Anda di halaman 1dari 18

1

MICROBACTERIUM LEPRAE PENYEBAB


PENYAKIT KUSTA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
MIKROBIOLOGI
yang dibina oleh Bapak Agung

Oleh:
Yoananda Ramadina Ananti (130341614826)
Offering : C /2013

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BILOGI
FEBRUARI 2014

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme adalah organisme yang berukuran sangat kecil dan hanya dapat
diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroorganisme terdapat dimana-mana.
Interaksinya dengan sesama mikroorganisme ataupun organisme lain dapat berlangsung
dengan cara yang aman dan menguntungkan maupun merugikan. Mikroorganisme yang
menguntungkan dapat kita manfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan hidup manusia.
Akan tetapi, banyak juga mikroorganisme yang tidak menguntungkan kita yaitu dengan
menyebabkan terjadinya penyakit pada tubuh manusia.
Salah satu contoh mikroorganisme adalah bakteri,yang mana merupakan
mikroorganisme bersel-tunggal yang bereproduksi dengan cara sederhana, yaitu dengan
pembelahan biner. Bakteri juga memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari organisme lain
yaitu prokariotik, monoseluler, ukuran 0,4 – 2 mikro meter, reproduksi : amitosis, konjugasi,
transformasi, transduksi, memiliki dinding sel, autotrof atau heterotrof, aerob atau anaerob,
hidup bebas atau parasit, yang hidupnya kosmopolit diberbagai lingkungan dinding selnya
mengandung peptidoglikan.
Pada bakteri terdapat pula yang menguntungkan dan merugikan, sebagai contoh
bakteri yang merugikan adalah Mycobacterium leprae yang dapat menyebabkan atau
menginfeksi manusia. Bakteri ini mengakibatkan penyakit kusta atau lepra yang mana
merupakan penyakit ganas pembunnuh manusia. Mycobacterium leprae memiliki
karakteristik, pengklasifikasian dan daur hidup yang berbeda dari mikroorganisme lain.
Pentingnya pengetahuan akan bagaimana Mycobacterium leprae dapat menyebabkan
penyakit kusta dan minimnya pengetahuan masyarakat akan bakteri yang menyebabkan
penyakit kusta, maka makalah yang berjudul “Mycobacterium leprae Penyebab Kusta”
disusun sedemikian rupa dengan isi bagaimana bakteri Mycobacterium leprae menginfeksi
dan melakukan siklus hidupnya sehingga menyebabkan penyakit kusta. Disisi lain perlu
diketahui juga akan definisi bakteri dan penyakit kusta itu sendiri.

1.2 Rumusan Makalah


1.2.1 Bagaimanakah stuktur dan morfologi bakteri secara umum?
1.2.2 Bagaimanakah karakteristik penyakit kusta?

3
1.2.3 Bagaimanakah karakteristik dan klasifikasi dari Mycobacterium leprae?
1.2.4 Bagaimanakah Mycobacterium leprae dapat menyebabkan penyakit kusta?
1.2.5 Bagaimanakah pengobatan penyakit kusta?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


1.3.1 Untuk mengetahui stuktur dan morfologi bakteri secara umum
1.3.2 Untuk mengetahui karakteristik penyakit kusta
1.3.3 Untuk mengetahui karakteristik dan klasifikasi dari Mycobacterium leprae
1.3.4 Untuk mengetahui Mycobacterium leprae dapat menyebabkan penyakit kusta
1.3.5 Untuk mengetahui pengobatan penyakit kusta

4
BAB II
ISI

2.1 Bakteri Secara umum


Bakteri merupakan mikroorganisme bersel-tunggal yang bereproduksi dengan cara
sederhana, yaitu dengan pembelahan biner. Sebagian besar hidup bebas dan mengandung
informasi genetik dan memiliki sistem biosintetik dan penghasil energi yang penting untuk
pertumbuhan dan reproduksinya. Dalam beberapa hal bakteri berbeda dari eukariot. Bakteri
tidak memiliki ribosom maupun organel bermembran, seperti nukleus, mitokondria, lisosom,
retikulum endoplasma maupun badan golgi, bakteri tidak memiliki flagela fibril atau struktur
silia seperti pada sel eukariot. Bakteri memiliki ribosom dan kromosom sirkuler tunggal
(nukleoid) tanpa sampul yang disusun oleh asam deoksiribonukleat untai-ganda (DNA) yang
bereplikasi secara amitosis. Jika terjadi pergerakan sering disebabkan adanya struktur flagela
filamen-tunggal.
Sejumlah bakteri memiliki mikrofibril eksternal (pili atau fimbria) yang berfungsi untuk
menempel. Eubakteria yang berdinding sel dan archaebakteria dapat berbentuk kokus (bola),
basil (batang), batang melengkung atau spiral. Struktur kimia sampul eubakteria sering
digunakan untuk membedakannya ke dalam kelompok bakteri Gram-positif, Gram-negatif,
dan “acid-fast” (tahan-asam).
Bakteri memiliki ciri-ciri umum yang meliputi :
 Prokariotik
 Monoseluler
 Ukuran 0,4 – 2 mikro meter
 Reproduksi : amitosis, konjugasi, transformasi, transduksi
 Memiliki dinding sel
 Autotrof atau heterotrof
 Aerob atau anaerob
 Hidup bebas atau parasit
 Yang hidupnya kosmopolit diberbagai lingkungan dinding selnya mengandung
peptidoglikan

5
Gambar 1. Struktur umum bakteri

Terdapat penggolongan bakteri berdasarkan beberapa faktor, meliputi :


a. Berdasarkan cara hidupnya
- Heterotrof, dibedakan menjadi parasit dan saprofit
- Autotrof, dibedakan menjadi fotoautotrof dan kemoautotrof
b. Berdasarkan kebutuhan oksigennya
- Aerob (obligat/fakultatif)
- Anaerob (obligat/fakultatif)
c. Berdasarkan bentuknya
- Kokus, diplokokus, stafilokokus, streptokokus, tetrakokus, sarkina
- Basilus, diplobasilus, streptobasilus
- Koma
- Spirilum

Gambar 2. Bentuk umum sel dan rangkaian sel bakteri 1) monoko-kkus


2) diplokokkus 3) stafilokokkus 4) stafilokokkus 5) sarsina 6) bakteri
batang 7) spiral (ulir) dan 8) vibrio (Sumber:Schlegel,1994)

6
d. Berdasarkan tempat dan jumlah flagelnya
- Monotrik = satu flagel di salah satu ujungnya
- Lopotrik
- Ampitrik
- Peritrik

Gambar 3. Beberapa tipe flagel pada sel bakteri


(Sumber: Milton R.J. Salton dan Kwang-Shin Kim, 2001)

Bakteri bereproduksi dengan cara :


a. Pembelahan sel
Sel membelah menjadi 2 yang saling terpisah sehingga membentuk sel – sel tunggal,
pada beberapa generasi sel – sel membelah searah dan tidak saling terpisah sehingga
membentuk filamen yang terdiri atas deretan mata rantai sel yang disebut trikom. Tempat –
tempat tertentu dari filamen baru setelah mengalami dormansi (istirahat yang panjang ).
Heterokist dapat mengikat nitrogen bebas di udara contoh pada Gleocapsa. Heterokist adalah
sel yang pucat, kandungan selnya terlihat homogen (terlihat dengan mikroskop cahaya) dan
memiliki dinding yang transparan. Heterokist terbentuk oleh penebalan dinding sel vegetatif.
Sedangkan akinet terbentuk dari penebalan sel vegetatif sehingga menjadi besar dan penuh
dengan cadangan makanan (granula cyanophycin) dan penebalan-penabalan eksternal oleh
tambahan zat yang kompleks.

7
b. Fragmentasi
Fragmentasi adalah cara memutuskan bagian tubuh tumbuhan yang kemudian
membentuk individu baru. Fragmentasi terutama terjadi pada Oscillatoria. Pada filamen yang
panjang bila salah satu selnya mati maka sel mati itu membagi filamen menjadi 2 bagian atau
lebih. Masing – masing bagian disebut hormogonium. Fragmentasi juga dapat terjadi dari
pemisahan dinding yang berdekatan pada trikom atau karena sel yang mati yang mngkin
menjadi potongan bikonkaf yang terpisah atau necridia. Susunan hormogonium mungkin
meliputi kerusakan transeluler.
c. Spora
Pada keadaan yang kurang menguntungkan Cyanobacteria akan membentuk spora
yang merupakan sel vegetatif. Spora membesar dan tebal karena penimbunan zat makanan.

2.2 Kusta Secara Umum


Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Micobacterium
leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang
kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas,sistem retikulo endotelial, mata, otot,
tulang dan testis.
Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lain kecuali
susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari kelainankelainan yang
berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit.
Masa tunas penyakit kusta rata-rata 2-5 tahun dan masa belahnya memerlukan waktu
yg sangat lama dibandingkan dgn kuman-kuman yg lain yaitu 12-21 hari. Penularan penyakit
kusta ini dapat melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang
sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam. Dan juga melalui kulit dengan kulit
yang syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik
mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Penyakit kusta dapat menular dilandasi oleh beberapa faktor, diantaranya :
- Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa
- Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
- Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti
- Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat
sosial ekonomi rendah.
- Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat

8
Terdapat beberapa tanda tertularnya penyakit kusta pada diri seseorang, berikut
adalah tanda penyakit kusta secara umum :
 Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
 Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar
dan banyak.
 Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus
seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan
mengkilat.
 Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
 Alis rambut rontok
 Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :
 Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
 Anoreksia.
 Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
 Cephalgia.
 Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
 Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.
 Neuritis.
Menurut WHO, penyakit kusta diklasifikasikan dalam beberapa tipe yaitu :
a. Tipe PB (Pausibasiler)
Kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam (BTA) pada sediaan apus,
yakni tipe I (Indeterminate), TT (tuberculoid) dan BT (borderline tuberculoid) menurut
kriteria Ridley dan Jopling dan hanya mempunyai jumlah lesi antara 1-5 pada kulit. Kusta
tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular.
b. Tipe MB (Multibasiler)
Kusta MB adalah semua penderita kuta tipe BB (mid borderline), BL (borderline
lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Jopling dengan jumlah lesi 6
atau lebih dan skin smear positif. Kusta tipe MB adalah tipe yang dapat menular.

9
Gambar 1. Kusa tipe PB

Gambar 2. Kusta tipe MB


Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian
dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan
menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah
amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak
salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada
penderita untuk berobat secara teratur.
Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata
rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang
berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut.
Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar
matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.

2.3 Microbacterium Leprae


2.3.1 Karakteristik Microbacterium Leprae
Mycrobacterium leprae dijumpai pertama kali oleh G. H. Armauer Hansen (1873).
Hidup didalam sel terutama jaringan yg bersuhu dingin, dimana bagian tubuh yang dingin
merupakan tempat predileksi misalnya: sal. nafas, testis, ruang anterior mata, kulit terutama
cuping telingga dan jari-jari. Bakteri ini tidak dapat di kultur dalam media buatan dan tumbuh
sangat lambat dan mempunyai waktu penggandaan yang terpanjang dari semua bakteri,
berbentuk batang dan terdapat lapisan lilin yang mengelilinginya. Karena lapisan lilin ini, M.
leprae dikenal untuk memakan waktu hingga 13 hari untuk mereplikasi. Bakteri ini tergolong
bakteri yang merugikan bagi manusia karena dapat menyebabkan penyakit.

10
Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan
hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam
saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis. Kemampuan untuk
merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga penderita yang mengalami
kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya lukabakar, luka sayat atau mereka melukai
dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan kelemahan otot yang menyebabkan
jari-jari tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai. Karena itu penderita lepra menjadi
tampak mengerikan. Penderita juga memiliki luka ditelapak kakinya. Kerusakan pada saluran
udara di hidung bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan
kebutaan. Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini
dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.

