Anda di halaman 1dari 42

TUGAS PENGANTAR PENDIDIKAN

MAKALAH

ANALISIS MATERI ASAS PENDIDKAN, LANDASAN PENDIDIKAN, TEORI


PENDIDIKAN DAN TEORI BELAJAR

OLEH :

NAMA : FENYSIA ALFIANA

NIM : E1A018026

KELAS : A PENDIDIKAN BIOLOGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah mengenai analisis materi asas pendidikan, landasan
pendidikan, teori pendidikan dan teori belajar.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1


2. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 2
3. TUJUAN PENULISAN ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

ASAS-ASAS PENDIDIKAN ............................................................................................ 3

1. Asas Tut Wuru Handayani ......................................................................... 3


2. Asas Belajar Sepanjang Hayat ................................................................... 6
3. Asas Kemandirian dalam Belajar ............................................................... 7
LANDASAN PENDIDIKAN ............................................................................................ 9
1. Landasan Filosofis .................................................................................... 10
2. Landasan Sosiologis.................................................................................. 13
3. Landasan Kultural ..................................................................................... 15
4. Landasan Psikologis.................................................................................. 16
5. Landasan Ilmiah dan Teknologis .............................................................. 17
TEORI PENDIDIKAN ....................................................................................................... 19
1. Pengertian Pendidikan ............................................................................... 19
2. Hubungan Filsafat dan Teori Pendidikan ................................................... 21
3. Macam-macam Teori Pendidikan ............................................................... 22
TEORI PEMBELAJARAN ............................................................................................... 28
1. Teori Belajar Behaviorisme ........................................................................ 28
2. Teori Belajar Kognitivsme .......................................................................... 31
3. Teori Belajar Humanisme ........................................................................... 33
4. Teori Belajar Socialsme .............................................................................. 34
5. Teori Belajar Kontruktivisme...................................................................... 35
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 36

KESIMPULAN .................................................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan sebagai pilar utama terhadap perkembangan manusia dan
masyarakat perlu memiliki landasan pendidikan agar pendidikan berhasil
mewujudkan visi, misi, dan tujuannya sebagainya yang telah diwariskan secara efektif
dan efisien sesuai jenis dan jenjang pendidikan baik di sekolah, pendidikan di
keluarga maupun pendidikan di masyarakat. . Kajian berbagai landasan landasan
pendidikan itu akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan. Dengan
wawasan dan pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan asas-asas pendidikan
yang tepat pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan
menyelenggarakan program pendidikan yang tepat wawasan.
Landasan pendidikan yang akan dibahas terdiri atas tauhid, hukum, filosofis,
kultural, sosiologis, psikologis, serta ilmiah dan teknologi. Sedangkan asas yang
dikaji adalah asas Tut Wuri Handayani, belajar sepanjang hayat, dan kemandirian
dalam belajar.
Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang
menetapkan kaitan sebab akibat diantara variabel yang saling bergantung. Belajar
adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap terjadi sebagai hasil latihan atau
pengalaman. Perubahan yang dimaksud harus relatif permanen dan tetap ada untuk
waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sangat dibutuhkan teori-teori belajar dan
teori pendidikan.
Teori belajar yang secara umum dapat dikelompokkan dalam empat kelompok
atau aliran meliputi (a) teori belajar behaviouristik, (b) teori belajar kognitif, (c) teori
belajar humanistik, (d) teori belajar sibernetik. Keempat aliran teori belajar tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda, yakni aliran behaviouristik menekankan pada
“hasil” daripada proses belajar. Aliran kognitif menekankan pada “proses” belajar.
Aliran humanistik menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari. Aliran sibernetik
menekankan pada “sistem informasi” yang dipelajari. Implikasi teori belajar dalam
pendidikan merupakan suatu usaha yang harus dilakukan, khususnya yang didasarkan
atas pengembangan pendidikan dengan bertitik tolak untuk perbaikan pendidikan,
sangat besar perannya untuk peningkatan pendidikan, baik dilihat dari segi pendidikan
secara umum maupun dalam perspektif Islam.Sedangkan untuk teori pendidikan
terdiri dari teori klasik, teknologi, personal dan interaksional.

1
Pendidikan dipandang mempunyai peranan penting dan besar manfaatnya
dalam mencapai keberhasilan perkembangan anak didik. Pendidikan merupakan
usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan
kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang
individu dan sebagai warga Negara / masyarakat. Untuk tercapainya tujuan yang
mulia itu maka dibutuhkan teori yang menunjuk kepada bentuk asas-asas yang saling
berhubungan kepada petunjuk praktis.
Dalam dunia pendidikan telah berkembang Aliran-aliran pendidikan telah
sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan
generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari
generasi sebelumnya.Dapat dijumpai berbagai pandangan atau aliran-aliran mengenai
bagaimana pendidikan memberikan sumbangsinya bagi proses kemajuan
manusia.Baik dari peranan yang diberikan pendidikan dalam kehidupan manusia atau
bagaimana pembawaan memberikan seseorang pendidikan dan bagaimana pula
gabungan dari lingkungan dan pembawaan memberikan mempengaruh bagi
pendidikan
B. RUMUSAN MASALAH
 Apa yang dimaksud dengan asas pendidikan?
 Apa saja asas asas poko pendidikan?
 Apa yang dimaksud dengan landasan pendidikan ?
 Apa saja macam macam landasan pendidikan?
 Apa yang dimaksud dengan teori pendidikan?
 Apa saja macam macam teori pendidikan ?
 Apa yang dimksud dengan belajar?
 Apa saja macam macam teori pembelajaran?
C. TUJUAN
Untuk megnalisis materi asas pendidikan, landasan pendidikan, teori
pendidikan, dan teori pembelajaran.

2
BAB II PEMBAHASAN

ASAS-ASAS PENDIDIKAN

Asas-asas pendidikan merupakan suatu kebenaran menjadi dasar atau tumpukan


1
berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar
utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat di didik dan dapat mendidik diri sendiri.
Asas-asas pendidikan itu menuntun dan mengarahkan kita agar dalam melakukan pendidikan
senantiasa tetap memeproleh keberhasilan ridho dari Allah SWT. Oleh sebab itu, asas-asas
pendidikan ini perlu dipahami oleh mahasiswa mahasiswi calon guru. 2 Khusus di Indonesia,
terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan
pendidikan nasional. Asas-asas tersebut bersumber dari pemikiran dan pengalaman sepanjang
sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia. Diantara asas tersebut, ada tiga asas yang
diuraikan secara mendetail, yaitu; Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat,
dan Asas Kemandirian dalam belajar. 3Ketiga asas itu dianggap sangat relevan dengan upaya
pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional, baik masa kini maupun masa datang.
Oleh karena itu, setiap tenaga kependidikan harus memahami dengan tepat ketiga asas
tersebut agar dapat menerapkannya dengan semestinya dalam penyeleenggaraan pendidikan
sehari-hari. 4

1. Asas Tut Wuri Handayani

Asas ini merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar


Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wuri
Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti
dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan
anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik
membantunya. Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara pada masa
penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan. 5

Dari sisi lain, pendidik setiap saat siap memberi uluran tangan apabila
diperlukan oleh anak.Azas Tut Wuri Handayani ini kemudian dikembangkan oleh

1
Umar Tirtarahardja dan S,L.La Solo, Pengantar Pendidikan, ( Cet. 2, Jakarta,
PT. Rineka Cipta), 2008), h. 117.
2
Abdul Kadir dkk,Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group,2012),h 107.
3
Junaid, Hamzan. 2012. Sumber ,Azas dan Landasan Pendidikan. Sulesana. 2 (07). h 94-95.
4
Umar Tirtarahardja,op.cit. h. 117.
5
Junaid, Hamzan, Op.cit, h. 95.

