Anda di halaman 1dari 97

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
SMK adalah sarana pendidikan yang diciptakan untuk menghasilkan lulusan siap
kerja. Maka dari itu setiap lulusannya harus memiliki kemampuan dan kompetensi
yang mampu bersaing di lapangan. Atas dasar itulah SMK Kehutanan negeri
Samarinda mengadakan Praktik Industri untuk membekali siswanya dalam bidang
yang telah ditentukan.
Pemilihan Praktik di Perhutani sendiri didasari oleh kebutuhan akan tenaga teknis
dalam bidang pengelolaan jati,pinus,dan mahoni.
Laporan ini dibuat untuk merangkum seluruh kegiatan yang telah kami lakukan
selama praktik dan juga sebagai bahan informasi kepada orang-orang yang
membutuhkannya.

B. Maksud dan Tujuan


Penyelenggaraan Praktik Industri bertujuan untuk :
1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan materi yang telah
diterima di dalam kelas dan meyesuaikan diri dengan kondisi dunia kerja yang
sebenarnya.
2. Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional, yaitu tenaga kerja
yang memiliki tingkat pengetahuan, keterampilan, dan etos kerja yang sesuai dengan
tuntutan lapangan kerja
3. Memperkokoh hubungan keterkaitan dan keterpaduan antara SMK dan dunia kerja
4. Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang
berkualiatas profesional

C. Waktu dan Tempat


Praktik Industri dimulai pada tanggal 21 April 2014 sampang dengan 19 Juni
2014. Tempat pelaksanaan Praktik Industri ini dilaksanakan di Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur KPH Jember.

D. Manfaat Praktek
Manfaat yang diharapkan mampu tercipta dari kerjasama praktik industry ini
antara lain :

a. Manfaat Bagi Perusahaan


1. Perusahaan dapat mengenal kualitas peserta Praktek Industri yang belajar
dan bekerja di tempat Praktek Industri

1
2. Memberikan masukan postif yang bermanfaat bagi perusahaan untuk
meningkatkan kinerjanya
3. Merupakan sarana untuk menciptakan kerjasama untuk program lainnya
kedepan

b. Manfaat Bagi Sekolah


Sekolah akan terbantu secara nyata dalam memberikan materi kepada
peserta didik untuk menciptakan lulusan yang berkualitas. Selain itu juga
akan tercipta hubungan baik untuk menyalurkan lulusan kedepan.

c. Manfaat Bagi Peserta Didik


1. Menyesuaikan atau menyiapkan diri dalam menghadapi dunia kerja
setelah menyelesaikan studinya.
2. Menmperoleh media belajar sebagai pengalaman awal bekerja, melatih
keterampilan dan sikap di lingkungan masyarakat industri sertra
mengembangkan interpersonal skill
3. Membentuk karakter siswa yang peduli akan peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta sistem kerja industri, khususnya dalam
hal pola pikir yang efektif, inovatif, dan efisien
4. Menelaah lebih jauh mengenai peluang dan tantangan bagi siswa dalan
memasuki dunia kerja pada masa mendatang.
5. Memberi nilai tambah siswa dalam mencari pekerjaan

BAB II
KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK

A. Letak Geografis dan Luas


Secara administratif pemerintahan, kawasan hutan Kesatuan Pemangkuan Hutan
Jember terletak di Wilayah Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur dengan total

2
keluasan kawasan hutan sebesar 71.863,58 Ha, seluas 39.821,80 Ha diantaranya
berupa Hutan Lindung.
B. Tanah dan Geologi
Jenis Tanah : Bagian Utara type vulkanik
Bagian Selatan type campuran
Geologi (Jenis Batuan) : Young qoartinary vulkanic product
Old qoartinary vulkanic product

C. Iklim
Tipe Iklim : Type B (BKPH. LY. Barat, LY Timur)
Type C (BKPH Sumberjambe, Sempolan,
Mayang)
Type D (BKPH Ambulu, Wuluhan)
Curah Hujan
- Bulan Basah Tertinggi : November s/d Maret
- Bulan Basah Terendah : Juni s/d Agustus
D. Keadaan Hutan
Keadaan hutan di KPH Jember termasuk dalam keadaan yang terjaga.
Sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Perhutani baik dari karyawan, LMDH,
maupun forum desa disambut baik oleh warga sekitar sehingga kerja sama antara
pihak Perhutani dengan masyarakat terjalin dengan baik dan berkesinambungan
dan hal ini menimbulkan keuntungan untuk kedua pihak.
E. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dipekerjakan di KPH Jember mayoritas tenaga borongan
yang dihimpun dari masyarakat sekitar .
F. Sosial, Ekonomi , Budaya Masyarakat
Penduduk
Sesuai data Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember pada tahun 2006, total
penduduk kabupaten Jember sebanyak 2.146.571 jiwa. Dengan kepadatan
penduduk 651,79 jiwa/km2.
Mata Pencaharian
Secara umum masyarakat kabupaten Jember mempunyai mata pencaharian utama
sebagai petani dan buruh tani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), bidang jasa dan
sebagian tenaga pengajar (guru dan swasta).
Kondisi masyarakat disekitar lokasi Hutan Lindung pada umumnya menanam
palawija (membibrik / menjarah kawasan hutan), mendirikan gubuk / rumah /
mushola, dll, serta sarat dengan kepentingan politis, dan berusaha menjadikan
kawasan hutan menjadi hak milik (disertifikatkan).
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan Kabupaten Jember
3
Tingkat pendidikan masyarakat :
- Tidak Tamat / Belum Tamat Sekolah : 937.488 Jiwa
- SD : 681.603 Jiwa
- SMP : 193.084 Jiwa
- SMA : 159.827 Jiwa
- Akademi / Sarjana : 29.916 Jiwa

Jumlah : 2.001.918 Jiwa

Sumber Data : BPS Kabupaten Jember 2007

III. MATERI PRAKTEK

A. Persemaian
1. Kebun Benih Pangkas (KBP) BKPH Sempolan KPH Jember
Kebun Benih Pangkas adalah salah satu penghasil benih dengan cara
memangkas bagian pucuk pohon indukan.

Jenis – jenis pemangkasan

 Pangkas I
Pemangkasan dilakukan setelah pohon indukan berumur 3 bulan dalam
pemangkasan di tinggalkan sepasang daun dengan tinggi 30 cm
 Pangkas II
Pemangkasan yang bertujuan memunculkan tunas baru dengan tinggi
20 cm dan menghasilkan 4 cabang
 Pangkas III
Pemangkasan pohon induk yang sudah siap untuk dijadikan stek
pucuk.
Setelah pohon induk dipangkas pohon diberi pupuk kandang 20 g per
lubang.

a. Perlakuan stek pucuk


4
Setelah stek pucuk diambil kemudian direndam kedalam larutan hormon
IBA ( Perangsang ) sebanyak 0,02 gram ditambahkan dengan air 1 liter
kemudian stek pucuk di celupkan selama 5 – 10 menit.

b. Media
 Pupuk kandang (3 ember) : 50 %
 Pasir (2 ember) : 33 %
 Top soil (1 ember) : 17 %
 Pupuk SP 36 : 3,3 kg
 Polybag yang digunakan transparan dengan ukuran 15 × 8 cm
dengan tebal 0,5 ml

c. Bedeng induksi
Ukuran bedeng induksi adalah 5m x 1m dengan tinggi 40 cm
kapasitas bibitnya adalah 720 bibit, setelah benih stek pucuk ditanam
di bedeng induksi maka pada umur 30 hari dilakukan percobaan
sampai dengan umur 60 hari
 30 hari : mulai dilakukan percobaan yaitu dengan membuka sedikit
sarlonnya dimulai dari jam 7 pagi sampai jam 9 apabila saat dibuka
sarlon tersebut benih dari stek pucuk yang ada layu berarti sarlon
harus segera ditutup tetapi apabila benih stek pucuk tidak layu maka
pada besok hari dapat terus dilakukan percobaan berupa membuka
sarlon secara bertahap.
 <45 hari: sarlon sudah terbuka setengah (perlakuan aklimatisasi)
 > 45 hari:memungkinkan sarlon untuk dibuka (shading area) dan
pada umur ini diberi pupuk daun (Gandasil D) dengan dosis 3 hari 1
kali
 60 hari: telah terbuka semua
Benih stek pucuk berada di bedeng induksi selama 2 bulan

d. Oven Area
Pada oven area benih stek pucuk secara langsung terkena sinar
matahari umur benih > 2 bulan, bedengnya mempunyai ukuran 5m x
1m dengan kapasitas 500 bibit , jarak perbedeng 50 cm danlebar jalan
pemeriksaan 1 meter. Syarat tanaman mempunyai tinggi> 20 cm dan
penyiraman tanaman dilakukan 2 kali sehari pagi dan sore.

5
2. Kebun Benih Klon
a. Persyaratan mutu benih jati:
 Diameter : paling kecil 12 mm
 Kemurnian : paling sedikit 99%
 Daya kecambah : paling sedikit 60 %
Perlakuan benih
Untuk memperpendek waktu dormansi, maka benih jati sebelum
disemaikan perlu mendapat perlakuan khusus antara lain:
 Benih Jati direndam terlebih dahulu dalam larutan Accuzuur/ asam
sulfat 70 dengan konsentrasi 5% (5 ml Accuzuur 70 ditambah 95 ml air)
waktu perendaman selama ± 3 menit
 Benih Jti direndam dalam air mengalir selama 3 x 24 jam, selanjutnya
ditiriskan 1 malam, dan pagi harinya ditabur.
 Dipanaskan/ dijemur diatas alas seng ± 1 hari
3. Penaburan benih
 Tempat tabur menggunakan bedeng tabur dengan ukuran 5 x 1 meter
 Media tabur yaitu pasir ayakan yang steril
 Cara penaburan yaitu pertama isi bedeng tabur dengan pasir yang telah
steril setebal ± 7 cm kemudian tabur benih jati secara merata, jarak
antara benih 2 cm dan 6,47 kg untuk sau bedeng tabur selanjutnya
benih yang ditabur tersebut ditutup kembali dengan pasir setebal ± 1
cm.
 Pemeliharaan dalam bedeng tabur yaitu penyiraman dilakukan selama
2x sehari dan pembersihan gulma dan rumput pengganggu.

4. Penyapihan
 Buat bedeng sapih ukuran 5 x 1 meter
 Jarak antara bedengan 60-80 cm
 Media sapih: campurkan antara kompos dan top soil dengan
perbandingan 25:75
 Tiap bedeng berisi 500 bibit
 Kantong plastik untuk media sapih jenis PE warna hitam dengan ukuran 13 x
18 x 0,004 cm
5. Kecambah/ anakan siap sapih

6
Kecambah yang baik disapih mulai pletekan sampai dengan sudah tumbuh daun ± 2
lembar, sehat dan normal. Waktu perkecambahan antara hari ke 12 sampai dengan
hari ke 30.
Laksanakan seleksi anakan untuk menentukan kualitas dengan ketentuan sebagai
berikut:
 Bedengan A untuk sapihan kecambah yang tumbuh pada hari ke 12 s/d 21
 Bedengan B untuk sapihan kecambah yang tumbuh pada hari ke 22 s/d 30
 Kecambah yang tumbuh diatas hari ke 30, tidak boleh disapih karena
diperkirakan vigornya rendah
6. Teknik penyapihan
 Bedeng tabur disiram sehinggga jenuh air
 Mencabut anakan dibantu dengan solet yang terbuat dari bambu
 Pengambilan anakan dilakukan satu persatu dan dipindahkan pada media
sapih di dalam kantong plastik.
 Watu penyapihan yang terbaik dilakukan pada sore hari setelah pukul 09.00
WIB
7. Pemeliharaan di bedeng sapihan
 Penyiraman teratur dilakukan setiap hari ( pagi dan sore hari)
 Penyiangan dilaksanakan 2 kali dam 1 bulan
 Seleksi bibi:
Untuk mengumpulkan bibit yang pertumbuhannya seragam, sedangkan yang
pertumbuhannya tertekan dikumpulkan dalam bedeng yang lain. Seleksi bibit
dilakukuan setiap akhir bulan.
 Sulaman dilaksanakan 1-3 minggu setelah penyapihan.
 Untuk bibit yang pertumbuhannya lambat/ kerdil dapat disemprot dengan
GANDASIL D dengan dosis 1 gram/liter air. Untuk maksimum 6 bidang
sapih dan ditambah NPK 100 gram umtuk 1 bedeng sapih.
 NPK dengan dosis pemupukan 100 gram ditambah 20 liter air untuk 500
bibit.
8. Pemindahan ke lapangan
 Bibit ditanam dilapangan setelah berumur ± 2 bulan
 Pengangkutan ke lapangan harus dikemas dalam kotak dari kayu dengan
ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm dan tinggi 40 cm. Dengan ukuran tersebut,
dalam truck disusun 4-5 lapis. Melangsir bibit dilapangan dengan
menggunakan kantong plastik.
 Catatan: sebelum bibit dari persemaian diangkut ke lapangan harus
diperhitungkan dahulu kemampuan atau prestasi kerja pesanggem untuk

7
menentukan jumlah bibit yang yang akan ditanam dilapangan sehingga
kesalahan dalam menentukkan jumlah bibit yang diangkut ke lapangan tanpa
memperhitungkan kemampuan/ prestasi kerja pesanggem tersebut,
menyebabkan kelebihan bibit di lapangan yang tidak bisa ditanam langsung ,
akibatnya bibit tersebut mati/rusak.

B. Penanaman
1. Persiapan Pembuatan Tanaman
a. Administrasi
Kelengkapan administrasi yang harus di bawa oleh Mandor Tanaman
adalah sebagai berikut :
 Surat Perintah Tanam ( SPT )
 Peta lokasi tanaman dengan skala 1 :10.000
 Daftar nama penggarap dan luas andil
 Daftar hadir penggarap
 Daftar alat-alat kerja
 Daftar perjanjian kontrak
 Buku tamu
 Buku register kegiatan
 Register persediaan dan penggunaan benih/ lalu lintas bibit
 Register kemajuan :
- Pengolahan tanah
- Penanaman
- Penyulaman
- Prosentase tumbuh
- Pemeliharaan
 Laporan bulanan

b. Pemeriksaan lapangan
 Dilaksanakan oleh Asper setelah SPT diterima
 Tujuan untuk mengetahui batas dan bidang tanaman sekaligus
memasang patok-patok tanda batas sementara terdiri dari :
- Patok batas tanaman
- Patok tanda batas larangan
- Patok tanda batas khusus
 Hasil pemeriksaan lapangan dituangkan dalam Rencana Tapak,
berskala 1 : 10.000, menggambarkan lahan yang boleh ditanami antara
lain : jurang, mata air, lereng yang terjal dan jalan pemeriksaan

c. Patok Tanda batas


 Bahan dari kayu rimba
8
 Patok tanda bats tanaman dan tanda larangan diberi tanda merah,
sedangkan patok tanda khusus dengan warna biru.

d. Pemancangan
 Dilaksanakan oleh Asper dan dapat dibantu oleh SPH ( Seksi
Perencanaan Hutan )
 Hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemancangan Batas Tanaman

eterangan :

 Patok tanda batas tanaman


Dipasang disekeliling batas bidang tanaman sedalam 0,50 meter
 Patok tanda larangan
- Disekeliling mata air dengan jari-jari 25 - 50 meter sedalam 0,50
meter
- Ditepi jurang dengan jarang 5 - 25 meter, sepanjang kanan – kiri
jurang sedalam 0,50 meter
- Pada lereng yang terjal dengan jarak 10 - 25 meter dari tepi lereng
sedalam 0,50 metei
- Di kanan – kiri sungai pada jarak 5 – 10 meter dari tepi, sedalam
0,50 meter
- Di sekeliling waduk, telaga dan monumen pada jarak 5 meter dari
tepi sedalam 0,50 meter.
 Patok tanda khusus
Dipasang di sekeliling tempat- tempat yang becek dan tandus yang
tidak dapat di tanami Jati.

e. Pembuatan Rintisan As Jalan Pemeriksaan


 Jalan pemeriksaan harus bersambung dengan jalan yang telah ada
 Naik – turunnya tidak terlalu berat
 Letaknya diatur sehingga membentuk batas blok- blok tanaman yang
luasnya 3 – 5 ha
 Patok As sementara dibuat dari kayu / bambu dengan ukuran panjang
2,5 meter, garis tengah 5 – 7 cm, ujung bagian atas dicat putih
sepanjang 15 cm
 Untuk trace dilakukan pada tiap jarak 25 meter sedalam 0.50 meter
 Sepanjang rencana batas luar jalan pemeriksaan dipasang tanda batas
seukuran acir dengan jarak 5 meter dikanan – kiri jalan
 Lebar jalan pemeriksaan 2 meter
9
f. Pemasangan Papan Nama Tanaman
 Bahan dari seng atau kayu dengan ukuran panjang 120 cm dan lebar 80
cm
 Informasi yg dicantumkan sebagai berikut
- Nomor SPT
- Sistem tanam
- Jarak tanam
- BKPH dan RPH
- Petak
- Luas
- Bonita
- Tanggal dan tahun tutup kontrak
- Tanaman pokok
- Tanaman Sela
- Tanamn pengisi
- Tanaman tepi
- Tanaman pagar
- KPH asal benih (APB/CSO/SSO) tanaman pokok (jati)
 Warna dasar hijau dengan tulisan warna putih

g. Pendataan dan Seleksi calon penggarap


 Mencari tenaga pesanggem harus dimulai pada bulan Pebruari,
dilaksanakan bersama sama dengan tokoh masyarakat atau kepala
kampung , kepala dinas
 Kriteria calon penggarap antara lain:
- Berpengalaman, rajin, jujur dan terampil diutamakan
penduduk disekitar hutan.
- Tidak memiliki lahan sebagai hak milik sangat
membutuhkan lahan garapan.

h. Pembagian andil
 Pembagian lahan garapan dilakukan secara adil
 Luas andil antara 0.25- 0.5 ha, diberikan kepada calon
penggarap yang telah diseleksi

i. Perjanjian kontrak
 Perjanjian kontrak disepakati oleh kedua belah pihak antara
penggarap dan orang yang bersangkutan atas pengurusan pembagian
andil
 Dituangkan dalam surat perjanjian
10
j. Pemasangan patok andil
 Tiap-tiap sudut batas andil harus dipasang patok batas andil yang
dibuat dari kayu cara meletakan yang benar yaitu pada garis batas.

2. Pembuatan Lapangan dan Pengolahan Tanah


a. Pembersihan lapangan
 Kegiatan pembersihan lapangan meliputi :
- Pembabatan semak, perdu dan pohon – pohon yang masih
ada
- Pengumpulan bahan – bahan yang masih dapat digunakan
untuk bahan cair, anggelan dan gubug sementara
- Pengumpulan sampah bekas babatan dan tatal untuk
mempermudah pembakaran
 Pada waktu pembabatan dilarang membabat atau
membakar pohon kesambi dan tunggak – tunggak bekas
larikan tanaman sela
 Pembakaran bekas pembabatan, sampah dan tatal yang
telah kering harus dijaga jangan sampai menjalar ketempat
lain

b. Pengolahan Tanah
 Menggebrus tanah dengan ganco/ cangkul sedalam 25 – 25
cm
 Ditempat alang – alang / tumbuhan lain, penggebrusan harus lebih
dalam agar dapat dibongkar seluruhnya. Kemudian dikumpulkan dan
dibakar
 Tanah pada jalur tanaman hutan setinggi 5 – 25 cm harus dibuat halus
dan bersih. Pencangkulan sedalam 20 – 25 cm
 Lebar jalur tanaman pokok 50 cm (2 pecak) dan lebar jalur tanaman
sela serta tanaman tepi masing- masing 25 cm (1 pecak)
 Tunggak- tunggak pohon kesambi dan tanaman sela yang masih hidup
perlu dipelihara
c. Pembuatan jalan pemeriksaan
 Dilaksanakan pada waktu pembagian andil, lebatnya 2 meter. Dibuat
sesuai dengan As jalan pemeriksaan sebelumnya yang meliputi :
- Perataan tanah bila perlu diadakan penggalian
- Mendongkel tonggak yang ada dan kemudian dibakar
11
- Pada tempat – tempat tertentu dibuat jembatan sederhana
- Pada kiri – kanan jalan pemeriksaan perlu dibuat selokan cacinagn
untuk pembuangan air
d. Pembuatan selokan
 Macam – macam selokan yang perlu dibuat adalah :
-Selokan isolasi
Dibuat sepanjang batas antara bidang tanaman dengan hutan
yang berumur 21 tahun ke atas
-Selokan induk
Dibuat di tengah- tengah bidang tanaman yang sering tergenang
air menuju ke pembuanagn air.
 Lebar bagian atas 1 – 1,5 meter
 Lebar dasar 40 cm
 Pada tiap- tiap 100 meter, dalamnya selokan
ditambah 10- 12 cm agar air mangalir lancar .

- Selokan cabang
 Di buat menuju ke arah selokan induk
 Dalamnya 0,50 meter
 Lebar bagian atas 60- 80 cm, sedangkan bagian dasar 25 cm
- Selokan cacingan
 Dibuat oleh para penggarap pada tanah yang sukar meresap
air
 Dibuat di atas larikan tanaman hutan

e. Pembuatan Larikan Tanaman Hutan


 Lariakan Horizontal
Dibuat menyabuk gunung (horizontal tranches), kecuali larikan
tanaman tepi. Karena larikan menghadap ke puncak maka dinamakan “
merangkul gunung”.
Larikan dibuat juga menghadap jurang membelakangi puncak, maka
dinamakan “ngubeng jurang” atau “merangkul jurang”
 Alat – alat yang Digunakan
- Ondol- ondol
Merupakan alat untuk membuat larikan horizontal, cara pemakaian
 Mata mengincar kedua permukaan air pada kedua ujung
selang plastik ke arah tongkat yang didirikan pada jarak 25-
50 cm
 Tinggi tongkat sama dengan tinggi air tersebut

12
 Ondol- ondol dipindahkan ke tempat tongkat tadi, sedang
tongkatnya dipindahkan lagi. Begitu seterusnya sehingga
larikan babonan selesai dikerjakan.
- Gawang
Alat untuk membuat larikan horizontal.

 Pembuatan Lariakan Babonan


- Dimulai dari tempat tertinggi dengan alat ondol- ondol atau
gawang, sehingga tanaman terarah menurut tranches (menyabuk
gunung)
- Jarak larikan babonan
 Pada bidang yang landai hingga datar, jarak antar larikan
babonan = 10 x jarak larikan (10 kali galah bambu).
Panjang galah = lebar larikan tanaman.
 Pada bidang yang miring hingga agak miring, jarak antar
larikan babonan = 5 x jarak larikan ( 5 kali galah bambu )
 Pada bidang yang amat miring, jarak antar larikan babonan
= 3 x jarak larikan ( 3 kali galah bambu )
 Acir larikan babonan panjangnya 0,8 m dan pada ujungnya
bagian atas dicat sepanjang 5- 10 cm. Acir tersebuat
dipasang pada waktu membuat larikan babonan dengan
jarak 20- 25 cm.

 Cara Membuat Larikan


- Selesaikan dahulu 7 (tujuh) larikan babonan
- Diantara larikan babonan, pasang Lariakn Tanaman Pokok mulai
dari bagian atas
- Lanjutkan dengan Lariakan Tanaman Sela (tidak boleh terputus)
1) Lariakan Tanaman Pokok dan Tanaman Pengisi
 Lariakan tanaman Pokok dibuat diantara babonan,
diukur mulai dari bagian atas terus ke bawah
 Pengukuran jarak antara tanaman pokok menggunakan
galah / tali sesuai dengan jarak tanam, kemudian
dilaksanakan pemasangan acir tanaman pokok.
 Pada saat pemasangan acir tanaman pokok juga
dilaksanakan pemasangan acir tanaman pengisi. Acir

13
tanaman pengisi dipasang pada setiap kelipatan 5 (lima)
atau sebanyak 20 % dari tanaman pokok

2) Lariakan Tanaman Sela


 Acir tanaman sela dipasang tepat diantara larikan
tanaman pokok jarak ½ galah bambu. Setiap 10 meter
dipasang 2 acir menyilang.
 Lariakan tanaman sela tidak boleh terputus

3) Lariakan Tanaman Tepi


 Larikan tanaman tepi dibuat sekeliling bidang tanaman,
di tepi alur dan jalan pemeriksaan

f. Pembuatan Jalur Tanaman Hutan


g. Pembuatan Acir
Acir dibuat di bidang tanaman atau di babagan tanaman, dari kayu atau
bambu. Bahan acir dan acir yang telah jadi disimpan dalam babagan
tanaman.
Untuk membedakan acir tanaman pokok, sela , pengisi dan tepi pada
ujung acir ditetepkan warna- warna sebagai berikut :
- Acir larikan babonan dengan warna merah
- Acir tanaman pokok dengan warna putih
- Acir larikan tepi dengan warna putih
- Acir larikan pengisi dengan warna biru.

Acir adalah tanda letak benih atau bibit di lapangan. Terbuat dari
kayu / bambu. Ada 5 (lima) macam acir untuk 5 jenis tanaman dengan
ukuran sama. Acir satu sama lain dibedakan dengan warna.

h. Macam Acir
 Acir Lariakan Babonan
- Dipasang pada waktu membuat larikan babonan dengan jarak 20 –
25 m.
- Larikan babonan dipakai sebagai patokan dalam membuat larikan
tanaman pokok.
 Acir Tanaman Pokok
- Dipasang pada waktu membuat larikan tanaman pokok
- Pemasangan acir dengan menggunakan tali. Acir dipasang tegak
lurus.

14
 Acir Tanaman Sela
- Dipasang setelah pemasangan acir tanaman pokok
- Dipasang bersama-sama pada waktu membuat larikan tanaman sela
- Pada setiap jarak 10 meter dipasang 2 acir sejajar

 Acir Tanaman Pengisi


- Dipasang pada acir kelima pada larikan tanaman pokok

 Acir Tanaman Sela


- Acir dipasang tegak lurus pada tiap-tiap jarak 1 meter.
- Pemasangan acir dengan menggunakan alat bantu tali.

i. Pembuatan Anggelan
Dibuat untuk membatasi erosi / pengikisan tanah. Secara umum ada 3
macam teras :
 Teras datar –Anggelan (kemiringan < 5 %)
 Teras Gulud (kemiringan 6- 15 %)
 Teras bangku (kemiringan 16- 45 %)

C. Pemeliharaan
1. Pemeliharaan tanaman

Tanaman jati akan mampu menompang pertumbuhan atau dengan tumbuh dengan
baik apabila pada awal pertumbuhannya terpelihara dengan baik.tanaman jati umur 0 s/d
5 tahun merupakan masa pertumbuhan awal yang harus mendapatkan perhatian yang
serius, berbagai persyaratan tumbuh harus dipenuhi seperti nutrisi dan bebas dari berbagai
gangguan

Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan silvikultur intensif untuk


memanipulasi lingkungan. Pemeliharaan bertujuan mendapatkan tegakan sesuai dengan
tujuan pengelolaan yang akan dicapai . kegiatan pemeliharaan tanaman perhutani klon
meliputi: babat jalur , pendangiran, penyulaman, pewiwilan, dan prunning cabang.

a. Babat jalur

Sebelum pendangiraan dilakukan pembabatan tumbuhan bawah selebar 1-1,5m,


bekas tumbuhan bawah dapat dipergunakan sebagai mulsa setelah didangir.waktu
pelaksanaan babat jalur pada banjarhariaan seperti pada table 2.

15
Table 2. tata waktu babat jalur pada banjar harian

Babat jalur Waktu pelaksanaan


(Tahun) (Tri wulan)
Kedua I,III,IV
Ketiga II dan IV
Keempat II dan IV
Kelima II dan IV

b. Pendangiran

Tanaman jati memerlukan tanaman yang mempunyai aerasi baik dan tidak
tergenang air. Pendangiran sedalam 10-20 cm dengan menggemburkan tanah sekitar
tanaman membentuk piringan berdiameter 1 m dan tanah dibuat
membumbung/gundukan setinggi minimal 10 cm agar tanaman pokok tidak tergenang
jika hujan, bila pada musim kemarau dapat membantu mengurangi penguapan air
tanah, serta manahan laju api bila terjadi kebakaran (Gambar.3). Pendangiran pada
tahun kedua sampai dengan tahun kelima dilakukan 2 kali dalam satu tahun yaitu
pada bulan Februari-Maret dan Oktober-Nopember.

Label. 3 Tata waktu pendangiran

No Kegiatan Waktu Pendangiran


1 Dangir I Februari-Maret
2 Dangir II Oktober-November

Pada tanaman jati muda bila ada kelainan yaitu jarak internodia (jarak antar ruas
daun) menjadi pendek (kesan daun berduduk melingkar atau rosset) hal ini
disebabkan :

 Solum tanah yang tipis dan miskin hara. Untuk mengatasi hal seperti
ini perlu segera dilakukan pendangiran dan pemupukan dengan
Nitrogen berdosis tinggi (urea 100 gr/pohon).
 Bila solum tanah tebal biasanya drainase jelek, terjadi pemadatan
tanah sehingga perlu adanya pendangiran dan pemupukan.

16
c. Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada tanaman pokok, tanaman pengisi, tanaman sela,


tanaman tepi dan tanaman pagar. Sebelum dilakukan penyulaman tanah digemburkan
terlebih dahulu. Penyulaman tanaman pokok (jati) dilakukan awal tahun kedua
setelah tanam dan hanya dilakukan sekali, sedangkan untuk sulaman tanaman pagar,
tepi, sela dan pengisi sesuai ketentuan yang berlaku.

Pada tanaman yang bengkok (seperti huruf S atau J) atau tumbuh miring dengan
sudut kemiringan kuran dari 45, dilakukan pemotongan ± 1 cm diatas mata tunas
paling bawah, sehingga diharapkan tumbuh tunas baru yang lurus, dan kelak menjadi
batang pohon yang lurus.

d. Pewiwilan

Apabila batang pokok tumbuh tunas air pada waktu tanaman masih muda perlu
dilakukan pewiwilan, sadangkan wiwil daun (perempesan daun) tidak boleh
dilakukan, karena dapat menghambat pertumbuhan tinggi dan diameter sampai 63%
dalam enam bulan, serta mengakibatkan batang tumbuh melengkung dan tumbuh
seperti pecut ( daun hanya diujung ) ( gambar 4a dan 4b ). Dalam hal ini, daun selain
sebagai tempat fotosintesa juga sebagai penyeimbang pertumbuhan. Seharusnya daun
tidak perlu diwiwil tetapi dibiarkan saja sampai lurus sendiri. Pewiwil daun sering
terjadi pada lahan timp ngsari, dalam hal ini ada dua kepentingan yang berbeda.
Disitu pihak (perhutani) menginginkan pertumbuhan tanaman pokok tumbuhan baik
dengan tidak dilakukan pewiwilan,di pihak lain (pesanggem) menginginkan tanaman
pertaniannya tumbuh maksimal dengan cara mewiwil daun jati supaya tidak
menaungi tanaman pertanianya. Untuk mengatasi hal ini harus ada ketegasan serta
karjasama yang baik antara petugas perhutani yaitu mandor yang ditugasi
memelihara tanaman muda dengan LMDH setempat dengan implementasi PHBM.

Penyebab tunas air tumbuh apabila tanaman jati mengalami stress akibat
kekurangan air setelah bibit ditanam di lapangan, kemudian tanaman jati setelah kena

17
air hujan akan tumbuh tunas-tunas air (Gambar 5). Upaya yang dilakukan bila
tumbuh tunas air harus segera dilakukan bila tumbuh tunas air harus segera
dilakuikan pewiwilan terhadap tunas-tunas air.

e. Prunning Cabang
Prunning dilakukan dengan menghilangkan cabang yang tumbuh pada batang 1/3
(sepertiga) dari tinggi total dan 2/3 ditinggalkan, dengan cara dipotong dengan alat
khusus. Prunning dilaksanakan satu tahun sekali, pada bulan Juli-Agustus, untuk
menghindari serangan hama, serta bekas luka pada batang tidak membusuk.

f. Pemupukan

Penurunan kualitas tapak didalam hutan disebabkan oleh adanya erosi, juga
diakibatkan oleh adanya biomassa tanaman tumpangsari yang tidak kembali ke lahan.
Pada plot yang ditumpangsari, berdasarkan perhitungan hasil kacang tanah sekali
panen rata-rata 4,7-6,6 ton/ha. Kandungan unsur hara dalam biomassa tersebut
(kg/ha) adalah 109,7 - 134,6 N, 15,2 - 22,4 P, 105,0 – 143,0 K, 14,4 – 39,9 Ca dan 3,2
- 5,3 Mg. Kehilangan unsur hara ini (N, P, K) setara dengan 230,5 – 292,6 kg
Urea/ha, 42,2 – 62,2 kg SP-36/ha dan 210 – 286 kg KCl/ha. Dari segi produkvitasi
lahan, kehilangan unsur hara setiap kali pemanenan tumpangsari merupakan suatu
pontensi penurunan kesuburan tapak. Pemanenan tumpangsari bahkan sudah dimulai
sejak jati diteres sampai seklama kurang lebih jati berukuran 3 tahun, berarti selama 4
sampai 5 tahun akan selalu kehilangan biomassa selama pemanenan tumpangsari. Hal
tersebut akan lebih parah terjadi pada tanah kosong yang tidak segera direboisasi.
Kehilangna unsur hara yang sering terjadi tanpa adanya upaya pengembalikan unsur
hara yang hilang akan membawa kemerosotan kualitas tapak dan penurunan
produktivitas tanaman dalam jangka panjang.

Pemipukan pertama dilakukan setelah penanaman selesai yaitu


menggunakan urea 50 gram /tanaman satu bulan setelah tanam. Sebelum melakukan
pemupukan dilakukan dangir piringan . dangir piringan dimaksudkan untuk
memperbaiki aerasi tanah .pemberi pupuk barjarak 20-25cm dari tanaman pokok

18
dengan dua lubang sedalam 10 cm disebelah timur dan barat, dilakukan pada saat
curah hujan relatif masih banyak . setelah dipupuk, lubang tempat pupuk ditutup
kembali dengan tanah .

Pemupukan kedua sampai dengan tanah kelima dilakukan 2 kali dalam satu tahun
yaitu bulan november-desember dan bulan febuari – maret , dengan urea dosis 100 gr atau
NPK(15:15:15) 150 gr sekali pemupukan, dan sebelumnya pemupukan dilakukan
berdiameter 1 meter . pemberian pupuk berjarak 20-25 cm tanaman pokok dengan cara
membuat dua lubang sedalam 10cm disebelah timur dan barat, serta dilakukan saat hujan
masih banyak . setelah dipupuk bekas lubang ditutup kembali dengan tanah.

Tahun Dosis Waktu Keterangan


Pupuk Pemberian
1 Urea 50 g Febuari Satu bulan setelah tanam
Urea 50 g November
2 Urea 100 g Febuari
Urea 100 g November
3 Urea 100 g Febuari
Urea 100 g November
4 Urea 100 g Febuari
Urea 100 g November
5 Urea 100 g Febuari
Urea 100 g November

g. Perlindungan

Gangguan yang sering mengahambat pertumbuhan tanaman muda seperti


pencurian, perambahan, perencekan, plaierempesan daun, kebakaran, penggembalaan,
penggantian bibit dan serangan hama penyakit, sehingga perlu diupayakan
pencegahannya.

Mati pucuk banyak terjadi pada tanaman jati, kematian ini umumnya terjadi pada
kondisi tanah yang mengalami pemdatan, solum tanah tipis, miskin hara dan drainase
jelek . mati pucuk paling parah terjadi apabila tanaman masih muda ( tinggi tanaman
kurang 6m ) akibatnya nilai ekonomi kayu rendah pada tanah yang memiliki solum
19
tipis, dimungkinkan bila tanaman sudah berumur lebuh dari 1tahun akan terjadi mati
pucuk pada musim kemarau, karena pada kondisi seperti ini kebutuhan air tidak
terpenuhi selama musim kemarau, karena pada kondisi seperti ini kebutuhan air tidak
terpenuhi selama musim kemarau.untuk mengatasinya perlu pembuatan lubanag
tanam yang dalam diawal tanam, pembuatan piringan dan pemulsaan.

Mati pucuk juga disebabkan adanya penggerak pucuk (ulat) tanaman jati.
Penggerek pucuk jati menyerang bagian batang (25cm) dari pucuk dengan cara
pembuatan lubang, kemudian masuk kedalam empelur, selanjutnya pucuk pada layu
dan kering. Penggerak pucuk jati akan menyerang pada tanaman jati baru berumur 1-
2 tahun , serangan ini terjadi sekitar bulan maret –mei pencegahan dan penanganan
hama dan penyakit mengacu pada PLB- KSDH seni informasi 001 puslitbang perum
perhutani cepu 2008 tantang teknik penggendalian hama – penyakit tanaman hutan
( jati,pinus,kayu putih,sengon)

2. Pemeliharaan Lanjutan

Pemeliharaan hutan dari tahun ke IV-V (umur 3-4 tahun) merupakan


rangkaian kegiatan silvikultur dalam usaha memelihara dan menjaga tanaman
hutan dari gangguan yang dapat merusak serta merugikan pertumbuhan tanaman
dan sekaligus untuk memperbaiki kualitas tanaman hutan.

a) Sistim Tumpangsari

 Unsur Persiapan
 Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keadaan lapangan awal (T-1) bulan
Desember oleh TKU/KPH.
 Surat Keputusan Pembentukan Regu Kerja Pemeliharaan (SK.RKPm).
 Surat Perintah Kerja (SPK) Pemeliharaan.
 Rencana operasional (RO).
 Rencana Kegiatan.

 Unsur Pelaksanaan
 Pembuatan batas lokasi dan batas blok pemeliharaan.
 Pembuatan papan lokasi ( > 4 ha).

20
 Babad tumbuhan bawah pada jalur tanaman pokok.
 Tebang pohon yang tidak berpengharapan.
 Pangkas tanaman pagar.
 Pangkas tanaman sela.
 Pangkas cabang/wiwil.
 Gebrus jalu/dangir dan pemupukan tanaman pokok.
 Administrasi dan pelaporan.
 Berita Acara Pemeriksaan penyelesaian pekerjaan.

b) Sistim Banjar Harian/Rehabilitasi Hutan Lindung

 Unsur Persiapan
 Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keadaan lapangan awal (T-1) bulan
Desember oleh TKU/KPH.
 Surat Keputusan Pembentukan Regu Kerja Pemeliharaan (SK.RKPm).
 Surat Perintah Kerja (SPK) Pemeliharaan.
 Rencana Operasional (RO).
 Rencana Kegiatan.
 Unsur Pelaksanaan
 Pembuatan batas lokasi dan batas blok pemeliharaan.
 Pembuatan papan lokasi ( > 4 ha).
 Babad tumbuhan bawah pada jalur tanaman pokok.
 Tebang pohon yang tidak berpengharapan.
 Pangkas tanaman pagar.
 Pangkas cabang/wiwil.
 Gebrus jalur/dangir dan pemupukan tanaman pokok.
 Administrasi dan pelaporan.
 BAP penyelesaian pekerjaan.

3. Penjarangan

Penjarangan adalah suatu perlakuan silvikultur berupa pengaturan ruang tumbuh


tanaman, pembebasan tanaman dari gulma yang mengganggu dan penyeleksian
tegakan yang akan dipelihara hingga akhir daur sehingga diperoleh tegakan yang
merata, tumbuh sehat, berbatang lurus dan mulus serta diperoleh hasil antara untuk
penghsilan perusahaan. Pada prinsipnya perhatian utama penjarangan ditujukan pada
tegakan tinggal/akhir dan bukan pada hasil penjarangan.

21
Petak Coba Penjarangan (PCP) adalah petak coba berbentuk lingkaran yang didesain
secara artificial stratified sampling (diletakkan pada tempat yang memberi gambaran
rata-rata tegakan dalam tiap blok penjarangan), merupakan model bagi pelaksanaan
penjarangan.

Peninggi adalah rata-rata tinggi pohon dari sepuluh pohon tertinggi dalam PCP yang
tersebar merata.

Bonita adalah kemampuan tempat tumbuh bagi sesuatu jenis kayu dalam memberi
hasil yang merupakan hubungan antara peninggi dengan umur tanaman.

Pelaksanaan penjarangan:

a. Pembuatan blok-blok penjarangan


Pekerjaan penjarangan diawali dengan pembuatan blok-blok penjarangan yang dibuat
dipeta kerja 1:10000 kemudian diplotkan ke lapangan . Blok-blok penjarangan ini
dibuat pada penyusunan RTT yaitu pada pembuatan PCP dan Tunjuk Seset Polet
(TSP) T-2 batas-batas blok ini selanjutnya diperbaiki pada saat pelaksanaan
penjarangan (T-O).
1) Pada peta kerja pekerjaan
pembagian blok penjarangan diawali dengan pembagian blok pada peta kerja skala
1:10000. Peta lokasi penjarangan dibagi dalam luasan 4 Ha per blok. Pada kondisi
tertentu dibenarkan membuat blok penjarangan seluas kurang lebih 2 Ha, misalnya
pada petak dengan bentuk memanjang. Batas-batas yang pasti dan kondisi bentang
alam yang tergambar di peta dapat digunakan sebagai acuan pembagian batas-batas
blok sehingga memudahkan pembagiannna dilapangan.

2) Pelaksanaan di lapangan
Pembuatan batas blok di lapangan dilakukan dengan menerapkan pembagian blok
dari peta kerja dengan titik ikat berupa pal batas (B), pal petak, pal HM serta batas-
batas alam seperti pertemuan sungai.
Pembuatan rintisan batas blok selebar 2 meter searah mata angin.Pohom yang
terletak pada rintisan batasan blok atau terdekat dengan batas blok dapat digunakan
sebagai tanda batas blok.
Tanda batas lokasi penjarangan sama dengan penandaan batas blok penjarangan
yaitu diberi dua lingkaran selebar 5 cm dengan jarak 10 cm setinggi 160 cm dari
22
tanah. Jarak antar pohon batas blok adalah 50 meter. Pada saat usulan RTT warna
gelang adalah kuning, sedangkan pada saat pelaksanaan penjarangan (T-0) diganti
dengan warna merah.
Pohon yang terletak pada rintisan batas blok atau terdekat dengan batas blok,
dapat digunakan sebagai tanda batas blok dengan cara diberi tanda dua lingkaran
selebar 5 cm dan setinggi 160 cm dari permukaaan tanah dengan jarak antar pohon ±
25 meter. Pada susulan RTT batas blok diberi cat warna kuning dan pada saat
pelaksanaan diganti dengan cat warna merah.

b. Pembuatn PCP
PCP merupakan model dan pedoman dalam pelaksanaan penjarangan derajat
kekerasan dan tegakan tinggal yang ideal mengacu pada hasil PCP di lapangan. Oleh
sebab itu pembuatab PCP ini harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
1) Persiapan alat dan administrasi
Persiapan alat :
 Kompas
 Tali 25 meter diberi tanda pada jarak 17,8 meter
 Haga hypsometer
 Cat warna,kuning, hitam, merah
 Parang/arit
Persipan administrasi:
 Lembar catat PCP
 Registrasi PCP
 Registrasi penjarangan
 Berita acara pembuatan PCP
 Berita acara penyelesaian TSP
 Daftar klem
2) Penetuan letak PCP
Penentuan letak PCP dilakukan dengan cara penjelajahan tiap blok, selanjutnya
ditempatkan pada tempat-tempat yang memberi gambaran rata-rata dari tegakan
yang akan dijarangi (mewakili kondisi blok). Letak PCP minimal terletak 25
meter dari batas tegakan atau alur/ jalan pemeriksaan.
3) Penentuan pohon masuk
PCP berbentuk lingkaran seluas 0,1 Ha dengan jari-jari 17,8 meter. Langkah
pertama seteleh lokasi PCP ditentukan adalah menetapkan pohon tengah PCP atau
pohon data. Kriteria pohon tengah yaitu pohon-pohon dengan bentuk batang
lurus, sehat dan dapat dipertahankan sampai akhir daur.

23
Setyelah pohon tengah ditetapkan selanjutnya dibuat lingkaran dengan jari-jari
17,8 meter dengan ketentuan pohon yang masuk PCP adalah pohon-pohon yang
setengah atau lebih dari diameter batangnya terkena tali. Untuk memperjelas
lingkaran PCP maka pohon-pohon tepi PCP diberi tanda lingkaran selebar 10 cm
dengan ketinggian 160 cm dari permukaan tanah. Warna lingkaran adalah merah.
Pohon-pohon yang masuk dalam PCP selanjutnya diberi nomor urut dimulai dari
pohon tengah sebagai pohon nomor satu bergerak ke arah Barat Laut dan
kemudian berputar ke kanan searah jarum jam dan kembali ke arah pusat
demikian seterusnya. Penomoran pohon menghadap ke arah pohon tengah.
4) Penentuan peningggi dan bonita
Pengukuran peningggi dilakukan dengan cara mengukur tinggi pohon 5 atau 10
pohon tertinggi yang letaknya tersebar merata di dalam PCP. Alat ukur tinggi
pogon total adalah Haga Hypsometer. Pohon tengah otomatis masuk dalam
pengukuran peninggi. Pohon peninggi masing-masing diukur tingginya dan ditulis
di pohon dengan nomor urut, tulisan menghadap pohon tengah.
5) Penulisan pohon tengan/data
Pada pohon tengah diberi tanda lingkaran selebar 20 cm dengan warna merah
setinggi 160 cm dari permukaan tanah. Penulisan data pohon tengah dibuat
setinggi 150 cm dari permukaan tanah dan menghadap alur/jalan pemeriksaan
dengan tinggi kotak penulisan 45 cm.
Pada prinsipnya tidak boleh menghilangkan atau merusak pohon tengah. Apabila
terjadi pohon tengah hilang atau rusak maka segera dibuatkan berita acara dengan
mengacu pada laporan huruf A dan data pohon tengah ditulis kembali pada pohon
pengganti terdekat. Penulisan pohon tengah untuk PCP ulang tidak boleh merusak
data PCP semula. Penulisan dilakukan pada sebalik pohon tengah. Data-data
pohon tengah adalah sebagaiPCP
berikut:
No : 1

Pt. N0 : 27
10 cm

T:1.1 = 19,9
T:1.1 = 19,3
U : 28 Npcp : 65 20 cm
P : 20 Nn : 43
24
Bon : 3 Nm : 22/20
Tanggal : 08-05-2014

Nama : Lisya
Keterangan :

T:1.1 = 19,9 : Pohon tengah, pohon nomor urut 1. Tinggi pohon 19,3 meter.

U : Umur pada saat PCP dibuat (dalam tahun)

P : Peninggi

B : Bonita pada saat PCP dibuat

Npcp : Jumlah pohon dalam PCP pada saat PCP dibuat

Nn : Jumlah pohon normal dalam tabel umur 2 tahun yang akan datang

Nm 22 : Jumlah pohon yang akan dimatikan pada saat penjarangan 2 yahun yang akan
datang berdasarkan perhitungan

Nm 20 : Jumlah pohon yang akan dimatikan pada saat penjarangan 2 tahun yang akan
datang bertdasarkan kenyataan di lapangan

6) Pencatatan dalam Lembar Catat PCP


Pohon-pohon yang masuk dalam Lembar Catat PCP dan khusus untuk pohon-
pohon yang ditunjuk seset polet dan akan dijarangi dicantumkan keliling
pohonnya untuk penaksiran volume penjarangannya. Pohon-pohon yang di
Tunjuk Seset Polet (TSP) diberi keterangan berdasarkan alasan TSP : Tt untuk
pohon tertekan, S untuk pohon sakit. Untuk pohon dijarangi karena alasan jarak
terlalu rapat tidak perlu diberi tanda.
Penaksiran volume menggunakan Tarif Volume Lokal atau menggunakan Tarif
Volume dalam lampiran petunjuk kerja ini. Untuk mengetahui jumlah normal
tegakan tinggal menggunakan Tabel Penjarangan Tegakan Tinggal dalam buku
ini dengan acuan nilai minimalnya.
25
Pada kolom keterengan diisi antara lain informasi-informasi mengenai
keterlambatan penjarangan, kerapatan tegakan, kesehatan tegakan atau informasi
lainnya yang dirasa perlu.

c. Tunjuk Seset Polet dan Kleim


Tunjuk Seset Polet (TSP) adal;ah kegiatan penentuan pohon-pohon yang akan
ditebang dalam kegiatan penjaranga. TSP dilakukan baik di dalam PCP maupun
diluar PCP. Kriteria dan urutan prioritas pohon-pohon nyang akan dimatikan adalah
sebagai berikut :
1) Pohon-pohon yang terserang penyakit seperti oleng-oleng, inger-inger, virus, dan
lain-lainnya yang bisa menular.
2) Pohon-pohon yang bentuk batangnya cacat/jelek dan tidak berfungsi untuk
penutupan lahan.
3) Pohon-pohon yang tertekan yang tingginya kurang dari ¾ peninggi (kecuali
apabila diperlukan untuk mengisi bagian yang terbuka/open plek)
4) Pohon-pohon yang tumbuhnya abnormal, khususnya yang bertajuk mengganggu
pohon lain, sedangkan bentuk pohonnya tidak bai.
5) Pohon yang terlalu rapat yaitu jaraknya lebih kecil dari jarak rata-rata normal.

Khusus poin 1 penjarangan sifatnya wajib yang bertujuan untuk menghindari


penularan penyakit. Apabila ditemukan sebagian besar tegakan terkena penyakit maka
perlu pemeriksaan bersama antara SPH dengan Asper/KBKPH untuk menentukan
tindak lanjut petak tersebut diperlukan untuk penutupan lahan.

Dalam pelaksanaan TSP mengacu pada hasil PCP terutama jarak rata-rata normal
antar pohon. Selain ketentuan jarak ini maka TSP dilakukan sesuai prioritas di atas.
TSP dilakukan blok per blok dimulai dari blok yang paling mudah ditebang.

Pohon-pohon yang di TSP dilakukan pengkleman untuk pohon yang berdiameter 20


cm atau labih untuk jati dan berdiameter 40 cm atau lebih untuk rimba. Pengkleman
dilakukan dengan mengukur keliling pohon pada ketinggian setinggi dada (130).
Pedoman pengkleman pohon dapat dilihat pada Gambar 8.

Pohon yang di TSP diberi tanda X warna merah untuk jati dan putih untuk rimba
dengan ketinggian 140 – 150 cm.

26
d. Pelaksanaan tebangan E
Penjarangan dilaksanakan berdasarkan RTT yang telah disahkan dengan diterbitkan
SPK oleh administratur/KKPH, yatu SPK tebang penjarangan yang didahului
pembaharuan PCP..Pada pelaksanaan penjarangan diadakan pengukuran ulang di
dalam PCP dan pembaharuan/perbaikan data pada pohon tengah (T).
 Pengukuran ulang meliputi umur, penghitungan jumlah pohon, N mati dan
penomoran ulang.
 Pohon tengah diisi data baru sesuai dengan hasil pengukuran ulang.
 Hasil pengukuran ulang PCP tidak diperkenankan menghapus penulisan data
PCP RTT (T-2) dan ditempatkan pada sebaliknya pohon.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada waktu pembuatan PCP dilaksanakan oleh


mandor penjarangan, tetapi pada waktu pelaksanaan tebang penjarangan
dilaksanakan oleh mandor tebang.
Mandor penjarangan tidak dibenarkan dibebani tugas merangkap melaksanakan
sebagai mandor tebang penjarangan.
Sebelum pelaksanaan penjarangan, dilaksanakan pembabatan tumbuhan liar untuk
memudahkan pembabatan tumbuhan liar untuk memudahkan penunjukan pohon-
pohon yang akan dimatikan. Demikian pula, pada alur-alur yang menuju petak/anak
petak lokasi penjarangan dibersihkan untuk memudahkan pengawasan dan
pengangkutan hasil hutan.

Pada pelaksanaan tebangan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:


 Kegiatan penebangan pohon adalah tugas dan tanggung jawab mandor
tebang. Pohon yang ditebang adalah pohon yang telah ditunjuk oleh tolet
pada T-2.
 Penebangan pohon yang dimatikan terlebih dahulu dilaksanakan di dalam
PCP dengan menggunakan gergaji, dilaksanakan pohon demi pohon seerta
blok per blok.
 Teknik pelaksanaan tebang pohon seperti halnya pada petunjuk teknis
tebangan.
 Tonggak diusahakan rata tanah.

D. Permanenan kayu ( tebang habis hutan jati)

27
Tebang habis adalah kegiatan eksploitasi/emungutan hasil hutan, berupa
penebangan kayu sesuai dengan yang telah diatur dalam RPKH berdasar eatat
yang telah ditentukan.
Macam-macam tebang habis hutan jati:
 Tebangan A2 (tebang habis biasa pada jangka berjalan) adalah penebangan
habis pada kelas hutan produktif baik kayu maupun kayu lain dalam
jangka berjalan.
 Tebangan B (tebang habis lain) adalah penebangan habis tanpa teres dari
kelas hutan tidak produktif.
 Tebangan D (tebang habis karena benalu) adalah yang tak diduga karena
populasi penyakit jenis benalu yang sudah parah penyebarannya, sehingga
dilakukan penebangan untuk memutus penyebaran penyakit benalu.
 Tebangan E adalah tebangan yang dilaksanakan untuk penjarangan dengan
tujuan pemeliharaan tegakan hutan.
1. Teresan
a. Persiapan
1) Surat perintah teres
Berdasarkan RTT yang telah disetujui, pada bulan januari
tahun berjalan, administratur/KKPH menerbitkan surat
perintah teres dengan dilampiri petak dari petak/anak petak
yang akan diteres skala 1:10000 yang dilengkapi dengan
keterangan batas-batas petak, dan peta kawasan lindung
(KPS,biodiversity) lampiran 1. SPK dibuat rangkap 3 untuk
mandor yang bersangkutan (lembar 1), Asper/KBKPH
(lembar 2), dan dikirim kembali sebagai arsip KPH (lembar
3).
2) Penentuan batas teresan
Penentuan batas teresan di lapangan berdasarkan peta
tersebut diatas dikerjakan oleh asper/KBKPH yang
bersangkutan dan pemberian tanda lingkaran merah pada
pohon-pohon batas teresan.kawasan perlindungan setempat
juga harus diperhatikan yang pada prinsipnya kawasan
perlindungan setempat tidak diperbolehkan adanya

28
kegiatan penebangan pohon. Pekerjaan tersebut harus
selesai pada bulan Februari.
3) Melakukan ceklist pra teresan
Bagian perencanaan dan lingkungan KPH melakukan
pemeriksaan lapangan dengan mengisi cheklist teresan
yang selanjutnya dibuat berita acara pemeriksaan (BAP).
Jika terjadi ketidaksesuaian di lapangan dalam hal ketaatan
pada aspek lingkungan, tim pemeriksaan memberikan
rekomendasi sebagai tindakan perbaikannya.
4) Pembagian blok
Pembuatan blok di petan dan di lapangan menggunakan
batas alam diusahakan mengikuti kontur. Luas blok antara
1-2 ha dengan mempertimbangkan potensi pohon per ha,
selanjutnya dilakukan rintisan batas blok.pembagian blok
harus sudah selesai pada bulan februari tahun berjalan.
b. Pelaksanaan
1) Inventarisasi pohon (klem)
2) Setiap pohon dalam blok dengan keliling > 20 cm diukur
kelilingnya dan diberi nomor diklem). Penomoran pohon
diklem diurutkan untuk setiap blok dilanjutkan ke blok
berikutnya (urutan nomor pohon berlaku untuk satu petak,
bukan perblok dengan nomor sendiri). Kemudian diberi
tanda pada pohon dan tunggak seperti contoh:
257
425
Keterangan :
257= nomor pohon
_ = garis tempat mengukur keliling (130 cm dari
permukaan tanah)
425 = keliling pohon (cm)
Untuk pohon tumbang dengan keliling > 20 cm tetap harus
ikut diukur.
3) Pohon jenis rimba
Untuk jenis rimba mahoni dan sono yang terdapat di dalam
petak teresan, tidak dilakukan teresan namun tetap diberi
nomor urut tersendiri dan diberi kode khusus (diklem)

29
sesuai dengan jenis pohon rimba tersebut, sedangkan untuk
jenis rimba selai mahoni dan sono tersebut tidak ditebang
(ditetapkan sebagai pohon tinggal).
4) Pencatatan buku klem
Nomor dan keliling pohon dicatat dalam buku klem dan
dibuatkan rekapitulasi untuk jenis rimba dipisahkan.
5) Peneresan pohon
Pohon yang diteres adalah pohon dengan keliling ≥40 cm.
Tinggi teresan rata tanah atau serendah mungkin dari
permukaan tanah (maksimal 10 cm) dengan lebar teresan 5
cmdan dalam hal-hal khusus dapat dilakukan kepras banir.
Pekerjaan teres dan klem termasuk administrasinya harus
sudah selesai pada bulan mei tahun berjalan. Daftar klem
dibuat rangkap 3 (tiga) dengan dilampiri:(1) gabungan
klem; (2) gambar petak/anak petakyang diteres dengan
skala 1:10000 lengkap dengan nomor dan batas blok,
rencana lokasi TP serta rencana jalan sarad dan jalan sogok;
(3) fotokopi berita acara penyelesaian teresan.
6) Pembuatan berita acara penyelesaian teresan
BAP teresan dibuat setelah pekerjaan teresan selesai,
rangkap 3 (tiga) untuk arsip kantor KPH (lembar 1),
Asper/KBKPH (lembar 2) dan mandor tebang yang ,
bersangkutan (lembar 3)
7) Pengisian buku taksasi
Daftar klem yang dikirim ke KPH segera dimasukkan ke
dalam buku taksasi (DK 316) oleh kasi PSDHL.
2. Permanenan kayu
a. Persiapan
1) Surat Perintah Persiapan Permanenan
Berdasarkan RTT yang telah disahkan,
Administratur/KKPH pada bulan september sebelum tahun
berjalan mengeluarakan Surat Perintah Persiapan
Pemanenan dengan dilampiri peta dengan skala 1:10.000
yang memuat informasi batas-batas petak / anak petak

30
tebangan, batas blok, letak TP, jalan sarad, lokasi KPS,
biodiversity atau kawasan NKT (jika ada)
2) Her Klem dan Inventarisasi Kayu Hara-Vinir
 Pohon Terlewat
Her klem terhadap pohon-pohon dalam petak/anak
petak yang akan ditebang berdasarkan daftar klem,
pemeriksaan dan penulisan ulang nomor dan keliling
pohon, jika ada pohon yang terlewat (belum diklem)
diukur diberi nomor urut dengan cara menggunakan
nomor pohon yang terdekat ditambah kode huruf
a,b,c,dan seterusnya.
 Pohon Hilang
Jika ada pohon yang hilang karena pencurian atau
bencana alam, supaya dilengkapi huruf A dan ditulis
pada daftar klem dan buku taksasi (DK 316)
 Inventarisasi Hara Vinir
Untuk mengetahui ada tidaknya kayu dengan status
vinir dan hara serta penaksiran volume pada petak-
petak yang berpotensi menghasilkan vinir hara
 Babat dan Periksa Ulang Batas Keliling dan Batas Blok
Untuk menghindari kesalahan lokasi teresan harus
dilakukan babat dan pemeriksaan ulang terhadap batas
keliling dan batas blok.
3) Persiapan Sarana dan Prasarana Pemanenan
Persiapan sarana dan prasarana pemanenan harus selesai
selambat-lambatnya Desember sebelum tahun berjalan
yang meliputi :
 Perbaikan dan atau pembuatan jalan (jalan sarad, jalan
sogok dan jalan pihak ketiga) dan jembatan
 Penentuan dan persiapan Tempat Pengumpulan (TP)
 Penetapan jalan sarad
 Pembuatan babagan, pengadaan alat-alat tebang, alat
perlindung diri (APD), P3K, serta perlengkapan.
4) Persiapan Tenaga Kerja
Untuk memastikan ketersediaan tenaga kerja sesuai volume
pekerjaan
5) Persiapan Kebutuhan Administrasi Tebangan
31
Untuk mencukupi kebutuhan administrasi tebangan yang
terkait dengan laporan manajemen maupun pertanggung-
jawaban keungan harus disiapakan :
 DK
 Buku Merah dan
 Buku-buku pendukung administrasi di petak tebangan
6) Checklist Pra Tebangan
Sebelum tebangan dimulai dilakukan pemeriksaan /
inventarisasi sesuai dengan checklist sebelum tebangan
7) Job Traning / Pelatihan Penebangan
Job traning / pelatihan penebangan diberikan kepada
mandor tebang untuk menyegarkan kembali teknik-teknik
penebangan yang dilakukan di lapangan. Pelatihan meliputi
penyegaran mengenai teknik penebangan serta materi
tentang SMK3, pelatiahan diberikan dalan bentuk materi
dan praktek/ simulasi di lapangan.
8) Cutting Test Petak (Quick Count)
 Penunjukan Tim Cutting Test
Tim Cutting Test KPH yang dibentuk berdasarkan SK
Administratur/ KKPH, pengendalian CT dilakukan oleh
Tim Pengendali Cutting Test di tingkat Unit yang
dibentuk atas dasar SK Kepala Unit.
 Surat Perintah Cutting Test
Surat Perintah Pelaksanaan Cutting Test diterbitkan
oleh Administratur/KKPH setelah ada surat perintah
dari Kepala Unit (TW IV T-1)
 Pelaksanaan Cutting Test Petak
Cutting Test Petak dilakukan pada Triwulan IV T-1
dengan maksud untuk mengetahui gambaran secara
cepat produksi petak meliputi volume, sortimen, BBI/
status dan mutu serta nilai (Rp) dari sortimen yang akan
dihasilkan dalam petak tersebut.
9) Berita Acara
 Berita Acara Persiapan Tebangan
Setelah pekerjaan persiapan pemanenan kayu selesai,
dibuat Berita Acara (Lampiran 2) rangkap 3 (tiga) untuk

32
arsip Kantor KPH (lembar 1), arsip kantor BKPH
(lembar 2), Mandor Tebang
(lembar 3)
 Berita Acara Cutting Test dibuat
Setelah Cutting Test Quick Count selesai dilaksanakan
dibuat Berita Acara Cutting Test yang ditanda-tangani
oleh Tim Pelaksana Cutting Test.

b. Pelaksanaan Pemanenan Kayu


1) Surat perintah tebang habis
Sebagai dasar pelaksanaan tebang habis,
Administratur/KKPH mengeluarkan surat perintah tebang
habis (lampiran 3) rangakap 4 untuk mandor tebang yang
bersangkutan (lembar 1), Asper/KBKPH (lembar 2), Wakil
Administratur/KSKPH (lembar 3), arsip kantor KPH
(lembar 4). Surat perintah tebang habis dilampiri peta petak
yang bersangkutan berskala 1:2.000 (lampiran 4) dengan
mencantumkan: 1. Batas – batas petak tebangan; 2. Batas –
batas blok tebangan; 3. Lokasi babagan dan TP; 4. Jalan
sarad dan jalan sogok; 5. Kawasan perlindungan setempat;
6. Habitat satwa penting (jika ada); 7. Lokasi situs; 8.
Lokasi flora dilindungi (jika ada); 9. Kawasan biodiversity,
HAS, dan NKT (jika ada); 10. Vegetasi sumber pakan dan
tempat sarang satwa RTE (jika ada).
2) Pemeriksaan batas blok
Pemeriksaan batas-batas blok dilakuskan untuk
memastikan batas blok tebangan sedemikian sehingga tidak
terjadi penebangan pada kawasan perlindungan sesuai
dengan peta rencana tebangan .
c. Penebangan dengan menggunakan chainsaw
Untuk menjamin keselamatan bagi pekerja dan atau orang-
orang yang ada disekitar tebangan, sebelum kegiatan
tebangan dimulai mandor tebang wajib melakukan babat
total tumbuhan bawah dan tim P2K3 melakukan penilaian

33
terhadap resiko bahaya (site specific risk assessment ) yang
diakibatkan oleh kondisi sesuatu wilayah tebangan.
1) Prinsip tebangan
Tebangan dilakukan blok per blok, dimulai dari blok
yang berada paling dekat dengan TP.setiap blok harus
diselesaikan terlebih dhulu sebelum pindah ke blok
selanjutnya dengan dibuat Berita Acara Perpindahan
Blok yang ditandatangani Asper/KBKPH yang
bersangkutan. Prinsip tebangan adalah
menebang/merobohkan 5 (lima) pohon, setiap pohon
harus dipotong sesuai aturan bucking yang ada dan
diselesaikan terlebih dahulu sampai ke administrasinya
sebelum melanjutkan pohon berikutnya, kemudian
merobohkan 5 pohon lagi dengan proses yang sama.
Kayu dengan diameter kecil penebangannya
didahulukan.
2) Pengecekan alat dan APD
Setiap akan memulai kegiatan, mendor tebang melakukan
pengecekan dan memastikan semua petugas telah
menggunakan APD stansar dan peralatan kerja standar.
3) Pengecekan kondisi pohon
Sebelum pohon ditebang, mandor tebang selalu melakukan
pengecekan awal pohon (memukul pohon) yang akan
ditebang untuk mengetahui keadaan kayu normal atau kayu
growong serta membunyikan sisrine untuk peringatan
dimulainya penebangan dan memastikan zona bahaya (area
2 kali lebar tajuk dan tinggi pohon terluar dari 5 pohon
yang akan ditebang ) dengan memasang bendera warna
merah serta mengumumkannya dengan menggunakan
megaphone telah dikosongkan/aman dari resiko kecelakaan
kerja.
4) Penentuan arah rebah
5) Menentukan arah rebah pohon dengan mempertimbangkan
kerusakan (pecah banting) seminimal mungkin, kerusakan
34
tumbuhan bawah, kerusakan pada lokasi-lokasi yang harus
dilindungi seperti kawasan perlindungan setempat, lokasi
situs, habitat satwa penting, letak TP serta kemudahan
penyaradannya.
6) Pembuatan takik rebah
Membuat takik rebah serendah mungkin/rata tanah dengan
menggunakan gergaji. Membuat takik balas dengan tinggi
sejajar dengan atap takik dengan menggunakan baji sebagai
alat bantu untuk mengarahkan arah rebahnya pohon serta
pada saat menebang kayu growong semua petugas
penebang (operator chainsaw, pembantu operator, mandor
tebang) agar lebih waspada karena arah rebah pohon tidak
dapat diprediksi.
7) Pohon sundang
Jika terjadi pohon sundang, maka mandor tebang
melakukan dan mengupayakan teknik pengamanan pohon
sundang dari resiko kecelakaan kerja.prioritas tindakan
yang dilakukan adalah mengamankan pohon sundang
tersebut sebelum menebang pohon selanjutnya.
8) Peringatan tanda bahaya
Mandor tebang diharuskan membunyikan sirine (dapat
menggunakan megaphone) peringatan bahaya saat pohon
akan roboh dalam proses penebangan dimaksudkan untuk
memastikan keadaan aman dari resiko kecelakaan kerja.

E. Penatausahaan hasil hutan di TPK/TPKH


1. Penerimaan Angkutan Hasil Hutan
a. Penerimaan angkutan hasil hutan kayu di TPK pada dasarnya berasal dari :
 Petak tebangan (Tempat Pengumpulan / TP)
 Sisa Pencurian, temuan dan Kayu Bukti yang tela diputus
Pengadilan
 TPK lain dalam wilayah KBM SAR Kayu
 Penyerahan dari lain KBM
 Lain-lain Hasil Hutan Kayu
b. Pengangkutan yang sah, kemudian dicocokan/ diperiksa mengenai jenis,
sortimen, jumlah, dan satuan, sebagai berikut :

35
 Angkutan dari Petak Tebangan / Pemungutan ke TPK
menggunakan Daftar Pengangkutan (DP), Kayu Bernomor (DK
304), Kayu Tak Bernomor (DK 304 b)
 Angkutan yang berasal dari Sisa Pencurian, Temuan dan kayu
Bukti yang telah diputus Pengadilan, menggunakan bukti angkutan
sesuai ketentuan yang berlaku.
 Angkutan dari TPK ke TPK dalam wilayah KBM SAR Kayu
menggunakan Daftar Pengangkutan Antara
(DPA), Kayu Bernomor (DK 304 a), Kayu Tak Bernomor (DK 304
a/1), disertai FA-KB / FA-KO beserta lampirannya
 Angkutan hasil huatan dari penyerahan KBM lain, menggunakan
FA-KB / FA-KO dengan lampirannya (DKB/DKO) dan dilengkapi
daftar penyerahan hasil hutan (Perni 51)
 Apanbila dalam penerimaan angkutan tersebut belum dapat
dilakukan pemeriksaan/pencocokan kebenaran fisiknya, Kepala
TPK/TPKh wajib membuat Nota Penerimaan Sementara (DK 304
c) untuk disampaikan kepada pengirim
 Penerimaan lain-lain harus dilengkapi dengan Berita Acara dan
Daftar Pembetulan (DK 306)
c. Pengukuran dan Pengujian
 Semua hasil hutan yang telah diperiksa/dicocokkan dokumen dan
fisiknya, wajib dilakukan pengukuran (panjang, diameter, tebal/
lebar serta volume) dan pengujian (penetapan mutu dan status)
oleh Penguji yang berwenang. Teknis pengukuran dan pengujian
hasil hutan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku
 Apabila terjadi perbadaan ukuran atau volume antara hasil
pengukuran dengan daftar angkutan, maka terhadap daftar
angkutan dimaksud dilakukan pembetulan dengan mencoret dan
menggati angka ukuran/ volume hasil pengukuran oleh petugas
yang berwenang
d. Penandaan dan Penomoran
 Penandaan dan penomoran hasil hutan kayu di TPK/TPKh
dilakukan dengan menggunakan alat Slag Hammer, Palu Tok
Tanda Uji, Kapur Krayon dan cat
36
 Slag Hammer digunakan untuk memberi tanda
 Ukuran (panjang, diameter, lebar, tebal)
 Isi/Volume
 Nomor TPK/TPn (untuk kayu bernomor)
 Bulan dan tahun penerimaan (untuk kayu bundar jati A.III)
 Palu Tok Tanda Uji digunakan untuk memberi tanda :
Mutu dan Status (PK. Vi, H dan IN)
 Kapur Krayon digunakan untuk memberi tanda :
Mutu dan Status dengan Huruf ( contoh : DVI, DH, TIN dan
DR)
 Cat digunakan untuk memberi tanda :
 Tanda mutu/kualita dan status
 Nomor Kapling
 Tanda laku (satu garis untuk Lelang, tiga garis untuk Penjualan
Langsung/Perjanjian / Kontrak)
 Kayu bundar/persagi bernomor dilakukan penandaan yaitu bulan
dan tahun, nomor tempat penimbunan, ukuran (panjang dan
berdiameter atau panjang, lebar dan tebal), isi/volume pada bontos
ujung bagian B, serta tanda mutu dan status, nomor kapling dan
tanda laku
 Kayu Bundar/ persegi tak bernomor dilakukan penadaan
 Kayu Bundar Sedang (A II) : panjang, diameter, serta tanda
mutu/status, nomor kapling dan tanda laku
 Kayu Bundar Kecil (A.I) / persegi kecil (C.I) : panjang diameter
dan panjang, lebar, tebal serta tanda mutu dan tanda laku
Hasil hutan yang telah diperiksa (dokumennya), dicocokan (jumlah
satuannya) diukur, diuji, penandaan dan penomoran selanjutnya dientry
dalam Sub Sistem Pemasaraan (SS Sar) dengan output sebagai berikut :
 Buku Persediaan Kayu Bernomor (DK 309A)
 Buku Persediaan Kayu Tak Bernomor (DK 309)
 Buku Persediaan Kayu Brongkol dan Kayu Bakar (DK 309 a)
 Buku Persediaan sortimen lain (DK 309 b)
e. Pengaplingan
 Hasil hutan tang telah di terima di TPK/TPKh, selanjutnya disortir,
dilangsir dan ditumpuk menurut sortimen, mutu dan status
ditempat – tempat penumpukan yang sudah disediakan serta di
kampling menurut peraturan yang berlaku .

37
 Apabila TPK/TPKH menampung kayu dari 2 (dua) atau lebih
kabupaten/kota , makam blok pengaplingan maupun pembuatan
daftar kapling harus dipisah sesuai wilayah kabupaten/kota.
 Pengaplingan hasil hutan dicatat pada daftar kapling (DK 308).
Setiap daftar kapling (daftarnya maupun fisik kayunya) diberi
nomor urut untuk masing-masing TPK/TPKH yang berlaku dalam
satu tahun takwin.
 Daftar kapling yang telah dibuat,dicatat dalam register daftar
kapling (Dk 308/1).
 Kayu sisa pencurian, kayu temuan dan kayu bukti yang sudah
diputus pengadilan, dikapling secara terpisah dengan kayu
produksi.
f. Penjualan dan penyerahan hasil hutan
 Penjualan hasil hutan untuk konsumsi dalam negri dilakukan
melalui saluran penjualan dengan perjanjian/kontrak, penjualan
langsung, penjualan lelang dan penjualan lain-lain, dengan
menggunakan bukti/dokumen.
 Penjualan dengan perjanjian/kontak dilakukan sesuai peraturan
yang berlaku. Bukti/dokumen penjualan dengan perjanjian
menggunakan faktur penjualan (DK318) yang ditandatangani oleh
general manager atau pejabat yang dikuasai
 Penjualan langsung dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku.
Surat bukti penjualan langsung menggunakan bon penjualan (DK
319) yang ditanda tangani oleh general manager atau pejabat yang
dikuasakan.
 Berdasarkan bon penjabat kepala TPK setiap akhir periode
pembayaran membuat daftar penjualan (DK 325 untuk kayu
pertukangan atau DK 325A untuk kayu bakar dan hasil hutan
lainnya).
 General manager (atau yang dikuasakan) menyusun iktisar daftar
kapling (kavling oversicht) yang memuat kapling-kapling yang
akan dilelang. Penjualan lelang diselenggarakan sesuai jadwal
menurut peraturan yang berlaku.

38
 Penjualan lain-lain dilasanakan khusus mencukupi kebutuhan
pemakaian untuk keperluan sendiri (perhutani), dengan
pelaksanaan sesuai ketentuan yang berlaku. Unit kerja yang
membutuhkan kayu, dengan menggunakan DK 330 sebagai dasar
mengajuan izin kepada general manager, kepala TPK membuat
daftar pemakaian hasil hutan untuk keperluan sendiri (DK 331).
DK331 oleh TPK digunakan sebagai bukti pengurang persediaan
hasil hutan di TPK. Apabila kayu telah digunakan, maka pemakai
membuat laporan pemakaian sendiri (DK 332).
 General manager, selain membubuhkan persetujuan dalam DK
330, wajib membuat daftar pemakaian hasil hutan untuk keperluan
perhutani sendiri (perni 50) yang dijadikan dasar pengeluaran
biaya sekaligus penerimaan atas pemakaian hasil hutan yang
dimaksud
 Penyerahkan hasil hutan dari KBM ke KBM lain ( pablik industri
perhutani/ mitra kerja/KSP) berupa bahan baku (kayu atau bukan
kayu), barang setengah jadi, atau barang jadi hasil industri
dilengkapi bukti dokumen penyerahan hasil hutan
a. Daftar penyerahan hasil hutan (perni 51).
b. FA-KB,FA-KO yang dilampiri DKB (DKA 104),
dan DKO (DKA 104e).
 Bukti penguranggan hasil hutan di TPK/TPHK
 Bukti/dokumen pelayanan penjualan : faktur (DK 318),bon
penjualan (DK 319), daftar kapling yang telah laku (DK 308),
penjualan lelang (DK 323), pemakaian sendiri (DK 331), DK 306
dan perni 51 selanjutnya digunakan sebagai bukti penggurangan
persedian hasil hutan di TPK/TPKh.
g. Daftar pembuatan (DK 306)

Daftar pembuatan (DK 306) dibuat di TPK/TPKH karena :

 Pengukuran dan pengujian ulang yang dilakukan oleh kepala seksi


pengujian di tingkat unit karena perubahan mutu/status, sortimen

39
dan ukuran wajib dibuatkan berita acara yang disahkan oleh kepala
unit/kepala biro yang berwenang.
 Hasil pemeriksaan intern maupun ekstern yang berakibat
terjadinya perbedaan lebih/kurang dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan hasil hutan (DK 312). Apabila dari hasil pemeriksaan
terdapat penambahan kayu bernomor, maka kayu tersebut diberi
nomor tempat penimbunan baru.
 Penghapusan persedian yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang, misalnya karena bencana alam (banjir), kebakaran,
pencurian dan lain-lain, dibukukan sebagai pengurangan. Usul
pengapusan persedian dilakukan oleh pejabat pemegang persedian
sesuai prosedur yang berlaku.
 Penerima lain-lain, misalnya kayu milik pihak ketiga/pembeli yang
telah lewat batas waktu penyimpanan di TPK/TPKH selama 120
hari dengan dibuatkan berita acara penerimaan kembali sebagai
pendukung.
h. Pengangkutan hasil hutan dari TPK/TPKH
 Setiap pengangkutan hasil hutan (kayu bundar/kayu bongkol/kayu
bakar) dari TPK/TPKH ke tempat lain wajib dilengkapi bersama-
sama dengan dokumen faktor angkutan kayu bulat (DK.A.301)
yang dilampiri daftar kayu bulat (DKB-FA), daftar kayu bulat kecil
(DKBK) dan kayu olahan (DK.A.303) yang dilampiri daftar kayu
olahan (DKO).
 Sebagai dasar untuk penerbitan dokumen angkuatn hasil hutan,
pemenang lelang, pemegang kontrak dan pemegang penjualan
langsung, wajib mengajukan permohonan kepada penerbit FA-
KB/FA-KO, ( pegawai perhutani yang diberi wewenang
menerbitkan faktor angkutan) atas rencana hasil hutan yang akan
diangkut, menyerahkan daftar kapling (DK 308) asli sebagai
lampiran dokumen penjualan kepada kepala TPK yang
bersangkutan.

40
 Atas dasar permohonan tersebut, penerbit FA-KB/FA-KO wajib
melakukan pemeriksaan atas kebenaran fisik hasil hutan yang akan
diangkut, sesuai prosedur yang berlaku
 Tata cara penerbitan FA-KB dan FA-KO :
a. FA-KB harus dilampirkan DKBK untuk KBK, DKB-FA
untuk KB atau yang berasal dari daftar kapling yang
kayunya akan diangkut.
b. FA-KO harus dilampiri DKO (model DKA 104 e) sebelum
membuat DKO harus dilakukan pengukuran fisik KO yang
akan diangkut, sesuai ketentuan yang berlaku dan
dimasukan kedalam daftar pangeluaran kayu olahan (model
DKB 210d).
 Kayu pertukangan yang diangkut dari TPK/TPKH untuk keperluan
penyerahan ke KBM IK / mitra KSP dan atau milik pihak ke –III
(pembeli) harus diterapkan palu tok PHT dikedua bontos kayu oleh
kepala TPK/TPKH
i. Pengangkutan hasil hutan antar TPK/TPKh dalam wilayah KBM
pemasaran kayu.
 Setiap pengangkutan hasil hutan (kayu bundar/kayu
brongkol/bakar/kayu olahan) antar TPK/TPKh didalam wilayah
kerja KPH menggunakan daftar pengangkutan antara (DK 304 a/
DK 304 a/1).
 Setiap pengangkutan hasil hutan (kayu bundar/kayu
brongkol/bakar/kayu olahan) antar TPK/TPKh diluar wilayah kerja
KPH menggunakan daftar pengangkutan antara (DK 304 a/ DK
304 a/1) dan harus dilengkapi bersama-sama dengan dokumen
faktur angkutan (FA-KB/FA-KO) yang dilampiri daftar hasil hutan
(DKB-FA/DKBK/DKO)

j. Mutasi hasil hutan


Daftar perubahan hasil hutan disusun berdasarkan bukti-bukti penambahan
dan pengurangan dalam periode pembayaran. Bukti-bukti penambahan
dibukukan pada daftar perubahan (Penambahan) DK 310 atau DK 310 A,

41
dan bukti-bukti pengurangan dibukukan pada daftar perubahan
(pengurangan ) DK 310/1 atau DK 310 a/1.
 Dokumen yang digunakan untuk pengurangan adalah: DK 304 a,
DK 304 a/1, perni 51 dan daftar pembetulan hasil hutan (DK 306)
 Dokumen yang digunakan untuk pengurangan adalah:
a. DK 318 faktur penjualan (bukti penjualan dengan
perjanjian/kontrak) atau gabungannnya daftar penjualann DK
325 atau DK 325 a.
b. DK 319 bon penjualan (bukti penjualan langsung) atau
gabungannya daftar penjualan DK 325 atau DK 325 a
c. DK 323 laporan singkat penjualan lelang, dilampiori daftar
kapling yang telah laku terjual (bukti penjualan lelang)
d. Perni 51 daftar penyerahan hasil hutan ke lain daerah.
e. DK 304 a daftar pengangkutan antara kayu bernomor.
f. DK 304 a/1 daftar pengangkutan antara kayu tak
bernomor,kayu bakar/brongkol dan sortimen-sortimen lain.
g. DK 331 daftar pemakaian hasil hutan untuk perhutani.
h. DK 306 daftar pembetulan hasil hutan.
 Daftar perubahan A dengan dilampiri daftar gabungan sisa
persediaan DK 309 A/1, DK 309 A/1, DK 309/2 (DK 306)
digunakan oleh kepala TKP/TKPH sebagai
a. Laporan mutasi hasil hutan pada akhir periode pembayaran.
b. Laporan persedian hasil hutan milik perhutani.
c. Laporan pertanggungjawaban pengurusan hasil hutan.
k. Sisa persedian hasil hutan per periode pembayaran (milik perhutani)
 Sisa persedian tiap-tiap hasil hutan yang termuat dalam daftar
perubahan A (penambahan dan pengurangan) harus sesuai dengan
jumlah persedian yang tercatat dalam buku-buku persedian (DK
309,DK 309A,DK 309a dan DK 309b) serta daftar gabungannya
(DK 309A/1, DK 309A/2, DK 309/1, DK 309/2, DK 309a/1, DK
309B/1)
 Setiap akhir periode pembayaran, buku-buku tersebut wajib ditutup
dan dihitung sisa perasediannya dan dibuat daftar gabungan
sebagai berikut:
a. DK 309A/1 untuk A III kayu bundar besar (KBB).
b. DK 309A/2 untuk C III balaok /C IV swalep.

42
c. DK 309/1 untuk A I kayu bundar kecil (KBK) dan A II kayu
bundar sedang (KBS)
d. DK 309/2 untuk CI kayu persegian
e. DK 309 a/1 untuk kayu bakar
f. DK 309b/1 untuk sortomen yang lain-lain
 Sisa persedian hasil hutan milik pihak ketiga per periode
pembayaran. Sisa persedian hasil hutan pihak ketiga merupakan
hasil penambahan dan pengurangan sabagai berikut:
a. Arsip lembar ke 3 daftar kapling (DK308) yang terjualan,
dibendel menjadi buku pihak ketiga menurut macam saluran
penjualan ( lelang, penjualan dengan perjanjian/kontrak,
penjualan langsung)
b. Daftar kapling tertinggal dibuku (TPK/TPKH) yang telah
laku terjual wajib diberi tanda/ditulis nama pembelinya dan
dikelompokkan menurut saluran penjualannya
c. Setiap kayu yang terjual dan akan diangkut wajib dicatat pada
daftar kapling yang bersangkutan, baik pada daftar kapling
arsip TPK/TPKH maupun daftar kapling asli yang dibawa
pembeli
d. Setiap kayu pihak ketiga pada daftar kapling yang telah
diangkut dicoret dari daftar kapling
e. Sisa kayu yang masih terdapat atau belum tercoret
menunjukkan sisa persedian hasil hutan pihak ketiga, dengan
perhitungan sebagai penambah adalah kapling yang telah
laku dan sebagai pengurang adalah kayu-kayu yang telah
diangkut atau rekapitulasi daftar kayu olahan (DKO).
f. Setiap akhir bulan sisa persedian kayu pihak ketiga dibuatkan
laporan mutasi hasil hutan milik pihak ketiga.

l. Dokumentasi
 Kepala TPK/TPKH wajib menyimpan,memelihara dokumen / bukti penatausahaan hasil
hutan yang berada di kantor kerjanya, dengan batas waktu kadaluarsa
sesuai peraturan yang berlaku dokumen penatausahaan hasil hutan
yang berada di TPK/TPKH adalah sebagai berikut :

No Blanko Uraian
43
1 DK 304 Daftar pengangkutan (DP) biasa kayu bernomor
2 DK 304 b Daftar pengangkutan (DP) biasa kayu tak bernomor dan
kayu bakar / brongkol
3 DK 304 b/1 Daftar pengangkutan (DP) biasa hasil hutan bukan kayu
(HHBK)
4 DK 304 a Daftar pengangkutan antar kayu bernomor
5 DK 304 a/1 Daftar pengangkutan antar kayu tak bernomor

F. Pengamanan Hutan
Tindak kejahatan terhadap eksistensi hutan terjadi jika niat dan kesempatan ada secara
bersama. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
Kj = N + K
Kj = kejahatan terhadap eksistensi hutan
N = niat
K = kesempatan
Strategi pengamanan gangguan hutan dilakukan sesuai stratifikasi atau katagorisasi atau
tipologi tiap gangguan hutan yang ada dan strategi umum sebagai berikut :

1. Preemtif
Ialah strategi pengamanan gangguan terhadap eksistensi hutan dengan melakukan kegiatan
penydaran kepada masyarakat yang bertujuan merubah niat seseorang, sekelompok orang atau
masyarakat yang semula negatif menjadi positif, minimal dapat menghilangkan niat negatif.
Pada prinsipnya strategi penanganan preemtif dilaksanakan melalui pendekatan sebagai berikut :
a. Prosperity approach (pendekatan kesejahteraan)
Kesejahteraan dan kemandirian masyarakat berkolerasi positif terhadap keamanan dan
kelestarian sumber daya hutan. Semakin meningkat tingkat perekonomian masyarakat sekitar
hutan semakin kecil gangguan keamanan hutan yang terjadi. Prosperity approach dimaksudkan
untuk membantu dan mendorong masyarakat meningkatkan perekonomian, kesejahteraan, dan
kemandirian masarakat.
b. Education approach (pendekatan didikan)

Pendekatan pengamanan melalui sector pendidikan didasarkan pada pemikiran bahwa tingkat
pendidikan berkolerasi positif dangan tingkat pemahaman akan fungsi dan manfaat hutan serta
tingkat kesadaran dan kepatuhan pada hokum dan peraturan perundangan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan dan semakin luas wawasan masyarakat semakin tinggi pula kesadaran masyarakat

44
akan fungsi dan manfaat hutan. Pendidikan dan wawsan masyarakat pada gilirannya juga
berkolersi positif terhadap peningkatan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat.

c. Participation approach (pendekatan partisipatif)

Pendekatan ini merupakan upaya untuk meningkatkan rasa memiliki dari masyarakat terhadap
kawasan hutan. Semakin besar keterlibatan dan peran serta masyarakat yang dilandasi oleh
pemahaman dan pengetahuan yang tepat akan fungsi dan manfaat hutan akan meningkatkan
semangat masyarakat untuk menjaga dan melestarikan sumber daya hutan yang merupakan
titipan untuk anak cucu.

d. Kearifan budaya lokal

Masyarakat sekitar hutan sebenarnya secara tradisi sudah mempunyai kepedulian yang tinggi
untuk mengamankan dan melestarikan hutan. Hal ini terlihat dari pola hidup dan bercocok tanam
masyarakat yang tepat mempertahankan konversi. Penjarahan hutan yang terjadi beberapa tahun
yang lalu disebabkan karena provokasi segelintir oknum yang mengatas namakan kesejahteraan
rakyat tanpa memperhatikan dampak jangka panjang yang terjadi akibat rusaknya hutan.
Kearifan budaya masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu modal dasar untuk
mempertahankan kelestarian sumber daya hutan serta meningkatkan manfaat secara ekonomi,
sosial dan ekologi. Dengan demikian upaya-upaya yang ditempuh dalam pengamanan kawasan
hutan harus mempertimbangkan budaya dan tradisi masyarakat sekitar hutan.

2. Preventif
adalah usaha atau tahapan penanganan terhadap eksistensi hutan dengan melakukan tindakan
pencegahan yang bertujuan membatasi kesempatan seseorang, sekelompok orang, atau
masyarakat agar tidak melakukan tindakan negatif terhadap eksistensi hutan. Contohnya adalah
melakukan kegiatan patrol dan penjagaan hutan.

3. Refresif

adalah upaya yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi sumber daya hutan melalui
tindakan baik sendiri maupun kerjasama dengan kepolisian, instansi terkait dan masyarakat
dengan mengoptimalkan supremasi hukum dalam penyelsaian perkara kegiatan ini bertujuan
45
memberikan efek jera pada seseorang, sekelompok orang atau masyarakat agar tidak mengulangi
perbuatannya menggangu eksistensi hutan.

G. Sadap Pinus

A. Metode quare
Sadapan metode quare ialah proses pelukaan pada permukaan kayu dengan kowakan
yang diawali sadap berupa bujur sangkar ukuran 6x10 cm, dalam kowakan 1,5 cm,
dengan pembaharuan kowakan setiap 3 hari sekali, dengan perpanjangan 5 mm.

B. Prasadap
Prasadap ialah kegiatan persiapan sadapan pada areal yang belum pernah disadap yang
dilaksanakan pada triwulan III dalam tahun sebelum sadap buka (T-1) dengan maksud
agar dalam pelaksanaan sadapan dapat dimulai tepat pada awal tahun kerja. Jenis
kegiatan persiapan adalah : pembuatan batas petak sadapan, pembagian blok, sensus
pohon (pemberian nomor pohon), pembersihan / pembabatan lapangan sadapan,
pengadaan alat-alat/ perlengkapan dan pembuatan rencana quare (mal sadapan).

C. Sadap buka
Sadap buka ialah sadap awal pada tegakan pinus yang telah berumur 11 tahun keatas
yang pada umunya pohon-pohonnya telah mencapai keliling ≥ 63 cm (tanpa kulit),
setelah melalui proses prasadap.

D. Sadap lanjut
Sadap lanjut ialah kegiatan pembaharuan sadapan setelah sadap buka termasuk kegiatan
pembuatan quare baru pada bidang lain pada pohon yang sama.

E. Tarif upah penyadapan

Tariff upah yang bersifat progresif yang merangsang penyadap untuk meningkatkan
produktifitas penyadapan.

46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persemaian
A. Persemaian Stek Pucuk Dan Kebun Pangkas
Kebun pangkas dan persemaian harus dibangun didalam satu lokasi atau merupakan satu
paket yang tidak terpisahkan, kebun pangkas termasuk sumber benih, sehingga upaya ekonomis
kebun pangkas jati tidak hanya digunakan atau dimanfaatkan dalam waktu satu atau dua tahun
saja tetapi digunakan dalam jangka menengah atau jangka panjang ( 10 tahun ke atas ).
Pembangunan kebun pangkas dimaksudkan untuk memenuhi bibit stek pucuk untuk
pembuatan tanaman di KPH – KPH wilayah Perum Perhutani. Untuk efisiensi dan pengawasan ,
kebun pangkas tidak harus dibangun di setiap KPH Jati, cukup dibangun di beberapa KPH yang
mewakili KPH sekitarnya atau KPH terdekat. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan bibit di 3 – 4
KPH cukup dibangun satu kebun pangkas jati di KPH yang mewakili atau bias di detiap rayon
dibangun satu kebun pangkas. Hal ini tentunya akan menghemat biaya angkut serta dapat
meningkatkan produksi bibit jati asal klon unggulan untuk memenuhi kebutuhan Perhutani
sendiri, dan dimasa yang akan datang dimungkinkan untuk memenuhi permintaan pihak ketiga.

Sebelum membangun suatu persemaian stek pucuk, harus ditentukan lokasinya yang
memenuhi persyaratan. Persyaratan ini mutlak harus dipenuhi karena akan menentukan
keberhasilan kegiatan persemaian stek pucuk. Sering terjadi pengelola persemaian dalam
menentukan lokasi persemaian stek pucuk, salah satu persyaratan yang ada tidak di penuhi,
misalnya air ada tetapi tidak mencukupi setengah tahun, lokasi dekat dengan lokasi tanam tetapi
sulit dalam hal angkutan dan aksessibilitas pengawasan. Salah satu syarat lokasi persemaian stek
pucuk yang tidak dipenuhi, pada akhirnya akan dapat menjadi kendala dalam kegiatan
persemaian stek pucuk.

Persyaratan persemaian stek pucuk yang baik sebagai berikut :


47
1. Air, yaitu dapat mencukupi kebutuhan di persemaian sepanjang waktu,
2. Memiliki kandungan kapur dan lempung-liat cukup tinggi,
3. Memiliki perbedaan musim kemarau dan musim penghujan yang nyata,
4. Berada pada ketinggian kurang dari 700 m dpl,
5. Topografi, yaitu maksimal 8% kemiringan,
6. Bebas dari bahaya banjir dan angin kencang, cukup terkena sinar matahari,
7. Terdapat jaringan jalan yang menghubungkan dengan lokasi penanaman,
8. Iklim, yaitu suhu yang cocok untuk tanaman yang akan disemaikan,
9. Ketinggian, 0-400 m dpl,
10. Berada ditengah-tengah lokasi penanaman, agar tidak mengeluarkan banyak biaya dan
tenaga kerja yang terbatas.
11. Kemampuan satu mandor dalam pengelolaan persemaian stek pucuk sebanyak 500.000
plc.

B. Pembangunan Dan Pemeliharaan Kebun Pangkas


Pembangunan kebun pangkas meliputi persiapan lapangan sampai dengan persiapan
penanaman materi bibit untuk untuk pohon indukan kebun pangkas.
 Persiapan pembangunan kebun pangkas
Setelah rencana tapak ( tata letak / lay out ) kebun pangkas dan persemaian pembuatan stek
pucuk ditetapkan selanjutnya dilakukan persiapan lapangan meliputi :
 Pembuatan Dan Pemasangan Pal Batas
Kegiatan ini bertujuan untuk memberi tanda yang jelas dan benar terhadap batas – batas
lokasi kebun pangkas.
a. Terbuat dari bamboo / kayu tahan lapuk, p = 2,5 m, d = 5-7 cm
b. Ujung cat di cat warna merah sepanjang 15 cm
c. Dipasang ditempat – tempat yang telah ditentukan sedalam 50 cm.
d. Patok batas sedikitnya 4 buah .
 Pembersihan Lapangan dan pengelolaan tanah
a) Pembersihan Lapangan
- Membabat bersih semak, perdu dan pohon-pohon sisa sehingga bebas dari sisa –
sisa akar dan tunggak
- Sisa akar dan tunggak dikumpulkan lalu dibakar
b) Pengelolahan Tanah
- Tanah diratakan dengan dicangkul atau digaru.
- Pada lokasi miring dibuat teras bangku
- Penggemburan tanah, dilakukan sedalam 20 – 40 cm

 Pembuatan jalan pemeriksaan dan jalan angkutan


 Pembuatan saluran air
Saluran air yang dibuat berupa saluran utama, saluran cabang, serta saluran bantu dimana
ukuran masing – masing saluran disesuaikan dengan kondisi lapangan
 Pembuatan dan pemasangan papan pengenal kebun pangkas
a. Terbuat dari papan seng ukuran 120 x 80 cm
48
b. Warna cat hijau tua dengan tulisan putih
c. Dipasang ditempat strategis
d. Papan pengenal berisi :
- Nama / lokasi kebun pangkas - Jarak Tanam
- Luas kebun pangkas - Tanun tanam
- Jenis tanaman - Tanggal dan nomor SPK
 Pembuatan dan pemasangan ajir
a. Dibuat dengan bamboo / kayu dengan panjang 80 cm
b. Ujung dicat warna putih
c. Ajir dipasang dengan cara dibenamkan kedalam tanah sedalam 30 cm dengan posisi miring
d. Jarak antar ajir 1 x 1 m
 Pembuatan Lubang Tanam
a. Lubang tanam dibuat dengan ukuran panjang 40 cm x lebar 40 cm x dalam 30 cm, dengan
penampang bagian bawah atau dasar lubang 30 cm
b. Tanah galian bagian atas / permukaan (top soil) setebal 15 cm diletakan sebelah kiri lubang
dan tanah galian bawah (sub soil) diletakan disebelah kanan lubang.
c. Berkaitan dengan posisi tanah galian bekas top soil di sebelah kiridan subsoil disebelah
kanan lubang tanam, pada pembuatan lubang arah gali harus seragam. Misalnya kalau
menghadap ke utara seterusnya ke utara. Hal ini dimaksudkan agar posisi kiri – kanan tidak
terbalik
 Pemasukan pupuk kandang ke dalam lubang tanam
a. Dilaksanakan satu minggu sebelum penanaman
b. Dosis 3 kg / lubang
c. Sebelum dimasukan ke lubang tanam pupuk terlebih dahulu dicampur dengan top soil yang
sebelumnya telah diletakan di sebelah kiri lubang.
c) Penanaman Indukan Kebun Pangkas
1. Materi bibit untuk pohon indukan kebun pangkas berasal dari hasil pembiakan vegetative.
Klon – klon untuk pembangunan kebun pangkas ii merupakan individu terbaik hasil dari
uji keturunan dan uji klon.
2. Sebelum ditanam, bibit yang telah sampai di lapangan dari persemaian harus ditempatkan
dengan baik bila perlu dilakukan penyiraman untuk menghindari kematian.
3. Wadah media bibittidak boleh ikut ditanam, dilepas dengan hati-hati agar media bibit
tetap kompak / tidak lepas dan akar tidak terpisah.
4. Bibit ditanam dengan hati-hati, posisi tegak tidak terlalu dalam atau dangkal.
5. Setelah bibit tertanam, sekeliling batang bibit dibuat gundukan piringan
6. Kantong polybag atau gelas air mineral bekas wadah media bibit diselipkan / diikat pada
ujung atas ajir, sebagai tanda bahwa kantong atau media bibit tidak ikut tertanam.
7. Ajir ditancapkan dalam posisi tegak lurus sebelah kanan bibit yang telah tertanam
D. Kegiatan Pemeliharaan
1. Pendangiran awal dilakukan pada waktu penanaman kebun pangkas.
2. Pemupukan Anorganik pertama dilakukan satu bulan setelah penanaman.
49
3. Pembersihan Gulma dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan
4. Pemangkasan Batang, Cabang, dan daun.
- Pemangkasan pertama dilakukan pada 2-3 bulan setelah ditanam, dengan cara
memotong batang pada ketinggian 25 – 30 cm dari permukaan tanah. Pemangkasan ini
ditujukan agar pada batang yang dipotong tersebut akan tumbuh tunas baru yang
menjadi cabang.
- Pemangkasan kedua dilakukan setelah tumbuh tunas-tunas baru yang akhirnya menjadi
cabang dan panjangnya sudah mencapai minimal 20 cm, tunas / cabang tersebut
dipotong pada posisi 10 cm dari pangkal cabang pangkasan ini pun dijadikan sebagai
bibit stek pucuk pada pesemaian.
5. Pendangiran dilakukan dua kali dalam setahun.
6. Pemupukan pemeliharaan dilakukan setelah setiap kali pohon induk dipanen.
7. Pemulsaan adalah penutupan permukaan tanah di sekitar tanaman pokok dengan tujuan
mengurangi penguapan air disekitar tanah, dilakukan satu kali dalam setahun pada awal
musim kemarau.
8. Pembaharuan saluran air
9. Penyiraman dilakukan sebanyak 3 kali sehari
10. Pencegahan dan pemberantasan hama.
11. Penyulaman dilakukan pada musim penghujan.

E. Pesiapan lapangan persemaian stek pucuk


a) Pembuatan pemasangan pal batas
Kegiatan ini bertujuan untuk memberi tanda yang jelas dan benar terhadap batas – batas
lokasi persemaian.
a. Terbuat dari bamboo / kayu tahan lapuk, p = 2,5 m, d = 5-7 cm
b. Ujung cat di cat warna merah sepanjang 15 cm
c. Dipasang ditempat – tempat yang telah ditentukan sedalam 50 cm.
d. Patok batas sedikitnya 4 buah .
b) Pembersihan lapangan dan pengelolaan tanah
a. Membabat bersih semak, perdu dan pohon-pohon sisa sehingga bebas dari sisa – sisa
akar dan tunggak
b. Sisa akar dan tunggak dikumpulkan lalu dibakar
c. Tanah diratakan dengan dicangkul atau digaru.
d. Pada lokasi miring dibuat teras bangku
c) Pembuatan jalan angkutan dan jalan pemeriksaan
d) Pembuatan saluran air ( Drainase )
e) Pembuatan tandon air
f) Pembuatan bedeng induksi akar, aklimatisasi, shading area, dan open area.
g) Pembuatan dan pemasangan papan pengenal persemaian stek pucuk
- Nama / lokasi Persemaian - Jarak Tanam
- Luas Persemaian - Tanun tanam
50
- Jenis tanaman - Tanggal dan nomor SPK

F. Pelaksanaan Persemaian stek pucuk


1. Persiapan Media
A. Persyaratan pembuatan media antara lain :
a. Tersedia unsur hara yang cukup
b. Tidak mengandung hama dan penyakit
c. Mudah didapatdan murah
d. Sesuai dengan kebutuhan / metode yang dipakai.
B. Media yang digunakan adalah kompos : pasir : top soil dengan perbandingan 3: 2 : 1
C. Sebelum dicampur, media yang digunakan harus sudah diayak dan di sterilkan dengan cara
dijemur di terik matahari.
D. Pengayakan media dengan menggunakan kawat ayakan.
E. Pencampuran media dengan Obat pencegah hama penyakit dan pupuk anorganik
F. Selanjutnya polybag yang sudah terisi media ditata di bedeng induksi akar.

G. Pemanenan Stek Pucuk


Pucuk bahan stek diambil dari kebun pangkas, sedangkan pucuk yang baik harus memenuhi
syarat berikut :
A. Tunas ortotrop
B. Memiliki 3 atau 4 pasang daun
C. Panjang batang 5- 7 cm
D. Minimal sudah berumur 2 minggu dari pecahnya mata tunas
E. Batang silindris, lurus, berbulu hijau cerah.
F. Batang masih muda
G. Kuncup masih kaku berwarna coklat.

Jadi tidak semua pucuk dapat dipanen sebagai bahan stek pucuk yang baik. Pengambilan stek
pucuk dilakukan pada pagi dan sore hari untuk menghindari penguapan bahan stek yang
menyebabkan layu. Pada saat pengambilan harus menggunakan gunting pangkas yang tajam dan
diusahakan dalam sekali iris bahan stek sudah terpotong. Bahan stek yang sudah diambil
dimasukan kedalam bak yang sudah diberi air, setelah itu bahan stek dibawa ketempat bedeng
induksi akar.

H. Penanaman Pucuk
51
Dalam kegiatan penanaman pucuk yang harus disiapkan terlebih dahulu adalah sebagai
berikut :
1. Menyiapkan larutan hormone perangsang akar atau hormone IBA (Indole-3 Butryc Acid)
yaitu sebanyak 0,02 gr dilarutkan dalam 1 ltr airuntuk 1.000 pucuk.
2. Memotong daun dengan menggunakan gunting disisakan 1/3nya yang bertujuan untuk
menghindari penguapan dan persaingan cahaya di dalam bedeng induksi akar. Setelah itu
pangkal batang yang sudah dirapikan tadi direndam dalam larutan hormone perangsang
akar.
3. Sambil menunggu masa perendaman, media yang sudah tertata di bedeng induksi akar
disiram sampai jenuh sehingga waktu penanaman pucuk bahan stek tidak luka.
4. Penanaman pucuk, dalam hal ini pucuk bahan stek langsung ditanam ke polybag yang
sudah disiapkan.
5. Penanaman sedalam 2 cm dan pucuk harus lurus ke atas, setelah itu dilakukan penyiraman.
Penyiraman harus dilakukan dengan menggunakan sprayer, sehingga butiran air siraman
mengkabut.
6. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari atau melihat kondisi kelembapan di bedeng induksi
akar.
7. Setelah berumur 3 minggu bibit sudah mulai berakar, sehingga mulai umur 1 – 2 bulan
harus dilakukan seleksi bibit yang berakar secara periodik.
I. Pemeliharaan
- Bedeng induksi akar dialkukan penyiraman pagi dan sore dengan penyiraman kabut
dilakukan hingga bibit berumur 30 hari.
- Bedeng aklimatisasi, setelah berakar bibit dari bedeng induksi akar dipindahkan ke bedeng
ini dengan penempatan polybag yang sudah dijarangi, di bedeng ini setiapharinya plastic
sungkup dibuka sedikit demi sedikit, untuk penyiraman disesuaikan dengan kondisi lahan.
- Bedeng shading area, setelah 2 minggu di bedeng aklimatisasi bibit di pindahkan ke dalam
bedeng shading area dan di beri sungkup dengan intensitas 70% cahaya masuk dan di
siram rutin pagi dan sore.
- Bedeng open area, setelah 2 minggu di dalam bedeng shading area bibit dipindah ke
bedeng ini, dalam bedeng open area bibit sudah tidak dapat perlakuan khusus, bibit mulai
diletakan di tempat terbuka hingga jangka waktu 2 minggu dan akhirnya siap untuk
dilakukan penanaman dilapangan.

2. Tanaman

A. Sistem Pembuatan Tanaman


52
Dalam penyalanggaraan pembuatan tanaman dikenal beberapa sistem yang pemelihaarannya
didasarkan kepada masalah pembiayaan tenga kerja, tingkat kesuburan tanah, konfigurasi
lapangan da pertimbangan-pertimbangan sosial.

Oleh kerena itu untuk membuat tanaman PERUM PERHUTANI Unit II Jawa Timur,
memakai beberapa sistem, antara lain :

a. Sistem Tumpangsari

Sistem ini mendapat tempt utama karena, pembiayaannya relative murah, penyediaan tenaga
kerja secara kontinyu dapat menjamin dan fungsi sosial dari hutan dapat tercapai.

Sistem ini mempunyai kelemah-kelemahan antara lain dapat mengakibatkan turunnya


kesuburan tanah dan gangguan-gangguan pada tanaman pokok karena adanya persaingan akar
dan tajuk dari tanaman tumpangsari.

Usaha-usaha untuk memperkecil kelemahan sistem tumpangsari, antara lain :

 Penentuan jenis tanaman pertanian yang tepat


 Pembatasan waktu berlakunya tumpangsari
 Penanaman tanaman sela jenis leguminosal
 Penanaman tanaman pengisi
 Penentuan jarak tanama yang tepat
 Pengawasan yang sebaik-baiknya dalam penyelenggaraan
b. Sistem banjar harian atau cemplongan

Pada umumnya sistem ini dilaksanakan pada bidang-bidang lapangan yang hiropolis kritis dan
tidak boleh dibuka atau diolah secara intensif. Penanaman secara cemplongan yaitu pengolahan
tanah hanya dilakukan di tempat-tempat larikan tanaman sela, sedangkan untuk tanaman pokok
pengolahannya dilakukan disekitar ajir dengan membuat lubang tanaman. Pembabatan semak
hanya dilakukan pada jalur tanaman hutan. Bahan tanaman yang dipakai dalam cara cemplongan
pada umumnya berupa bibit.

B. Persiapan Pembuatan Tanaman


Pekerjaan persiapan lapangan didasari oleh pengaturan tertib administratip dan tertib tehnik.
Teknik tertib administratip :

53
1. Surat Perintah Tanam ( S.P.T )
S.P.T merupakan bukti pengesahan pekerjaan tanaman yang boleh dikerjakan. S.P.T
dilampirkan dengan gambar bidang tanaman skala 1:10000 dikeluarkan oleh Administratur
dalam bulan januari dan dalamnya memuat ketentuan – ketentuan yang harus dilaksanakan.
Setelah pembuatan tanaman selesai S.P.T . dikembalikan kepada administratur.

2. Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan lapangan dilakukan oleh Asper pada bulan Januari, setelah S.P.T.
diterima. Tujuan diadakannya pemeriksaan lapangan adalah untuk mengetahui batas dan keadaan
bidang tanaman. Sekaligus dipasang patok tanda batas sementara.

3. Patok Tanda Batas


a. Pemancangan
Setelah diadakan perencanaan lapangan oleh Asper, pekerjaan pemancangan tanda batas terus
dimulai dengan memasang :
-Patok batas tanaman;
-Patok batas larangan;
-Patok tanda khusus.

b. Pembuatan.
Patok tanda batas dibuat dalam bulan Januari – Pebruari. adapun Jenis – jenis patok tanda
batas antara lain :
a) Patok batas tanaman; dibuat dari kayu dengan ukuran panjang 3 – ½ m, garis tengah 13 s/d
16 cm, diberi tanda cat warna merah pada ujung kayu dengan ukuran 25cm.;
b) Patok tanda larangan; dibuat dari kayu dengan ukuran panjang 2 – ½ m garis tengah 13 s/d
16 cm, pada ujung kayu dicat warna merah sepanjang 15cm;
c) Patok tanda khusus; dibuat dari kayu dengan ukuran panjang 2- ½ m, garis tengah 5 s/d 7
cm, pada ujung kayu dicat warna biru sepanjang 15cm.

4. Pembuatan Rintisan AS Jalan Pemeriksaan


Dalam bulan Pebruari harus dilaksnakan pemancangan tanda As jalan pemeriksaan. Syarat –
syarat pembuatan rintisan As jalan pemeriksaan meliputi :
a. Jalan pemeriksaan harus dapat bersambung dengan jalan yang telah ada.;
b. Naik dan turunnya jalan pemeriksaan tidak terlalu berat;
c. Jalan pemeriksaan membagi bidang tanaman dalam blok-blok luas 3-5 ha.
d. Patok As dibuat dari kayu/bambu dengan ukuran panjang 2 - ½ m garis tengah 5 s/d 7 cm,
ujungnya sepanjang 15 cm dicat putih, ditanam sedalam ½ m.

5. Perjanjian Kontrak.
54
Pada awal bulan Maret harus dimulai mencari tenaga pengontrak dengan memilih orang –
orang yang telah berpengalaman, rajin, jujur dan cukup trampil, bertempat tinggal tidak jauh dari
bidang tanaman, yang betul – betul membutuhkan tanah garapan, sehingga tengkulak tanaman
dapat dicegah. Pembagian garapan supaya dilakukan secara adil, dan hubungan dengan kepala
desa setempat tidak boleh diabaikan.

6. Pembagian Andil.
Pembagian andil dilakukan dalam bulan Maret. Sebelum pembagian andil dimulai, lebih dulu
ditentukan jalur untuk jalan pemeriksaan selebar 2m, dengan diberi tanda patok As jalan
pemeriksaan.

C. Pekerjaan Lapangan dan Pengolahan Tanah

1. Pembersihan Lapangan
Dalam bulan april pembersihan lapangan berupa pemberantasan semak-semak, perdu dan
pohon-pohon segera dimulai. Kemudian dikumpulkan untuk memudahkan pembakaran.
Mengumpulkan bahan-bahan yang masih dapat digunakan untuk bahan acir, anggelan maupun
gubug sementara.
Pada pemberantasan diadakan pengawasan terhadap bidang yang dilarang, begitu pula pada
waktu pembakaran jangan sampai menjalar. Pohon kesambi dan tonggak tanaman sela tetap
dipertahankan.

2. Pengelolaan Tanah
Pengelolaan tanah dimulai bulan Mei - Agustus. Adapun pekerjaan yang dilakukan ;
a. Gebrus I : dilaksanakan bulan mei - juni dengan maksud membalik tanah dalam bentuk
brongkolan sedalam 20 – 25 cm.
b. Gebrus II : dimaksudkan menghaluskan tanah agar airasi tanah lebih baik.
c. Tanah pada jalur tanaman hutan setinggi 5 – 25 cm, dibuat halus dan bersih, dan
pencangkulan dilakukan sedalam 20 – 23 cm, setelah itu acir ditancapkan.
d. Jalur tanaman pokok dibuat selebar 50 cm, sedangkan lebar jalur tanaman sela dan tepi 25
cm.

3. Pembuatan Jalan Pemeriksaan


Pada As jalan pemeriksaan yang telah dibuat pada waktu diadakan pembagian andil harus
segera dibuat jalan pemeriksaan selebar 2 m. Dengan syarat tanah diratakan, tonggak – tonggak
didongkel, bila perlu dibuatkan jembatan sederhana, dan dibuatkan selokan sederhana.

55
4. Pembuatan Selokan

Membuat Selokan Dilakukan dalam bulan Juli – Agustus. Macam – macam selokan :
 Selokan isolasi, selokan yang dibuat diperbatasan hutan tua ( 21 tahun keatas ), dengan
ukuran 120 x 40 cm sedalam ½ - 1 m.
 Selokan pembuangan air
 Selokan induk, dibuat ditengah bidang tanaman dengan arah menuju ketempat pembuangan
air, dengan ukuran 1 – 1 ½ m x 40 cm sedalam ½ - 1 m.
 Selokan Cabang, dibuat menuju selokan induk, berukuran 60 – 20 cm x 25 cm sedalam 25
cm.
 Selokan Cacingan, dibuat diatas larikan tanaman hutan pada tanah yang sukar meresap air
yang menuju selokan induk, selokan ini dibuat oleh para pengontrak. Ukuran selebar dan
sedalam cangkul.

5. Pembuatan Larikan Tanaman Hutan


Dibuat pada bulan Agustus, secara “ Sambuk Gunung“ kecuali larikan tanaman tepi. Jenis –
jenis larikan tanaman yang dibuat antara lain:
a) Larikan tanaman pokok
b) Larikan tanaman sela
c) Larikan tanaman pengisi dalam jalur tanaman pokok
d) Larikan tanaman tepi
e) Larikan tanaman pagar.

6. Alat Yang Digunakan


Untuk membuat larikan diperlukan alat sebagai berikut :
a. Odol – odol dan tongkat,
b. Keler ( tali ) yang panjangnya 25 m dan pada tiap matar diberi tanda yang jelas.
c. Galah bamboo sepanjang sama dengan jarak tanam, pada pertengahan diberi tanda yang
jelas.

7. Cara Membuat Larikan Dan Jarak Tanaman


a. Larikan tanaman pagar
Berfunsi sebagai sebagai sekat bakar, pelindung margasatwa. Sesuai fungsinya jenis
tanaman yang ditetapkan sebagai berikut :
- Tanaman pagar : Klampis, Dan Klampis Laharan.

56
- Tanaman sekat bakar : Mahoni, Asem, Wuni, Trengguling, Eucalyptus alba, Dlingsem,
dan lain lain.
- Tanaman pelindung : Bambu, Sonokeling, Accasia auricuriformis, Mahoni, Wungu,
Beringin, Klampok, Bendo, dan Salam.
- Tanaman pelindung margasatwa : Wuni, Juet, Klompok, Asam, Berigi, Bendo, Jambu
Mente, Kenari dan Durian.

b. Larikan Tanaman Tepi.

Tanaman tepi berfungsi ganda, diantaranya sebagai tanaman hias, sebagai pencegah gangguan
keamanan juga sebagai sekat bakar. Ditempat-tempat curam, sungai, selokan, jurang, mata air,
dan lain-lain. Berfunsi sebagai penceh kelongsoran tanah sebagai tanaman yang member hidup
pada margasatwa.
Larikan tanaman tepi dibuta sekeliling bidang tanaman, tepi alur. Pemasangan ajir dengan
keler / tali pada tiap jarak 1 m. pada larikan tanaman pagar dipasang “ untu walang” sebanyak 3
larik.

a. Larikan Tamanan Sela.


Setelah larikan tanaman pokok selesai, maka larikan tanaman sela dapat dibuat ditengah –
tengah larikan tanaman pokok dan tidak boleh putus. Tujuan utama pengadaan tanaman sela
adalah adalah untuk mengendalikan hanyutan atau erosi dan kesuburan tanah.
Jenis tanaman sela yang paling utama “lamtoro” karena memiliki sifat-sifat menahan erosi,
menambah kesuburan tanah dan pekarangannya tidak menyaingi tanaman pokok. Jenis lain :
Jayanti, Meyongan, Narmoyo, dan lain lain.

b. Larikan tanaman pokok.


Pertama dibuat larikan babonan yang dimulai dari tempat yang tinggi dengan
odol – odol dengan jarak :
a. 1. Pada lapangan yang landai atau datar jarak antar larik babonan 10 x jarak tanam (10 x
galah bambu).
b. 2. Pada lapangan yang miring atau agak miring, jarak antar larikan babonan 3 x jarak
tanam (5 x galah bambu)
c. 3. Pada lapangan yang amat miring, jarak antara larikan babonan 3 x jarak tanam (3 x
galah bambu).
e. Larikan tanaman pengisi

57
Keuntungan tanaman pengisi disampaing menambah produksi tanpa mengurangi potensi
produksi tanaman pokok juga sabagai menstimulir kesuburan tanah. Oleh karena itu persyaratan
jenis anaman pengisi sebagai berikut :
a. Berakar dalam, pohonya tidak cepat tinggi dan tahan teduh
b. Merupakan etege bawah dari tegakan pokok
c. Produksinya bernilai ekonomis cukup tinggi
Jenis-jenisnya adalah cendara, eboni, kesambi. Tanaman pengisi ditanam pada jalur tanaman
pokok.
8. Macam – macam Ajir.
Ajir dibuat dibidang tanaman atau dibabagan tanaman dari kayu atau bamboo semua ajir
diberi warna sebagai berikut :
a. Ajir larikan babonan dengan warna merah.
b. Ajir pokok dan sela dengan warna putih.
c. Ajir tanaman tepi warna hijau.
d. Ajir tanaman pengisi warna biru.
Pemberian warna dapat dipakai kalkarium atau kapur. Pemasangan ajir dilakukan dalam bulan
September.

9. Pemasangan Ajir
a. Ajir Larikan Babonan.
Ajir larikan babonan ini dipasang pada membuat larikan babonan dengan jarak 20 – 25 m.
larikan babonan dipakai sebagai patokan dalam membuat larikan tanaman pokok.
b. Ajir Tamanan Pokok.
Ajir ini dipasang bersama – sama pembuatan larikan tamanan pokok. Pemasangan ajir
menggunakan tali, ajir dipasang tegak lurus.pada tiap jarak 1 m.
c. Ajir Tanaman Sela.
Ajir ini dipasang setelah acir tanaman pokok, bersama – sama pada waktu membuat larikan
tamanan sela dan pada jarak 10 m dipasang dua ajir bersejajar.

d. Ajir Tanaman Pengisi.


Dipasang dalam jalur tanaman pokok, pada jarak 5 m jarak antara larikan tanaman pokok
dengan tanaman pengisi 20 cm.

e. Ajir Tanaman Tepi.


Pemasangan ajir menggunakan tali tiap 1 m pada larikan tanaman Kelampis antara larikan satu
dengan yang lainnya, ajir dipasang umtu waling. Pada larikan tanaman tepi, tiap jarak 10m
ditanamai pohon penghias.

58
10. Pembuatan Anggelan.
Anggelan dibuat dari kayu atau betu yang masih dapat dipakai. Cara memasangnya 1/3 bagian
ditanam dalam tanah dan 2/3 bagian diatas tanah dengan maksud agar tidak mudah hanyut.
Dipasang memanjang sesuai dengan larikan tanaman.
Bila dipasang larikan tanaman sela angel berada diatas larikan tanaman sela, tetapi apabila
dipasang pada larikan tanaman pokok, angel dipasang dibawah tanaman pokok.

D. Penanaman Jati Plus Perhutani ( JPP ).


1. Persyaratan Tumbuh
a. Tinggi tempat sampai dengan 600 meter dpl
b. Curah hujan 1500-2500 mm/tahun
c. Tipe iklim c dan d (scmidht dan ferguson)
d. Ph tanah netral, drainase baik dan solum min 20 cm.
2. Sistem Tanam
Tumpangsari dan banjar harian. Tergantung dengan keadaan penanaman.
3. Pola Tanam
a. Jarak tanam 3 x 3 m, dengan komposisi tanaman pengisi 20 %;
b. Tanaman sela ; pada tanaman sela tidak dibolehkan tanaman terputus, dan dibuat
disekeliling bidang tanaman.
c. Jalur tanaman pokok selebar 1m bebas tanaman pertanian. Hal ini dilakukan agar tanaman
pokok dapat tumbuh dengan baik dengan pencahayaan yang penuh.
4. B i b i t
Berasal dari kebun pangkas stek pucuk.
5. Persiapan Tanam
a. Pengolahan tanah dengan ganco atau pacul sedalam 20 – 25 cm;
b. Jalan pemeriksaan dibuat selebar 2 cm membentuk blok seluas ± 4-5 ha;
c. Lubang tanam 40 x 40 x 40 cm, penampang bawah 30 x 30 cm (dibuat satu bulan sebelum
tanam);
d. Pupuk kandang 3 kg / lubang (1 bln sebelum tanam);
e. Kantong plastik bibit agar dilepas dulu sebelum ditanam;
f. Pendangiran dilakukan minimal 1 bln setelah penanaman.

6. Penutupan Tanaman

59
Tanaman ditutup akhir April Tahun ke III. Menjelang penutupan perlu diadakan persiapan –
persiapan antara lain :
a. Bulan September tahun ke- II, tanaman yang mati dipasang acir baru untuk dilakukan
kegiatan penyulaman;
b. Mempersiapkan kebutuhan bibit untuk menyulaman;
c. Bulan September tahun ke- II, tanaman palawija yang umurnya lebuh 6 bulan harus
dilarang ( ketela pohon, Lombok, dan lain sebagainya );
d. Gubuk dan pondok mulai dibongkar / dipindahkan;
e. Segala kegiatan telah selesai dilakukan;
f. Bidangtanaman sudah bersih dan sisa – sisa kotoran palawija harus diatur sepanjang larikan
tanaman hutan;
g. Menjelang penutupan supaya dipasang papan tutupan.
Surat Perintah Tanam dikembalikan pada Admanistrator dngan disertai Berita Acara.

3. Pemeliharaan tanaman

A. Pemeliharaan tanaman jati terbagi menjadi 3 bagian yaitu:


• Pewiwilan adalah kegiatan membuang tunas air yang dilakukan pada umur dibawah 5
tahun
• Peruning adalah pemotongan cabang yang sudah berbentuk kayuyang dilakukan pada
saat umur 5 tahun ke atas
• Penjarangan adalah suatu tindakan pengurangan banyaknya tanaman untuk memberi
ruang tumbuh bagi tanaman yang tersisa.

B. Perencanaan penjarangan
Frekuansi penjarangan dilakukan secara periodik menurut frekuensi. Untuk tegakan muda
dilakukan frekuensi yang lebih pendek. Penjarangan pertama dilakukan pada umur 3 tahun dan
penjarangan kedua dilakukan pada umur 6 tahun dan penjarangan ke 3 dan seterusnya
memperhatikan tabel penjarangan tegakan tinggal.
C. Rencana Tehnik Tahunan (RTT)
 Penyusunan RTT
 Tata waktu penyusunan RTT

60
• Persiapan penjarangan (T-2)
Kegiatan berupa pembuatan blok, pcp, klem dan babat tumbuhan bawah dan checking.
• Pelaksanaan penjarangan (T-0)
Kegiatan terdiri dari babat trowong, pangkas tanaman sela, pelaksanaan tebangan
pohon-pohon yang dimatikan.
 Kelengkapan RTT
• Kelengkapan RTT terdiri dari:
1. Lembar catat dan register/rekapitulasi petak coba penjarangan
2. Hasil tunjuk tolet dan rekap daftar klem
3. Peta kerja petak penjarangan (skala 1:10.000)

D. Urutan pelaksanaan penjarangan


 Pembuatan blok
a. Pada peta kerja petak penjarangan
Penentuan letak blok dipeta kerja dilakukan dengan urutan kegiatan sebagai berikut :
1. Letakkan kertas milimeter (transparan) diatas peta petak kerja penjarangan skal 1:10.000
2. Kertas milimeter digeser-geser sehingga petak penjarangan terbagi habis dalam blok-blok
dengan keluasan ± 4 ha.
b.Pelaksanan pembuatan blok di lapangan
pembagiatan blok di lapangan dibuat berdasarkan blok yang telah dibuat di atas milimeter
tersebit.nomor blok ditulis di setiap batas blok dan pada persimpangan batas blok di beri
tanda panah warna merahtanda tanda batas pembantu yang berada dingah jalur batas blok
dibuat mengelilingi pohon.

 Pelaksanaan pembuatan PCP di lapangan


a. Pada setiap blok dibuat PCP berbentuk lingkaran dengan jari-jari 17,8 m (luas PCP
=0,1 ha)
b. PCP diletakan pada tempat yang memberi gambaran rata-rata tegakan di dalam blok
c. Pada penjarangan pertama dan penjarangan kedua tidak perlu membuat PCP, tetapi
dengan pemilihan tegakan tanaman tinggal dengan sistem seleksi.

61
d. Pohon tengah sebagai titik tengah PCP harus berkualtas bagus . pohon diberi tanda
lingkaran dengan cat warna merah selebar 20 cm dengan ketinggian 160 cm diatas
permukaan tanah.

e. PCP di lapangan diberi nomor urut sesuai dengan nomor blok petak/anak petak
tersebut
f. Pada pohon yg terdekat dengan tanda batas ( missal: pal Hm, persimpanagn alur,
percabangan sungai) diberi petunjuk arah dan jarak ke letak PCP
g. Pada pohon tengah saat pembuatan PCP diberi tanda arah ke PCP sebelumnya dengan
ketinggian 100 cm diatas permukaan tanah dengan cat warna merah.
h. Pohon yang terletak pada batas tepi lingkaran PCP diberi tanda tanda lngkaran dengan
cat merah selebar 10 cm setinggi 160 cm.
i. Pohon yang termasuk dalam PCP adalah pohon yang ½ dan lebih dari diameter tali
pengukuran jari-jari 178 m
j. Pohon – pohon yang terdapat di dalam lingkaran PCP diberi nomor urut ( warna merah
) setinggi 150 cm diatas permukaan tanah, dimulai dari pohon tengah kemudian
bergeser ke arah barat laut, kemudian kembali ke pusat demikian seterusnya.
k. Nomor sensus pohon dalam PCP ditulis pada ketinggian ± 150 cm, sedangkan pohon
yang dimatikan keliling ≥ 20 cm.penulisan nomor klem setinggi ± 130 cm dari
permukaan tanah.
l. Semua pohon yang akan dijarangi dalam PCP maupun di luar PCP diberi nomor urut
berdasarkan plok penjarangankelilingnya diukur setinggi dada 130 cm dan ditulis
pada pohon yang bersangkutan
m. Pengukuran peninggi pada tiap PCP diukur 5 pohon yang tersebar merata pada pohon
yang diukur penigginya agar ditulis identitas peninggi setinggi 170 cm dari
permukaan tanah ( contoh: P2 = 15 m ) artinya pohon peninggi kedua yang
menghadap ke arah pohon tengah.