Secara ilmiah, Microbacterium diklasifikasikan seperti berikut :


 Kerajaan: Bakteri
Organisme ini termasuk ke dalam bakteri kerajaan karena sesuai dengan ciri khas
bakteri prokariotik.
 Filum: Actinobacteria
Actinobacteria adalah bakteri yang sangat gram positif. Hal ini cocok karena
organisme ini adalah gram positif.
 Order: Actinomycetales
Hal ini sesuai organisme baik karena terdiri dari organisme gram positif yang dapat
sulit untuk budaya, dan sering bersifat patogen bagi manusia, tumbuhan, atau hewan.
 Subordo: Corynebacterineae
Hal ini sesuai karena karakteristik dasar urutan ini meliputi, bakteri berbentuk batang
gram-positif yang dapat menjadi penyebab penyakit manusia, terutama orang-orang
dengan infeksi pada kelenjar getah bening dan kulit.
 Keluarga: Mycobacteriaceae
Keluarga ini memiliki karakteristik yang diketahui menyebabkan penyakit serius pada
mamalia, aerobik dan nonmotile, adalah asam-alkohol cepat, gram positif, dan kurang
memiliki membran luar.
 Genus: Mycobacterium
Genus Mycobacterium dikenal karena memiliki komponen lilin di dalamnya dinding
sel, kurang memiliki membran luar, yang non-motil, dan asam-cepat.
 Spesies: M. leprae

11
Microbacterium leprae merupakan pathogen intrasel obligat sehingga belum dapat
dibiakkan invitro (media tak hidup). Bakteri sering ditemukan pada sel endothelial pembuluh
darah atau sel mononuclear (makrofag) sebagai lingkungan yang baik untuk bertahan hidup
dan perkembangbiakan. Basil lepra ini tahan terhadap degradasi intraseluler oleh makrofag,
mungkin karena kemampuannya keluar dari fagosom ke sitoplasma makrofag dan
berakumulasi hingga mencapai 1010basil/gram jaringan pada kasus lepratype lepromatus.
Kerusakan syaraf perifer yang terjadi merupakan sebuah respon dari system imun Karena
adanya basil ini sebagai antigen.
Pada lepra type tuberkuloid, terjadi granuloma yang sembuh dengan sendirinya
bersifar berisi sedikit basil tahan asam. Bakteri mycobacterium leprae berbentuk batang,
langsing atau sedikit membengkok dengan kedua ujung bakteri tumpul, tidak bergerak, tidak
memiliki spora dan tidak berselubung. Sel-sel panjang, ada kecenderungan untuk bercabang.
Berukuran 1-7 x 0,2-0,5µm, bersifat gram positif, tahan asam, letak susunan bakteri tunggal
atau sering bergerombol serupa tumpukan cerutu sehingga sering disebut packed of cigarette,
atau merupakan kelompok padat sehingga tidak dapat dibedakan antara bakteri yang satu
dengan yang lainnya, kadang-kadang terdapat granula.
Bentuk-bentuk M. Leprae yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan mikroskopis
adalah :
1. Bentuk utuh (solid); dinding sel bakteri tidak terputus, mengambil zat warna
secara sempurna. Jika terdapat daerah kosong/transparan ditengahnya juga dapat
dikatakan solid
2. Bentuk globus ; adalah bentuk solid yang membentuk kelompok, dapat dibagi 2,
yaitu : Globus besar terdiri dari 200-300 bakteri, dan lobus kecil terdiri dari 40-60
bakteri
3. Bentuk pecah (fragmented); dinding bakteri biasanya terputus sebagian atau
seluruhnya, tidak menyerap zat warna secara merata
4. Bentuk berbutir-butir (granuler); tampak seperti titik-titik yang tersusun
5. Bentuk clump; adalah bentuk granuler yang membentuk kelompok tersendiri,
biasanya llebih dari 500 bakteri

12
2.3.2 Siklus Hidup Microbacterium Leprae
Seperti mikobakteri lainnya ( atau bakteri ' acid - fast ' ), Mycobacterium leprae
memiliki waktu yang lama untuk mereplikasi dirinya di luar sel inang. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa M. Leprae adalah parasit intraseluler fakultatif, tetapi ada juga yang
mengatakan bahwa bakteri tidak bisa bereplikasi sama sekali di luar sel. Didukung oleh fakta
bahwa M. leprae belum pernah dikultur in vitro. Ketika M. leprae menemukan host yang
tepat maka bakteri ini akan bereplikasi dengan memakan waktu hingga 13 hari untuk
menjalani satu siklus replikasi. Kusta ditandai dengan replikasi bakteri di dalam vesikel
intraseluler makrofag, sel Schwann, dan sel endotel. Secara umum, M. leprae lebih memilih
sel-sel tersebut pada suhu lebih rendah dari tubuh manusia, yang mengapa cenderung
memanifestasikan dirinya di dekat permukaan kulit . Metabolisme Ideal terjadi pada 33 ° C
dan pH antara 5,1 dan 5,6.

a. Proses pengikatan sel Microbacterium Leprae pada inang


Pertama , bakteri berikatan dengan reseptor pada permukaan sel inang . Untuk sel
Schwann saraf , yang fenolik glikolipid - 1 ( PGL - 1 ) atau LBP21 reseptor pada M.
leprae mengikat rantai samping α - 2 dari laminin - 2 serta reseptor α - dystroglycan
terkait. Namun, laminin juga ditemukan pada sel-sel otot straited dan jaringan plasenta ,
yang keduanya juga terinfeksi oleh M. leprae. Kehadiran protein histon HLP - seperti,
disekresikan oleh M. leprae , meningkatkan sel Schwann.
Pengikatan PGL-1/LBP21 - laminin dijelaskan lebih pada gambar di bawah .
Protein laminin terdiri dari dua subunit , α - β - dystroglycan dan dystroglycan. Subunit α
terletak di sisi ekstraseluler membran dan mengikat tiga protein : laminin - α 1 rantai ,
agrin , dan perlecan. Seluruh kompleks ini diduga struktural menstabilkan sel dan
melindunginya dari cedera. Fibronektin , βintegrin6 , dan glikoprotein 25kDa juga
mengikat M. leprae , yang hadir dalam sel epitel. Penelitian telah menunjukkan bahwa
situs mengikat beberapa dapat digunakan oleh M. leprae untuk mengikat berbagai jenis
sel ( termasuk sel-sel endotel dan makrofag ) , menunjukkan bahwa jika salah satu
reseptor tidak ada , orang lain dapat bekerja sama dengan baik.

13
Untuk makrofag, trisaccharide terminal pada PGL - 1 peptida pada M. leprae
berikatan dengan reseptor komplemen CR1 , dan 4 , dan bagian dari C3 , yang kemudian
memfasilitasi fagositosis oleh jalur klasik komplemen. Namun, asam lemak rantai
samping juga harus hadir pada PGL - 1 molekul untuk mengikat terjadi . Karena spesifik
mengikat komplemen C3 , fagositosis M. leprae menjadi makrofag tidak terkait dengan
ledakan oksidatif ( yang umumnya hadir ketika bakteri phagocytosed oleh monosit ).
Ledakan oksidatif biasanya sinyal kehancuran bakteri - oleh karena itu , kurangnya
meledak oksidatif ini mungkin merupakan tanda bahwa M. leprae entah bagaimana
mampu menghindari respon seluler awal terhadap patogen. Setelah mengikat telah terjadi
, M. leprae diambil ke dalam sel inang oleh fagositosis dan dirumuskan oleh phagosome .
Dari sana , bakteri harus bertahan phagosome - lisosom fusi dan hidup cukup lama untuk
meniru dan kembali keluar dari sel .

b. Replikasi bakteri:
Setelah bakteri melekat pada reseptor permukaan sel, bakteri melakukan gerakan
fagosit. Proses fagositosis tidak seperti peristiwa fagositosis bakteri lain, bahwa protein
aktin-dependent kinase tirosin, tergantung pada kalsium protein kinase dan
phosphatidylinositol 3 - kinase yang memediasi prosesnya. Biasanya, setelah fagositosis
bakteri dibunuh melalui fusi dengan phagolysosome dan pencernaan oleh protease dan
bahan kimia oksidasi. Namun, beberapa peneliti berpikir bahwa M. leprae entah
bagaimana mampu menangkap proses fusi lisosom untuk di mana saja dari 1 sampai 4

14
jam dan mereplikasi dalam phagosome sebaliknya. Saat ini mekanisme spesifik
mencegah fusi belum ditandai. Dengan cara ini proses misterius bakteri mampu
menciptakan daerah aman berbatasan langsung itu sendiri, disebut ' elektron zona
transparan ', untuk transparansi di bawah pencitraan elektron. Namun, setelah periode
tertentu jam ( atau jika makrofag diaktifkan ), makrofag atau sel Schwann kemudian
memperkenalkan protease langsung ke phagosome, di samping sejumlah besar molekul
MHC.
Respon seluler kedua ini merupakan garis pertahanan pertama terhadap M. leprae.
Setelah bakteri telah dipecah menjadi potongan-potongan, molekul MHC kemudian dapat
mengambil potongan-potongan itu dan menyampaikannya kepada setiap limfosit lewat
atau sel mononuklear lain dengan pindah ke membran sel. Jika bakteri mampu
menghindari mekanisme degradasi dan mereplikasi dalam sel, M. leprae membentuk
bundel bakteri yang kemudian keluar dari sel dan menginfeksi jaringan lainnya .
Aspek yang menarik dari siklus hidup M. leprae adalah efeknya pada sel-sel yang
menyerang. Beberapa penelitian awal telah menunjukkan bahwa M. leprae memiliki
kemampuan untuk meningkatkan pembagian sel Schwann menginfeksi, sehingga
memungkinkan proliferasi lebih lanjut dalam host. Ini merupakan mekanisme yang
menarik yang tidak sepenuhnya dipahami, tetapi merupakan mekanisme baru melindungi
diri sendiri untuk M. leprae .

2.4 Pengobatan Kusta


Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak ada
pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat bakterisidal (pembasmi
bakteri) yang lemah terhadap M. leprae. Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi
bakteri menjadi kebal. Pada 1960an, dapson tidak digunakan lagi. Pencarian terhadap obat
anti kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya menemukan klofazimin dan rifampisin pada
1960an dan 1970an.
Kemudian, Shantaram Yawalkar dan rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan
rifampisin dan dapson, untuk mengakali kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi
tiga obat pertama kali direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi
standar pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk
mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.
Kelompok Kerja WHO melaporkan Kemoterapi Kusta pada 1993 dan
merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar. Yang pertama adalah pengobatan

15
selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin, klofazimin, dan dapson. Yang
kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bakteri merupakan mikroorganisme yang memiliki karakteristik berbeda dari yang
lain dimana terdapat bakteri yang menguntungkan dan merugikan. Microbacterium leprae
merupakan salah satu contoh bakteri yang merugikan penyebab penyakit kusta pada manusia.
Microbacterium leprae memiliki beberapa karakteristik kusus antara lain berbentuk batang,
terdapat lapisan lilin yang mengelilinginya, merupakan bakteri gram positif, tahan terhadap
asam dan merupakan pathogen intrasel obligat sehingga belum dapat dibiakkan invitro
(media tak hidup).
Mycobacterium leprae memiliki waktu yang lama untuk mereplikasi dirinya di luar
sel inang. Mempunyai gerak fagosit untuk menginfeksi sel inang, dan lebih memilih sel-sel
tersebut pada suhu lebih rendah dari tubuh manusia. Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat
pertama kali direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981 menjadi standar pengobatan
multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan
atau resistensi bakteri. Terdapat dua tipe terapi multiobat standar yaitu yang pertama adalah
pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan rifampisin, klofazimin, dan
dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk kusta tuberkuloid dengan rifampisin
dan dapson.

3.2 Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, khususnya yang sedang menempuh perkuliahan mikrobiologi materi
mikroorganisme. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat penulis butuhkan untuk penyusunan makalah berikutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA
 Jameway, C. A., Travers, P., Walport, M., and Shlomchik, M. J. Immuno Biology: the
immune system in health and disease. 6th Ed. Garland Science Publishing, New
York:2005.
 Lavanya, M., Deena, V., Sujai, S., Balasubramanian, A., et al. 2001. Biochemical
aspects of mycobacterium leprae binding proteins: A review of their role in
pathogenesis. Int. J Leprosy and Other Mycobacterial Dis. Diakses pada tanggal
10/02/2014.
 Hadioetomo, R. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : Gramedia.
 Lay, B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Rajawali.

18

Anda mungkin juga menyukai