Disusun oleh :
Kelompok 1
Dian Rismawati 302018020 Redista rahmayanti 302018011
Silfia Ajeng Wulandari 302018022 Ica epa diana 302018047
Krisda 302018017 Wili 302018042
Dita trisnawati 302018006 Amelia Fatimah 302018036
Erica nur aviva 302018026 Neng Siska sari puspa 302018009
Dina wildasari 302018044 Dimas Aditya Saputra 302018019
Risma 302018028 Meliana fikri qurani 302018034
Resha eka f 302018012 Vera Permata Dewi 302018052
Erza Oktaria 302018001 Dini kurnia dewi 302018033
Tita indah sarirudi 302018010 Dewi Suryatiningsih 302018054
Widya Indah Nirwana 302018029
Puji syukur kami pajatkan kepada Allah SWT., atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Semoga
makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
seluruh mahasiswa dan kalangan lainnya khususnya bagi mahasiswa keperawatan.
Dalam penulisan makalah ini kami sadar masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Kami mengucapkan terimakasih dan semoga
Allah SWT., memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan
bantuan dan dapat menjadikan semua bantun ini sebagai ibadah.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan global dengan perkiraan 1,4
juta kematian dan 8,7 juta kasus baru pertahun yang dilaporkan pada tahun 2011. TB
paru sering bermanifestasi ke organ-organ lain selain paru. Manifestasi ke pleura
berupa pleuritis TB atau efusi pleura TB merupakan salah satu manifestasi TB ekstra
paru sekitar 15% kasus, angka kejadian meningkat sekitar 50% pada daerah dengan
prevalensi HIV yang tinggi. Mendiagnosis TB pleura masih sulit karena membutuhkan
tindakan diagnosik yang invasif, mahal, dan waktu yang lama, seperti biopsi pleura,
usg guiding biopsi pleura, dan operasi torakoskopi (Noefriandi, F. 2016).
Efusi pleura TB (tuberkulosis) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan
adanya penimbunan cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Efusi pleura TB hampir selalu eksudat. Adanya timbunan
cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan. Bila cairan banyak, penderita
akan sesak napas. Gejala lain yang mengarah ke efusi pleura TB seperti demam
subfebril, banyak keringat, batuk, deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat
terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan radiologi (rontgen toraks) didapatkan sudut tumpul atau
menghilangnya sudut kostofrenikus bila cairan efusi melebihi 300 ml.4 Selain itu,
dapat dilakukan torakosentesis untuk mengetahui penyebab dan jenis dari efusi pleura.
Pada orang dewasa, torakosentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien dengan
efusi pleura yang sedang-berat.
Efusi pleura TB selalu ada gambaran khas seperti adanya eksudat yang kaya limfosit
pada cairan efusi, granuloma nekrotik kaseosa pada biopsi pleura, hasil positif dari
pewarnaan Ziehl Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan efusi atau jaringan sampel
dan sensitivitas kulit terhadap Mantoux test. (Pandhika, R. 2017)
1
2
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan materi yang akan dibahas dalam makalah. Rumusan
masalah tersebut diantaranya.
1. Apa pengertian dari efusi pleura e.c TB ?
2. Apa anatomi dan fisiologi efusi pleura e.c TB ?
3. Apa saja etiologi dari efusi pleura e.c TB ?
4. Bagimana patofisiologi dari efusi pleura e.c TB ?
5. Bagimana penatalaksanaan dari efusi pleura e.c TB ?
C. Tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai dari suatu makalah. Adapun tujuan
penulisan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. untuk mengetahui pengertian dari efusi pleura ec TB;
2. untuk mengetahui anatomi dan fisiologi efusi pleura e.c TB;
3. untuk mengetahui etiologi dari efusi pleura ec TB;
4. untuk mengetahui patofisiologi dari efusi pleura ec TB;
5. untuk mengetahui penatalaksanaan dari efusi pleura ec TB.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
1. Efusi pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukkan pus atau darah.
Efusi pleura bukanlah suatu penyakit melainkan manifestasi dari berbagai
macam penyakit. Dalam keadaan normal cairan masuk ke dalam rongga pleura
dari kapiler–kapiler di pleura parietal dan diserap melalui pembuluh limfe yang
berada di pleura viseral. Cairan juga bisa masuk ke rongga pleura melalui
rongga intersisial paru melalui pleura viseral atau dari rongga peritonium
melalui celah sempit yang ada di diafragma.
Berdasarkan jenis cairannya efusi pleura dibagi menjadi :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membrane pleura
tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik
yang memengaruhi produksi dan absorpsi cairan pleura seperti (gagal
jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialisis
peritoneum).
b. Efusi pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak
dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalaman paru
terdekat. Kriteria efusi pleura eksudat :
1) Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
2) Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6
3) LDH cairan pleura 2/3 atas batas normal LDH serum
3
4
Pleura adalah membran serosa yang licin , mengkilat, tipis, dan transparan yang
membungkus paru (pulma). Membran ini terdiri dari dua lapis :
5
merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah
cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih daei cukup untuk memisahkan kedua
pleura jika terjadi, maka keebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh
limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura kemediatinum.
Permukaan superior diafragma dan permukaan lapisan pleura parietalis dan absorbai
oleh pleura fiselis. (mutaqqin 2008)
C. Etiologi
Menurut muttaqin (2008), berdasarkan jenis cairan yang dibentuk, cairan pleura
dibagi lagi menjadi transudate dan eksudat,:
1. Trabsudat, dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif ( gagal jantung
kiri), sindrom nefrotik, asitesis ( oleh karena sirosis hepatis), sindrom vena
cava supersior dan tumor.
2. Eksudat, disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infrak paru, radiasi
dan penyakit kolagen.
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi pada tuberculosis
dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura dan masuknya
Mycobacterium tuberculosis.
D. Patofisiologi
Menurut Alsagaf (1995) normalnya hanya terdapat 10-20ml cairan dalam rongga
pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun (misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
betrtambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma,
nertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung) dan tekanan negatif
intrapleura apabila terjadi ateletasis paru (muttaqin,2008).
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama hasil mikrobakterium tuberkulosa
maauk melalui saluran napas menuju alveoli, terjafilah infeksi primer. Dari infeksi
primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
7
local) dan juga diikuti dengan oembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis
regional). Peradangan pasa saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas
membran. Permeabilitas membran akn meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan
akumulasi cairan dalam rongfa pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran gerah bening.
Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan ke arah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga atau kolumna vertebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkulosa paru adalah merupakan eksudat,
yaitu berisi protein yanv terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran
protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-kadadang bisa juga
hemoragik. Dalam setiap ml cairan pleura biasanya mengandung leukosit antara 500-
2000, mula-mula yang dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfosit, cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosa. Timbulnya cairan
efusi bukanlah karena adanya bakteri tuberkulosis, tapi karena akibat adanya efusi
pleura dapat menimbulkan perubahan fisik antara lain: irama perginapasan tidak
teratur, frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yabg lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain halhal diataa ada perubahan
lain yang di timbulkan oleh efusi pleura yang diakibatjab infeksi tuberkulosa payu yaitu
peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (somantri,2008).
Penggunaan obat-obat TB dapat menyebabkan inflamasi yang menyebar pada hepar
(hepatitis). Unit fungsional dasar dari hepar tersebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar,
pola normal pada hepar terganggu. Gangguan pada suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini mwmenyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun
dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar
pasien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal (baraderu,2008).
Timbulnya ikterus karena kerusalan sel parenkim hati. Walaupun jumlah bilirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetaoi karena
8
adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran
pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati, selain itu juga terjadi kesulitan dalam
hal konjugasi akibatnya bilirubin tidak sempurna di keluarkan melalui duktus
hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel eksresi) dan regurgutasi pada
duktuli empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang
sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk) jadi ikterus yang timbul disini terutama
disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi, dan eksresi bilirubin
(smeltzer,2002). Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah
dan terbaea sampai ke hati. Disini agen infeksi menetap dan mengakibatkan
peradangan dan terjafi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan
SGOT dan SGPT). Akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan
konjugasi bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik.
Peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehingga timbul gejala
tidak nafsu makan (anoreksi) salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin,
jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitifitas,
maka hal ini merusak hati sendiri dengan berkurangnya fungsi sebagai kelenjar terbesar
sebagai penetral racun (syaifudin,2006).
Mycobacterium 9
Tuberculosa
Pathway
Droplet
Saluran pernapasan
Melepaskan progen ke
Pecahnya Limfangitis peredaran darah Inflamasi
perkijuan lokal
pada hepar
fokus sub
pleura
Merangsang sel-sel
Limfangitis darah putih (leukosit, Ggn. Suplai
ragional makrofag, limfosit) darah ke sel
hepar
Reaksi Memfagosit
Penurunan
hipersensitivitas tipe mikroorganisme
fungsi hepar
lambat penyebab infeksi
Gangguan
Limfosit melepaskan Mengeluarkan zat
metabolik
limfokin kimia pirogen endogen
IL-1 dan TNF-α
(monosit) Gangguan
Peningkatan
permeabilitas kapiler
metabolik
terhadap protein albumin
Termoreseptor di
hipotalamus
Peningkatan hidrostaltik Peningkatan
di pembuluh darah resistensi
Membentuk aliran darah
prostaglandin
Pusat termoregulasi
10
Hipoalbumin
Ekspansi paru Pemasangan WSD
tidak maksimal
Tekanan Ketidakseimba
Terputusnya
osmotik plasma ngan nutrisi
Suplai O2 ke continuitas
menurun kurang dari
jaringan menurun jaringan luka
kebutuhan
bakar
Tekanan
Kompensansi hidrostaltik
Mediator
tubuh untuk meningkat
masuknya
mendapatkan
mikroorganisme
suplai O2 ke
dalam darah
Perpindahan
Resiko infeksi cairan
intertestinum
Frekuensi nafas ke interfisil
meningkat
Edema
Ketidakefektifan
pola nafas
11
Peningkatan
metabolisme
anaerob
Peningkatan
asam laktat
Intoleransi
Imobilisasi fisik
aktivitas
Tidak melakukan
praktik ibadah
Ketidaktahuan
praktik ibadah di
tempat tidur dan
tidak tahu cara
bertayamum
Hambatan
religius
12
E. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan dignostik
a. Pemeriksaan radiologi (rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih dari 300ml, akan
tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat
pergeseran di mediastinum.
b. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehydrogenase/LDH, protein), analisis sitologi
untuksel-sel malignan dan PH.
c. Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukan 50-75% diagnosis kasus pleura tuberculosis dan tumor pada
pleura. Bila hasil biopsy pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopy
ulang. Komplikasi biopsy adalah pneumotorik, hemotorak, penyebaran
infeksi atau tumor pada dinding dada.
2. Penggunaan obat-obatan
a. Penggunaan obat efusi pleura
Penggunaan berbagai obat-obatan pada efusi pleura selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan
oembentukan cairan karena malignacie adalah karena erosi pembuluh
darah. Oleh karena itu penggunaan sitostatik tryetilenthiyophosporamide,
nitrogen mustat dan penggunaan zat-zat lainnya seperti atabrineu atau
penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena
tidak menyentuh pada patofisiologi dari terjadinya cairan pleura.
b. Obat anti tuberculosis (OAT)
Program penanganan TBC secara nasional mengacu oada strategi DOTS
yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai
penularan (Widoyono,2011). Pengobatan tuberculosis paru menggunakan
13
dari rongga pleura diterima oleh botol satu. Udara dari botol satu disalurkan
ke botol dua, udara keluar dari air, menuju ventilasi udara. Cairan dari
rongga pleura tetap didalam botol satu. Sistem ini menggunakan gravitasi
dan tekanan ekspirasi positif untuk drainase.
Sistem tiga botol mempunyai sebuah botol pengumpul (1), sebuah botol
water seal (2), dan sebuah botol control penghisapan (3), fungsi botol satu
dan dua sama dengan sistem dua botol kecuali bahwa botol dua
disambungkan ke botol tiga. Botol tiga mempunyai sebuah selang control
manometer dibawah permukaan air steril. Kedalaman selang dibawah
permukaan air ini menentukan besarnya penghisapan pada rongga pleura.
Botol control penghisapan mempunyai saluran lain yang digunakan untuk
penghisapan. Sistem ini menggunakan tekanan ekspirasi positif, gravitas,
dan penghisapan untuk drainase.
b. Sistem Unit Disposibel
Sistem unit disposibel terdiri atas tiga ruangan ruang pengumpul dengan
sub ruangan ruang water seal, dan ruang penghisapan. Ketinggian cairan di
ruang penghisapan menentukan besarnya tekanan penghisapan yang
diberikan kepada klien. Konfigurasi yang tepat dari ruangan ini berbeda-
beda sesuai pabriknya. Pada beberapa alat, bila ruangan pengumpul terisi
oleh drainase, ruang ini dapat diganti atau dipasang kembali tanpa
mengganggu keseluruhan sistem.
Tujuan dari tindakan WSD
1. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga toraks
2. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
3. Mengembangkan kembali paru yang kolaps
4. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
5. Mengembalikan fungsi paru yaitu “mechanis of breathing”
15
11. Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan
yang dibuang.
12. Lakukan pemijatan pada siang untuk melancarkan aliran.
13. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis,
emphysema subkutan.
14. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif.
15. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
16. Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD.
17. Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan
latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
Perawatan pada pasien yang menggunakan WSD
1. Kaji adanya stress pernafasan dan nyeri dada; bunyi nafas di daerah paru
terkena dan TTV stabil.
2. Observasi adanya distress pernafasan.
3. Observasi :
a. Pembalut selang dada : observasi selang untuk melihat adanya lekukan,
lekukan yang menggantung bekuan darah.
b. Sistem drainage: segel air untuk melihat fluktasi insfirasi dan ekspirasi
pasien, gelembung udara di botol air tersegel atau ruang.
c. Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika
penghisap digunakan.
Dampak Efusi Pleura Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
1. Sistem pernafasan
Terakumulasinya cairan di rongga pleura menyebabkan tekanan terhadap
paru-paru yang dapat menyebabkan sesak nafas.
2. Sistem kardiovaskuler
Adanya peningkatan denyut nadi dam manifestasi dari sesak nafas karena
terjadi konfensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen.
17
3. Sistem pencernaan
Kegagalan nafas mengakibatkan aliran oksigen ke otak berkurang
diteruskam ke hipotalamus merangsang nervus fagus dan mengakibatkan
peningkatan asam lambung maka terjadi mual dan tidak ada nafsu makan.
4. Pola aktivitas sehari-hari
Sesak nafas dapat menyebabkan terjadinya gangguan pola aktivitas
sehingga pasien membatasi aktivitas harian.
Indikasi Pengangkatan Selang Dada
1. Satu hari setelah berhentinya kebocoran udara.
2. Drainase kurang dari 50-100 cc cairan per hari.
3. 1-3 hari pasca bedah jantung.
4. 2-6 hari pasca bedah thoraks.
5. Kosongnya rongga empiema.
6. Drainase serosanguinosa (cairan serous) sekitar sisi pemasangan selang
dada (Somantri,2008).
4. Prosedur Diet
Menurut Almatsier (2009) tujuan diet pada efusi pleura adalah memberikan
makanan secukupnya, mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau
air. Diet pada efusi pleura antara lain:
a. Energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang
normal.
b. Protein yang cukup yaitu 0,8 gram/kgBB.
c. Lemak sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total (10% dari lemak
jenuh dan 15% dari lemak tidak jenuh)
d. Vitamin dan mineral yang cukup
e. Diet rendah garam (2-3 gram/hari)
f. Makanan mudah dicerna dan tidak menimbulkan gas
g. Serat yang cukup untuk menghindari konstipasi
h. Cairan cukup 2 liter/hari.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Identitas Klien
Nama : Tn. H
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Dadali No. 80 Garuda, Kec. Andir
18
19
2) Sistem Pernapasan
Pada saat di inspeksi tidak terdapat pernapasan cuping hidung, tidak
terdapat bersin-bersin, warna mukosa hidung merah muda, tidak
terdapat oedema, tidak terdapat eksudat, tidak terdapat perdarahan,
terpasang WSD di sebelah kanan. Pada saat di palpasi tidak terdapat
nyeri sinus (maksilaris, sphenoid, etmoidalis, frontalis). Pada saat
di inspeksi di daerah dada, ukuran dada sama simetris, pada saat di
palpasi dilakukan vokal premitus getaran antara dinding dada kanan
dan dinding dada kiri sama, perkembangan dada/ekspansi dada
pada saat di palpasi asimetris, pola pernapsan klien frekuensinya 32
x/menit, irama teratur. Pada saat dilakukan perkusi dada bunyi dada
dullness di daerah paru kanan. Nafas tachipnea, terdapat
penggunaan otot napas tambahan (+/+), suara paru ronchi (+).
3) Sistem Kardiovaskuler
Pola jantung : Nadi = 90 x/menit irregular, konjungtiva berwarna
merah muda, tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe, JVP tidak
meningkat, klien mengatakan tidak mempunyai penyakit jantung,
pada saat di auskultasi bunyi jantung S1 = S2 LupDup, tidak ada
suara jantung tambahan.
4) Sistem Persyarafan
Keadaan compos mentis GCS 15. E4M6V5 => E4 : klien
dapat mengedip, membuka dan menutup mata secara spontan tanpa
harus dirangsang oleh suara maupun nyeri. M6 : klien dapat
menggerakan mototriknya mengikuti perintah. V5 : orientasi klien
baik dan mampu berbicara.
Test nervus kranial
a) Nervus I (Olfaktorius)
Fungsi penciuman baik, terbukti klien dapat membedakan bau-
bauan familier seperti bau kayu putih dan kopi.
22
b) Nervus II (Optikus)
Tidak terkaji.
c) Nervus III (Okulomotorius), IV (Trochtearis). VI (Abdomen)
Klien mampu menggerakan bola mata ke segala arah, pupil
berkontraksi saat diberi cahaya (miosis) tidak diberi cahaya
(midriasis), bentuk pupil isokor, klien dapat membuka dan
menutup matanya secara spontan.
d) Nervus V (Trigeminus)
Fungsi mengunyah baik, pergerakan otot masetter dan
temporalis saat mengunyah simetris klien dapat merasakan
sentuhan perawat pada wajah, klien mnegedip dengan spontan.
e) Nervus VII (Facialis)
Klien dapat mengerutkan dahi dan tersenyum dengan kedua
bibir simetris, klien dapat membedakan rasa manis dan asin.
f) Nervus VIII (Auditorius)
Fungsi pendengaran tidak terganggu, terbukti klien dapat
menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan secara spontan.
g) Nervus IX (Glossofaringeus)
Reflek menelan dapat berfungsi dengan baik.
h) Nervus X (Vagus)
Klien dapat berbicara dengan artikulasi yg jelas.
i) Nervus XI (Assesorius)
Klien dapat mengangkat bahu kanan dan kiri, serta dapat
melawan tekanan pada kedua bahu.
j) Nervus XII (Hipogolosus)
Klien dapat menggerakan lidah dan menjulurkannya ke segala
arah.
23
5) Sistem Endokrin
Pada saat di inspeksi tidak terdapat pembesaran tiroid, tidak
terdapat moonfase, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening.
6) Sistem Integumen
Pada saat di inspeksi warna kulit sawo matang, kebersihan kulit
bersih, lembab, tidak terdapat kekeringan pada kulit, tidak terdapat
oedema, tidak tampak keringat dingin di seluruh tubuh. Pada saat
dipalpasi tektur kulit lembut, dilakukan turgor kulit kurang dari 3
detik, kondisi rambut bersih, tekstur kulit kepala tidak kasar,
distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut/tidak rontok, warna
kuku merah muda, tidak terdapat masa, dilakukan CRT kurang dari
2 detik, kuku panjang dan tidak kotor.
7) Sistem Penginderaan
Pada saat di inspeksi bole mata dapat bergerak bebas, saat diberikan
cahaya miosis, dan pada saat tidak diberikan cahaya midriasis,
reflek mengedip dan membuka mata spontan, gerakan mata klien
dapat melihat ke segala arah. Pada saat dilakukan palpasi dengan
TIO klien tidak merasakan sakit, konjungtiva merah muda, dan
sklera putih agak keruh. Pada fungsi pengecapan klien dapat
merasakan asin maupun manis. Pada fungsi penciuman klien dapat
mencium bau kayu putih dan kemudian pada fungsi perabaan klien
dapat merasakan sentuhan perawat.
8) Sistem Perkemihan
Pada saat di inspeksi klien tidak terpasang kateter, intake 1500 cc
air minum. Ginjal tidak terkaji.
24
9) Sistem Muskuloskeletal
a) Ekstremitas Atas
Bentuk dan ukuran kedua ektremitas atas simetris, pergerakan
kedua ekstremitas atas bebas ke segala arah akan tetapi terbatas
karena merasakan nyeri epigastrium, tidak terdapat nyeri pada
daerah persendian dan tulang, tidak terdapat adanya deformitas
tulang atau sendi, kesemutan pada ujung jari tangan, tidak
terdapat oedema pada kedua ekstremitas atas, kekuatan otot
5/5, reflek biceps tidak terkaji, triceps tidak terkaji. Terdapat
infusan RL pada tangan sebelah kanan.
b) Ekstremitas Bawah
Bentuk dan ukuran kedua ekstremitas bawah simetris,
pergerakan kedua ekstremitas bawah bebas agak terbatas
karena meraskan nyeri epigastrium, tidak terdapat nyeri pada
daerah persendian dan tulang, tdak terdapat adanya deformitas
tulang atau sendi, tidak terdapat oedema, pada kedua
ekstremitas bawah, kesemutan pada ujung jari kaki, kekuatan
otot 5/5, refleks patella tidak terkaji, achiles tidak terkaji.
c) Sistem Reproduksi
Klien mengatakan tidak ada lesi, tidak ada oedema, tidak ada
benjolan, tidak terdapat gatal ataupun nyeri di alat genetalianya
sewaktu ditanya.
4. Pola Aktivitas Sehari-hari (ADL)
2. Pola Eliminasi
BAB
a. Frekuensi 1x sehari 1x /2 hari
b. Jumlah Cukup Cukup
c. Warna dan konsistensi Kuning khas, padat Kuning khas, lembek
d. Bau Khas Khas
e. Gangguan/keluhan Tidak ada keluhan Sesak nafas
BAK
a. Frekuensi 4 – 5 x sehari 5 – 6 x sehari
b. Jumlah Cukup Cukup
c. Warna Kuning jernih Kuning pekat
d. Bau Khas Khas
e. Gangguan/keluhan Tidak ada keluhan Sesak nafas
26
3. Pola Istirahat/Tidur
Siang
a. Waktu Tidak tidur siang Tidak bisa ditentukan
b. Lama Tidak tidur siang 1-2 jam sehari
c. Gangguan/keluhan Tidak ada keluhan Sulit tidur karena sesak
Malam
a. Waktu Jam 21.00 – 04.00 Tidak bisa ditentukan
b. Lama 7 jam sehari Tidak bisa ditentukan
c. Gangguan/keluhan Tidak ada keluhan Sulit tidur karena sesak
4. Personal Hygiene
a. Mandi 2x sehari 1x sehari, diseka
b. Cuci rambut 2x seminggu 4 hari sekali
c. Gosok gigi 2 – 3x sehari 1x sehari
d. Ganti pakaian 2x sehari 1x sehari
e. Gunting kuku Bila panjang Bila panjang
f. Gangguan/keluhan Tidak ada keluhan Sesak semakin
memberat ketika
merubah posisi
5. Pola Aktivitas/Latihan
Fisik
a. Mobilisasi/ jenis Lari pagi dan senam Tidak ada aktivitas,
latihan fisik berbaring di tempat
tidur
27
6. Kebiasaan Lain
a. Merokok Klien tidak merokok Klien tidak merokok
b. Alkohol Klien tidak Klien tidak
mengkonsumsi alkohol mengkonsumsi alkohol
5. Data Psikologis
a. Status Emosi
Saat dilakukan pengkajian emosi klien stabil.
b. Konsep Diri
1) Gambaran Diri
Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya walaupun
saat ini sedang sakit dan dirawat di rumah sakit, klien mengatakan
bahwa anggota tubuhnya merupakan pemberian dari Allah swt., yang
patut disyukuri.
2) Harga Diri
Klien memahami keadaan dirinya dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Harga diri klien akan meningkat apabila klien cepat
sembuh
3) Peran Diri
Klien adalah seorang ayah bagi anak satu-satunya dan seorang suami.
28
4) Identitas Diri
Klien adalah seorang laki-laki dan klien merasa puas dengan jenis
kelaminnya.
5) Ideal Diri
Harapan klien terhadap penyakitnya adalah ingin dapat sembuh dan
berkumpul kembali dengan keluarganya di rumah.
c. Gaya Komunikasi
Hubungan komunikasi klien dengan keluarganya baik, klien dan
keluarga berkomunikasi baik dengan pasien lainnya, klien terbuka
mengenai informasinya kepada perawat yang sedang mengkaji.
6. Data Sosial
a. Pendidikan dan Pekerjaan
Tingkat pendidikan klien D3 Ekonomi dan bekerja di salah satu bank.
b. Gaya Hidup
Klien hidup dengan sederhana.
c. Hubungan Sosial
Klien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, tetangga dan
teman-teman di tempatnya bekerja.
7. Data Spritual
1. Konsep Ketuhanan
Klien mengatakan dirinya beragama islam, mengakui adanya Allah
SWT. Klien tidak merasa marah kepada Allah SWT atas ujian yang
dialami klien sekarang.
2. Praktek Ibadah
Klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien tidak beribadah
karena sulit dengan alat-alat kesehatan yang terpasang di tubuhnya.
Klien mengataan tidak bisa berjalan ke kamar mandi untuk mengambil
wudhu jadi klien tidak melakukan praktik ibadah di rumah sakit, klien
juga tidak tahu tatacara tayamum.
29
8. Data Penunjang
a. Data Laboratorium
Tanggal Jenis Hasil Nilai Normal Satuan
Pemeriksaan
Cairan Tubuh
1. Nonne (+) (-)
2. Pandy (+) (-)
3. Warna Coklat keruh
4. Kejernihan Agak keruh
Lain-Lain
1. Protein c 2160 < 250
pleura
2. Albumin c 110 500-1400
pleura
3. Rivalta (+) (-)
b. Pemeriksaan Radiologi
1) CT Scan
Kesan :
a) Efusi pleura bilateral terutama kanan. Sebagian terlokalisir
dengan penebalan pleura disertai dengan parsial atelektasis
dilobus superior dan lobus medius paru kanan dan di segmen
latero basal inferior paru kiri.
b) Infiltrat dengan garis-garis keras di lobus superior sampai inferior
kedua paru suspect ec mixed infetion.
c) Pembesaran KGB di sub carina.
d) Efusi perikat.
e) Ascites.
30
9. Therapy
a. Terapi Obat
No Nama Obat Dosis Rute Fungsi
Th/Oral :
1. OAT Oral Isoniazid (INH) berfungsi untuk
membunuh bakteri penyebab
TBC
Rifampicin berfungsi
membunuh bakteri M.tb yang
tidak dapat dibunuh INH
Pyrazinamid berfungsi untuk
membunuh bakteri TB yang
memiliki sel pH asam
Etambutol berfungsi untuk
mengurangi pertumbuhan
bakteri TB yang resisten
terhadap INH dan streptomycin
Mengendalikan pelepasan zat
penyebab peradangan dalam
tubuh dengan cara menekan
sistem kekebalan tubuh
2. Meltilprednisolon 3x1 Oral
tab Berfungsi untuk mengatasi
bebagai macam infeksi bakteri
dengan cara menghentikan
pertumbuhan bakteri
Th/IV : Berfungsi mengatasi nyeri untuk
3. Ceftriaxon IV sementara. Bekerja dengan cara
31
b. Diet
10. Analisa Data
No. Data (DS & DO) Etiologi Masalah
1. DS : Tuberkulosis Ketidakefektifan pola
1. Klien mengeluh sesak ↓ nafas
nafas Konsumsi OAT
2. Klien mengeluh batuk ↓
disertai dahak Kerja hepar
berawarna kuning meningkat (NANDA International,
kemerahan ↓ 2014)
Kerusakan hati
DO : (hepatomegali)
1. TTV ↓
TD = 110/70 mmHg Penurunan fungsi
HR = 90 x/menit hati
RR = 32 x/menit ↓
S = 37,5 °C Produksi albumin
2. Klien tampak sesak menurun
32
3. Nafas tachipnea ↓
4. Tampak adanya Hipoalbumin
penggunaan otot nafas ↓
tambahan (+/+) Permeabilitas
5. Gerakan dada asimetris membran kapiler
6. Terpasang WSD di meningkat
sebelah kanan ↓
7. Suara perkusi paru Cairan protein dari
kanan dullness kelenjar getah
8. Suara nafas ronchi (+) bening masuk ke
9. CT Scan rongga pleura
Kesan: ↓
Efusi pleura bilateral Konsentrasi protein
terutama kanan. cairan pleura
Sebagian terlokalisir meningkat
dengan penebalan ↓
pleura disertai parsial Eksudat
atelektasis di lobus ↓
superior, lobus Penumpukan cairan
medius paru kanan di rongga pleura
dan di segmen ↓
laterobasal lobus Pemasangan WSD
inferior paru kiri ↓
Infiltrat dengan Ekspansi paru tidak
garis-garis keras di maksimal
lobus superior ↓
sampai inferior Sesak nafas
↓
33
berpindah ke
peritoneum
↓
Ascites
↓
Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
3. DS: Tuberkulosis Intoleransi aktivitas
1. Klien mengatakan ↓
sesak tidak dirasakan Efusi pleura
membaik dengan ↓
perubahan posisi Pemasangan WSD (NANDA International,
↓ 2014)
DO: Penurunan
1. Klien tampak sesak transportasi oksigen
2. Nafas tachipnea ke jaringan
3. Terdapat penggunaan ↓
otot nafas tambahan Metabolisme
(+/+) menurun
4. Terpasang WSD di ↓
sebelah kanan Fatigue
↓
Intoleransi Aktivitas
4. DO: Tuberkulosis Resiko Infeksi
1. Tampak terpasang ↓
WSD di daerah paru Efusi pleura
kanan ↓
35
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Kepereawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
36
dan
ranitidine
2x1 amp/IV
Hambatan 1. Memonitor S : klien
religius b.d kegiatan mengataka
kurangnya ibadah klien n sudah
pengetahuan 2. Membimbing bisa
dalam doa melakukan
melakukan menghadapi praktik
praktik ibadah rasa sakit ibadah
3. Membimbing tayamum
doa tenang
dan sabar O : klien
4. Me tampak
ngingatkan bisa
klien sholat 5 melakukan
waktu tayamum
5. Membimbing
tayamum dan A:
tatacara masalah
sholat di teratasi
tempat tidur
P:-
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukkan pus atau darah. Efusi
pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga
dengan nama pleuritis TB.
Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis, dan transparan yang
membungkus paru (pulma) yang terdiri dari pleura fiseralis, pleura parietalis, dan
pleura parietalis. Cairan pleura dibagi lagi menjadi transudate dan eksudat.
Penatalaksanaan efusi pleura, pemeriksaan diagnostic antara lain, pemeriksaan
radiologi (rontgen dada), cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan
gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih,
pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehydrogenase/LDH, protein),
analisis sitologi untuksel-sel malignan dan PH, dan biopsi pleura. Selain itu
penggunaan obat-obatan antara lain, penggunaan obat efusi pleura dan obat anti
tuberculosis (OAT). Ada juga penggunaan WSD dan prosedur diet.
47
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2011. Gizi seimbang dalam daur kehidupan. Jakarta : Gramedia pustaka
Utama
Mutaqqin, A. 2012. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Noefriandi, F. 2016. Kadar interferon gamma (ifn-γ) cairan pleura pada efusi pleura
tuberkulosis dan non-tuberkulosis. Tesis.
Pandhika, R. 2017. Penegakkan Diagnosis Efusi Pleura Tuberkulosis pada Anak Laki-
Laki Usia 8 Tahun. Medula | Volume 7 | Nomor 4 |
Salmah, S. 2018. Identification of mycobacterium tuberculosis by polymerase chain
reaction (pcr) test and its relationship to mgg staining of pleural fluid in patients with
suspected tuberculous pleural effusion. Nusantara Medical Science Journal (NMSJ)
2018; 3(2): 18-22
Somantri, I. 2008. KMB asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pernafasan. Jakarta: Salembe Medika