Anda di halaman 1dari 6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani dan Sejarah Singkat Buah Stroberi (Fragaria chiloensis L.)

Stroberi merupakan tanaman buah herba yang ditemukan pertama kali di Chili, Amerika. Salah
satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis L. menyebar ke berbagai Negara Amerika,
Eropa, dan Asia. Sementara, spesies lain, yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan dengan
spesies lainnya. Jenis stroberi itulah yang pertama kali masuk ke Indonesia.
Pada mulanya, budidaya stroberi didominasi daerah atau negara beriklim subtropis. Tetapi,
seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi pertanian yang semakin maju, pengembangan
stroberi pun mendapat perhatian di daerah tropis.
Di Indonesia, penanaman stroberi sudah dirintis sejak jaman kolonial Belanda, tetapi
pengembangannya masih dalam skala kecil. Walaupun stroberi bukan merupakan tanaman asli
Indonesia, namun pengembangan komoditas ini yang berpola agrobisnis dan agroindustri dapat
dikategorikan sebagai salah satu sumber pendapatan baru dalam sektor pertanian. Kenyataan ini
didasari dengan semakin banyaknya penggemar buah stroberi. Stroberi baik dikonsumsi dalam
keadaan buah segar maupun hasil olahan, seperti dodol, selai, sirup, jus, jelly, manisan, es krim, salad
buah, dan lain-lain. Kandungan nutrisi (gizi) dari buah stroberi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi (gizi) buah stroberi

Zat Gizi Kandungan nutrisi per 100 g


Kalori (kal) 37,00
Protein (g) 0,80
Lemak (g) 0,50
Karbohidrat (g) 8,30
Kalsium (mg) 28,00
Fosfor (mg) 27,00
Zat besi (mg) 0,80
Vitamin A (SI) 60,00
Vitamin B1 (mg) 0,03
Vitamin C (mg) 60,00
Air (g) 89,90
Bagian dapat dimakan (%) 96,00
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI dalam Rukmana (1998)

Di Indonesia, stroberi dikenal juga dengan nama arbei. Stroberi ini dibudidayakan secara besar-
besaran di sebagian besar negara beriklim sedang dan beberapa negara subtropis. Di negara tropis,
stroberi juga diusahakan secara komersial meskipun dalam skala kecil.
Tanaman stroberi dalam tata nama (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Rosaceae
Genus : Fragaria
Spesies : Fragnaria >< Ananassa (Wijoyo 2008)
Stroberi yang ditemukan di pasar swalayan umumnya Fragaria x ananassa var Duchesne,
yakni stroberi hibrida yang dihasilkan dari persilangan F. Virginia L. Var. Duchesne yang berasal dari
Amerika Utara dengan F. chiloensis L. Var. Duchesne yang berasal dari Chili. Nama Fragaria x
ananassa diambil dari aroma stroberi yang mirip buah nanas. Stroberi yang dimakan sebetulnya
bukan buah sesungguhnya, tetapi merupakan perkembangan dari dasar bunga (receptacle), buah yang
sesungguhnya disebut dengan achene, berwarna putih dan berada di permukaan buah semu.
F. Virginia jarang memiliki bunga jantan, tetapi sebagian besar adalah hermaprodit
(berkelamin ganda) dan sisanya betina. Jumlah stroberi hermaprodit sekitar dua kali lipat dari jumlah

3
betina. Buah stroberi F. Virginia rasanya asam dengan tekstur buah lembek. Tanaman stroberi ini
memiliki ketahanan cukup baik terhadap suhu tinggi, kekeringan, serta beberapa penyakit layu akibat
Verticillium dan bercak daun. Sementara itu, F. chiloensis memiliki buah bertekstur keras, serta relatif
tahan terhadap kekeringan dan memiliki rumpun yang besar. Varietas stroberi introduksi yang dapat
ditanam di Indonesia adalah Oso grande, Pajero, Selva, Ostara, Tenira, Robunda, Tristar, Bogota,
Elvira, Gorella,Sweet Charlie, Shantung, dan Red Gauntlet. Setiap varietas memiliki karakteristik
tersendiri (dapat dilihat pada Lampiran 1). Di Cianjur ditanam varitas Hokowaze asal Jepang yang
cepat berbuah. Petani Lembang (Bandung) yang sejak lama menanam stroberi, menggunakan varitas
Shantung dan Nyoho yang cocok untuk daerah tropis dan sering dibuat menjadi makanan olahan
stroberi seperti selai dan jeli, ada juga yang menanam stroberi varietas sweet Charlie, Tristar, dan Oso
grande sangat baik untuk buah segar. Sementara itu, di Ciwidey (Bandung) ada empat jenis stroberi
dari 19 varietas yang dikenal di dunia yang banyak ditanam petani, yaitu Nyoho, Tristar, Oso grande,
dan Sweet Charlie (Kurnia 2005). Dapat dikatakan bahwa budidaya stroberi belum banyak dikenal
dan diminati. Karena memerlukan temperatur rendah, budidaya di Indonesia harus dilakukan di
dataran tinggi. Lembang dan Cianjur (Jawa Barat) adalah daerah sentra pertanian dimana petani sudah
mulai banyak membudidayakan stroberi. Dapat dikatakan bahwa untuk saat ini, kedua wilayah
tersebut adalah sentra penanaman stroberi (Wijoyo 2008).