3
Drs. R.M.P. Sostrokartono (filusof dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua
6
semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso. Kini
ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, masing-masing
sebagai berikut;

a. Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh) adalah hal yang baik
mengingat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru. Di bagian depan,
seorang guru akan membawa buah pikiran para muridnya itu ke dalam sistem
ilmu pengetahuan yang lebih luas. Ia menempatkan pikiran / gagasan / pendapat
para muridnya dalam cakrawala yang baru, yang lebih luas. Dalam posisi ini ia
membimbing dan memberi teladan. Akhirnya, dengan filosofi semacam ini,
siswa (dengan bantuan guru dan teman-temannya ) mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri di antara pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh
banyak orang termasuk oleh para ahli.

a. Ing Madya Mangu Karsa (di tengah membangkitkan kehendak) diterapkan


dalam situasi ketika anak didik kurang bergairah atau ragu-ragu untuk
mengambil keputusan atau tindakan, sehingga perlu diupayakan untuk
memperkuat motivasi. Dan, guru maju ke tengah-tengah (pemikiran) para
muridnya. Dalam posisi ini ia menciptakan situasi yang memungkinkan para
muridnya mengembangkan, memperbaiki, mempertajam, atau bahkan mungkin
mengganti pengetahuan yang telah dimilikinya itu sehingga diperoleh
pengetahuan baru yang lebih masuk akal, lebih jelas, dan lebih banyak
manfaatnya. Guru mungkin mengajukan pertanyaan, atau mungkin mengajukan
gagasan/argumentasi tandingan. Mungkin juga ia mengikuti jalan pikiran siswa
sampai pada suatu kesimpulan yang bisa benar atau bisa salah, dsb. Pendek
kata, di tengah seorang guru menciptakan situasi yang membuat siswa berolah
pikir secara kritis untuk menelaah buah pikirannya sendiri atau orang lain. Guru
menciptakan situasi agar terjadi perubahan konsepsional dalam pikiran
siswasiswanya. Yang salah diganti yang benar, yang keliru diperbaiki, yang
kurang tajam dipertajam, yang kurang lengkap dilengkapi, dan yang kurang
masuk akal argumentasinya diperbaiki.

6
Rubino Rubiyanto, dkk, Landasan Pendidikan,( Cet. I, Surakarta;
Muhammadiyah University Press, 2003).h .31.

4
c. Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan). Asas ini memberi
kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan
melakukan kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik7.
Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara,
setiapkesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri,
karena tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman
tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami peserta didik bersifat
mendidik. Maksud tut wuri handayani adalah sebagai pendidik hendaknya mampu
menyalurkan dan mengarahkan perilaku dan segala tindakan sisiwa untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah dirancang. Implikasi dari penerapan asas
ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
1) Seorang pendidik diharapkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan ide dan prakarsa yang berkaitan dengan mata pelajaran yang
diajarkan.
2) Seorang pendidik berusaha melibatkan mental siswa yang maksimal didalam
mengaktualisasikan pengalaman belajar.
3) Peranan pendidik hanyalah bertugas mengarahkan siswa, sebagai fisilitator,
motivator dan pembimbing dalam rangka mencapai tujuan belajar.
4) Dalam proses belajar mengajar dilakukan secara bebas tetapi terkendali,
interaksi pendidik dan siswa mencerminkan hubungan manusiawi serta
merangsang berfikir siswa, memanfaatkan bermacam-macam sumber, kegiatan
belajar yang dilakukan siswa bervariasi, tetapi tetap dibawah bimbingan guru.

Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan


beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni:

1) peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan


yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan
oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat.
2) peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang
diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja
bidang tertentu yang diinginkannya.

7
Ibid,h.32.

5
3) peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh
kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat
yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
4) peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang
memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang
mandiri.Ketiga asas tersebut sebagai semboyang dalam pendidikan merupakan
satu kesatuan asas yang telah menjadi asas penting dalam pendidikan di
Indonesia. Pendidikan juga mengandung makna mengembangkan kodrat alam
anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan kehidupan lahir
dan bathin menjadi subur dan selamat, dan perkembangan peserta didik harus
senantiasa diikuti dengan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan.
dengan awas).
Tut wuri handayani artinya seorang yang harus memiliki keinginan dan
bisa memberikan motivasi kepada orang lain dari belakang. Dalam konteks
pendidikan ini berkaitan dengan peran guru dalam mendorong semangat belajar
murid. Kalimat Tut Wuri Handayani berasal dari gabungan kata Tut Wuri yang
berarti mengikuti dari belakang. Kemudian kata Handayani yang berarti
sumbangasih dorongan moral dan motivasi.Sehingga semboyan tersebut
memiliki makna sikap seseorang yang senantiasa memberikan dorongan moral
atau motivasi dari belakang kepada orang lain. Sebuah dorong moral dan
motivasi merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam menjalani hidup. Bila
seseorang telah kehilangan motivasi maka dia akan cenderung melakukan hal-
hal yang kurang bermanfaat. 8
2. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang
dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup ( long life education). Kedua istilah
ini memang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Penekanan istilah
“belajar”adalah perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif tetap
karena pengaruh pengalaman, sedang istilah “pendidikan” menekankan pada usaha
sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan
pengaruh pengalaman tersebut lebih efisien efektif, dengan kata lain, lingkungan yang

8
Ibid,h. 33.

6
membelajarkan subjek didik.Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur
hidup, dalam proses belajar mengajar di sekolah seyogyanya mengemban sekurang-
kurangnya dua hal pokok, yaitu; pertama; membelajarkan peserta didik dengan efisien
dan efektif, dan kedua; meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri
sebagai basis dari belajar sepanjang hayat. Ditinjau dari segi kependidikan, perlunya
merancang suatu program atau kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar
sepanjang hayat dengan memperhatikan dua dimensi, yaitu; Pertama, Dimensi
vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar
tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa
depan. Kedua, Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah. Untuk mencapai
integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia Indonesia seutuhnya
sesuai dengan nilai-niai Pancasila, Indonesia menganut asas pendidikan sepanjang
hayat. Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga negara Indonesia:
a. mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri dan kemandirian
sepanjang hidupnya,
b. mendapat kesempatan untuk memanfaatkan layanan lembaga-lembaga pendidikan
yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan yang ditawarkan dapat bersifat
formal, informal, non formal,
c. mendapat kesempatan mengikuti program-program pendidikan sesuai bakat,
minat, dan kemampuan dalam rangka pengembangan pribadi secara utuh menuju
profil Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945; dan mendapat kesempatan mengembangkan diri melalui
proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu sebagaimana
tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. 9
3. Asas Kemandirian Dalam Belajar
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktifitas belajar yangberlangsung
lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajaran. Ada beberapa pandangan tentang belajar mandiri yang diutarakan oleh
para ahli seperti dipaparkan sebagai berikut:
1) Belajar Mandiri memandang siswa sebagai para manajer dan pemilik tanggung jawab
dari proses pelajaran mereka sendiri. Belajar Mandiri mengintegrasikan self-

9
Ibid, h.34.

7
management (manajemen konteks, menentukan setting, sumber daya, dan tindakan)
dengan self-monitoring (siswa memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi
belajarnya).
2) Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri sangat penting di dalam memulai
dan memelihara usaha siswa.
3) Di dalam belajar mandiri, kendali secara berangsur-angsur bergeser dari para guru ke
siswa. Siswa mempunyai banyak kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan
tujuan apa yang hendak dicapai dan bermanfaat baginya. 10
Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan
kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi
tertentu. Belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan
kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan
motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi pembelajaran. Perwujudan asas
kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran
utama sebagai fasilitator dan motifator. 11
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung
erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada
prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri
dalam belajar. Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apa
bila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam
belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila
selalu tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan mampu menempatkan guru
dalam peran utama sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain:
informator, organisator dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan
menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga
memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan
sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk
memanfaatkan sumber belajar itu. 12

10
Junaid, Hamzan, Op.cit, hh. 98-99.
11
Joni Raka, T, Cara Belajar Siswa Aktif, Wawasan Kependidikan dan pembaruan
Pendidikan Guru( Malang; IKIP Malang, 1983 ),h.58.
12
Umar Tirtarahardja,op.cit, h.122-123.

