140/90
mmHg, denyut nadi 97x/menit dan pernapasan 26 x/menit. Pada
pemeriksaan fisik ictus cordis terlihat dan teraba, batas jantung kiri bawah
dan kanan bawah melebar ke ICS VI. Sucrlafate syr stop.Terapi lain
teruskan.
Pada tanggal 16 Februari 2019, pasien mengeluh sesak napas
berkurang, masih batuk. Tekanan darah 150/90 mmHg, denyut nadi
110x/menit dan pernapasan 26 x/menit. Pada pemeriksaan fisik ictus
cordis terlihat dan teraba, batas jantung kiri bawah dan kanan bawah
melebar ke ICS VI. Terapi teruskan.
13
BAB III
ANALISA KASUS
14
kanan, irama derap atrium kanan, murmur dan bunyi P2 mengeras, sedangkan
gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gejala gabungan keduanya.4
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat 2 kriteria
mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham, ditambah
dengan pemeriksaan penunjang. Kriteria framingham terbagi menjadi kriteria
mayor dan kriteria minor. Yang termasuk kriteria mayor yakni: dispneu nokturnal
paroksismal atau orthopneu, peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah
tidak nyaring, kardiomegali, edema paru akut, irama derap S3, peningkatan vena
> 16 cm H2O dan refluks hepatojugular. Sedangkan yang termasuk kriteria minor
yakni: edema pergelangan kaki, batuk pada malam hari, dispneu d’effort,
hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum dan
takikardi (>120x/menit). Sedangkan pada pemeriksaan penunjang, dari hasil
pemeriksaan foto rontgen toraks dapat mengarah ke kardiomegali dengan corakan
bronkovaskuler yang meningkat.5
Diagnosis gagal jantung kongestif pada pasien ini dapat ditegakkan
berdasarkan kriteria Framingham seperti pada teori dimana dari anamnesis
didapatkan dispnea d’effort , paroxysmal nocturnal dyspnea dan batuk pada
malam hari, kemudian dari pemeriksaan fisik takikardi, pemeriksaan penunjang
didapatkan kesan kardiomegali. Pada pasien didapatkan 2 kirteria mayor dan 3
kriteria minor sehingga diagnosis pasien ini adalah gagal jantung kongestif.
Berdasarkan criteria NYHA untuk tingkatan gagal jantung pada pasien ini adalah
grade III, dimana terdapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari akibat gejala
gagal jantung pada tingkatan yang lebih ringan, misalnya berjalan 20-100 m.
Pasien hanya merasa nyaman saat istirahat. Kemungkinan penyebab utama gagal
jantung kongestif (CHF) pada pasien ini adalah Hypertension Heart Diseases
(HHD).
Hipertensi merupakan beban pressure overload bagi miokard yang dapat
mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan fungsi diastolik
(asimptomatik) dan akhirnya dapat menyebabkan gangguan sistolik ventrikel kiri.
Hipertrofi ventrikel kiri merupakan respon terhadap kenaikan wall stress ventrikel
kiri akibat hipertensi dan suatu upaya untuk mempertahankan fungsi sistolik
ventrikel kiri dan mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan perfusi miokard.
15
Respon adaptasi tersebut terbatas. Seperti pada pasien ini, bila tekanan darah tetap
tinggi dimana pasien sudah mengalami hipertensi selama 5 tahun dan jarang
kontrol maka akan terjadi remodeling, perubahan struktur miokard dan gangguan
fungsi jantung.6
Sesak napas yang merupakan keluhan utama pada pasien ini disebabkan
oleh karena adanya kongesti pulmoner, dengan adanya akumulasi dari cairan
intertisial yang menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk sesak
napas yang disebabkan oleh penyakit jantung. Sesak napas pada malam hari saat
psien tidur merupakan akibat pasien tidur dalam keadaan datar sehingga aliran
balik darah meningkat, akibatnya ventrikel kanan juga memompakan darah yang
lebih banyak ke arteri pulmonalis.6
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung. Prinsip penatalaksanaan gagal jantung yaitu, meningkatkan
oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui
istirahat/pembatasan aktivitas, diet makanan lunak tinggi karbohidrat, tinggi
protein dan rendah garam, serta memperbaiki kontraktilitas otot jantung.7,8
Selama perawatan di RS, Os diberikan terapi pengobatan. Os diberikan
terapi cairan IVFD RL gtt XX x/menit, injeksi furosemide 2x20 mg iv. Obat ini
termasuk golongan diuretik, dimana dapat digunakan untuk mengurangi tekanan
pengisian ventrikel pada pasien dengan gagal jantung. Os juga diberi obat
candesartan 1x8 mg p.o. Candesartan adalah obat penghambat reseptor
angiotensin II (ARB) yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah.
Candesartan memberi efek penurunan tekanan darah dengan cara melawan efek
hipertensi angiotensin II melalui renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS)
yang merupakan mekanisme homeostatik untuk mengatur hemodinamika,
keseimbangan air dan elektrolit.7,8
Os juga diberi spironolakton 1x12,5 mg. Spironolakton merupakan obat
golongan diuretik hemat kalium dan antagonis aldosterone. Obat ini biasanya
digunakan bersama diuretik lain untuk mengurangi ekskresi kalium disamping
memperbesar diuresis. Spironolakton berkompetisi dengan aldosterone pada
reseptor di tubulus ginjal distal, meningkatkan natrium klorida dan ekskresi air
selama konversi ion kalium dan hydrogen, juga dapat memblok efek aldosterone
16
pada otot polos arteriolar. Sehingga dapat digunakan untuk menurunkan tekanan
darah tinggi dan beban kerja jantung.8
Os juga diberikan obat Cefoperazone 2x1 iv. Obat ini merupakan antibiotik
golongan sefalosporin generasi ketiga. Pada pasien ini diberikan antibiotik karena
hasil pemeriksaan diff count menunjukkan shift to the left yang mengindikasikan
adanya suatu infeksi akut.8
Sucralfate syr 3x1 diberikan secara oral. Sucralfate termasuk agen
sitoprotektif. Sucralfate bekerja pada lingkungan asam, bereaksi dengan asam
klorida dalam lambung. Obat ini merangsang produksi bikarbonat dan bertindak
seperti buffer asam. Pada pasien ini, diberikan sucralfate karena pasien mengeluh
mual, muntah dan nyeri ulu hati.8
Untuk mengurangi keluhan batuk pada kasus ini os juga diberikan Sanadryl
syr 3x1. Obat ini mengandung dekstrometorfan HBr, Difenhidramin HCl,
Amonium Klorida, Natrium Sitrat, Mentol. Obat Ini mengandung senyawa yang
salah satunya bekerja dengan cara menekan refleks batuk, langsung pada pusat
batuk di medulla oblongata.8
17
BAB IV
SIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19