1. Panen
Stroberi memerlukan waktu lima bulan untuk dapat dipanen. Satu tanaman dapat berbuah 15
butir dengan berat rata-rata 1,5 ons/ tanaman. Pemanenan dapat dilakukan setiap 15 hari sekali.
Pada umumnya, puncak produksi stroberi di Indonesia pada bulan Maret-April. Pemanenan dapat
dilakukan saat buah berumur dua minggu sejak pembungaan atau 10 hari setelah awal
pembentukan buah. Pada umur itu, buah sudah cukup tua dan sebagian besar warnanya sudah
merah (Budiman dan Saraswati 2008).
Ciri dan umur panen:
a. Buah sudah agak kenyal dan agak empuk.
b.Kulit buah didominasi warna merah, hijau kemerahan hingga kuning kemerahan.
c. Buah berumur 2 minggu sejak pembungaan atau 10 hari setelah awal pembentukan buah
(Wijoyo 2008).
Pemetikan sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari dan keadaan cuaca cerah. Dalam cuaca
panas, buahnya cepat lembek dan busuk. Ada teknik khusus pemanenan stroberi agar tanaman dan
buah tidak rusak. Caranya, buah dipetik bersama tangkai dan kelopaknya dengan tangan secara
hati-hati atau dengan gunting. Buah yang dipetik sebaiknya sudah tua. Buah muda yang warnanya
masih hijau keputih-putihan dan besar jangan dipetik. Hal ini dikarenakan rasanya asam, walaupun
sudah diperam warnanya bisa menjadi merah (Budiman dan Saraswati 2008).

2. Pascapanen
Buah yang diletakkan dalam suatu wadah dengan hati-hati agar tidak memar. Buah disimpan di
tempat yang teduh atau dibawa langsung ke tempat penampungan hasil. Kualitas buah menurun
bila terkena sinar matahari langsung. Setelah dipanen, buah stroberi dipilih sesuai dengan standar
mutu (Budiman dan Saraswati 2008).
a. Penyortiran dan Grading
Penyortiran buah stroberi di kalangan petani umumnya berdasarkan pada varietas, warna,
ukuran, dan bentuk buah. Terdapat 3 kelas kualitas buah yaitu :
1) Kelas Ekstra : a) buah berukuran 20-30 mm atau tergantung spesies;
b) warna dan kematangan buah seragam;
2) Kelas I : a) buah berukuran 15-25 mm atau tergantung spesies;
b) bentuk dan warna buah bervariasi;
3) Kelas II : a) tidak ada batasan ukuran buah;
b) sisa seleksi kelas ekstra dan kelas I yang masih dalam keadaan
baik (Wijoyo 2008).
b.Pengemasan
Buah terpilih dikemas dalam kotak styrofoam kapasitas 0,5 kg atau 1 kg. wadah plastik
transparan atau putih kapasitas 0,25kg - 0,5kg juga dapat digunakan. Setelah terisi penuh,

4
wadah ditutup dengan plastik transparan polietilen. Selanjutnya, wadah styrofoam disusun rapi
dalam kemasan kardus. Setiap kardus dapat menampung kotak styrofoam dan buah dengan
berat total 5 kg. Permukaan atas wadah diberi label nama dan lokasi produsen (Budiman dan
Saraswati 2008).
c. Penyimpanan
Buah stroberi termasuk buah yang sangat sensitif dan cepat rusak. Penyimpanan terbaik
dilakukan di rak lemari pendingin 0-1o C, dibawah suhu tersebut dapat menyebabkan kerusakan
buah (freezing injury). Bila suhu 1o C tidak bisa dipenuhi maka suhu maksimum penyimpanan
yang direkomendasikan adalah 10o C. Selain faktor suhu, buah harus benar-benar terbebas dari
cendawan atau bakteri. Buah tidak boleh dalam keadaan basah saat penyimpanan agar dapat
tahan lama (Budiman dan Saraswati 2008).

B. Kerusakan Mekanis

Penanganan pascapanen harus digunakan secara hati-hati untuk memperoleh buah-buahan yang
segar dan mempunyai mutu yang tinggi. Penanganan secara kasar dapat mempengaruhi mutu produk
secara langsung. Mutu buah-buahan tersebut ditentukan oleh sifat fisik mekanis, morfologis, dan
fisiologis. Sifat fisik morfologis meliputi panjang, diameter, volume, dan bobot. Sifat fisiologis
dipengaruhi oleh laju respirasi, sedangkan mekanis merupakan ketahanan buah terhadap benturan dan
goresan (Prajawati 2006).
Kerusakan mekanis pada produk pertanian dapat disebabkan oleh gaya-gaya luar (statik
ataupun dinamis) dan gaya-gaya dalam yang disebabkan oleh perubahan fisik bahan tersebut.
Perubahan fisik dapat disebabkan oleh perubahan kadar air, temperatur, biologis, dan kimia.
Kerusakan mekanis dapat terjadi karena buah menerima pembebanan, baik berupa tekanan ataupun
pukulan (Prajawati 2006). Menurut ASTM, sifat-sifat yang tergolong ke dalam sifat mekanis antara
lain strain, stress, bearing load, compressive strength, elastic limit, dan modulus of elasticity
(Suastawa 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain :
1. Gaya-gaya luar
Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya luar (beban)
yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar (beban) yang diterima oleh
buah semakin besar. Buah tersusun dari sel-sel yang memiliki sifat vikoelastis yang
memberikan respon terhadap gaya. Respon terhadap gaya gantung dari sifat pembebanan. Sifat
pembebanan terdiri dari dua macam, yaitu pembebanan yang bersifat statis dan pembebanan
yang bersifat dinamis atau berubah-rubah terhadap waktu. Pembebanan dinamis terjadi pada
tumpukan buah yang mengalami getaran selama pengangkutan. Sedangkan pembebanan statis
terjadi pada saat buah menanggung beban gaya yang tetap seperti penumpukan buah pada
waktu penyimpanan.
2.Sifat mekanis buah
Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila diberi gaya.
Secara reologis, sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk parameter yaitu gaya,
deformasi, dan waktu (Prajawati 2006).
Studi mengenai pengukuran kerusakan belum sepenuhnya dikembangkan. Hal ini disebabkan
oleh bentuk kerusakan yang sangat beragam. Menurut Suastawa (2008) bentuk kerusakan yang sama
bisa saja ditangani secara berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh proses penanganan produk tersebut yakni,
langsung diproses maupun disimpan terlebih dahulu dalam waktu yang lama. Bentuk-bentuk utama
kerusakan mekanik antara lain :
1. Lecet (abrasion). Jaringan kulit mengalami kerusakan atau terlepas dari jaringan di
bawahnya. Reaksi yang muncul dari peristiwa ini baru terlihat saat satu atau dua minggu
kemudian.
2. Memar (bruishing). Kerusakan jaringan tanaman akibat gaya eksternal sehingga terjadi
perubahan fisik, warna, dan rasa.
3. Retak (cracking). Kerusakan seperti ini terjadi akibat benturan atau tekanan namun tanpa
mengakibatkan produk hancur (split).
4. Cutting. Kerusakan ini disebabkan oleh penetrasi benda tajam ke dalam produk namun
tidak mengakibatkan penghancuran produk yang signifikan.
5. Punture. Kerusakan ini merupakan jenis luka akibat benda tajam seperti ujung batang
atau ranting yang patah yang mampu menembus permukaan produk.

5
6. Retak hancur (shatter cracking). Jenis retakan yang banyak dan terpusat di titik benturan.
7. Retak kulit (skin cracking). Retakan yang terbatas pada bagian luar kulit.
8. Pecahan (splitting). Kerusakan ini terjadi saat produk menjadi beberapa bagian yang
terpisah.
9. Sobekan (tearing). Terjadi di posisi pangkal buah pada saat pemetikan.
10. Retakan hebat (swell cracking). Retakan yang terjadi akibat meningkatnya tekanan
osmotik internal.
11. Distorsi (distorsion). Perubahan bentuk yang terjadi akibat pembebanan terhadap produk.

C. Teknik Pengemasan

Plastik merupakan salah satu kemasan yang terbuat dari bahan minyak dan gas sebagai
sumberalami, namun dalam perkembangannya, bahan pembuat plastik ini digantikan oleh bahan-
bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kepolimerasi,
laminasi dan ekstrusi (Syarief et al. 1989 diacu dalam Nurfajrianti 2010). Jenis dan sifat-sifat produk
plastik sangat ditentukan oleh monomer-monomer penyusunnya. Beberapa monomer yang sering
digunakan diantaranya adalah etilen, propilen, stiren dan lain-lain. Jenis kemasan plastik yang paling
dikenal adalah polietilen, polypropilen, polyester, nilon, dan vinil film.
Jenis kemasan plastik yang biasa digunakan oleh para petani dan perusahaan stroberi di
Indonesia adalah PET (Polyethylene terephtalate) styrofoam (polystyrene) dan PVC
(Polyvinyl chloride) atau di pasaran dikenal dengan nama plastik mika. PET merupakan sebuah
senyawa turunan polyester yang bersifat mempunyai resistensi yang tinggi terhadap panas, bahan
kimia, asam, basa, beberapa pelarut, minyak dan lemak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PET
lebih efektif digunakan sebagai pengemas dibandingkan LDPE (Low Density Polyethylene) dalam
mempertahankan kualitas stroberi dalam 10 hari (Cane et al. 2008 diacu dalam Nurfajrianti 2010).
Styrofoam atau polystyrene dibuat dengan mereaksi styrene pada suhu 125oC selama 7 hari. Polimer
ini dapat dimurnikan dengan menambah benzena sehingga monomer-monomer akan terlarut yang
selanjutnya didestilasi dengan metode destilasi vacum. Proses pembuatan styrofoam ditampilkan pada
Gambar 1.

O O

nCH2=CH CH2-CH
O
125 C

Gambar 1. Proses Pembuatan Polystyrene (Setyowati et al. 2000 diacu dalam Nurfajrianti 2010)

PVC merupakan hasil polimerisasi vinil klorida dengan bantuan katalis. Antoniette (2009)
diacu dalam Nurfajrianti (2010) menyatakan bahwa plastik jenis PVC bersifat tebal tapi masih sedikit
fleksibel karena adanya bahan pemlastis pembentukannya. Beberapa jenis PVC antara lain:
1.Plasticized Vinyl Chloride yang banyak digunakan untuk kemasan daging segar, buah-
buahan dan sayuran.
2.Vinyl Copolimer yang biasa digunakan untuk kemasan blister pack, kosmetik dan sari buah
3.Oriented Film yang mempunyai sifat lunak dan tidak mudah berkerut.
Vinil klorida yang merupakan monomer PVC mempunyai sifataliran yang baik dan digunakan
untuk bahan film atau melindungi bahan yang memerlukan permeabilitas yang rendah terhadap uap
airdan gas. Menurut Buckle et al. (1987) diacu dalam Nurfajrianti (2010) bahwa permeabilitas gas
PVC seperti CO2, O2, dan N2 lebih rendah dibandingkan HDPE (High Density Polyethylene), LDPE,
dan PP (Polypropylene) sehingga PVC cocok untuk mengemas produk yang banyak mengandung
senyawa volatile (mudah menguap).
Buah-buahan yang tidak disusun secara rapi dalam kemasan akan saling berbenturan dan
terjadi gesekan antara buah jika mendapat gaya dinamis berupa guncangan atau getaran. Dalam
pengemasan buah-buahan tersebut, penyusunan lapisan dasar merupakan faktor yang penting bagi
penyelesaian lapisan-lapisan berikutnya. Bahan berupa bantalan atau kertas dapat digunakan untuk

6
mengurangi gesekan antara buah dengan kemasan ataupun buah dengan buah. Kertas tersebut
diletakkan bagian bawah, atas, samping, atau diantara buah.
Dalam penyusunan buah, perlu diperhatikan arah penyusunan buah dalam kemasan. Buah
harus disusun dengan bagian yang mempunyai kekerasan terbesar searah dengan arah getaran yang
dominan selama pengangkutan. Untuk pengangkutan dengan truk, arah getaran yang dominan adalah
arah vertikal sehingga buah di dalam kemasan disusun dengan arah vertikal (Prajawati 2006).
Beberapa dari kerusakan ini dapat diminimalisir dengan menghindari adanya ruang kosong
yang terdapat di dalam kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan antara sesama produk ataupun
antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi. Bahan yang digunakan untuk mengisi
ruang tersebut sering disebut dengan bahan pengisi kemasan (Hasiholan 2008).

D. Transportasi

Pengangkutan merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan
distribusi buah-buahan serta sayur-sayuran. Pengangkutan dilakukan untuk menyampaikan komoditi
hasil pertanian secara cepat dari produsen ke konsumen (Hasiholan 2008). Teknik transportasi
merupakan penerapan dari sains dan matematika dimana sifat-sifat zat dan sumber-sumber energi
alami dipakai untuk mengangkut penumpang dan barang dengan cara yang berguna bagi manusia.
Pengangkutan juga diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat
tujuan. Syarat-syarat bagi berlangsungnya proses transportasi antara lain:
1.Ada muatan yang diangkut.
2.Tersedia kendaraan sebagai alat angkutnya.
3.Ada jalan yang dapat dilalui.
Pada pengangkutan barang diharapkan nilai barang akan lebih tinggi di tempat tujuan daripada
di tempat asal. Transportasi dapat dilihat dalam dua kategori antara lain:
1.Pemindahan bahan-bahan dan hasil-hasil produksi
2.Pengangkutan penumpang dari satu tempat ke tempat yang lain.
Kerusakan pada buah-buahan hasil pemanenan dapat terjadi saat transportasi. Kerusakan
tersebut dapat berupa memar, susut berat, ataupun masa simpan yang semakin pendek. Pengangkutan
yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan mencapai 30-50% (Soedibdjo 1985 diacu dalam
Kusumah 2007).
Penanganan pascapanen yang baik mulai dari pemanenan, pengumpulan, sortasi, grading,
pengemasan dan pengangkutan dapat mengurangi kerusakan yang terjadi pada buah. Oleh karena itu,
buah-buahan harus diangkut secepat mungkin sampai ke tempat pemasaran. Cara yang dapat
digunakan untuk mengurangi kerusakan akibat getaran selama transportasi dapat digunakan bahan anti
getaran. Menurut sifatnya, bahan anti getaran terdiri dari bahan anti getaran elastik (dapat kembali ke
bentuk semula jika beban telah dilepas/dihilangkan), dan bahan anti getaran nonelastik (tidak dapat
kembali ke bentuk semula jika beban dihilangkan) (Prajawati 2006).
Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta api dapat
mengakibatkan kememaran, susut bobot dan memperpendek masa simpan. Hal ini terjadi terutama
pada pengangkutan buah-buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam
efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan,
susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam alat pengangkut (Purwadaria
1992 diacu dalam Kusumah 2007).
Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata memiliki permukaan yang
tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan
ketika ditransportasikan. Besarnya guncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang
diamati. Tingkat ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan terjadinya guncangan
akibat ketidakrataan jalan tersebut dinamakan dengan frekuensi. Kondisi transportasi yang buruk ini
dan penanganan yang tidak tepat pada komoditi yang ditransportasikan (buah dan sayuran) dapat
mengakibatkan kerugian berupa turunnya kualitas komoditi yang akan disampaikan ke tangan
konsumen. Penurunan kualitas yang sangat sering terjadi adalah kerusakan mekanis pada buah dan
sayuran.
Untuk memperoleh gambaran mengenai kerusakan mekanis yang dialami oleh komoditi
pertanian akibat goncangan selama transportasi dilakukan, Purwadaria dkk telah merancang alat
simulasi transportasi yang dapat mewakili pengaruh goncangan yang terjadi pada kondisi jalan yang
sebenarnya. Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan dalam dan luar kota adalah besarnya

7
amplitudo yang terukur. Jalan dalam kota memiliki amplitudo yang rendah dibandingkan jalan luar
kota, jalan buruk dan jalan bebatu.
Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk goncangan yang dominan adalah
goncangan pada arah vertikal. Sedangkan goncangan yang dominan adalah goncangan pada arah
vertikal. Goncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil
sekali (Soedibyo 1992 diacu dalam Hasiholan 2008). Ilustrasi gerakan yang menyebabkan guncangan
pada angkutan dan meja getar ditunjukkan pada Gambar 2.

N N

F Keterangan :
F F F W = Gaya berat antar buah
F = Gaya dorong antar buah
W W f = Gaya gesek
N = Gaya normal

Gambar 2. Ilustrasi gerakan pada meja simulasi getar

Anda mungkin juga menyukai