8
LANDASAN PENDIDIKAN

Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan
ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual
(contoh: landasan pendidikan). Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut
pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan
kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan. 13

Dalam pengembangan pendidikan diperlukan landasan-landasan yang kokoh dan


dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah, teknologi maupun etik relegius. Salah satu
problema pendidikan dalam pengembangannya adalah foundational problems, istilah ini
diartikan sebagai alas, landasan sebagai dasar atau tumpuan. Pondasi sebagai alas atau
pijakan berdirinya sesuatu hal memiliki dua sifat, ada yang bersifat material dan ada yang
bersifat konseptual. Suyitno dalam Muhaimin mengemukakan bahwa pondasi/landasan yang
bersifat matrial antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang( bangunan yang kokoh ),
sedang pondasi/landasan pendidikan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara
Indonesia yaitu “ Pancasila dan UUD 1945, Sisdiknas, Peraturan Pemerintah tentang
pendidikan, dan sebagainya.14 Dengan demikian pendidikan sebagai usaha sadar yang
sistematis selalu bertolak dari sejumlah landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas
tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar
utama terhadap perkembangan manusia dan masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan
pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan kultural, yang sangat
memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan.15 Selanjutnya landasan
ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk menjemput masa depan. Landasan
Pendidikan Nasional sebagai wahana dan sarana pembangunan negara dan bangsa dituntut
mampu mengantisipasi proyeksi kebutuhan masa depan.

Tuntutan tersebut sangat bergayut dengan aspek-aspek penataan pendidikan nasional


yang bertumpu pada basis kehidupan masyarakat Indonesia secara komprehensif.Untuk
kepentingan penataan pendidikan nasional yang benar-benar merefleksi kehidupan bangsa,

13
Hamzan Junaid, op.cit, hh.90-91.
14
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam ( Cet. I,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 4.
15
Umar Tirtarahardja dkk(Cet 2),op.cit,h.92.

9
maka sangat penting pendidikan nasional memiliki beberapa landasan yaitu; landasan
filosopis, sosilogis, yuridis dengan penajaman landasan tersebut secara kritis dan fungsional.

1. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi
tujuannya, dan sebagainya.
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat,
falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasaYunani, philein berarti
mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. filsafat artinya
cinta akan kebijaksanaan atau kebenaran. Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran
dan perenungan secara mendalam samapai akar-akarnya mengenai pendidikan.16
Empat mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran
dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab filsafat pendidikan itu (Redja
Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144-150; Wayan Ardhana, 1986 :14-18) adalah:
a) Esensialisme.
Esensialisme merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan
prinsip idealisme dan realisme secara eklektis. Berdasarkan eklektisisme
tersebut tersebut maka esensialisme tersebut menitikberatkan penerapan
prinsip idealisme atau realisme dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya

b) Perenialisme
Ada persama antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya
membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang poko-
pokok (subject centered). Perbedaannya ialah perenialisme menekankan
keabadian teori kehikamatan, yaitu:
1). Pengetahuan yang benar (truth)
2). Keindahan (beauty)
3). Kecintaan kepada kebaikan (goodness)
c) Pragmatisme dan Progresivisme
Prakmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu
dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan.Progresivisme yaitu

16
Umar Tirtarahardja(Cet 1), op.cit. h.83.

10
perubahan untuk maju. Manusia akan mengalami perkembangan apabila
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan pemikiran

d) Rekonstruksionisme
Rekonstruksionalisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara
berpikir progresif dalam pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang
pengalaman-pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini disekolah,
tapi haruslah memelopori masyarakat kearah masyarakatbaru yang
diinginkan.17

Nasution (1982) menyebut manfaat filsafat pendidikan adalah sebagai berikut:

 Filsafat pendidikan dapat menentukan arah (direction) akan ke mana anak didik di
bawa. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik
anak bangsa sesuai dengan harapan dan cita cita masyarakat tersebut.
 Dengan adanya tujuan pendidikan, yang diwarnai oleh filsafat pendidikan yang
dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil( output) yang harus
dicapai dalam program pendidika. Pribadi anak didik yang bagaimanakah yang
akan di tempa dalam garapan pendidikan.
 Filsafat pendidikan menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan pendidikan
yang ingin dicapai.
 Filsafat dan tujuan pendidikan akan memberi kesatuan yang bulat (unity0 tentang
segala upaya pendidikan yang dilakukan. Garapan pendidikan dilaksanakan secara
sistemik,berkesinambungan, serta berhubungan erat satu sama lain.
 Filsafat dan tujuan pendidikan memungkinkan para pengelola pendidikan
melakukan penilaian tentang segala upaya yang telah dilaksanakan dalam
implementasi pendidikan.18
Filsafat pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang
terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila tersebut harus ditanamkan pada peserta
didik melalui penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua level dan tingkat
dan jenis pendidikan. Nilai-nilai tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran
dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan. Rancangan penanaman nilai
budaya bangsa tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai
17
Ibid. hh. 88-91.
18
Dinn Wahyudin ,dkk, pengantar pendidikan, (Cet.16, Jakarta: Universitas Tebuka, 2006),h.2.5.

11
penguasaan kognitif tetapi lebih penting pencapaian afektif. Lebih jauh lagi
pencapaian nilai budaya sebagai landasan filosopis bertujuan untuk mengembangkan
bakat, minat dan kecerdasan dalam pemberdayaan yang seoptimal mungkin. Dua hal
yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan filosopis dalam pendidikan
nasional Indonesia. Pertama, adalah pandangan tentang manusia Indonesia sebagai:
a. Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya.
b. Makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya.
c. Makhluk sosial dengan segala tanggung jawab yang hidup di dalam
masyarakat yang pluralistik baik dari segi lingkungan sosial budaya,
lingkungan hidup dan segi kemajuan Negara kesatuan Republik Indonesia
di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa berkembang dengan
segala tantangannya.19

Kedua pendidikan nasional dipandang sebagai pranata sosial yang selalu


berinteraksi dengan kelembagaan sosial lain dalam masyarakat.

Kedua pandangan filosopis tersebut menjadikan pendidikan nasional harus


ditanggung oleh semua fihak, sehingga pendidikan dibangun oleh semua unsur bangsa
yang dapat berkontribusi terhadap unsur pranata sosial lainnya. Secara mendasar
dapat ditegaskan bahwa landasan filosopis Pancasila dalam sistem pendidikan
nasional menempatkan peserta didik sebagai makhuk yang khas dengan segala
fitrahnya dan tugasnya menjadi agen pembangunan yang berharkat dan bermartabat.20
Oleh karena itu landasan filosopis pendidikan nasional memberikan penegsan bahwa
penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia hendaknya mengimplementasikan
ke arah:

a. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma persatuan


bangsa dari segi sosial, budaya, ekonomi dan memlihara keutuhan bangsa
dan negara.
b. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses pendidikannya
memberdayakan semua institusi pendidikan agar individu dapat menghargai
perbedaan individu lain, suku, ras, agama, status sosial, ekonomi dan
19
Rubino Rubiyanto, dkk, Landasan Pendidikan,( Cet. I, Surakarta;
Muhammadiyah University Press, 2003). H. 17. Dan lihat Reka Joni, T, Penelitian
Pengembangan dalam Pembaruan Pendidikan ( Cet. I, Jakarta: P2LPTK Ditjen Depdikbud,
1984) h.45.
20
Umar Tirtarahardja,op. cit, h. 92.

12
golongan sebagai manifestasi rasa cinta tanah air. Dalam hal ini pendidikan
nasional dipandang sebagai bagian dari upaya nation character building bagi
bangsa Indonesia.
c. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma kerakyatan
dan demokrasi. Pendidikan hendaknya memberdayakan pendidik dan
lembaga pendidikan untuk terbentuknya peserta didik menjadi warga yang
memahami dan menerapkan prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip kerakyatan dan demokrasi
harus tercermin dalam input-proses penyelenggaraan pendidikan Indonesia.
d. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma keadilan
sosial untuk seluruh warga negara Indonesia. Perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan menjamin pada penghapusan bentuk diskriminatif dan menjamin
terlaksananya pendidikan untuk semua warga negara tanpa kecuali.
e. Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya manusia seutuhnya
yang beriman dan bertaqwa, menjunjung tinggi hak asasi manusia,
demokratis, cinta tanah air dan memiliki tanggungjawab sosial yang
berkeadilan. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar yang kokoh sekaligus
ruh pendidikan nasional Indonesia.21

2. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis pendidikan juga merupakan analisis ilmiah tentang proses
sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Kegiatan pendidikan
itu merupakan suatu proses interaksi antar pendidik dengan peserta didik, antara
generasi satu dengan generasi yang lainnya. Kajian sosiologi pendidikan sangat
esensial, karena merupakan sarana untuk memahami sistem pendidikan dengan
keseluruhan hidup masyarakat. Landasan sosiologi pendidikan merupakan asumsi-
asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam
pendidikan
Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat
bidang:
1) Hubungan pendidikan dengan aspek masyarakat lain,yang mempelajari:
 Fungsi pendidikan dalam kebudayaan

21
Rubino Rubiyanto, dkk, op.cit, h. 19.

13
 Hubungan sisitem pendidikan dan proses kontrol sosiala dengan sstem
kekuasaan lain
 Fungsi pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan
perubahan kebudayaan
 Hubungan antar kelas sosial
 Fungsional pendidikan formal yang mencakup hubungan dengan
ras,kebudayaam dan kelompok kelompok dalam masyarakat
2) Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi:
 Sifat kebudayaan dalam sekolah yang khusus dan berbeda dengan
kebudayaan di luar sekolah
 Pola interaksi dan struktur masyarakat sekolah
3) Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya,yang mempelajari:
 Peranan sosial guru
 Sifat kepribadian guru
 Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laju sisiwa
 Fungsi sosial sekolah pada sosialisasi anak anak
4) Sekolah dalam komunitas,mempelajari pola interaksi antara sekolah dalam
komunitasnya yang meliputi:
 Pelukisan komunitas sekolah sepertti tampaknya dalam prganisasi sekolah
 Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak pada kaum sosila tak
terpelajar
 Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi pendidikannya
 Faktor faktor demografi dan ekologi dalam organisasi sekolah22
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu
bahkan dua generasi, yang memungkinkan dari generasi kegenerasi berikutnya
mengembangkan diri searah dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat pada
zamannya.23 Oleh karena itu dalam mengahdapi kondisi seperti itu, lembaga
pendidikan harus diberdayakan bersama dengan lembaga sosial lainnya. Dalam hal ini
pendidikan disejajarkan dengan lembaga ekonomi, politik sebagai pranata
kemasyarakatan, pembudayaan masyarakat belajar (society learning) harus dijadikan
sarana rekonstruksi sosial. Apabila perencanaan pendidikan yang melibatkan

22
Umar Tirtarahardja, op. cit, h. 95-96.
23
Ibid,h. 96.

14
masyarakat bisa tercapai maka patologi sosial setidaknya terkurangi. Hasrat
masyarakat untuk belajar semakin meningkat.
Sistem pendidikan nasional hendaknya melibatkan berbagai elemen
masyarakat, meskipun pemerintah telah menyiapkan dana khusus untuk pembangunan
dibidang pendidikan, namun jika pendidikan akan ditingkatkan mutu atau kualitasnya,
maka otomatis peran serta masyarakat sangat dibutuhkan bahkan menentukan.
Demikian pula apabila pendidikan hanya terarah pada tujuan pembelajaran murni
pada aspek kognitif, afektif tanpa mengaitkan dengan kepentingan sosial, politik dan
upaya pemecahan problem bangsa, maka pendidikan tidak akan mampu dijadikan
sebagai sarana rekonstruksi sosial.24Dalam kaitannya dengan perluasan fungsi
pendidikan lebih jauh, maka diperlukan pengembangan sistem pendidikan nasional
yang didasarkan atas kesadaran kolektif bangsa dalam kerangka ikut memecahkan
problem sosial. Masalah yang kini sedang dihadapi bangsa adalah masalah perbedaan
sosial ekonomi sehingga pendidikan dirancang untuk mengurangi beban perbedaan
tersebut. Aspek sosial lainnya seperti ketidaksamaan mengakses informasi yang
konsekuensinya akan mempertajam kesenjangan sosial dapat dieleminir melalui
pendidikan.

3. Landasan Kultural

Menurut Nana Sudjana( 1989) menyebutkan tiga gejala yang diwujudkan


dalam kebudayaan umat manusia, berupa:

1) Ide dan gagasan seperti: konsep, nilai, norma, peraturan sebagai hasil cipta dan
karya manusia.
2) Kegiatan seperti tindakan yang berpla dari manusia dalam masyarakat.
3) Hasil karya cipta manusia.

oleh karena pendidikan merupakan suatu proses budaya, maka garapannya


akan senantiasa dalam upaya membina dan mengembangkan cipta, rasa, dan karsa ke
dalam tiga wujud diatas 25

Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan setiap manusia selalu


menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu

24
Ibid, h. 98
25
Dinn Wahyudin ,dkk, op.cit, h.2.7.

15
dalam Undang undang RI no. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa,
pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasar Pancasila dan undang-undang
Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman. Kebudayaan
dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, kebudayaan dapat diwariskan
dengan jalan meneruskan kepada generasi penerus melalui pendidikan. Sebaliknya
pelaksanaan pendidikan ikut ditentukan oleh kebuadayaan masyarakat dimana proses
pendidikan berlangsung.

4. Landasan Psikologis
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses
pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada
setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia
sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan
proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan
adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar
Pemahaman peserta didik utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan,
merupakan faktor keberhasilan untuk pendididkan. Dalam maksud itu, Psikologi
menyediakan sejumlah informasi/kebutuhan tentang kehidupan pribadi manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
Seperti di kemukakakn teori A.maslow kategori kebutuhan menjadi enam kategori
meliputi:
 Kebutuhan fisiologis: kebutuhan memmpertahankan hidup (makan, tidur,
istrahat dan sebagainya)
 Kebutuhan rasa aman: kebutuhan terus nenerus merasa aman dan
bebasdari ketakutan
 Kebutuhan akan cinta dan pengakuan:kebutuhan rasa kasih sayang dalam
kelompok
 Kebutuhan akan alkuturasi diri:kebutuhan akan potensi potensi yang di
miliki

16
 Kebutuhan untuk mengetahui dan di pahami:kebutuhan akan berkaitan
dengan penguasaan iptek26
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Memahami peserta
didik dari aspek psikologis merupakan salah satu faktor keberhasilan pendidikan.
Oleh karena itu hasil kajian dalam penemuan psikologis sangat diperlukan
penerapannya dalam bidang pendidikan, umpamanya pengetahuan tentang urutan
perkembangan anak. Setiap individu memiliki bakat, minat, kemampuan, kekuatan,
serta tempo dan irama perkembangan yang berbeda dengan yang lainnya.27 Sebagai
implikasinya pendidikan tidak mungkin memperlakukan sama kepada peserta didik.
Penyusunan kurikulum harus berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman
belajar yang akan dijadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat
keterincian bahan belajar yang digariskan.

5. Landasan Ilmiah dan Teknologi

Landasan yang sangat mempengaruhi pendidikan adalah perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi (iptek). Hal yang patut diakui, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dasawarsa terakhir ini maju dengan pesat,
sebagai buah dari kegiatan penelitian dalam bidang ilmu murni (pure science) dan
ilmu terapan (applied science ) yang berkembang pesat pula. Perkembangan ini jelas
memberi pengaruh dan dampak yang sangat kuat pada garapan pada pendidikan. Ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan isi kurikulum pendidikan. Sedaangkan isi
kurikulum itu sendiri merupakan kumpulan pengalaman manusia yang disusun secara
sistematis dan sistemik sebagai hasil atau buah karya kebudayaan manusia. Oleh
sebab itu, pemilihan sebaran dan isi kurikulum dalam suatu program pendidikan pada
hakikatnya merupakan penetapan isi atau ilmu yang relevan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Di sini berarti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sebagai salah satu karakteristik perkembangan sosial budaya, akan memberi corak dan
warna bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pendidikan.28

26
Umar Tirtarahardja,op. Cit,h. 104.
27
Ibid,h. 105.
28
Dinn Wahyudin ,dkk, op.cit, hh.2.9-2.10.

17
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai kaitan yang erat.
Seperti diketahui IPTEK menjadi isi kajian di dalam pendidikan dengan kata lain
pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Dari
sisi lain setiap perkembangan iptek harus segera diimplementasikan oleh pendidikan
yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek ke dalam isi bahan ajar.
Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh cabang-cabang iptek (psikologi,
sosiologi, antropologi, dsb). Seiring dengan kemajuan iptek, maka pada umumnya
ilmu pengetahuan juga berkembang sangat pesat.29

29
Umar Tirtarahardja,op. cit, h. 113.

18
TEORI PENDIDIKAN

Teori adalah hasil dari proses ilmiah. Secara vertahap teori diproses melalui
pengumpulan fakta, pengembangan konsep, dan perumusan generalisasi. Generalisasi dan
keterkaitan logis antara generalisasi adalah wujud konkrit teori. Dalam kamus cambridge,
teori diartikan sebagai: “ a formal statement of the rules in which a subject of study is based
or of ideas which are suggested ro explain a fact or efent or, more generally , an opinion or
explanation”.(Cambridge Advanced Learner’s Dictionary: 2008-1507). Dengan demikian
dapat di katakan bahwa teori pendidikan adalah pernyataan-pernyataan umum tentang
pendidikan, yang digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antara berbagai fakta atau
fenomena pendidikan.