 Pemetaan blok dan PCP


Blok yang telah ditentukan di lapangan dipetakan di dalam peta kerja petak penjarangan
yang bersifat permanen sampai akhir daur,sedangkan PCP dipetakan tetapi tidak bersifat
62
permanen/sesuai dengan maksud pemetaan lokasi PCP yaitu mrnggambarkan kondisi
blok yang dimaksud

 Menentukan pohon yang dimatikan


 Dilaksanakan pasa saat pembuatan PCP (T-2)
 Pelaksanan di luar PCP dapat dimulai dari yang paling mudah
 Pohon yang dimatikan diberi nomor dan diklem
 Untuk memudahkan pelaksanaan semua cat yang dipergunakan untuk penjarangan jati
berwarna merah,sedangkan untuk tanaman mahoni serta tanaman pinus menggunakan
cat berwarna putih
 Urutan prioritas pohon yang dimatikan
 Pohon yang terkena hama/penyakit
 Pohon yang berbentuk jelek /cacat
 Pohon yang tertekan
 Pohon yang jaraknya terlalu rapat
 Klem dan penomoran pohon yang dimatikan
Pohon yang di matikan kelilingnya < 20 cm perlu diberi tanda “X”/ tunjuk tolet setinggi
± 150 cm dan nomor pohon setinggi ± 130 cm dari permukaan tanah
 Peralatan
 Tali sepanjang 17,8 m dan 50 m
 Alat pengukur tinggi pohon
 Tabel penjarangan tegakan tinggal
 Tarif volume penjarangan lokal
 Kompas
 Tongkat dengan panjang 100,110130,150dan 160 cm
 Kertas milimeter transparan
 Busur derajat
 Meteran
 Pemanafaatan petak coba penjarangan
 PCP yang di buat pada saat penyusunan RTT (T-2) dipakai sebagai dasar untuk
melakukan model dan kontrol pada saat pelaksanaan penjarangan

63
 Tunjuk tolet dalam PCP dilaksanakan pada saat PCP dibuat demikian juga tunjuk tolet
yang di luar PCP
 PCP dibuat setelah pambagian blok
 PCP disamping alat bantu penjarangan juga merupakan alat bantu penafsiran/kontrol
palaksanaan/hasil penjarangan
 Data pada pohon tengah
Pohon tengah ditulis pada ketinggian 150 cm di atas permukaan tanah dan menghadap ke
arah jalan pemeriksaan/alur.

E. Pelaksanaan Penjarangan
1. Surat Perintah Kerja ( SPK )
Penjarangan dilaksanakan berdasarkan RTT yang telah disahkan dengan diterbitkan surat
perintah kerja oleh administratur, yaitu SPK Tebang – penjarangan yang didahului
pembaharuan pcp dengan cara memperjelas data dan batas blok.
2. Tenaga Pelaksana
Penjarangan dilaksanakan oleh Mandor Tebang
3. Penebangan Pohon
• Kegiatan penebangan pohon adalah tugas dan tanggung jawab mandor tebang. Pohon
yang ditebang adalah poon yang telah ditunjuk tolet pada
T -2.
• Penebangan terlebih dahulu dilaksanakan didalam PCP untuk memperoleh gambaran
penjarangan. Tebangan penjarangan berakhir pada bulan september tahun berjalan.
• penebangan pohon yang dimatikan menggunakan gergaji dan dilaksanakan pohon demi
pohon serta blok per blok.
• teknis pelaksanaan tebangan pohon seperti halnya pada petunjuk teknis tebangan.
• tonggak diusahakan rata tanah, pada tonggak pohon yang ditebang supaya dituliskan
kode penebangan.

64
4. Tebangan

Bentuk tebangan di dalam kelas perusahaan tebang habis jati, pinus, maupun mahoni yang
telah kami ketahui dan pelajari di Perum Perhutani unit II, KPH Jember, Jawa timur terdiri dari
:

A. Tebang habis biasa (tebangan A)


Ialah penebangan habis hutan produksi dari kelas perusahaan tebangan habis yang pada
umumnya digunakan sebagai dasar untuk perhitungan etat tebang. Adapun bentuk tebangan yang
kami ketahui ketika praktek industry di Perum Perhutani Jember tebangan A2 ini merupakan
bentuk tebangan kering yang maksudnya sebelum dilakukannya kegiatan pemanenan atau
produksi pohon dimatikan terlebih dahulu yang disebut dengan kegiatan teresan. Kegiatan
teresan pada dasarnya adalah kegiatan meneres atau mematikan pohon agar diperoleh tegakan
yang kering secara alami sehingga dapat meminimalkan kerusakan pada saat ditebang.

Sebelum dilakukannya kegiatan peneresan, kita melakukan terlebih dahulu kegiatan klem
tebang habis, yang meliputi kegiatan :

1. PERSIAPAN TERESAN
1.1 Penjelasan Umum

Kegiatan tebang habis pada prinsipnya hanya boleh dilaksanakan pada areal Hutan
Produksi saja. Bagi arel Hutan Produksi terbatas atau yang berdasarkan inventarisasi hutan
termasuk Lapangan Tidak Baik untuk Tebangan Habis, pengaturan tebangannya atau
pengolahannya sudah diatur dalam Pedoman Pengelolaasn Hutan Produksi Terbatas (SK
Direksi PERUM PERHUTANI No. 2638/kpts/dir/1997).

1.2 Surat Perintah Teres

Berdasarkan RTT yang telah disahkan, pada bulan januari tahun berjalan
administrator/KKPH menerbitkan surat printah teres, dan dilampikan peta dari petak atau
anak petak yang akan diteres berskla 1 : 10.000. Surat perintah teres tersebut dibuat
rangkap 4 :

65
a. Lembar kesatu (asli) untuk mandor yang bersangkutan.
b. Lembar kedua untuk ASPER atau KBKPH.
c. Lembar Ketiga Untuk Ajun Administratur/KSKPH.
d. Lembar keempat untuk arsip Kantor KPH.
1.3 Penentuan Batas Tebangan
1.3.1 Kawasan Perlindungan

Dalam areal Hutan Produksi mungkin terdapat Kawasan Perlindungan setempat yang pada
prinsipnya tidak diperkenankan adanya penebangan pohon, yang disebut areal larangan
penebangan pohon. Areal larangan penebangan pohon tersebut, batas-batasnya ditetapkan oleh
Perencanaan (SPH/Biro Perencanan) pada waktu penadaan Inventarisasi Hutan dalam rangka
penyusuna RPKH. Adapun criteria areal larangan penebangan pohon (Kawasan Perlindungan
setempat) adalah :

a. Kawasan hutan berupa jurang atau curam atau miting yang mempunyai lereng 40% atau lebih.
Sedangkan batas atau jarak tepi jurang atau lereng ditentukan sesuiai situasi dan kondisi
setempat.
b. Kawasan hutan berupa sempadan sungai yaitu :
 Sekurang-kurangnya 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter dikri kanan sungai
yang berada diluar pemukiman.
 Untuk sungai dikawasan permukimn berupan sempadan sungai yang diperkirakan
cukup dibangun jalan inspeksi antara 10 – 15 meter. Sedangkan yang disebut sungai
adalah sungai didalam kawasan hutan yang selalu mengalirkan airnya sepanjang tahun.
c. Kawasan hutan sekitar danau atau waduk adalah daratan sepanjang tepian danau atau waduk
antara 50 – 100 meter dari titik pasang tertinggi kearah daratan.
d. Kawasan hutan sekitar mata air adalah sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter
disekitar mata air. Sedangkan, yang disebut mata air adalah mata air didalam kawasan hutan
yang memiliki debit minimal 5 liter/detik pada musim kemarau.
e. Kawasan hutan berupa sempadan pantai adalah daratan sepanjng tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang
tertinggi kearah datar.
f. Kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan pasang
tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kedarat.

Pada waktu menentukan batas-batas rencana teresan, KPH menandai batas-batas areal
larangan penebangan pohon tersebut sesuai batas-batas yang telah ditetapkan oleh SPH/Biro
Perencanaan tersebut diatas.
66
Sedangkan, bila RPKH disuatu KPH telah tersusun atau berjalan, tapi dalam kawasan Hutan
Produksi belum ada penetapan batas-batas kawasan perlindungan setempat, maka prosedur
penentuan batas-batas kawasan perlindungan setempat tersebut dijelaskan pada angka 1.3.2.
berikut ini.

1.3.2. Batas Teresan

Berdasarkan Surat Perintah Teres seperti dijelaskan pada angka 1.2 diatas, ASPER atau
KBKPH bersama-sama dengan KRPH dan Mandor yang bersangkutan menentukan batas-batas
rencana teresan di lapangan.

Adapun tanda batas rencana tebangan tersebut berupa tanda 2 (dua) lingkaran merah yang
melingkar mengelilingi pohon batas, sedangkan jarak antar pohon batas ± 25 meter. Bersamaan
dengan menentukan batas-batas rencana teresan, didalam areal rencana teresan tersebut
ditentukan pula batas-batas areal larangan penebangan pohon. Tanda batas areal larangan
penebangan pohon berupa lingkaran merah mengelilingi pohon batas dengan jarak antar pohon
batas larangan ± 25 meter.

Pekerjaan menentukan batas teresan dan batas areal larangan penebangan pohon tersebut
sudah harus selesai bulan Februari tahun berjalan, dan segera dilaporkan kepada SPH/Biro
Perencanan. Pemeriksaan lokasi dan batas rencana teresan maupun lokasi dan batas areal
larangan penebangan pohon oleh SPH/Biro Perencanaan harus selesai bulan Maret tahun
berjalan sehingga pihak KPH dapat segera melaksanakan klem dan teres-nya. Hasil pemeriksaan
oleh SPH/Biro Perencanaan (bersama-sama dengan KPH) agar dibuatkan Berita Acara Hasil
Pemeriksaannya.

1.4 Pembagian Blok

Pembagian blok di peta dan dilapangan menggunakan batas alam dan atau garis
siku-siku. Luas blok antara 1-3 Ha dengan mempertimbangjan potensi produksi per Ha.
Selanjutkan dilakukan rintisan batas blok dengan diberi tanda berupa patok batas atau
tanda batas blok dipohon berupa lingkaran hitam mengelilingi pohon. Kegiatan
pembagian blok tersebut dilakukan dluar areal larangan penebangan.

2. Pelaksanaan Teresan
67
2.1 Setiap pohon didalam blok (diluar areal larangan penebangan pohon) yang keliling 20
cm keatas diukur kelilingnya (di klem) dan diberi nomor. Penomoran pohon diurutkan
untuk setiap blok, dimulai dari arah Barat Laut berputar searah jarum jam dan
dilanjutkan ke blok berikutnya (urutan nomor pohon berlaku untuk satu petak/anak
petak). Kemudian diberi tanda pada pohon dan tunggak seperti contoh berikut :

211

123

Keterangan :

211 = nomor pohon

= garis tempat mengukur keliling (130 cm dari permukaan tanah)

123 = keliling cm pohon (cm)

Pohon tumbang yang kelilingya diatas 20 cm tetap harus ikut diukur.

2.2 Untuk jenis-jenis rimba yang terdapat didalam bidang teresan, tidak diteres, tetapi diberi
nomor urut tersendiri dan diberi koda khusus (diklem) sesuai jenis pohon rimba tersebut
(sesuai petunjuk yang berlaku).

2.3 Nomor dan keliling phon dicatat dalam Daftar Klem dan dibuat daftar Rekapitulasi,
sedangkan jenis Rimba dibuat daftar klem terpisah.

2.4 Pohon yang diteres adalah mulai keliling 40 cm keatas. Tinggi teresan rata tanah atau
serendah mungkin dari permukaan tanah (maksimal 10 cm) dengan lebar teers maksimal
5 cm dan dalam hal-hal khusus dapat dilakukan kepres banir.

2.5 Pembagian blok harus sudah selesai bulan Februari tahun berjalan. Pekerjaan klem dan
termasuk administrasi dan pemeriksaan-nya oleh KPH sudah harus selesai bulan Juni tahun
berjalan.

2.6 Setelah pekerjaan teresan selesai, dibuat Berita Acara Penyelesaian Teresan, dengan
ketentuan :

68
a. Lemar kesatu (asli) untuk kantor KPH (arsip).
b. Lembar lainnya untuk Ajun/Administratur, ASPER/KBKPH, KRPH dan Mandor yang
akan menebang di petak atau anak petak tersebut.

2.7 Berita Acara Penyelesaian Teresan dikirim ke kantor KPH denan dilampiri :

a. Daftar Klem dan Rekapitulasi Daftar Klem.


b. Gambar petak atau anak petak yang diteres dengan skala 1 : 10.000 lengkap dengan batas
tebangan, nomor dan batas blok, rencana lokasi TP, serta rencana jalan sarad, jalan sogok,
batas areal larangan penebangan pohon dan sebagainya.

2.8 Daftar klem yang dikirim ke kantor KPH, segera dimasukan ke dalam buku taksasi (DK 316)
dan dibubuhi paraf dan cap KPH oleh KTKU. Setelah itu, dilakukannya kegiatan tebangan
habis yang meliputi kegiatan-kegian berikut ini:

1. Persiapan Tebangan
- Berdasarkan RTT yang telah disahkan oleh Kepala Unit, Administratur/KKPH pada
bulan September sebelum tahun berjalan menerbitkan Surat Perintah Persiapan Tebang
Habis (lampiran 9) dengan dilampiri gambar peta dari petak/anak petak/blok kepada
ASPER/KBKPH.

2. Persiapan lapangan

- Perbaikan ringan jalan mobil termasuk perbaikan jalan desa atau milik pihak ketiga
termasuk menaksir blok dan volume yang perlu disarad dengan menggunakan sistim
atau alat mekanis.
- Pembuatan jalan sogok, jalan sarad dan perbaikan jalan desa atau milik pihak ketiga,
termasuk menaksir blok dan volume yang perlu disarad dengan menggunakan sistim
atau alat mekanis.
- Ulangan babat batas keliling dan batas blok.
- Pembuatan babagan dan pembabatan/pembersihan lapangan tempat pengumpulan kayu
(TP).
- Pemeriksaan ulang (Her Klem) terhadap pohon- pohon dalam petak/anak petak yang
akan ditebang antara lain :
a. Pemeriksaan dan bagi pohon yang letterannya sudah tidak jelas dilakukan penulisan
ulang nomor dan keliling pohon.
69
b. Untuk pohon yang terlewat (belum di klem) supaya diukur dan diberi nomor urut,
dengan cara menggunakan nomor pohon yang terdekat ditambah kode huruf a, b, c,
dan seterusnya. Pemeriksaan tersebut berdasarkan daftar klem dan jika ada pohon
yang hilang karena pencurian atau bencana alam, supaya dilengkapi dengan laporan
huruf A dan ditulis pada daftar klem dan buku taksasi (DK. 316).
- Sensus terhadap pohon penghasil H dan Vi serta menaksir produksi H dan Vi.

3. Persiapan Tenaga Kerja, Peralatan, Sarana Prasarana Kerja dan Regu Kerja Tebangan.

- Mempersiapkan tenaga kerja (Blandong, Penyarad) termasuk kegiatan


penyuluhan/pemberitahuan kepada masyarakat setempat bekerjasama dengan Kepala Desa
dan atau Pemimpin informalnya.
- Mempersiapkan alat-alat kerja antara lain Gergaji Potong, Gergaji Rantai (chain saw).
Gergaji Busur (frame dan blade), Kikir, Tempat Gergaji, Alat giwaran, Rantai Sarad,
Meteran, Phi band, Kawat Penyogok, Cat, Ter, Batu Asah, Tirfor, Cangkul, Ganco dan
Parang.
- Mempersiapkan perlengkapan babagan antara lain Meja, Kursi, Almari, Buku, P3K,
Kalender, Lampu Kapal, Jerigen minyak tanah, Gentong air minum, Papan pengumuman
(Plang tebangan , Papan Peringatan/larangan) seperti pada Lampiran 11, Papan Kemajuan
Pekerjaan (Lampiran 12), Papan Tempel dan Kandang Sapi.
- Mempersiapkan kebutuhan administrasi tebangan antara lain Buku Pembantu (penerimaan
harian, penghelaan harian, pengangkutan harian, persediaan harian) yang ditempel di papan
tempel sebagai papan kelengkapan data tebang habis, Buku Klapper, Buku Klem, Tarif
Upah, Peraturan Tebangan, Blangko-blangko Model DK.
- Penetapan Regu Kerja Tebangan dalam pengendalian Tim PPIC sesuai dengan jumlah petak,
luas, dan volume tebangan.
- Perlengkapan administrasi
- Di dalam babagan tebangan dilengkapi dengan :

1. Papan tempel lengkap dengan :

a. Surat Perintah Tebang.

b. Gambar Peta Tebangan.

c. Buku-buku pembantu (penerimaan, penghelaan, pengangkutan dan persediaan harian).

70
d. Rekapitulasi Kemajuan Tebangan.

e. Kalender.

f. Buku Inventaris.

g. Pedoman, Petunjuk Kerja dan atau Instruksi.

h. Buku Tamu dan Instruksi Harian.

i. Tarif Upah

2. Alat tulis menulis.

3. Tabel isi.

4. Buku Klapper

5. Buku Klem.

6. Blangko-blanko model DK

- Persiapan alat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk paraPekerja antara lain :
Helm pengaman, masker, sarung tangan, sepatu, rompi pengaman, penutup telinga,
kacamata pelindung.
- Pelatihan Penebangan dan K3 Tujuannya untuk menyegarkan kembali teknik- teknik
penebangan di lapangan yang meliputi teknik penebangan.
- Berita Acara Persiapan Tebang Habis. Setelah pekerjaan persiapan tebangan selesai, segera
dibuatkan Berita Acara Persiapan Tebang Habis Jati dengan ketentuan :

a. Lembar kesatu (asli) untuk Kantor KPH

b. Lembar lainnnya untuk arsip Wakil Administratur/KSKPH, Asper/KBKPH, KRPH dan


Mandor tebang.

- Pekerjaan sebagaimana tersebut pada angka 1.2 s/d 1.4 harus sudah selesai paling lambat
bulan Desember sebelum tahun pelaksanaan tebangan sehingga penebangan dapat
dilaksanakan mulai bulan Januari tahun berjalan. Disamping itu dalam bulan Desember
tersebut agar dibuat Rencana Operasional (RO) tebangannya /Logging Plan yang berisi :
71
zonasi lingkungan (sempadan sungai, tempat khusus), rencana jalan, letak Tpn, pola sarad,
dan peta rencana operasional tebangan.
- Dalam rangka untuk kepentingan monitoring, evaluasi, pengawasan dan pengendalian serta
penilaian yang obyektif, paling lambat bulan Desember T-1 atau sebelum pelaksanaan
tebangan untuk setiap petak/anak petak tebangan perlu dibuat suatu Patokan/Standar
produksinya bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan melakukan Cutting Test, yaitu :

a. Menebang/memproduksi dari sejumlah pohon tertentu (termasuk pohon H dan Vi) dimana
pohon-pohon yang ditebang tersebut adalah pohon yang kelilingnya sama atau mendekati
kelas keliling rata-rata petak tersebut. Dan pohon-pohon yang ditebang tersebut dipilih
secara acak oleh Tim Cutting Test dari Daftar Klemnya, dari 3 blok atau lebih dengan
intensitas sampling setiap blok sebesar 2,5 %.

b. Dalam pelaksanaan tebang/produksinya dilakukan oleh suatu Tim yang terdiri dari Kasi
PSDH, Wakil Administratur/KSKPH dan Penguji Kayu yang selanjutnya dibuat Berita
Acaranya. Patokan/Standar Produksi tersebut, disamping memakai satuan M3 dan Sm,
juga dihitung dalam satuan % sehingga merupakan sasaran produksi yang harus
dicapai/didekati dalam realisasi pelaksanaannya nanti yang meliputi volume, komposisi
sortimen dan nilai (Rp), status, panjang H AIII, mutu dan harga rata-rata sortimen setiap
pohon.

4. Teknik Tebangan

- Berdasarkan pengesahan RTT Tebangan dan Pengesahan Rekapitulasi LHC oleh Kepala
Dinas Kehutanan Propinsi, Administratur/KKPH mengeluarkan Surat Perintah Tebang
Habis, dengan ketentuan :
a. Lembar kesatu (asli) untuk Mandor Tebang yang bersangkutan
b. Lembar kedua untuk ASPER/KBKPH.
c. Lembar ketiga untuk KRPH.
d. Lembar keempat untuk Wakil Administratur/KSKPH.
e. Lembar lainnya untuk arsip kantor KPH.
- Surat Perintah Tebang Habis dilampiri gambar peta tebangan skala 1 : 10.000
dengan dicantumkan :
a. Batas-batas tebangan.
b. Batas-batas blok tebangan.
c. Batas-batas areal larangan penebangan pohon / KPS ( jika ada)
d. Lokasi Situs (jika ada)
72
e. Habitat Satwa Penting (jika ada).
f. Tempat penumpukan tiap blok.
g. Jalan sarad atau jalan pikul dan jaraknya masing-masing blok.
h. Jarak angkut ke TPK/TPN.
- Tebangan dimulai dari blok yang karena keadaannya dapat didahulukan
penebangannya, dengan ketentuan :
a. Prinsip tebangan adalah pohon per pohon artinya setiap pohon harus diselesaikan lebih
dahulu sebelum menebang pohon berikutnya.
b. Setiap blok harus diselesaikan lebih dahulu , sebelum pindah ke blok berikutnya. Pindah
ke blok berikutnya harus dengan persetujuan tertulis dari ASPER/KBKPH yang
bersangkutan.
- Kayu yang berdiameter kecil penebangannya didahulukan. Mandor tebang menunjuk
pohon yang akan ditebang. Pada radius 50 m tidak boleh ada orang lain di tempat tersebut
kecuali blandong dan petugas tebangan yang sudah menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD). Pada saatnya pohon akan roboh, petugas tebangan (mandor tebang) memberi
aba - aba (dengan teriakan/peluit) sehingga orang - orang yang berada di sekitar pohon
dapat mendengar, hal tersebut untuk mengantisipasi /menghindari terjadinya kecelakaan
kerja.
- Sebelum pohon ditebang harus ditentukan arah rebahnya dengan mempertimbangkan
kerusakan (pecah banting) seminimal mungkin.
- Dibuat alas takik rebah serendah mungkin dengan gergaji, selanjutnya dibuat atap
takik rebah maksimal 5 cm, dibuat sejajar.
- Dibuat takik balas dengan ketinggian sama dengan atap takik rebah. Demi keamanan
diwajibkan menggunakan baji sebagai alat bantu.
- Untuk penebangan pohon yang miring pada tanah datar atau tanah miring, arah
rebahnya tidak harus mengikuti arah kemiringan pohon.
- Untuk menebang pohon dapat dilaksanakan dengan teknik takik rebah atau dengan
teknik T3R. Kegiatan penebangan pohon dan pemotongan batang menggunakan gergaji
potong yang panjangnya disesuaikan dengan garis tengah pohon, sedangkan untuk daerah
yang sulit tenaga kerja blandong, dapat digunakan gergaji mesin (chain saw).

5. Pembagian Batang

Pada pembagian batang diperhatikan Tata urutan pembaian batang, seperti :

73
1. Sebelum melaksanakan pembagian batang, semua cabang atau ranting dan tonjolan
(bukan cacat buncak-buncak berat) dikepras rata denagn badan kayu, sedangkan banir
dikepras rata dengan badan kayu, sedangkan banir dikepras sebatas untuk memudahkan
pengangkutan, dalam pembuatan takik rebah dan meningkatkan mutu kayu.
2. Tentukan batas sortimen AII, AII, dan AI dan btas diameter sesuai kelas harga sampai
dengan AI yang dapat dipungut sebagai kayu pertukangan. Harus diperhatikan bahwa
dalam pembuatan satu potong kayu pertukangan atau kayu bundar jati agar dihindari
kelas diameter campur antara sortimen :
- AI dan AII.
- AII dan AIII.
Kecuali ada permintaan khusus, yang mendapayt perintah tertulis dari administrator/
KKPH atau General Manager pemasaran kayu.
3. Untuk kayu-kayu yang masih berkulit, supaya dikupas (bebas kulit).
4. Beri tanda batas pada batang yang memenuhi status yaitu potongan-potongan yang
diperkenankan memenuhi persyaratan vinir (Vi), dan hara (H) (HL, HS, dan HUS) serta
local industry (IN) dengan mengunakan acuan SK Direksi No. 077/Kpts/Dir/2004 tanggal
20-02-2004tentang Pedoman Persyaratan Kayu Bundar Jati Bahan Baku Industri.
5. Pada waktu pembagian batang harus hapal Pedoman Urutan Prioritas Pembagian Batang
Kayu Bundar Jati.
6. Lakukan pembagia batang dari pangkal pohon ke ujung dengan menggunakan alat ukur
panjang (meteran) dan menerapkan management batang per batang.
7. Penandaan tanda batas pembagian batang(Deel) harus dengan teer berupa tiga garis
dengan jarak 2 cm, garis yang ditengah merupakan letak potongan untuk tanda potong
agar bisa siku pada garis teer yang tengah supaya diperpanjang sebagai pedoman jalannya
potongan gergaji.
8. Hasil pembagian batang diterakan pada kayu dan dicatat pada buku taksasi (DK 316)
kolom ukur kasar (sebelah kiri dengan tertib administrasi).

6. Penandaan
- Penandaan pada tunggak.
Penandaan pada tonggak dengan menggunakan teer atau alat lain seperti palu tok atau slag
hammer, dengan identitas yang jelas, meliputi :
a. Nomor urut tebang.
b. Nomor pohon yang ditebang.
c. Tanggal penebangan.
d. Nama dan alamat penebang.
e. Paraf mandor tebang.

74
Untuk kayu bernomer. Pada permukaan bontos atas dibagi menjadi 2 (dua) bagian,
dipisahkan oleh garis tegak dengan teer, menjadi bagian kiri (A) dan bagian kanan (B). Bagian
(A) diperuntukkan bagi pemberian tanda di hutan sedang bagian B pemberian tanda di TPK.

Semua penulisan atau penomeran dalam pembagian batang harus jelas karena merupakan
identitas atau asal usul kayu sehingga memudahkan dalam proses lacak balak (COC).

 Administrasi/Penatausahaan Hasil Hutan


- Blangko-blangko Model DK
DK 301 : Daftar Penerimaan Kayu Bernomer.
DK 302 : Daftar penerimaan kayu tidak bernomer dan hasil hutan lainnya.
DK 305 : Daftar gabungan penerimaan.
DK 303 : Daftar penghelaan kayu.
DK 303a : Daftar gabungan penghelaan hasil hutan.
DK 304 : Daftar pengangkutan biasa kayu bernomer.
DK 304a : Daftar pengangkutan antara.
DK 304b : Daftar pengangkutan biasa kayu tak bernomer dan hasil hutan lainnya.
DK 305a : Daftar gabungan pengangkutan biasa.
DK 305b : Daftar gabungan pengangkutan antara.
DK 306 : Daftar pembetulan.
DK 307 : Pertelaan dari persediaan di tempat pengumpulan.
DK 311 : Daftar perubahan B.
DK 316 : Buku Taksasi.
DK 326 : Daftar persediaan kayu bernomer di dalam hutan
DK 327 : Daftar persediaan kayu bernomer di tempat pengumpulan.
DK 328 : Daftar persediaan kayu tak bernomor di tempat pengumpulan.

Dan model DK lainnya yang disesuaikan dengan ketentuan tentang Tata Usaha Hasil Hutan
yang berlaku.

- Pengisian Buku Taksasi (DK 316).

a. Sebelum buku Taksasi diberikan atau dikirim kepada ASPER/KBKPH, terlebih dahulu
KTKU mengisi nomor urut, keliling dan volume (dasar klem). Nomor urut diisikan
pada kolom 4 di bawah keliling pohon.

b. Pohon-pohon calon Hara hasil inventarisasi ditulis dengan huruf “H” warna merah di
bawah keliling dan volume pohon

75
c. Setelah pohon ditebang/rebah pengisian buku taksasi adalah sebagai berikut :

• Tanggal penebangan pada kolom satu.

• Nama dan alamat penebang pada kolom data.

• Nomor urut penebangan pohon ditulis pada kolom tiga di bawah nomor urut pohon.

d. Rencana pembagian batang ditulis pada kolom ukuran kasar (taksiran) yaitu :

• Kolom lima diisi nomor urut potongan kayu.

• Kolom enam diisi ukuran panjang.

• Kolom tujuh diisi ukuran garis tengah (diameter).

• Kolom delapan diisi jenis atau golongan sortimen kayu (A I, A II, A III atau kayu bakar).

e. Pada kolom pendapatan diisi setelah pembagian batang dilaksanakan, yaitu:

 Kolom sembilan diisi jenis atau golongan sortimen potongan kayu yang bersangkutan (A I,
A II, A III atau kayu bakar). Dan bila diperoleh sortimen A III klasifikasi penghara H atau
Vi, agar ditulis A III H dan A III Vi.
 Kolom sepuluh, sebelas, dua belas dan tiga belas masing-masing diisi ukuran panjang, lebar
dan tebal (diameter) serta volume potongan kayu.
 Kolom empat belas diisi tanggal penerimaan kayu.
 Kolom lima belas diisi nomor penerimaan potongan kayu 6.4.5.2.6. Pada setiap pohonnya
direkapitulasi realisasi produksi A I, A II, A III Lokal, A III H, A III Vi dan KBP (satuan M 3),
kayu bakar (satuan Sm) serta dipersentase (%) terhadap targetnya. Format buku Taksasi DK
316.
 Angkutan
- Penyaradan.
a. Sebelum tebangan dimulai, jarak sarad dari tiap-tiap blok ke Tempat Pengumpulan (TP)
ditentukan sesuai dengan kondisi lapangan. Pada blok-blok tertentu disiapkan juga
penyaradan dengan sistim atau alat mekanis.
b. Penyaradan mengikuti pola sarad.
c. Pembuatan sudetan pada bekas jalan sarad.

76
d. Kayu bundar tak bernomor (A I dan A II) diterima di TP ditambah upah pikul atau sarad
sesuai dengan jarak minimal 2 Hm.
e. Kayu bundar bernomor (A III) diterima di tunggak.
f. Pada lapangan yang karena keadaan topografinya datar, dimana dimungkinkan alat angkut
(truck) masuk bidang tebangan, maka pengaturan dan atau mendekatkan kayu untuk jarak 0
– 2 Hm tetap diperhitungkan biaya sarad 2 Hm (tanpa diberi biaya pembuatan jalan
sogokan).
- Angkutan
a. Pengangkutan dari TP ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK) harus diusahakan secara
tertib (menggunakan model DK 304).
b. Pengangkutan kayu Veneer (Vi) dan Penghara (H) dari TP ke TPK agar diprioritaskan
sehingga tidak terjadi penurunan mutu kayunya.
- Sisa Persediaan
Sisa persediaan dalam hutan/TP, pada akhir tebangan harus nihil.
- Tata waktu Pelaksanaan Penyelenggaraan Tebang Habis Hutan Jati

- PENGAMANAN TEGAKAN
Pembinaan keamanan sejak tegakan diteres sampai dengan pelaksanaan tebangan
perlu diusahakan melalui usaha-usaha antara lain:
a. Teresan
- Petak - petak teresan yang dipandang rawan keamanan perlu diadakan usaha-usaha
Pengamanan.
- Pengadaan babagan keamanan dan petugas penjaga teresan.
- Pemanfaatan lahan di bawah teresan dengan tanaman palawija, empon-empon dan lain-lain
dengan tujuan memberikan kesempatan kerja dan meningkatkan kesejahteraan petani
hutan, disamping diharapkan ikut serta dalam pengamanan tegakannya. Pemanfaatan lahan
tersebut supaya diatur dan dituangkan dalam surat perjanjian dengan maksud pada saat
tebangan dilaksanakan, sudah tidak ada lagi tanaman palawija yang akan mengganggu
kelancaran tebangan.

77
b. Tebangan Penempatan babagan dengan memperhatikan faktor – faktor teknis dan
keamanan.

8. Kegiatan Pasca Pemanenan


1. Pemeriksaan Areal Bekas Tebangan
a. Pemeriksaan bekas tebangan dan jalan sarad Pemeriksaan bekas tebangan oleh mandor
tebang dan mandor angkut, untuk memastikan tidak ada pohon yang ditebang di luar
batas tebangan sedangkan pemeriksaan jalan sarad untuk mengidentifikasi tingkat
kerusakan karena penyaradan dengan tenaga sapi/kerbau biasanya menyebabkan
terkelupasnya lapisan tanah atas.
b. Identifikasi terhadap kondisi tumbuhan bawah dan habitat satwa yang ada di lokasi
tebangan, jalan sarad dan Tp.
c. Pengecekan terhadap limbah B3 akibat penggunaan oli ataupun bahan bakar gergaji
mesin yang mungkin tumpah di lokasi tebangan.
2. Berita Acara Penyelesaian Tebangan
Berita Acara Penyelesaian Tebang Habis dibuat pada saat tebangan sudah selesai.
Pengertian selesai tebangan dalam arti semua pohon yang diklem (Jati maupun Rimba)
telah selesai dibikin kayu perkakas dan kayu bakarnya dan tertib administrasi
tebangan/hasil hutannnya sampai dengan angkutan (sisa persediaan, nihil).
Berita Acara dibuat rangkap 6 (enam) dengan ketentuan :
a. Lembar kesatu (asli) untuk kantor KPH.
b. Lembar lainnya untuk arsip Kepala Seksi Perencanaan Hutan, Wakil
Administratur / KSKPH, ASPER / KBKPH, KRPH dan Mandor tebang yang
bersangkutan.

9. Monitoring dan Evaluasi


1. Monitoring dilakukan terhadap kegiatan penebangan dan pasca penebangan kayu.
2. Evaluasi kondisi areal bekas tebangan.
3. Monitoring terhadap keselamatan kerja (penggunaan APD, Kecelakaan kerja dll).

B. Tebang habis lanjutan pada kawasan hutan yang tetap (tebangan B)


78
adalah penebangan habis dan dari lapangan yang tidak baik untuk habis. Tebangan B adalah
areal tebagan yang dikhususkan untuk tanaman rimba atau tanman jati bertumbuh kurang
(TJBK)
C. Tebangan lain (tebangan D), yang terdiri dari :
- Tebangan pembersihan atau tebangan limbah, ialah penebangan pohon-pohon yanag
merana, condong, dan rebah yang berada dihutan alam, baik yang terdapat di lapangan
yang baik untuk tebangan habis, maupun pada lapangan yang tidak baik untuk tebnag
habis.
- Tebnagan tak tersangka, ialah penebangan yang berasal dari lapanan-lapangan yang
mengalami kerusakan angin atau akan dibuat jalan dan sebagainya.
D. Tebangan penjarangan (tebangan E),
ialah penebangan yang berasal dari hutan-hutan yang dijarangkan, hasil yang diperoleh dari
tebang penjarangan diartikan pula sebagai hasil pendahulu.

4. Pengamanan Hutan
A. Bentuk-bentuk gangguan keamanan hutan di Perum. PERHUTANI unit II KPH Jember,
Jawa Timur, antara lain :
1. Pencurian kayu merupakan tindakan menebang pohon atau memanen atan memungut
hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenamg.
(UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)
2. Masalah tenurial merupakan tindakan-tindakan menerjakan dan atau menggunakan atau
menduduki kawasan hutan secara tidak sah, antara lain : penggarapan, penyerobotan,
penguasaan, pendudukan suatu kawasan hutan atau tanah perusahaan (DK) baik yang
dilakukan secara berkelompok atau per orangandengan tidak atau tanpa ijin dan
persetujuan resmi. Secara umum pemersalahan tenurial dapat dikategorikan :
a. Perambahan lahan untuk sekedar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tetapi tetap
mengakui eksistensi lahan hutan dan status kawasan.
b. Klaim kepemilikan lahan di kawasan hutan secara sepihak.
c. Penggarapan atau pendudukan kawasan hutan dengan maksud untuk memiliki atau
okupasi lahan.
3. Penggembalaan liar adalah aktivitas menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan
yang tidak ditujuk secara khusus untuk mksud tersebut oleh pejabat yang berwenang.
(UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan.

79
4. Perburuan dan perdagagan satwa liar adalah aktifitas mengeluarkan, membawa, dan
mengangkut tumbuh-tumuhan dan satwa liar yang dilindungi undang-undang yang
berasal dari kawasan hutan tanpa ijin pejabat yang berwenang.
(UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Aturan-aturan atau Kesepakatan
Internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia)
5. Kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan
kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian secara ekonomi, sosial
dan lingkungan.
6. Gangguan lain, seperti :
a. Perencekan liar adalah kegiatan yang dilkukan oleh masyarakat di dalam kawasan
hutan untung memungut kayu bekas di luar tempat dan waktu yang ditentukan dan
dengan teknis yang salah.
b. Penambangan liar adalah kegiatan eksploitasi bahan tambang atau penyelidikan dai
dalam kawasan hutantanpa ijin.
(UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan)

B. Kajian Gangguan Keamanan Hutan


1. Identifikasi karakteristik gangguan keeamanan hutan dilakukan dengan memperhatikan
objek, sasaran, motif, jumlah dan karakteristik pelaku, bobot gangguan, frekuensi
kejadian, luas, dan alat yang digunakan.
2. Stratifikasi atau katagorisasi atau tipologi tiap gangguan keamanan berdasarkan hasil
identifikasi dilakukan stratifikasi atau katagorisasi atau tipologi tiap gangguan hutan.

 Taktik dan Teknik Pengamanan Hutan


A. Ketentuan Umum
1. Usaha –usaha dalam kegiatan perlindungan hutan dan kawasan hutan
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang
di sebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama
dan penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas
hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan
dengan pengelola hutan.
B. Penjagaan
1. Hal-hal yang diperhatikan saat serah terima penjagaan .
a. Mengisi buku mutasi jaga dan serah terima tugas.
b. Mengisi buku daftar inventasis yang ada di Pos Penjagaan dan menyerahkan
barang inventaris tersebut kepada petugas jaga baru dalam keadaan utuh dan
lengkap.
80
c. Jumlah petugas baru yang menggantikan harus lengkap.
d. Menyerahkan/menerima barang bukti hasil kegiatan pengamanan hasil hutan
berupa kayu dan hasil hutan lainnya, apabila pada saat pergantian jaga belum
dapat di angkut ke TPK.
e. Membersihkan ruang penjagaan sehingga Pos dalam keadaan bersih dan tertata
rapi.
2. Yang harus dilakukan setelah serah terima penjagaan oleh petugas yang lama ialah
memberikan informasi kepada petugas jaga baru tentang situasi keamanan hutan terakhir
pada saat sebelum pergantiaan jaga berlangsung termasuk karakteristik kejadian yang
menonjol.
3. Cara menerima laporan di penjagaan.
a. Mencatat secara detail laporan yang di terima di penjagaan.
b. Mencatat identitas pelapor secara lengkap.
c. Melaporkan kepada kepala jaga.
d. Melaporkan laporan tersebut kepada KRPH atau pimpinan yang lebih tinggi.
e. Melakukan kegiatan pengamanan apabila mampu dan segera meminta bantuan kepada
petugas lain apabila dirasa tidak mampu menanganinya.
4. Cara menghentikan/memeriksa kendaraan yang dicurigai mengangkut kayu/hasil hutan lain
yang illegal (tanpa dokumen) di Pos PHH.
a) Memperhatikan keamanan pribadi bila menghentikan kendaraan, jangan berdiri di
depan kendaraan, upayakan bila mendatangi pengemudi agar menempatkan posisi
disamping pintu depan agak kebelakang dengan sikap waspada.
b) Memeriksa muatan dari kendaran tersebut dengan membuka tutup dan jika perlu
dilakukan pembongkaraan muatan.
c) Melakukan penahanan terhadap pelaku, penyitaan barang bukti dan kendaraan apabila
terbukti membawa kayu dan hasil hutan yang ilegal. Kemudian meneruskannya kepada
yang berwenang.
C. Patroli
Patroli adalah menjelajah atau berkeliling dengan maksud untuk melakukan tugas
pengamanan hutan.
1. Syarat-syarat petugas patroli.
a. Mengetahui petak-petak yang rawan terhadap gangguan keamanan hutan.
b. Mengetahui jam-jam rawan gangguan keamanan hutan itu terjadi.
c. Mengetahui secara detail medan/lokasi yang akan di patrol.
d. Jumlah petugas patroli minimal 2(dua) orang.
e. Membawa meetband/meteran, golok/alat pengaman lain, dan teer/tinta tulis, buku saku
dan catatan penting lainnya.
2. Pengetahuan dasar petugas patroli.
a. Mengetahui teknik patrol.
81
b. Pengenalan medan/kawasan yang baik.
c. Pengenalan masyarakat sekitar kawasan hutan yang baik.
d. Penerimaan dan penyaluran arus informasi yang tepat.
3. Tugas patroli.
a. Di dalam kawasan hutan.
 Patroli dilakukan pada daerah-daerah yang rawan terjadinya gangguan keamanan
hutan.
 Patroli dilakukan minimal 2(dua) orang secara bersama-sama dengan sistem patroli
yang telah di terapkan.
 Melakukan kegiatan keamanan apabila mampu dan meminta bantuan ke Pos
penjagaan atau petugas lain apabila tidak mampu melalui alat komunikasi yang ada.
b. Di luar kawasan hutan ( wilayah kering)
 Patroli dilakukan pada jalur-jalur lintas hasil hutan, industry penggergajian kayu,
gudang-gudang/rumah dan perusahaan atau tempat-tempat lainnya yang menurut
informasi sering digunakan sebagai jalu lewat bagi kendaraan/orang yang
membawa/menyimpan, menguasai mengolah kayu-kayu gelap/illegal
 Patroli hendaknya dilakukan bersama-sama dengan petugas/pejabat setempat/kring
setempat.
 Agar menghampiri para aparat desa sekitar hutan untuk silaturahmi, saling tukar
informasi dan sekaligus sebagai sarana pembinaan masyarakat.
4. Tindakan yang dilakukan bila menemukan tunggak baru di dalam hutan.
a. Memperhatikan tunggak itu dengan baik-baik, dan mencari kesimpulan apakah tunggak
tersebut merupakan bekas pencurian atau bukan.
b. Meleter tunggak tersebut dengan membubuhi : nomor urut tunggak (per KRPH dan per
anak petak dalam tahun yang bersangkutan), keliling tunggak, tanggal penemuan dan
paraf petugas yang menemukan.
c. Mencatat dalam buku catatan dan melaporkan kepada KRPH setempat.
d. Melacak asal kayu dan mengembangkan penyelidikan.

5. Tindakan yang harus dilakukan bila menemukan kayu di dalam hutan.


a. Memeriksa apakah kayu tersebut merupakan hasil curian dari petak sekitarnya.
b. Melakukan pengukuran terhadap kayu tersebut denganmemberi tanda dan angka pada
kayu tersebut.
c. Membawa kayu tersebut ke Pos penjagaan terdekat atau di tempat yang aman sebelum
diangkut ke TPK.
d. Mencatat dan melaporkan kepada KRPH setempat dengan bukti tanda tangan KRPH pada
buku saku
e. Melacak asal kayu dan mengembangkan penyelidikan.
6. Tindakan yang harus dilakukan bila menemukan pencuri di dalam hutan.
82
a. Mengukur kekuatan lawan dan kawan.
b. Bila mampu untuk menangkap tersangka, maka tindakannya adalah :
 Menangkap dan mengamankan tersangka.
 Pengamanan kayu bukti dan barang bukti lainnya.
 Mengadakan identifikasi tunggak, tersangka dan barang bukti.
 Penyerahan tersangka dan barang bukti kepada KRPH/Pimpinan.
c. Apabila tidak mampu menangkap tersangka, maka tindakannya antara lain :
 Maka bantuan ke Pos keamanan terdekat atau ke KRPH/Pimpinan.
 Bila bantuan belum datang, pencuri sudah berhasil membawa kayu, maka petugas
harus terus mengawasi terus kemana arah larinya kayu.
 Mengidentifikasi pelaku pencurian untuk diadakan penyelidikan lanjutan.
 Melaporkan perkembangan kepada KRPH/Pimpinan.
d. Mencatat semua kejadian tersebut pada buku saku/buku catatan.
7. Tindakan yang harus dilakukan bila menemukan kayu sisa pencurian.
a. Mengamankan kayu sisa pencurian dengan prioritas dibawa ke TPK.
b. Mengidentifikasi kayu sisa pencurian dan barang bukti lainnya.
c. Melaporkan ke KRPH/Pimpinan.
d. Melacak asal kayu dan mengembangkan penyelidikan.
e. Mencatat di buku saku/catatan khusus.
8. Tindakan yang harus dilakukan bila menemukan kayu bukti
a. Mengamankan kayu bukti dan barang bukti lainnya.
b. Mengidentifikasi kayu bukti dan barang bukti lainnya.
c. Identifikasi tersangka.
d. Menyerahkan barang bukti dan tersangka (bila ada) kepada KRPH/Pimpinan.
9. Tindakan yang harus dilakukan bila melihat/betemu dengan orang yang membawa kayu
rencek.
a. Memeriksa kayu tersebut apakah memang kayu tersebut termasuk dalam ukuran/sortimen
kayu rencek.
b. Apabila diantaranya terdapat kayu yang termasuk ukuran kayu perkakas (bukan rencek)
agar dilakukan penyitaa, termasuk alat tebangnya (kapak/pecok).
c. Memberikan penyuluhan dan peringatan kepada pelaku tersebut untuk tidak mengulangi
tindakan tersebut.
10. Tindakan yang harus dilakukan bila melihat/bertemu kendaraan bermotor di dalam hutan.
a. Menanyakan maksud dan tujuan berada di dalam kawasan hutan
b. Memeriksa kendaraan bermotor tersebut apakah membawa alat-alat tebang/alat pemotong
lainnya.
c. Menyarankan kepada pengendara untuk meninggalkan lokasi kawasan hutan kalau tidak
ada kepentingan yang lain.
11. Tindakan yang harus dilakukan bila mengetahui/berhadapan dengan massa yang
mencurigakan.

83
a. Mengawasi massa tersebut dari jauh meliputi : gerak-gerik, aktifitas yang dilakukan dan
tujuan mereka.
b. Apabila massa tersebut melakukan tindak kejahatan hutan agar segera melaporkan kepada
Pos jaga dan KRPH setempat untuk memperoleh bantuan.
c. Mencatat dalam buku saku/buku catatan khusus.
12. Cara-cara pengecekan Pal Patas .
a. Menyisir sepanjang alur batas petak serta melakukan pemeriksaan pal-pal yang ada di
sepanjang alur batas tersebut.
b. Mencatat pal-pal yang rusak, hilang atau bergeser yang di temui sepanjang penyisiran
pada alur batas petak tersebut.
c. Melaporkan kepada KRPH/Pimpinan setempat.
13.Tindakan yang harus dilakukan bila menemukan penggarapan liar.
a. Mencatat lokasi terjadinya penggarapan liar.
b. Mencatat pelaku penggarapan liar.
c. Mengingatkan par penggarap bahwa perbuatannya melanggar hokum.
d. Melaporkan kasus penggarapan liar tersebut kepada KRPH setempat atau pimpinan
setempat
14.Tindakan yang harus dilakukan bila pengembalaan ternak di dalam kawasan.
a. Member arahan denganbijak terhadap pemilik ternak untuk tidak melakukan
pengembalaan ternak pada kawasan hutan tersebut.
b. Memasang papan larangan khusus pengembalaan pada areal yang sering dijadikan lokasi
pengembalaan.
c. Menyarankan untuk digembalakan pada lokasi yang diperbolehkan.
15.Tindakan yang harus dilakukan bila melihat/menemukan titik api.
a. Memadamkan titik api tersebut apabila titik api masih kecil.
b. Apabila tidak mampu agar melaporkan secepatnya ada titik api kebakaran tersebut
kepada KRPH/atasan langsung dan kepada satgasdamkar.
c. Bersama-sama dengan satgasdamkar melakukan pemadaman.
16. Tindakan yang harus dilakukan bila melihat dan menemukan terjadi bencana alam.
a. Melaporkan kepada KRPH/atasan langsung perihal kejadin tersebut.
b. Memeriksa dan menginventarisasi lokasi bencana alam apakah ada korban jiwa.
c. Menghimpun jumlah pohon yang roboh dan mencatat serta melaporkan-nya kepada
KRPH/Pimpinan.
17. Tindakan yang harus dilakukan bila menemukan mayat/ korban di dalam hutan :
a. Mencatat lokasi ditemukannya korban/mayat yang ditemukan.
b. Melaporkan kepada KRPH/Pimpinan perihal kejadian penemuan mayat/korban.
c. Melaporkan kepada petugas kepolisian perihal kejadian tersebut.
d. Bersama-sama petugas kepolisisan membantu penanganan kejadian di TKP.

D. Pengawalan
1. Pengawalan tersangka.

84
Sebelum melaksanakan pengawalan tersangka wajib terlebih dahulu dilakukan tindakan
penggeledahan badan terhadap tersangka.
a. Pengawalan berjalan kaki di jalan umum.
 Tersangka diborgol tangannya, tahanan yang lebih dari satu orang, supaya berjalan
beriringan secara berdampingan dan diborgol satu sama lain.
 Baik pengawai maupun tahanan jangan sampai berbicara dengan orang umum.
 Selama perjalanan, tahanan dapt diberikan minum dan kesempatan untuk membuang air
apabila yang bersangkutan meminta.
 Salah seorang petugas atau lebih harus berjalan dibelakang orang-orang tahanan,
lainnya di depan kanan kiri tersangka.
b. Pengawalan tersangka dalam kendaraan.
 Tersangka diborgol tangannya.
 Tidak membawa tersangka disamping pengemudi.
 Sewaktu meninggalkan kendaraan agar diperiksa apakah ada benda yang sengaja
ditinggalkan oleh tahanan di dalam kendaraan.
c. Pengawalan dengan sepeda/sepeda motor.
 Dilakukan hanya dalam keadaan terpaksa.
 Tahanan harus diborgol.
 Diawasi dari belakang oleh petugas lain yang mengiringi.
2. Cara pengawalan terhadap barang bukti.
a. Sisa pencurian.
 Kayu diangkut ke TPK atau tempat penyimpanan lain yang aman dengan dilakukan
pengawalan dari petugas Perhutani.
 Barang bukti kayu tersebut harus disertai dengan daftar angkutan kayu (BK 304/DK 304
b)
 Petugas mengamankan barang bukti kayu di TPK dan menyerahkan daftar
pengangkutan kayu (DK 304) DK 304b kepada petugas TPK yang menerimanya.
b. Barang bukti
 Kayu diangkut ke TPK atau tempat penyimpanan lain yang aman dengan dilakukan
pengawalan oleh petugas Perhutani.
 Barang bukti kayu tersebut harus dilampiri dengan daftar penitipan barang bukti.
 Petugas mengaman kan barang bukti kayu di TPK dan menyerahkan daftar penitipan
barang bukti.
 Petugs melaporkan kepada KRPH.

3. Pengamanan terhadap tamu.


a. Petugas terlebih dahulu memeriksa dan mengamankan terlebih dahulu jalan yang akan
dilewati oleh tamu.

85
b. Menempatkan petugas pada lokasi-lokasi yang strategis dengan pertimbangan
kemungkinn munculnya gangguan keamanan.
c. Sebagian petugas melakukan pengawalan langsung terhadap tamu.
d. Petugas meninggalkan lokasi apabila tamu dan rombongan sudah benar-benar
meninggalkan lokasi yang dituju.