Teori pendidikan dan filsafat pendidikan memiliki obyek materi kajian sama, yang
mana mengenai filsafat pendidikan ini termasuk ke dalam landasan pendidikan yang telah
dibahas sebelumnya. Kedua obyek materi ini memiliki kajian yang sama, yakni manusia
dengan tindakan dan pemikiran pendidikannya. Meskipun pendidikan, keduanya memiliki
obyek kajian formal yang berbeda. Teori pendidikan mengkaji apa, mengapa, dan bagaimana
pendidikan berlangsung. Sedangkan filsafat pendidikan mengkaji pandangan mendasar dan
menyeluruh yang menjadi acuan pemikiran dan pelaksanaan pendidikan.

Dengan demikian, untuk sampai pada pemahaman yang memadai tentang filsafat
pendidikan, maka pertama-tama perlu dipahami dan dilakukan penyamaan persepsi tentang
apa, mengapa, dan bagaimana pendidikan berlangsung. meskipun demikian, karena filsafat
menjadi sumber inspirasi awal dan utama pengembangan teori, maka dalam mengkaji teori
tentang pendidikan, dengan sendirinya akan ikut dikaji pula pemikiran-pemikiran filosofis
yang melatar belakanginya.30

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang


diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. 31

Mudhardjo(2001: 91) menegaskan bahwa sebuah teori berisi konsep-konsep,


ada yang berfungsi sebagai:

30
Anselmus JE Toenlio, Teori dan Filsafat Pendidikan,( Cet. 1, Malang: PT Gunung Samudera,2016), h.7.
31
Faturrahman dkk,Pengantar Pendidikan,(Cet. 1, Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2012),h.1.

19
a. Asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran teori.
b. Definisi konotatif atau denotatif atau konsep-konsep yang menyatakan makna
dari istilah istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.

Asumsi pokok pendidikan adalah:

a. Pendidikan adalah aktual,artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual


dari individu yang belajar dan lingkungan belajarnya.
b. Pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal
yang baik atau norma-norma yang baik.
c. Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa
serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang
belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.

Pendidikan dipandang dari sudut keilmuan tertentu seperti:

a. Sosiologi memandang pendidikan dari aspek sosisa, yaitu mengartikan


pendidikan sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi.
b. Antropologi memandang pendidikan adalah enkulturasi yaitu proses
pemindahan budaya dari generasi ke generasi.
c. Psikologi memandang pendidikan dari aspek tingkah laku individu, yaitu
mengartikan pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara
optimal. Psikologi menurut Woodward dan Maquis(1955:3) adalah studi
tentang kegiatan-kegiatan atau tingkah laku individu dalam keseluruhan ruang
hidupnya.
d. Ekonomi, yaitu memandang pendidikan sebagai usaha penanaman modal
insani (human capital) yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa.
e. Politik yang melihat pendidikan adalah proses menjadi warga negara yang
diharapkan(civiliasi) sebagai usaha pembinaan kader bangsa yang tangguh.

Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktik. Teori pendidikan
adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana soyogianya pendidikan itu
dilaksanakan, sedangkan praktik adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara
konkretnya. Teori pendidikan disusun seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai

20
rasional dari praktik pendidikan seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai
rasional dari praktik pendidikan serta pada dasarnya bersifat direktif.32

2. Hubungan Filsafat dan Teori Pendidikan


Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara lebih
rinci dapat di uraikan sebagai berikut:
a. Filsafat dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan
dan menyusun teori teori pendidikannya, disamping menggunakan metode-
metode ilmiah lainnya.
b. Filsafat juga berfungsi memberi arah agar teori pendidikan yang telah berkembang
oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, mempunyai relefansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar
teori-teori dengan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan
tersebut bisa diterapkan dalam praktik kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
c. Filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah
dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau
pedagogik.

Disampig hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan,


juga terdapat hubungan yang bersifat suplementar, sebagaiman dikemukakan oleh Ali
Saefullah dalam bukunya antara filsafat dan pendidikan, sebagai berikut:

a. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang


sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta ini
moral pendidikannya.
b. Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi politik
pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidik, metodologi
pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peran pendidik
dalam pembangunan masyarakat dan negara.

Definisi diatas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu: filsafat


pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalah

32
Ibid, hh.4-5.

21
bahwa yang satu suplemen terhadap yang lain dan keduanya diperlakukan oleh setiap
guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.33

3. Macam-macam Teori Pendidikan


Sebuah teori adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan,
dan memprediksi. Sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang
terpadu, menerangkan dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Teori
pendidikan ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran pendidikan
dan ada yang berperan sebagai definisi menerangkan makna.34
Pernyataan secara filosofis apa itu pendidikan harus diangkat pada level
konsep yang tinggi, sehingga terlepas dari pengertian yang hanya melihat pendidikan
sebagai kegiatan belajar mengajar saja dan suatu usaha membantu orang lain menjadi
manusia terdidik, dan ini muncul sebagai fenomena sosial. Secara prinsip pernyataan
filosofis harus memberi identitas pada pendidikan yang berbeda dengan yang lain
bersifat “cross culture” artinya bahwa kita melihat pendidikan itu dengan konsep yang
lebih luas dan lintas kultural yang memandang manusia sebagai bagian dari
masyarakat sosial yang secara akumulatif mempengaruhi proses pendidikan.35
Teori pendidikan merupakan landasan dalam pengembangan praktik-praktik
pendidikan, misalnya pengembangan kurikulum, proses belajar mengajar, dan
manajemen sekolah. Kurikulum dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat
erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum dan rencana pembelajaran disusun
dengan mengacu pada teori pendidikan.36

Ada empat teori pendidikan, yaitu:


1) Teori pendidikan klasik (classical education).

Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti perenialisme,


essensialisme dan eksistensialisme, yang memandang bahwa pendidikan berfungsi
sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori
pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi
pendidikan atau materi di ambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan

33
Soetyono Iskandar dan Mardi Syahir, Filsafat Pendidikan Vokasi( Cet.1, Yogyakarta: CV Budi
Utama,2018),hh.4-5.
34
Prof. Dr. Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran, (Cet.9 Bandung : ALFABETA, cv, 2011),h. 2.
35
Ibid,h.5.
36
Abdul Kadir,op.cit,h.141.

22
dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan
sistematis. Dalam praktiknya, pendidikan mempunyai peranan besar dan lebih
dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima
informasi dan tugas-tugas dari pendidik. Pendidikan klasik menjadi sumber bagi
pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang
bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik
menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”, melalui metode ekspositori dan
inkuiri. 37

Teori pendidikan klasik berlandasakan 3 filsafat klasik yaitu:

a. Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal, atau selalu.
Dengan prinsisp keabadian itu perenialisme berpendirian bahwa untuk
mengembalikan keadaan yang kacau balau, tidak menentu dan penuh rasa
kebingungan seperti keadaan sekarang ini, tiada jalan lain kecuali kembali
kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji tidak lapuk kena hujan dan tiada
lekang kena terik matahari yakni dasar dan pedoman tingkah laku dan
perkehidupan zaman kuno dan abad tengah.38
b. Esensialisme
Corak esensialisme dibentuk oleh aliran filsafat idealisme dan realisme. Kedua
aliran tersebut menjadi pendukung esensialisme secara elektik. Elektik artinya
dua paham atau lebih yang menjadi satu kekuatan tanpa meleburkan dirinya
masing-masing. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan harus mempunyai
pegangan yang cukup kokoh kuat yaitu berupa nilai-nilai yang telah teruji , telah
mampu tegak berdiri walaupun dirongrong waktu dan memiliki tata yang jelas.39
c. Eksistensialisme
Eksistensialisme menyatakan bahwa individu menyadari identitas dirinya
sebagai sebuah masalah, dan berharap, denganmenyelidiki misteri eksistensi
dirinya, ia akan dapat menyingkap makna di dalam kehidupan. Eksistensialisme
merupakan salah satu gerakan intelektual yang luar biasa pada abad 20, dan tetap

37
Ibid 141
38
Dinn Wahyudin ,dkk, op.cit, h. 5.27.
39
Ibid, h.5.14.

23
menjadi unsur penting dalam kancah pemikiran hari ini, di samping
meninggalkan sekian banyak drama dan novel abadi.40

2) Teori pendidikan personal (personalized education).


Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi sejak dilahirkan anak telah memiliki
potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi
yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik.
Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan
pendidikan hanya menepati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing,
pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan
romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya, Francis Parker dan
John Dewey memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh.
Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan
minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul
dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan
menggunakkannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam
metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan
dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-
pemikiran J.J Rouseau tentang tabularasa, yang memandang setiap individu dalam
keadaan fitrah, memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan.
Teori pendidikan personal menjadi sumber bagi pengembangan kurikulum
humanis, yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri
dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses
aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih
menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis).

3) Teknologi pendidikan.
Teknologi pendidikan, yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai
persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam
menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam
teknologi pendidikan, yang lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan

40
Bryan Mage, The Strory of Philosophy,(Cet. 1, Yogyakarta: Percetakan Kanisius, 2008).h.208.

24
kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan
pemeliharaan budaya alam.
Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli
bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa objek dan keterampilan yang mengarah
kepada kemampuan vokasional. Isi disusun dalam bentuk desain program atau
desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media
elektronika, dan para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha
untuk menguasai sejumlah besar bahkan dan pola-pola kegiatan secara efisien.
Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Pendidik
berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning), lebih banyak tugas-tugas
pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model
kurikulum, yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan
kompetensi bagi para peserta didik. Pembelajaran dilakukan melalui metode
pembelajaran individual, media buku ataupun media elektronik, sehingga pembelajar
dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.

4) Teori pendidikan interaksional.


Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak
dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan
bekerja sama dengan manusia lain. Pendidikan sebagai salah satu bentuk
kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan
interaksional menekankan interaksi dua pihak dari pendidik kepada peserta didik
dan dari peserta didik kepada pendidik. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi
antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara
pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai
bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari
fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta
tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya
dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu
filsafat rekonstruksi sosial.
Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model
kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama
menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan

25
atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang
mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk memecahkannya.41

Berbagai teori pendidikan yang memberikan andil terhadap perkembangan


proses belajar mengajar dan dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan. Secara
garis besar teori pendidikan dilatarbelakangi oleh aliran Empirisme, Nativisme,
Konvergensi, yaitu:42
 Aliran Empirisme
Aliran Empirisme menjelaskan bahwa pembentukan dan
perkembangan manusia dalam menerima informasi dan pendidikan ditentukan
oleh faktor lingkungan.25 Pelopor teori ini adalah John Lock (1632-1704)
seorang yang berkebangsaan Inggris yang mempunyai gagasan bahwa segala
sesuatu berada dalam pikiran dan hasil dari pengalaman inderawi bukan berasal
dari akal budi.26 Teori ini lebih dikenal dengan Tabularasa (a blank sheet of
paper), dimana setiap individu yang lahir diumpamakan seperti kertas putih,
untuk perkembangan selanjutnya faktor yang sangat mempengaruhi dan
menentukan adalah lingkungan. Teori ini bersifat optimistik, dimana setiap
individu yang lahir mempunyai potensi dan peluang besar untuk dapat berubah
sesuai dengan lingkungan dan pengalaman yang diterima. Menurut teori ini
pendidikan memegang peranan penting, karena dengan lingkungan pendidikan
yang baik setiap individu akan mendapatkan proses pendidikan yang baik yang
dapat menghasilkan tujuan hidup. Aliran ini berseberangan dengan aliran
pendidikan nativisme.
 Aliran Nativisme
Aliran Nativisme berpendapat bahwa perkembangan kepribadian setiap
individu hanya ditentukan oleh bawaan (kemampuan dasar) bakat serta faktor
dalam bersifat kodrati.27 Faktor lingkungan dan pengalaman inderawi tidak
berpengaruh sama sekali. Manusia lahir sudah memiliki bakat, kemampuan dan
potensi yang alami dan tidak dapat dirubah oleh lingkungan sekitar. Tokoh teori
ini seorang filosof berasal dari Jernam bernama Arthur Schopenhauer (1788-
1860) yang lahir di Danzig (Polandia).28 Aliran ini disebut aliran pesimistik,

41
Ibid,h.142-143
42
Sholichah,AAS Siti.2018.Tori Teori Pendidikan dalam Al-Qur’an. Jurnal Pendidikan Islam. 1(07):30-31.

26
karena perkembangan setiap individu tidak dapat berubah dan bersifat kodrati,
meskipun berbagai upaya telah dilakukan, sehingga setiap individu tidak perlu
berupaya dan bekerja keras untuk merubah kehidupan ini karena semua sudah
kodrati. Dalam dunia pendidikan, menurut teori ini setiap individu akan
berkembang dan berhasil melakukan proses pembelajaran sesuai dengan bakat
dan pembawaannya. Dari dua teori yang berkembang, melahirkan teori yang
menggabungkan antara teori nativisme dan teori empirisme, teori ini disebut
teori konvergensi
 Aliran Konvergensi
Teori Konvergensi merupakan teori perpaduan, dimana menjelaskan
bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor bakat/kemampuan dasar
dan alam sekitar. Proses perkembangan dan pembentukan kepribadian manusia
merupakan proses interaktif dan dialektis antara kemamapuan dasar dan alam
lingkungan secara kesinambungan. Perkembangan pribadi sesungguhnya adalah
hasil proses kerjasama kedua faktor baik internal (potensi hereditas), maupun
faktor eksternal (lingkungan budaya dan pendidikan).29 Pelopor teori ini adalah
Wiliam Stern (1871-1983), seorang filosof berkebangsan Jerman. Teori ini
menjelaskan bahwa bakat setiap individu tidak akan berkembang dengan baik
tanpa adanya lingkungan setiap individu yang mendukung bakat tersebut. Teori
ini menemukan dua garis yaitu bakat dan lingkungan memusat kesatu titik
(konvergensi).

27
TEORI PEMBELAJARAN

Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian
menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perbuatan yang ditimbulkan oleh
lainnya. Winkel berpendapat bahwa belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Berdasarkan pengertian belajar menurut ahli,
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku
dan penampilan sebagai hasil dari praktik dan pengalaman. Jadi, teori belajar adalah sebuah
konsep yang abstrak yang membantu peserta didik untuk belajar.43

Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar
merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang
keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah
melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau
latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat
naluriah.44

Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu


bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi
pendidikan ini muncullah beberapa aliran psikologi pendidikan, diantaranya yaitu :

1. Teori Belajar Behaviorisme


Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menuru teori behavior, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu
jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang
terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput
yang berupa respon.

43
S Suryabrata. Psikologi Pendidikan,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001),h.232.
44
Robert M Gagne, The Conditions of Learning,( New York: Holt, Rinehart, and Winston,1977),h.3.

28
Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.
Menurut teori belajar tingkah laku atau aliran behaviorisme,belajar adalah
perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari inter-aksi antara stimulus dan
respon. Beberapa ahli yang mendukung teori belajar tingkah laku ialah John Watson,
Edward Thorndike, dan B.F Skinner.
a. Edward Thorndike
Thorndike adalah ahli yang berpendapat bahwa pengalaman adalah sumber
gagasan-gagasan dan hanya tingkah laku nyata saja yang dapat dipelajari.Dalam
hal ini dia berpendapat bahwa belajar dapat terjadi kalau ada stimulus dan ada
respon individu yang belajar( disebut sebagai teori stimulus dan respon(S-R)).
Menurut Thorndike,ada tiga hukum pokok yang berlaku dalam proses belajar dan
pembelajaran yaitu: 1) hukum kesiapan, 2) hukum akibat, 3) hukum latihan.45
Menurut teori ini, belajar adalah pembentukan atau penguatan hubungan
antara stimulus dan respon. Thorndike menekankan bahwa belajar terdiri atas
pembentukan ikatan atau hubungan-hubungan antara stimulus-respons yang
terbentuk melalui pengulangan.46 Teori ini dimunculkan sebagai hasil eksperimen
yang dilakukan oleh thorndike. Beliau melakukan percobaan pada seekor kucing
muda. Kucing itu dibiarkan kelaparan dalam kurungan yang pintunya berjeruji.
Kurungan kucing itu diberi beberapa tombol. Apabila salah satu tombolnya
terpijit, pintu itu akan terbuka dengan sendirinya. Sementara itu, di luar kurungan
disediakan makanan yang diletakkan dalam sebuah piring. Kucing mulai beraksi.
Ia bergerak kesana kemari dan mencoba untuk keluar dari kurungan. Tidak
beberapa lama tanpa disengaja kucing tersebut menyentuh tombol pembuka pintu.
Dengan girang, ia keluar dari kurungan dan menuju tempat makanan tersebut.
Thorndike mencoba beberapa kali hal yang sama pada kucing tersebut. Pada awal
percobaan kucing tersebut masih mondar-mandir hingga menyentuh tombol.
Namun setelah sekian lama percobaan kucing tersebut tidak mondar-mandir lagi,

45
Wahab Jufri,Belajar dan Pembelajaran Sains: Modal Dasar Menjadi Guru Profesional,(Cet.II, Bandung:
Pustaka Reka Cpta,2017),hh.10-13.
46
Oemar hamalik, psikologi belajar & mengajar (bandung: sinar baru algensindo, 2012), h. 50.

29
ia langsung menyentuh tombol pembuka pintu.47 Dengan demikian thorndike
menyimpulkan bahwa proses belajar melalui dua bentuk, yaitu:
1) trial and error , mengandung arti bahwa dengan terlatihnya proses belajar dari
kesalahan, dan mencoba terus sampai berhasil.
2) law of effect, mengandung arti bahwa segala tingkah laku yang
mengakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan terus diingat dan dipelajari
dengan sebaik-baiknya.
b. B.F Skinner
Skinner mendeskripsikan hubungan antar stimulus dan respon untuk
menjelasakan perubahan tingkah laku dalam hubungannya dengan
lingkungan.Pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan
lainnya, dan interaksi ini akhirnya memperoleh respon yang dihasilkan tersebut.48
Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkin teori Skinner lah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program
pembelajaran seperti Teaching Machine, Mathetics, atau program-program lain
yang memakai konsep stimulus, respon, dan faktor penguat, adalah contoh-contoh
program yang memanfaatkan teori Skinner.
Prinsip-prinsip Skinner adalah:
 Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
 Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
 Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri ,tidak
digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari
hukuman .
 Dalam pembelajaran digunakan shapping. 49
c. Jhon Watson
Watson adalah pendukung teori belajar tingkah laku yang menyatakan bahwa
hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat dipelajari dengan valid dan
reliabel.50

47
Mahmud, psikologi pendidikan (Jakarta: pustaka setia, 2009), h. 76.
48
Wahab Jufri,op.cit,h.14.
49
Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990),h.98.
50
Wahab Jufri,op.cit,h.11.

30
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah
Thorndike, stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang harus
diamati. Dengan kata lain Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang
mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak
perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak
siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi faktor faktor tersebut tidak
bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.51
2. Teori Belajar Kognitivism
Psikologi kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal
mental manusia termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan
belajar.52 Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan
tanpa melibatkan proses mentalnya, seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya.
Psikolagi kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan
peristiwa perilaku fisik meskipun hal-hal yang bersifat behavioral kadang-kadang
tampak kesat mata dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang sedang
belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan perangkat jasmaniah yaitu mulut
dan tangan untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi,
menggerakkan mulut dan menggoreskan penayang dilakukan bukan sekedar respons
atau stimulus yang ada, melainkan yang terpenting karena dorongan mental yang
diatur oleh otaknya.
Kehadiran aliran psikologi kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran
behaviorisme yang selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-teori yang
dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan para psikolog modern
dewasa ini.53
Teori- teori yang berorientasi pada aspek kognitif manusia lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar.Menurut teori belajar aliran
kognitivisme, ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu terbangun
melalui proses interaksi yang berkesi-nambungan dengan lingkungan. Beberapa ahli
yang mendukung berkembangnya aliran kognitivisme antara lain:
a) Jean Piaget

51
B.Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,(Jakarta : PT. Bumi Aksara,2005)h.7.
52
Sudarwan denim, dkk, psikologi pendidikan (bandung: alfabeta, 2011), h.38.
53
Mahmud, op.cit, hh. 82-83.

31
Teori Piaget berfokus pada perkembangn pola berpikir mulai dari bayi
sampai dewasa.Menurut Piaget, belajar adalah proses aktif dan berkaitan
dengan interaksi individu dengan lingkungannya Piaget berpendapat bahwa
proses pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
yang dilalui oleh seseorang. Tahap perkembangan kognitif ini terbagi menjadi
empat tahap ,yaitu tahap sensorimotor (dari usia 0-2 thaun), tahap
praoperasional( dari usia 2-7 tahun), tahap operasional konkrit (dari usia 7-11
tahun), dan tahpa operasional-formal (dari usia 11 tahun).Piaget menyatakan
bahwa proses belajar berlangsung melalui tiga tahap yakni asimilasi(
assimilation), akomodasi (accomodation), dan penyeimbangan (
equilibration).Asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur
kognitif yang sudah ada dalam benak peserta didik.Akomodasi adalah proses
penyesuaian struktur kognitif/mental pada karakteristik kejadian atau objek
yang dipikirkannya. Dan ekuilibrasi merupakan penyesuaian yang
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

b) David Ausubel

Menurut Ausubel peserta didik akan belajar dengan baik jika apa yang
disebut pengatur kemajuan belajar (advance organizer)di definisikan dan
dipersentasikan dengan baik dan tepat kepada mereka.
c) Jerome Bruner
Bruner mengusulkan suatu teori yang disebut belajar melalui
investigasi bebas(free discovery learning).Menurut teori ini ,proses belajar akan
dapat berlangsung aktif , kreatif, efektif dan menyenangkan jika pendidik
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu aturan
termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui contoh-contoh yang
menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya. Menurut
Bruner belajar memiliki empat komponen yaitu:
 Rasa ingin tahu dan ketidakpastian
Bruner menyatakan bahwa pengalaman belajar harus dirancang dengan
baik untuk membantu peserta didik agar mau dan mampu belajar. Kondisi
sumber belajar yang menantang untuk melakukan eksplorasi adalah
“ketidakpastian” yang memicu rasa ingin tahu.
 Struktur pengetahuan
32
Bruner menyatakan bahwa pendidik profesional harus mampu
menspesifikasikan pola atau struktur pengetahuan agar dapat lebih mudah
diikuti oleh peserta didik.
 Sekuensi
Menurut Bruner model penyajian materi pembelajaran sebaiknya
berlangsung melalui sekuensi atau tahapan-tahapan tertentu yakni mulai dari
tahap Enaktif ( hands-on,concrete), ke tahap ikonik (visual), (dan tahap simbolik
(decription or mathematical symbols).
 Motivasi
Wolfolk(2004) mendefinisikan motivasi sebagai potensi individual
yang berperan dalam mengarahkan dan memelihara perilaku
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif dapat menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri, serta
dapat membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Tetapi tori
ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, sulit untuk dipraktikkan
khususnya di tingkat lanjut, dan beberapa prinsip seperti intelegensi sulit
dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.54

3. Teori Belajar Humanism


Teori belajar ini berakar pada karakteristik alami manusia. Pada teori ini
berpandangan bahwa manusia memilki kecenderungan untuk mengembangkan
potensi diri dan mengaktualisasikan diri sebagai bentuk kebutuhan dasar hidupnya.
Beberapa pakar pendudkung teori belajar aliran humanisme adalaha Abraham
Maslow, john Dewey, David Kolb, dan Habermas.
1) John Dewey
Dia meyakini bahwa interaksi manusia dengan lingkungan memberikan
kontribusi pada gagasan bahwa belajar adalah bagian dari kegiatan membimbing
diri sendiri untuk menemukan sesuatu (self-guided discovery).
2) Abraham Maslow
Dia percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima
dirinya sebisa mungkin.teorinya dikenal dengan teori”hirarki kebutuhan”.
3) David Kolb