 Pembuatan Laporan
Dalam Kegiatan melacak asal kayu dan mengembangkan penyelidikan, dibuatlah Laporan
Huruf A (Letter A) pada DK No. 446

2. Pelaksanaan Penyadapan
2.1 Sadap Buka
Sadap buka adalah pembukaan quare permulaan setinggi 20 cm dari tanah. Setelah
semua persiapan selesai (akhir bulan Desember). Selanjutnya dibuat quare permulaan
pada bagian pohon dengan ukuran lebar maks. 6 cm, tinggi 10 cm dari dari permukaan
tanah, mengguankan petel sadap dengan kedalaman quare 1,5 cm (tidak termasuk tebal
kulit). Perlu ditegaskan kepada penyadap bahwa pembuatan quare lebih dari 1,5 cm
tidak akan menambah hasil getah, bahkan akan merusak pohon sehingga akan
berpengaruh buruk terhadap produksi getah.

Alat Alat Perlengkapan


Untuk pelaksanaan penyadapan diperlukan alat-alat dan perlengkapan sebagai berikut :
 Petel sadap atau kadukul  Batu pengasah
 Keruk getah  Minyak tanah
 Parang  Penutup tempurung
 Talang seng  Paku penahan tempurung dan seng
 Tempurung  Alat pengukur dan dalam quare
 Kotak kayu/kaleng pungutan  Alat pembuatan bahan rencana quare
getah
a. petel sadap harus dijaga tetap tajam, sehingga penyadap harus selalu siap dengan batu asah.
b. petel harus selalu bersih dari kotoran (getah yang menempel).apabila petel kotor karena
terkena getah yang melekat, maka harus dihilangkan dengan minyak tanah.
d. apabila di perlukan, guna meningkatkan produktifitas getah, quare dapat di semprot dengan
cairan asam stimulantia (CAS) dengan ketentuan sbb :
 Perlakuan dengan CAS dapat digunakan pada tegakan pinus yang terletak pada
ketinggian lebih dari >700 m dpl.
 Terhadap kondisi khusus dimana tegakan pinus yang terletak pada ketinggian ≤700 m dpl
diperlukan pemberian CAS, agar dilakukan pemeriksaan lapangan (dituangkan dalam
BAP) untuk diuslkan ketingkat unit.
 Pemberian CAS harus dilakukanj dengan cermat dan hati-hati.
86
 Standart konsentrasi menggunakan perbandingan 10% sampai 15% untuk metode quare.
 Agar penggunaan CAS efektif, perlu penyesuaian konsentrasi sesuai situasi dan kondisi
lapangan (ketinggian tempat dll )serta keadaan musim (musim kemarau atau musim
hujan ) berdasarkan ketentuan penggunaannya.
 Pemberian CAS tidak langsung diberikan pada waktu bersamaan dengan pembaharuan
quare, namun diberi senggang waktu dengan ketentuan :
o Apabila pembaharuan quare pada pagi hari, maka pemberian CAS pada sore hari
atau keesokan harinya.
o Pemberian CAS tidak boleh dilakukan ketika cuaca panas/siang hari terik.
 Air yang digunakan untuk campuran CAS harus lah air yang benar-benar bersih.
c. untuk menghindari dari kotoran dari air hujan, sebaiknya tempurung penampung getah diberi
penutup.
Pemasangan talang tidak pada bagian kayu tetapi ditempelkan saja pada tepi quare dan
dipaku pada kedua sisi nya agar tidak menggangu aliran getah kebawah. Ukuran talang
8x5cm dengan bentuk curve atau cekung dari seng galvanisir (tinpalt). Pembersihan talang
yang kotor tidak diperkenankan dengn cara di bakar/di panasi karena akan berakibat
terhadap kebersihan warna getah.
Getah akan keluar dari kayu yang lunak dari atas, samping dan bawah. Tempurung
dipasang 5cm dibawah talang sebagai penampung getah.

2.2 Sadap Lanjut


a. Sadap lanjut (pembaharuan quare) harus dilakukan tepat waktu dengan ketentuan sbb :
 3 hari sekali bila tidak menggunakan CAS
 5 hari sekali bila menggunakan CAS

Dilakukan diatas luka yang telah ada dengan pembaharuan sepanjang 5 mm.
Dengan demikian luka sadapan dalam 1 bulan terdapar 30/3 x 5 mm = 5 cm (maksimum)
Dalam 1 tahun terdapat 12 x 5 cm = 60 cm dan dalam 4 tahun setinggi 250 cm (termasuk
quare permulaan setinggi 10 cm).

Pada setiap mulai pembaharuan quare, talang dan tempurung harus dipisahkan terlebih
dahulu atau di tutup, hal tersebut agar talang dan tempurung tidak terkena serpihan kayu
(tetel).
Setelah pembaharuan quare mencapai 20 cm (setiap quare bertambah 20 cm), talang dan
tempurung harus dinaikan.
Selanjutnya dilakukan kegiatan penyadapan pada pohon yang sama pada bidang lain yang
tetap diawali dengan pembersihan kulit dan pembuatan mal sadap baru dengan jumlah
quare yang di perkenankan :
 Keliling 65-124 cm sebanyak 1 quare hidup.
 Keliling 125-175 cm sebanyak 2 quare hidup
 Keliling 176cm-Up maksimal 4 quare hidup.
87
VI. PEMUNGUTAN GETAH
1. Frekuensi/periode pemungutan/pelundangan getah adalah sbb :
 Pemungutan/pelundangan getah untuk pohon-pohon yang “bocor getah” dilakukan
maks. 7 hari sekali(setelah dilakukan 2 kali pembaharuan quare, 1 kali
pemungutan/peludangan) dan langsungdi setor ke TPG hari itu juga.
 Pemungutan atau peludangan getah untuk pohon-pohon yang “kurang bocor getah”
dilakukan maksimal 9 hari sekali (setelah dilakukan 3 kali pembaharuan quare, 1x
pemungutan atau peludangan ) dan langsung di setor ke TPG hari itu juga.

2. Getah di pungut dan dibersihkabn untuk selanjutnya dipikul ke TPG :


2.1. Getah yangberada pada batok
2.2. Getah ( kering ) yang menempel pada saluran koakan.
2.3. Getah yang menempel pada daun/ serasah.
2.4. Cara membersihkan kotoran :
 Getah yang berada dalam batok : sebelum di pungut, getah dalam batok harus
dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang menepel ( tatal, daun, ranting,
tanah,dsb) dan air.
 Getah yang menempel pada saluran bekas koakan : getah yang telah kering yang
masih menempel padsa saluran koakan agar di kerok dan disimpan pada wadah
tersendiri / dipisahkan.
 Getah yang tercampur serasah/daun : pada serasah daun yang dibersihkan dari
batok masih terdapat getah nya, agar dibersihkan dengan cara diurut untuk
selanjutnya disimpan/ disatukan dengan getah dari batok.

Pemungutan getah harus menggunakan alat keruk, selanjutnya getah dikumpulkan dalam
kotak yau atau ember kaleng plastik (kapasitas 20 – 25 kg).

3. Pada akhir proses pengerukan/ peludangan agar dilakukan pembersihan batok sehingga
benar-benar bersih dari sisa-sisa kotoran/getah, hal ini untuk menghindari pencamouran
getah lama dan baru yang nanti nya akan mempengaruhi mutu getah.
4. Selanjutnya getah langsung diangkut/dipikul ke TPG dan tidak diperkenankan untuk
singgah/disimpan di tempat lain.
5. Di TPG di sediakan bak penampungan getah terpisah menurut mutu getah terbuat dari
semen atau kayu/papan yang dilengkapi dengan kran pembuka. Alat-alat yang harus
tersedia di TPG adalah alat timbang, saringan getah, drum plastik, dan contoh mutu
getah.
6. Dari TPG diangkut dengan drum plastik ke PGT. Dapat pula dilaksanakan getah
tidak dituang kedalam bak penampungan di TPG, tetapi langsung di masukan kedalam
drum bekas/ plastik (sebelum nya telah melalui proses pemeriksaan dan pembersihan
kotoran dan air) serta penentuan mutru getah.
88
VII. Penerimaan Getah di TPG
1. Setelah getah sampai di tpg, mandor sadap harus segera memeriksa kondisi getah yang
dikirim penyadap (kandungan/kadar kotoran dan air). Apabila getah masih mengandung
air (muncul dipermukaan), maka harus segera dibuang. Getah yang tercampur kotoran
harus dilakukan penyaringan dan kandungan/kadar kotoran maksimal 5 % ( liat lampiran
1).
2. Getah ditimbang dan dicatat berat nya kemudian dituang kedalam drum plastik. Cara
pengukuran/penimbangan seperti prosedur pada Bab IX (Pengukuran/Penimbangan
Getah Pinus).
3. Selanjutnya dilakukan penentuan mutu getah dengan cara sortasi sesuai pedoman sortasi
getah tusam seperti prosedurBbab VIII (Pedoman Sortasi Getah Pinus).
4. Getah di terima sesuai berat dan mutu hasil sortasi Mandor Penerimaan dan langsung
dibayar kepada penyadap dengan sistem kontanan.
5. Setelah sortasi dan penerimaan, getah segera dimasukan kedalam bak atau drum secara
terpisah menurut mutu nya (mutu A atau mutu B).
6. Untuk mencegah penurunan mutu getah, maka persediaan getah dalam drum di TPG
harus dalam keadaan tertutup. Getah tersimpan di TPG tidak boleh lebih dari 7 (tujuh)
hari.

VIII. Pedoman Sortasi Getah Pinus


Dalam pedoman ini, sortasi mutu getah pinus mengacu pada standar nasional indonesia SNI-
01-5009.4-2001 getah tusam.
1. Ketentuan Standar Mutu Getah Pinus
1.1 standar mutu getah pinus didasarkan pada kadar air, kadar kotoran dan warna
1.2 standar mutu getah pinus merupakan hasil analisa lab. Yang dibedakan atas 2 jenis
yaitu mutu A dan mutu b dan dibuatkan contoh. Adapun ketentuan mutu getah pinus :
a. mutu A dengan persyaratan :
 kadar air ≤ 3 %
 kandungan/kadar kotoran ≤ 4%
 warna putih.
b. Mutu B dengan persyaratan :
 Kadar air ≤ 3%
 Kandungan/kadar kotoran ≤4% - 5,0%
 Warna putih sampai keruh kecoklat-coklatan.
1.3 Contoh standar mutu getah pinus ditempatkan dalam tabung kaca ukuran 250 ml.
1.4 Contoh standar mutu dibagikan kesetiap TP getah dan PGT dan harus dipoerbaharui
setiap tahun dan penyediannya oleh biro produksi.
1.5 Dalam rangka terus meningkatkan keterampilan mandor penerimaan getah dalam
bidang pengujian mutu getah, petugas penguji yang ditunjuk agar secara berkala
memberikan bimbingan teknis pengujian mutu getah.
2. Prosedur Penentuan Sortasi Mutu Getah Pinus di TPG.
89
Pelaksanaan sortasi mutu getah dilakukan poleh mandor sadap mandor tpg dibawah
pengawasan asper/KBKPH atau penguji Tk.I/penguji Tk.II yanmg telah memiliki sim
gondorukem dan terpentin sbb :
2.1 Sortasi mutu getah pinus dilakukan dengan cara kasat mata
2.2 Sebelum dilakukan sortasi, air dibuang terlebih dahulu
2.3 Aduk getah yang ada dalam drum dengan tongkat sampai kedasar drum hingga
merata, kemudian tongkat diangkat
2.4 Cocokkan penampakan warna getah yang melekat pada tongkat dengan contoh
standar getah mutu A atau mutu B.
2.5 Apabila getah mudah diaduk dan penampakan warnanya seperti contoh standar getah
mutu A, maka getah tersebut ditetapkan sebagai getah mutu A
2.6 Apabila getah tidak mudah diaduk dan penampakan warnanya seperti contoh standar
getah mutu B, maka getah tersebut ditetapkan sebagai getah mutu B.
2.7 Apabila getah tidak mudah diaduk dan penampakan warnanya seperti contoh standar
getah mutu A , maka getah tersebut ditetapkan sebagai getah mutu B.
2.8 Apabila getah tidak mudah diaduk dan penampakan warnanya tidak sama atau lebih
jelek dari contoh standar mutu B , maka getah tersebut “tidak diterima” (tolak uji)

3. Apabila masih terdapat keragu-raguan dalam hal sortasi getah setelah ditempuh prosedur
seperti tersebut diatas, maka dapat dilakukan teknik sortasi secara sederhana di TPG
dengan ketentuan sbb :
3.1 Bahan
Minyak tanah dan pelarut sejenis
3.2 Peralatan
a. Ember plastik atau kaleng yang tidak terkontaminasi
b. Tongkat yang tidak terkontaminasi
c. Saringan ukuran 200 mesh (alat penyaring santan kelapa)
d. Corong plastik diameter 15 cm
e. Timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,1 gram
3.3 Pengambilan contoh
Cara pengambilan contoh diusahakan secara acak dan mewakili.
3.4 Prosedur kerja
a. Pengukuran kotoran
1. Timbang getah pinus ± 1 kg (A kg) dalam ember plastik (kaleng) yang telah
diktahui beratnya.
2. Tambahkan minyak tanah sebanyak 250 gram (25%) kemudian lakukan
pengadukan hingga getah tersebut larut
3. Panaskan larutan getah tersebut diatas atas air mendidih selama 90 menit.
4. Timbang alat saringan 200 mesh ( B kg )
5. Lakukan penyaringan dan tamping larutan filtrasi pada ember (kaleng) lain
yang sudah disiapkan.
6. Timbang saringan dan kotoran ( C kg )
7. Hitting kadar kotoran dengan rumus :

90
Kadar kotoran
b. Pengukuran kadar air.
1. Larutan sisa filtrasi pada pengukuran kadar kotoran dibiarkan slama 30 menit
agar terjadi pemisahan antara air dan larutan getah.
2. Timbang ember ( kaleng ) lain yangsudah disiapkan untuk menampung air ( D
kg )
3. Tuangkan air yang sudah terpisah pada ember ( kaleng ).
4. Timbang ember (kaleng) yang berisi air ( E kg )
5. Hitung kadar air dalam rumus :

Kadar Air
IX. Pengukuran Berat Getah Pinus.
1. Alat-alat yang diperlukan di tiap TPG dilengkapi dengan :
 Peti pikul/ember pikul kapasitas 50-70 kg/pasang.
 Timbangan gantung atau dacin kapasitas ± 100 kg.
 Drum fiber glass kapasitas 125-150 kg
 Timbangan duduk kapasitas 200 kg.
2. Alat timbang yang dipergunakan harus secara rutin ditera ke instansi yang berwenang.
3. Prosedur penimbangan getah di TPG yang tidak ada bak penampung getah
(menggunakan timbangan gantung), sbb :
a. Imbang drum fiber glass kosong untuk wadah getah yang akan diangkut ke PGT
b. Getah yang diterima ditimbang dengan wadahnya (ember/peti pikul)
c. Getah dipindahkan kedrum fiber kosong untuk di angkut ke PGT, satu drum untuk
satu mutu.
d. Timbang ember atau peti pikul tempat pengumpulan getah yang telah kosong
e. Berat bersih getah yang diterima Berat bruto getah yang dikirim ke PGT (
f. Setiap drum diberi label yang berisi :
- KPH, BKPH, TPG.
- Berat bruto, berat neto.
- Nomor drum, mutu
- Ditandatangani mandor TPG.
g. Pencatatan Administrasi.
4. Prosedur penimbangan getah di TPG yang ada bak penapung getah ( menggunakan
timbangan duduk ), Sbb :
a. Getah dimasukan kedalam bak penampung getah berdasarkan mutunya
b. Timbang ember atau peti pikul tempat pengumpul getah yang telah kosong
c. Berat bersih yang diterima
d. Timbang drum fiber galss kosong untuk wadah getah yang akan diangkut ke PGT
e.. Isi dum fiber glass yang telah diketahui berat nya da langsung ditimbang dengan
timbangan duduk ( berat bruto ).
f...Berat bersih getah yang diterima PGT
91
g.. Pemberian label dan catatan administrasi.
Contoh tabel :

KPH :
BKPH :
TPG :

Mutu Getah :
Berat Getah (kg) :
Mandor TPG :

No. Drum :
Berat drum Kosong (Kg) :
Berat drum isi (Kg) :

5. Prosedur penimbangan di PGT (menggunakan timbangan duduk)


a. Timbang drum fibar beserta isinya,
b. Getah dituang ke dalam bak getah,
c. Timbang fiber kosong, berat netto diperoleh,
d. Cocokan dengan DK 304 atu Perni 51.

X. Pengangkutan ke PGT
1. Setelah getah hasil penimbangan terkumpul (kurang lebih 1 rit angkutan), getah harus
diangkut ke PGT.
2. Sebelum getah diangkut,mandor sadap harus mengontrol getah nya di TPG masing-
masing, apabila masih terdapat air dan kotoran muncul di permukaan drum, getah harus
dibersihkan kembali.
3. Untuk menghindari tumpahnya getah dalam pengangkutan, pengisian drum fiber
tidak bolah penuha dan ditutup rapat.
4. Asper/KBKPH dan KRPH secara sampling harus mengecek kondsi getah sebelum
diangkut.
5. Toleransi susut berat getah setelah diangkut dari TPG ke PGT maksimal 2,5 %.

XI.Pengawasan dan Pengendalian


1. Untuk menunjang keberhasilan penyadapan getah pinus di perlukan pengawasan dan
pengendalian yang efektif namun efisien sehingga menghasilkan produksi getah yang
optimal sesua target/sasaran yang telah ditetapkan baik volume maupun mutunya.
2. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian harus dilaksanakan pada taapan
penyadapan muli tahap perencanaan sampai tahap pengangkutan getah ke TPG a.l :
a. Pembentukan organisasi dan kesepakatan kerja
b. Batas petak/anak petak dan batas blok penyadapan.
c. Sensus dan penomoran pohon.
d. Pembersihan kulit pohon.
e. Kesiapan dan kelengkapan alat-alat sadap.
92
f. Pembuatan mal sadap.
g. Pembuatan quare (lebar, tebal, tinggi).
h. Pemasangan dan menaikan talan dan tempurung.
i. Pemungutan atau peludangan (tepat waktu, teknis dll)
j. Perlakuan CAS (ketinggian, komsentrasi, waktu dll).
k. Proses sortasi getah dihutan mapun di TPG (pembuangan kotoran, air, penyaringan
getah, penimbangan dll).
l. Proses penentuan mutu getah.
m. Kelancaran proses pembayaran kepada penyadap.
n. Proses pengangkutan getah.
o. Nihilisasi persediaan getah di TPG.
3. Mewajibkan kepada mandor sadap memiliki buku pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan penyadapan, meliputi :
a. Buku Register Petak Pangkuan Penyadapan (Lampiran 2)
b. Buku Kemajuan Produksi Getah (Lampiran 3).
c. Buku Pegawasan Pembaharuan Quare dan Peludangan (Lampiran 4).

4. Menyusun mekanisme pelaporan harian, mingguan dan periode dari tigkat pelaksana
(asper/KBKPH dan jajarannya) ke KPH di sesuiakan dengan kondisi stempat.
Slanjutnya KPH menyampaikan laporan ke tingkat unit sebagai bahan laporan
ketingkat direksi sesuai tata waktu yang ditetapkan.

5. Disamping pengawasan dan pengendalian fisik dan administrasi, factor keselamatan


kerja juga harus mendapat perhatian dan pengendalian melalui sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), meliputi :
Persedian obat-obatan (P3K) di TPG.
a. Penggunaan alat-alat keselamatan kerja.
b. Pelaksanaan produksi getah mengikuti prosedur keselamatan kerja.

XII. Gugus Kendali Mutu (GKM)


1. Menggalakan tumbuhnya Gugus Kendali Mutu (GKM) sampai tingkat penyadap
sebagai sarana pembinaan kelompok, upaya meningkatkan keterampilan produktivitas
dan pemahaman manajemen partisifatif.

2. Agar dalam pelaksanaan penyadapan dapat dicapai hasil yang optimal perlu diadakan
latihan penyegaran kepada para penyadap secara periodik tentang cara-cara
penyadapan yang benar dan memahami apa akibatnya bila terjadi penyimpangan
pelaksanaan.

3. Perlu dikembangkan cara-cara pengujian kualitas getah yang praktis dan cepat untuk
menentukan mutu getah yang baik, sedang, dan kotor.

93
XIII. Penatausahaan Hasil Hutan (TUHH) Getah
Dalam rangka tertib fisik maupun administrasi dan kepentingan pengawasan,
pengendalian, diperlukan dukungan pelaksanaan administrasi yang memadai, meliputi :

1. Penerimaan
Penerimaan getah di TPG mandor penerimaan wajib mengginakan blanko DK.PHT.02 c
dan gabungannya DK.PHT.305/2, dilampiri kwitansi pembayaran

2. Pengangkutan
 Pengangkutan getah dari TPG ke PGT dalam wilayah KPH, wajib menggunakan
blanko DK.PHT.21/3, dan gabungannya DK 305 a/2 dilampiri kwitansi pembayaran
 Pengangkutan getah dari TPG ke PGT KPH lain, wajib menggunakan SKSHH
dilampiri DK/PHT.09 serta dilengkapi Perni 51
 Apabila pengangkutan getah diprlukan angkutan antara, wajib menggunakan
blanko DK.PHT.21a/3, dan gabungannya menggunakan blanko DK 305 b/2

3. Pembetulan
Apabila terdapat perubahan volume atau mutu akibat penerimaan di PGT, maka Mandor
Penerimaan wajib membuat daftar pembetulan dengan menggunakan blanko DK 306
sebagai dasar penyesuaian persediaan

4. Sisa persediaan
a. Setiap hari Mandor Penerima wajib membuat Pertelaan Persediaan Getah di TPG
mengguanakan blanko DK 307
b. Setiap akhir periode pembayaran Mandor Penerimaan wajib membuat laporan :
 Sisa Persedian getah di TPG menggunakan blanko DK 328 b
 Lamporan Perubahan Hasil hutan atas dasar bukti-bukti penambahan,
pengurangan dan pembetulan, menggunakan blanko DK 311 b
c. Setiap bulan Mandor enerimaan Wajib membuat Laporan Mutasi getah di TPG
menggunakan blanko DK.PHT 12

5. Pelaporan
a. Asper/KBKPH mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi getah secara harian ke
KPH meliputi : produksi, angkuan, sisa persediaan
b. KPH wajib mengirimkan laporan Kemajuan Priduksi getah ke Unit setiap periode,
meliputi : produksi, angkuan, sisa persediaan
c. Unit Wajib mengirimkan laporan kemajuan produksi getah ke direksi setiap periode/2
(dua) minggu sekali, meliputi : produksi, angkuan, sisa persediaan.

94
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Persemaian
Kegiastan yang dilaksanakan di Persemaian Permanen Garahan yaitu
pengunduhan stek pucuk JPP, penaburan benih pinus, penyiangan persemaian
pinus, pemindahan bibit dari bedeng induksi ke bedeng aklimatisasi.
2. Penanaman
Kegiatan yang dilakukan pada saat kegiatan penanaman yakni pembersihan areal,
pembuatan lubang tanam.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilaksanakan yakni PCP, setelah PCP selesai dibuat akan
dilaksanakan kegiatan penjarangan. Penjarangan dilaksanakan 2 tahun setelah
PCP.
4. Tebangan
Sebelum kegiatan tebangan dilaksanakan kegiatan klem. Klem adalah kegiatan
mengukur keliling pohon serta pemberian nomor pohon. Klem dilaksanakan 2
tahun sebelum penebangan.
5. TPK
Kegiatan yang ada TPK yakni penerimaan kayu, pengukuran ulang, pengujian
kayu, penentuan mutu kayu, pengkaplingan kayu, serta pemasaran kayu.
6. Keamanan Hutan
Kegiatan patroli hutan dilaksanakan bersama-sama dengan mandor setempat.
Untuk daerah kelas hutan pinus, keadaannya relative aman. Sedangkan untuk
daerah hutan jati dan mahoni rawan terjadi pencurian kayu serta penambangan
7. Sadap Pinus

95
Untuk KPH Jember sistem sadap yang digunakan yakni sitem quare. Pohon
pinus yang siap disadap minimal berumur 16 tahun

8. Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT)


Setelah getah pinus terkumpul di TPG, maka getah-getah tersebut diangkut ke
PGT, lalu diolah menjadi gondorukem dan terpentin.

B. Saran
1. Untuk memperlancar pelaksanaan praktek di lapangan maka perlunya
pengawasan dari guru pembimbing terhadap praktik siswa.
2. Diharapkan perlu adanya komunikasi yang lebih baik lagi antara pihak sekolah
dengan pihak Perhutani. Sehingga ke depannya materi praktek yang

96
DAFTAR PUSTAKA
Direksi Perum Perhutani. 1997 . Buku Pedoman Sadapan Pinus. Jakarta
Direksi Perum Perhutani. 2010. Pendoman Pembuatan dan Pemeliharaan Tanaman Jati Plus
Perhutani (JPP). Jakarta
Direksi Perum Perhutani. 2010. Pendoman Persemaian Jati Plus Perhutani (JPP). Jakarta
Nurvana, urip Indra.2004. Pemeliharaan Tanaman. Puslitbang SDM Perum Perhutani
Pramono, Agus Astho. Pengelolaan Hutan Jati Rakyat. (Bogor : CIFOR)
Sunarto, Joko. 2008. Standard Operasional Procedure Penanganan Pencurian Kayu. Cepu
Waluyo, Teguh. 2008. Standard Operasional Procedure Pemanenan Kayu. Cepu

97

Anda mungkin juga menyukai