54
Wahab Jufri,op.cit,hh.19-30.

33
Kolb membagi proses belajar ke dalam empat macam, yaitu
pengalaman konkrit, pengamatan aktif dan reaktif, konseptualisasi, dan
eksperimen aktif.
4) Habermas
Dia meyakini bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi
dengan lingkungan dan dengan sesama manusia.
Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Humanisme
Teori belajar aliran humanisme sering dikritik karena sifatnya yang terlalu
deskriptif. Kelemahan lain adalah sukarnya menerjemahkan teori ini ke dalam
langkah-langkah yang lebih praktis dan konkret. Tapi karena sifatnya yang deskriptif
itulah maka teori ini seolah-olah memberikan arah bagi proses belajar. Teori
humanistik akan sangat membantu kita memahami proses belajar serta melakukan
proses belajar dalam dimensi yang lebih luas,jika kita mampu menempatkannya pada
konteks yang tepat.
Implikasi Pedagogik Teori Belajar Humanisme
teori belajar aliran humanisme yang penting untuk diperharhatikan oleh guru ialah
menekankan peran kepuasan peserta didik dalam belajar sesuai dengan kebutuhan
yang dirasakannya.55
4. Teori Belajar Socialism
Pemodelan (modeling) merupakan konsep dasar dari teori belajar
sosial ini. Umumnya perilaku dan sikap manusia berkembang sebagai hasil
mengamati dan mencontoh orang lain yang menjadi model.menurut Bandura, ada
empat fase belajar dari pemodelan yaitu: fase perhatian (attentional phase), fase
retensi (retention phase), fase reproduksi, dan fase motivasi (motivational phase).
Fase perhatian merupakan tahap awal dalam proses belajar melalui pemodelan adalah
memberikan perhatian pada suatu model. Fase retensi merupakan fase yang
bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode
dalam ingatan. Fase reproduksi yaitu fase dimana bayangan memori akan
membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru dipelajari.
Fase motivasi adalah tahap dimana snag pengamat akan meniru model apabila mereka
merasa bahwa jika mereka mapu melakukn sesuatu seperti yang dicontohkan oleh
model atau gurunyaa itu, maka akan memperoleh penghargaan atau penguatan.

55
Ibid,hh.32-37.

34
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan teori yang bagus dalam pembelajaran karena
teori pembelajaran ini berfokus pada situasi yang mempengaruhi prilaku,berfokus
pada alat pengamatan, priaku sosial emosional dan motivasi,memberikan pengertian
tentang gejala gejala perkembangan anak,serta peranan interaksi antara lingkungan
dengan anak.Namun denga diterapkannya teknik peniruan sudah pasti terdapat
sebagian individu yang akan meniru tingkah laku negatif.56
5. Teori Belajar Kontruktivisme
Para pengembang pembelajaran menyatakan konstruktivisme sebagai
seperangkat prinsip perancangan pembelajaran. Oleh sebab itu dalam konteks teori
belajar, maka smeua pandangan yang memberikan peluang kepada peserta didik
untuk membangun sendiri pengetahuan dan keterampilannya secara aktif dengan
menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, menjadi bagian dari
aliran teori belajar kontruktivisme. Pembelajaran berlandaskan cara pandang
kontruktivisme meliputi empat tahap yaitu: 1) tahap apersepsi, 2) tahap eksplorasi, 3)
tahap diskusi dan penjelasan konsep, 4)tahap pengembangan dan aplikasi konsep
(Horsley,1990).
Implikasi Tori Belajar Kontuktivisme
Peserta didik memiliki kemampuan berfikir untukmenyelesaikan persoalan
yang dihadapi,pengetahuan dan keterampilan dapat dikontruksi oleh peserta didik,
dan peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapatmenemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivisme
Kelebihan teori konstruktivisme yaitu guru bukan satu-satunya sumber belajar,
siswa lebih aktif dan kreatif, pembelajaran menjadi lebih bermakna, pembelajar
memiliki kebebasan, membina sikap produktif dan percaya diri, proses evaluasi
difokuskan pada penilaian proses, dan siswa menjadi lebih mudah
paham.Namun,perolehan informasi berlangsung satu arah, siswa dituntut harus aktif,
dan guru tidak mentransfer pemgetahuan yang telah dimiliki, melainkan membantu
siswa.57

56
Ibid,hh.37-44.
57
Ibid,hh.44-46

35
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN

Asas-asas pendidikan merupakan suatu kebenaran menjadi dasar atau tumpukan


berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan .Disamping asas
pendidikan, terdapat landasan pendidikan yang sangat penting bagi penyelenggaraan
pendidikan karena merupakan pilar utama atau titik tumpu dalam penentuan kebijakan dan
praktik pendidikan ataupun pertimbangan yang di gunakan dalam pelaksanaan pendidikan
yang dilandasi oleh pemikiran tentang bagaimana layaknya pendidikan di selenggarakan.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia antara lain berlandaskan pada filosofis, sosiologis,
kultural psikologis. Teori pendidikan adalah teori yang digunakan dalam proses belajar
mengajar. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung
seumur hidup.Secara umum semua teori belajar dapat kita kelompokkan menjadi empat
golongan atau aliran Teori behaviouristik menekankan pada “hasil” daripada proses belajar.
Teori kognitif menekankan pada “proses” belajar. Teori humanistik menekankan pada “isi”
atau apa yang dipelajari. Teori sibernetik menekankan pada “sistem informasi” yang
dipelajari. Antara asas pendidikan,landasan pendidikan, teori pendidikan, dan teori
pembelajaran saling berkaitan anatar satu dengan yang lainnya atau bisa dikatakan saling
membutuhkan.

36
37
DAFTAR PUSTAKA

Tirtarahardja, Umar dan Sulo, La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Kadir, Abdul, dkk. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

Junaid, Hamzan. 2012. Sumber ,Azas dan Landasan Pendidikan. Sulesana. 2 (07). Hal 94-99.

Joni, Raka. 1984. Penelitian Pengembangan dalam Pembaruan Pendidikan. Jakarta:


P2LPTK Ditjen Depdikbud.

Rubiyanto, Rubino, Eko supriyanto dan Joko Santoso. 2003. Landasan Pendidikan.
Surakarta; Muhammadiyah University Press.

Joni Raka, T.1983. Cara Belajar Siswa Aktif, Wawasan Kependidikan dan pembaruan
Pendidikan Guru. Malang; IKIP Malang.

Muhaimin. 2011.Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Wahyudin,Dinn, dkk. 2006. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Tebuka.

Sudjana,Nana. 1989. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar


Baru.

Nasution, S. 1982. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Jakarta: Departemen


Penerangan RI.

Mudyarahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan sebuah studi awal tentang dasar-dasar
pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia. Jakarta : RajaGrafindo
Persada.

Mage, Bryan. 2008.The Strory of Philosophy. Yogyakarta: Percetakan Kanisius.

Sholichah,AAS Siti.2018.Tori Teori Pendidikan dalam Al-Qur’an. Jurnal Pendidikan Islam.


1(07):30-31.

Toenlio, Anselmus JE. 2016. Teori dan Filsafat Pendidikan. Malang: PT Gunung Samudera.

Faturrahman,dkk. 2012. Pengantar Pendidikan.Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.


Iskandar, Soetyono dan Mardi Syahir. 2018. Filsafat Pendidikan Vokasi.Yogyakarta: CV
Budi Utama.

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung : ALFABETA, cv.

Suryabrata, S. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Gagne, Robert M. 1977. The Conditions of Learning. New York: Holt, Rinehart, and
Winston.

Hamalik, Oemar. 2012. psikologi belajar & mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Mahmud. 2009. psikologi pendidikan. Jakarta: Pustaka Setia.

Jufri, Wahab. Belajar dan Pembelajaran Sains: Modal Dasar Menjadi Guru Profesional.
Bandung: Pustaka Reka.

Hamzah, B. 2005.Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Purwanto, Ngalim. 1990.Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Denim Sudarwan, dkk. 2011. psikologi pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai