Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmatnya
kami dapat membuat modul tentang “konsep istirahat dan tidur”.
Modul ini kami buat, bertujuan agar Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memperdalam
materi tentang “konsep istirahat dan tidur”. Dan makalah ini kami buat untuk mengambil
nilai tugas ilmu dasar keperawatan II.
Dengan selesainya modul ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah
memberikan masukan-masukan kepada kami. Untuk itu kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
1. Drs. H. Darsono sebagai ketua yayasan Sasmita jaya yang telah mencurahkan segenap
perhatian dan pemikiran untuk kemajuan yayasan dan perkembangan mahasiswa.
2. Drs. H. M. Hasan, SKM., M.Kes selaku ketua STIKes Widya Dharma Husada yang
telah bekerja keras dalam peningkatan kualitas pendidikan di STIKes ini.
3. Gilang Dwi Pratiwi,S.Kep,. Ns Sebagai dosen mata kuliah ilmu dasar keperawatan II
yang telah membantu kami dalan proses penyusunan modul ini.
4. Akhirnya, kepada teman-teman mahasiswa kelas II-B yang selalu mendukung kami
dalam menyelesaikan modul ini.
Kami harap setelah membaca modul ini, pembaca dapat memberikan wawasan yang
luas dan memberikan manfaat yang baik untuk meningkatnya pengetahuan terutama
tentang “konsep istirahat dan tidur”.
Kami menyadari bahwa modul ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi
penyempurnaan dan perbaikan makalah ini.

Tangerang Selatan, Mei 2013

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii
BAB I PEMBAHASAN KASUS .......................................................................................... 1
A. Kasus................................................................................................................... 1
B. Kata Kunci .......................................................................................................... 1
C. Pertanyaan........................................................................................................... 1
D. Jawaban sementara ............................................................................................. 2
E. Kesimpulan sementara ........................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 6
A. ISTIRAHAT ....................................................................................................... 6
1. Pengertian istirahat ...................................................................................... 6
2. Karakteristik istirahat .................................................................................. 6
B. TIDUR ................................................................................................................ 7
1. Pengertian tidur ........................................................................................... 7
2. Fisiologi Tidur ............................................................................................. 8
3. Ritme Sikardian ........................................................................................... 8
4. Tahapan Tidur............................................................................................ 11
5. Siklus dan Durasi Tidur ............................................................................. 13
6. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan tidur ............................................. 17
7. Gangguan tidur yang umum terjadi ........................................................... 18
8. Fungsi dan tujuan tidur .............................................................................. 28
9. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Masalah Tidur ................................. 28
10. Kurang tidur dapat menghasilkan ingatan palsu ....................................... 34
11. Peran tidur dalam belajar dan memori ....................................................... 36
12. Memori untuk informasi deklaratif terkait dan tidak terkait: manfaat tidur,
dan biaya bangun ....................................................................................... 37
13. Penatalaksanaan pasien rawat inap dengan sleep disordered breathing
(SDB) ......................................................................................................... 39
BAB III EVALUASI ........................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PEMBAHASAN KASUS
A. Kasus
Haduh kuliahnya bikin ngantuk..!!!
Ariel adalah seorang mahasiswa semester dua di salah satu universitas swasta di
Pamulang. Saat perkuliahan berlangsung, Ariel tampak mengantuk, wajahnya terlihat
lelah, pucat dan terdapat lingkaran hitam dimatanya. Akhirnya Ariel pun tertidur di
kelas. Saat di coba di bangunkan salah satu temannya, Ariel sulit terbangun. Dosen
yang saat itu sedang menyampaikan materi tentang konsep tidur dan istirahat
memrintahkan temannya membiarkan Ariel tetap tertidur.
B. Kata Kunci
Konsep tidur dan istirahat.
C. Pertanyaan
1. Apakah pengertian tidur ?
2. Bagaimana fisiologi tidur ?
3. Mekanisme tidur ?
4. Tahap-tahap tidur ?
5. Faktor yang mempengaruhi tidur ?
6. Yang mempengaruhi Kuantitas dan kualitas tidur ?
7. Posisi tidur yang baik ?
8. Posisi tidur yang buruk ?
9. Waktu tidur normal ?
10. Gangguan – gangguan tidur ?
11. Penanganan gangguan tidur ?
12. Kenapa ketika ingin tidur kita mengantuk ?
13. Apakah pengertian istirahat ?
14. Jenis jenis istirahat ?
15. Perbedaan dan persamaan tidur dan istirahat ?
16. Fungsi istirahat dan tidur ?
17. Definisi mimpi ?
18. Kenapa terjadi mimpi ?
19. ASKEP konsep istirahat dan tidur ?

1
D. Jawaban sementara
1. Apakah pengertian tidur ?
a. Keadaan dimana tubuh kita berelaksasi.
b. Suatu keadaan tenang atau rileks.
c. Status perubahan kesadaran manusia.
2. Bagaimana fisiologi tidur ?
Anggota kelompok belum bisa menjawab.
3. Mekanisme tidur ?
a. Tidur terjadi karena kekurangan oksigen pada otak.
b. Tidur terjadi karena keadaan fisiologis seseorang mengalami penurunan.
4. Tahap-tahap tidur ?
a. Lelah > mengantuk > tidur.
b. Nangis > lelah > tidur
5. Faktor yang mempengaruhi tidur ?
Capek, gangguan tidur, mengantuk, stress, gaya hidup, lingkungan.
6. Yang mempengaruhi Kuantitas dan kualitas tidur ?
Penyakit, lingkungan, gaya hidup, diet, stress emosional.
7. Posisi tidur yang baik ?
Terlentang, miring, posisi SIM
8. Posisi tidur yang buruk ?
Tengkurap, duduk, menekuk bagian tubuh, dan tidak merubah posisi pada waktu
yang lama sehingga terjadi penekanan pada lokasi tertentu.
9. Waktu tidur normal ?
a. 8 jam
b. 6 jam
c. 10 – 11 jam (anak-anak)
10. Gangguan – gangguan tidur ?
Insomnia, hipesomnia, parasomnia.
11. Penanganan gangguan tidur ?
a. Istirahat yang cukup dan tepat waktu
b. Olahraga teratur.
c. Menu sehat dan seimbang
d. Minum obat

2
12. Kenapa ketika ingin tidur kita mengantuk ?
Karena mengantuk merupakan suatu respon sistem tubuh untuk beristirahat
dan karena kurangnya suplai oksigen ke otak.
13. Apakah pengertian istirahat ?
a. Keadaan dimana tubuh kita berelaksasi.
b. Suatu keadaan tenang atau rileks.
14. Jenis jenis istirahat ?
Tidur, refreshing, yoga, relaksasi, massage,
15. Perbedaan dan persamaan tidur dan istirahat ?
a. Jangka waktu tidur terbatas, jangka waktu istirahat tidak terbatas.
b. Keadaan seseorang saat tidur tidak sadar, kalau istirahat sadar.
16. Fungsi istirahat dan tidur ?
a. Mengembalikan stamina tubuh.
b. Regenerasi kulit.
c. Memperlancar aliran darah
17. Definisi mimpi ?
a. Mimpi adalah halusinansi yang terjadi ketika tidur.
b. Mimpi adalah bunga tidur.
18. Kenapa terjadi mimpi ?
a. Keadaan badan terlalu lelah.
b. Stress.
c. Banyak pikiran.
19. ASKEP konsep istirahat dan tidur ?
a. Pengkajian :
pola tidur yang meliputi riwayat tidur, catatan tidur, pemeriksaan fisik.
b. Diagnosa :
1) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kenyamanan klien
2) Cemas berhubungan dengan ketidaknyamanan.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
c. Perencanaan dan implementasi :
1) identifkasi faktor yang mempengaruhi pola tidur
2) kurangi penyebab gangguan tidur
3) bantu upaya tidur

3
4) jelaskan pentingnya olahraga secara teratur.
d. Evaluasi :
S : Subjektif
O : objektif
A : analisa
P : perencanaan

E. Kesimpulan sementara
1. Apakah pengertian tidur ?
Keadaan dimana tubuh kita berelaksasi (tenang atau rileks) dengan perubahan
kesadaran manusia.
2. Bagaimana fisiologi tidur ?
Anggota kelompok belum bisa menjawab.
3. Mekanisme tidur ?
Tidur terjadi karena kekurangan oksigen pada otak dan keadaan fisiologis
seseorang mengalami penurunan.
4. Tahap-tahap tidur ?
Lelah > mengantuk > tidur.
5. Faktor yang mempengaruhi tidur ?
Capek, gangguan tidur, mengantuk, stress, gaya hidup, lingkungan.
6. Yang mempengaruhi Kuantitas dan kualitas tidur ?
Penyakit, lingkungan, gaya hidup, diet, stress emosional.
7. Posisi tidur yang baik ?
Terlentang, miring, posisi SIM
8. Posisi tidur yang buruk ?
Tengkurap, duduk, menekuk bagian tubuh, dan tidak merubah posisi pada waktu
yang lama sehingga terjadi penekanan pada lokasi tertentu.
9. Waktu tidur normal ?
d. 8 jam
e. 6 jam (remaja)
f. 10 – 11 jam (anak-anak)
10. Gangguan – gangguan tidur ?
Insomnia, hipesomnia, parasomnia.

4
11. Penanganan gangguan tidur ?
Istirahat yang cukup dan tepat waktu, Olahraga teratur, Menu sehat dan seimbang,
serta minum obat.
12. Kenapa ketika ingin tidur kita mengantuk ?
Karena mengantuk merupakan suatu respon sistem tubuh untuk beristirahat
dan karena kurangnya suplai oksigen ke otak.
13. Apakah pengertian istirahat ?
Keadaan dimana tubuh kita berelaksasi dan relaks.
14. Jenis jenis istirahat ?
Tidur, refreshing, yoga, relaksasi, massage,
15. Perbedaan dan persamaan tidur dan istirahat ?
a. Jangka waktu tidur terbatas, jangka waktu istirahat tidak terbatas.
b. Keadaan seseorang saat tidur tidak sadar, kalau istirahat sadar.
16. Fungsi istirahat dan tidur ?
a. Mengembalikan stamina tubuh, Regenerasi kulit, Memperlancar aliran darah
17. Definisi mimpi ?
Mimpi adalah halusinansi yang terjadi ketika tidur.
18. Kenapa terjadi mimpi ?
Keadaan badan terlalu lelah, an banyak pikiran.Stress.
19. ASKEP konsep istirahat dan tidur ?
a. Pengkajian :
pola tidur yang meliputi riwayat tidur, catatan tidur, pemeriksaan fisik.
b. Diagnosa :
1) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kenyamanan klien
2) Cemas berhubungan dengan ketidaknyamanan.
c. Perencanaan dan implementasi :
1) identifkasi faktor yang mempengaruhi pola tidur
2) kurangi penyebab gangguan tidur
3) bantu upaya tidur
4) jelaskan pentingnya olahraga secara teratur.
d. Evaluasi :
S : Subjektif O : objektif
A : analisa P : perencanaan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ISTIRAHAT
a. Pengertian istirahat
Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan
hanya dalam keadaan tidak beraktifitas tetapi juga kondisi yang mebutuhkan
ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk menghilangkan lelah,
bersantai untuk menyegarkan diri, atau suatu keadaan melepaskan diri dari segala
hal yang membosankan, menyulitkan, bahkan menjengkelkan.
Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan
emosional dan bebas dari perasaan gelisah. Jadi, beristirahat bukan berarti tidak
melakukan aktifitas sama sekali. Terkadang, berjalan-jalan ditaman juga bisa
dikatakan sebagai bentuk istirahat.
b. Karakteristik istirahat
Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967)
yang dikutip oleh perry dan potter 1993 mengemukakan enam karakteristik yang
berhubungan dengan istirahat, diantaranya:
a. Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi.
b. Merasa diterima.
c. Mengetahui apa yang sedang terjadi.
d. Bebas dari gangguan ketidaknyamanan.
e. Mempunyai jumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan.
f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.
Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila semua karakteristik tersebut
diatas dapat terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala
kebutuhannya dapat diatasi dan adanya pengawasan maupun penerimaan dari
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian.
Apabila pasien tidak merasakan enam kriteria tersebut diatas, maka kebutuhan
istirahatnya masih belum terpenuhi sehingga diperlukan tindakan keperawatan
yang dapat meningkatkan terpenuhinya kebutuhuan istirahat dan tidur, misalnya
mendengarkan secara hati-hati tenang kekhawatiran personal pasien dan mencoba
meringankanna jika memungkinkan.

6
Pasien yang mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin
dapatberistirahat dengan tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitif terhadap
kekhawatiran atau masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa
yang akan terjadiadalah keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat. Adanya
ketidaktahuan akan menimbulkan ke emasan dengan tingkat yang berbeda-beda
dan dapat menimbulkan gangguan pada istirahat pasien sehingga perawat harus
membantu memberikan penjelasan kepada pasiennya.
Agar pasien merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien harus
dilibatkan dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan
sehingga pasien merasa dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirina. Pasien
akan merasa aman jika mengetahui bahwa ia akan mendapatkan bantuan yang
sesuai dengan yang diperlukan. Pasien yang merasa terisolasi dan kurang
mendapat bantuan tidak akan dapat istirahat, sehingga perawat harus dapat
menciptakan suasana agar pasien tidak merasa terisolasi dengan cara melibatkan
keluarga dan teman-teman pasien. Keluarga dan teman-teman pasien dapat
meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dengan cara membantu pasien dalam
tugas sehari-hari dan dalam pengambilan keputusan yang sukar.
B. TIDUR
1. Pengertian tidur
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktivitas
fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis
tubuh dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hampir sepertiga dari
waktu kita, kita gunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan
bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian
beraktivitas, mengurangi stress dan kecemasan, serta dapat meningkatkan
kemampuan dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari.
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan
oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1986), atau juga dapat dikatakan
sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh
ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang
berulang, dengan ciri adanya aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang

7
bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons
terhadap rangsangan dari luar.
William Dement, bapak kedokteran tidur Amerika, dalam sejarah populer
dan deskripsi obat tidur, The Promise of Sleep, mendefinisikan tidur dengan "dua
fitur penting": Yang pertama, dan yang paling penting, adalah bahwa tidur
merupakan sebuah dinding persepsi antara pikiran sadar dan dunia luar. Yang
kedua mendefinisikan tidur normal adalah bahwa hal itu segera reversibel.
Bahkan ketika seseorang tertidur lelap, stimulasi intens dan perkonsisten akan
selalu membangunkan yang tidur [Selain itu, tidur] terjadi secara alami, tidak
seperti koma, anestesi, atau hipnosis, yang membutuhkan cedera, obat-obatan,
atau pengaruh luar lainnya, dan itu terjadi secara berkala sehari pada manusia.
(Dement dan Vaughan 1999: 17).
2. Fisiologi Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan
mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan
pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Aktifitas tidur diatur dan dikontrol oleh
dua sistem pada batang otak, yaitu Recticular Activating System (RAS) dan
Bulbar Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas batang otak diyakini
memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan
kesadaran; memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri dan sesnsori raba; serta
emosi dan proses berfikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,
sedangkan pada saat tidur terjadi
3. Ritme Sikardian
Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada
manusia bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor
lingkungan (mis, cahaya, kegelapan, grafitasi, stimulus elektromagnetik). Bentuk
bioritme yang paling umum adalah ritme sikardian yang melengkapi siklus
selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung, tekanan darah, temperatur
tubuh, sekresi hormon, metabolisme dan penampilan serta perasaan individu
bergantung pada ritme sikardian. Tidur adalah salah satu irama biologis tubuh
yang sangat kompleks. Sinkronisasi sikardian terjadi jika individu memiliki pola
tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun pada saat

8
ritme fisiologis dan psikologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada
saat ritme tersebut paling rendah (Lilis, Taylor, Lemone, 1989).
Mekanisme waktu yang tepat [ritme sirkadian] memainkan peranan penting
dalam variasi yang luas kantuk dan kewaspadaan yang kita alami sepanjang hari,
menjaga kita terjaga pada siang hari dan memungkinkan kita untuk tidur selama
malam (ibid.: 76).
Kecendrungan untuk tidur tampaknya ditentukan oleh sistem sirkardian
dengan peningkatan paling cepat kecendrungan tidur terjadi sekitar 2 jam
timbulnya sekresi melatonin nokturnal dan ketika suhu inti yang jatuh.
Kecenderungan tidur kemudian tinggi untuk jangka waktu sekitar 8 jam dengan
kecenderungan maksimum pada saat temperatur nadir. Ada juga tampaknya
menjadi 2-3 jam. periode ketika individu jarang bisa tertidur spontan. Periode
pertama, disebut sebagai "zona bangun pemeliharaan", berpusat sekitar 6-9 jam
sebelum suhu minimum (sekitar jam 19:00-22:00) dengan zona kedua 4-7 jam
setelah minimum suhu (sekitar jam 09:00-12:00). Zona kedua ini, "wake-up"
zona, biasanya selama bagian dari siklus meningkatnya suhu dan tampaknya
terkait dengan peningkatan kemungkinan terbangun dari tidur.
a. Anatomi dan fungsi dari ritme sikardian
Pada manusia alat pacu jantung sirkadian terletak di suprachiasmatic
nucleus (SCN), struktur kecil di hipotalamus anterior, di atas chiasma optik, di
kedua sisi dari ventrikel ketiga. SCN menghasilkan panjang rhythm with a
period endogen (atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah
siklus penuh) kira-kira-kira 24 jam. Entrainment dari alat pacu jantung
sirkadian (pengaturan waktu jam) adalah dengan informasi foto-periodik siklus
terang/gelap yang relaye ke SCN melalui saraf optik (retinohypothalamictract,
RHT). Manusia sistem alat pacu jantung sirkadian terdiri dari fotoreseptor dan
jalur input (RHT) yang menerima dan mengirimkan isyarat cahaya, SCN
sendiri dan jalur keluaran dari SCN. Informasi terang/gelap diubah menjadi
potensial aksi oleh fotoreseptor di retina dan dikirim ke SCN melalui RHT
tersebut. Dari SCN, ritmis informasi tion mencapai kelenjar pineal, struktur
seukuran kacang kecil yang terletak dekat dengan ventrikel 3 dan bagian perut
ke splenium, dan hasil dalam sintesis dan sekresi melatonin.

9
Peran melatonin adalah untuk menyampaikan informasi dari siklus
terang/gelap setiap hari untuk setiap jaringan tubuh. Melatonin telah
digambarkan sebagai tangan jam, karena tidak hanya merespon sinyal dari
SCN tapi ritme melatonin endogen dapat menunjukkan fase atau waktu dari
jam. Pada manusia, reseptor melatonin diduga terletak di SCN dan telah
ditemukan untuk memberikan umpan balik ke SCN. Dengan cara umpan balik
ini, melatonin beredar mempengaruhi SCN yang pada gilirannya mengontrol
waktu sekresi melatonin dari kelenjar pineal.
b. Faktor yang mempengaruhi perubahan fase sirkadian, yaitu:
1) Zeitgebers
SCN terikut atau disinkronkan oleh isyarat lingkungan hidup yang
zeitgebers disebut atau "timegivers". Yang paling penting waktu isyarat
adalah siklus terang/gelap, namun zeitgebers lain termasuk isyarat-isyarat
sosial seperti aktivitas makan dan fisik atau zeitgebers intern melatonin
tersebut.
2) Cahaya
Penelitian awal menunjukkan efek cahaya putih (broad-band) terang
dalam melatonin menekan dan fase pergeseran ofmelatonin dan suhu ritme
sirkadian pada manusia. Baru-baru ini, itu menunjukkan bahwa sistem
sirkadian lebih sensitif terhadap panjang gelombang cahaya pendek (biru
dan hijau) dibandingkan dengan panjang gelombang lebih panjang (merah).
Waktu, intensitas dan durasi pulsa cahaya (s) serta panjang gelombang
mempengaruhi kemampuan cahaya untuk naik kereta api dengan alat pacu
jantung sirkadian.
3) Pemilihan waktu
Waktu stimulus cahaya mempengaruhi besarnya pergeseran fasa. Lewy
dan rekan mengusulkan bahwa manusia memiliki kurva respon fase (RRC)
untuk cahaya dengan sistem sirkadian menanggapi berbeda terhadap cahaya
tergantung pada timingwithin nya fase dari siklus sirkadian. Studi ekstensif
telah dilakukan untuk menguraikan respon fase manusia terhadap cahaya
terang.
Ketika pulsa cahaya telah administrasi pada satu hari atau selama hari
berturut-turut, telah menunjukkan bahwa pergeseran fase besar dari ritme

10
sirkadian terjadi ketika titik tengah dari pulsa cahaya terang berpusat dekat
dengan minimum temperatur. Untuk mencapai fase penundaan dari ritme
sirkadian, stimulus cahaya perlu pra-paikan sebelum suhu nadir, dan untuk
mencapai kemajuan fase (atau menggeser waktu jam sebelumnya), stimulus
yang akan disajikan setelah suhu nadir.
4) Intensitas cahaya
Intensitas juga mempengaruhi besarnya penekanan melatonin dan
perubahan fase sirkadian.
5) Durasi cahaya
Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa durasi cahaya yang
lebih lama menghasilkan lebih besar perubahan fase sirkadian.
6) Panjang gelombang cahaya
Cahaya gelombang pendek (biru dan hijau) telah ditemukan untuk
menjadi lebih efektif daripada cahaya panjang gelombang (kuning dan
merah) dalam menekan sekresi melatonin nokturnal dan mengubah fase
ritme melatonin. Spektrum aksi untuk nocturnal melatonin penekanan dan
menunjukkan bahwa panjang gelombang lebih pendek yang paling ampuh
pada daerah panjang gelombang untuk mengatur kelenjar pineal manusia.
7) Melatonin
Eksogen melatonin adalah zeitgeber nonphotic dengan administrasi
tepat waktunya, fase muka dan keterlambatan fase sistem sirkadian.
8) Olahraga
Nonphotic dari sistem sirkadian juga telah ditunjukkan oleh serangan
tunggal tepat waktunya (1-3 jam) olahraga sedang hingga intensitas tinggi.
Latihan siang hari subjektif terlambat, sebelum timbulnya ekskresi
melatonin, telah terbukti menghasilkan muka fase dari ritme melatonin,
sedangkan latihan selama sebagian besar malam subjektif menghasilkan
penundaan fase.
4. Tahapan Tidur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan bantuan alat elektro-
enselafogram (EEG), elektro-okulogram (EOG), dan elektromiogram (EMG),
diketahui ada dua tahapan tidur, yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan
rapid eye movement (REM).

11
a. Tidur NREM. Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang pendek
(SWS) karena gelombang otak yang di tunjukkan oleh orang yang tidur lebih
pendek daripada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan orang yang sadar.
ditandai oleh besar - amplitudo, frekuensi rendah elektroensefalografik (EEG)
osilasi. Pada tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologis tubuh.
Disamping itu, semua proses metabolik termasuk tanda-tanda vital,
metabolisme dan kerja otot melambat. Tidur NREM sendiri terbagi atas 4
tahap (I-IV). Tahap I-II disebut tidur ringan (light sleep) dan tahap III-IV
disebut tidur dalam (deep sleep atau delta sleep).

Tabel 2.1.
Karakteristik tahapan tidur NREM.
Tahap Karakteristik
Tahap I Merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur. Individu
cenderung relaks, masih sadar dengan lingkungannya dan
mudah di bangunkan. Normalnya tahap ini berlangsung dengan
beberapa menit dan merupakan 5% dari total tidur.

Tahap II Individu masuk tahap tidur, namun masih dapat bangun dengan
mudah. Otot mulai relaksasi. Normalnya, tahap ini berlangsung
selama 10-20 menit dan merupakan 50%-55% dari total tidur.

Tahap III Merupakan awal dari tahap tidur nyenyak. Tidur dalam,
relaksasi otot menyeluruh dan individu cenderung sulit
dibangunkan. Tahap ini berlangsung selama 10-20 menit dan
merupakan 10% dari total tidur.

Tahap IV Tidur semakin dalam atau delta sleep. Individu menjadi sulit
dibangunkan sehingga memnutuhkan stimulus. Terjadi
perubahan fisiologis, yakni EEG gelombang otak melemah, nadi
dan pernapasan menurun, metabolisme melambat, temperatur
tubuh menurun. Tahap ini merupakan 10% dari total tidur.

12
b. Tidur REM. (rapid eye movement) juga dikenal sebagai tidur paradoksal (PS),
diidentifikasi oleh amplitudo rendah, irama relatif cepat pada rekaman EEG,
oleh gerakan mata yang cepat, dan dengan penurunan tonus otot. Tidur REM
biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Tidur
REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian besar mimpi terjadi pada
tahap ini. Selama tidur REM, otak cenderung aktif dan metabolismenya
meningkat hingga 20%. Pada tahap ini individu menjadi sulit untuk
dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba, tonus oto terdepresi,
sekresi lambung meningkat dan frekuensi jantung dan pernapasan sering kali
tidak teratur. Ciri tidur paradoks adalah sebagai berikut:
1) Biasanya disertai dengan mimpi aktif.
2) Lebih sulit dibangunkan selama tidur nyenyak gelombang lambat.
3) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukan inhibisi kuat
proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi retikularis.
4) Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur.
5) Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.
6) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irreguler, tekanan darah
meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme
meningkat.
7) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam
belajar, memori dan adaptasi.
5. Siklus dan Durasi Tidur
Selama tidur, individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur
yang komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam dan setiap orang biasanya
melalui empat hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai
dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung
selama 30 menit, kemudian di teruskan ke tahap IV selama + 20 menit. Setelah
itu, individu kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I REM
muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.

13
Gambar 2.1.
Siklus tidur

Tabel 2.2.
Pola tidur normal
Tingkat perkembangan Pola tidur normal
Bayi dengan berat badan Biasanya tidur 14-18 jam/hari, pernapasan teratur, mudah berespon
lahir rendah terhadap stimulus. Minggu pertama kelahiran: 50% dari siklus tidur
adalah tidur REM; siklus tidur berlangsung selama 45-60 menit.

Bayi Biasanya tidur 12-14 jam/hari. Pada usia 1 bulan-1 tahun, 20%-
30% dari siklus tidur adalah tidur REM; bayi mungkin akan tidur
sepanjang malam

Usia 1-3 tahun Biasanya tidur 10-12 jam/hari. Sekitar 25% dari siklus tidur adalah
tidur REM; anak tidur pada siang dan sepanjang malam

Pra-sekolah (3-6 tahun) Tidur sekitar 11 jam/hari; 20% dari siklus tidur adalah tidur REM.

Usia sekolah Tidur sekitar 10 jam/hari pada malam hari; 18,5% dari siklus tidur
adalah tidur REM.

Akil baligh Tidur sekitar 7 - 8,5 jam/hari; 20% dari siklus tidur adalah tidur

14
REM.

Dewasa muda Tidur sekitar 7 – 8 jam/hari; 20% - 25% dari siklus tidur adalah
tidur REM.

Dewasa menengah Tidur sekitar 7 – 8 jam/hari; 20% dari siklus tidur adalah tidur
REM. Individu mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk tidur.

Dewasa tua (>60 tahun) Tidur sekitar 6 jam/hari; 20% - 25% tidur REM. Individu dapat
mengalami mengalami insomnia dan sering terjaga sewaktu tidur.
Tahap IV NREM menurun, bahkan terkadang tidak ada.

Pendapat lain mengatakan kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada


tingkat perkembangan. Tabel 2.3 merangkum kebutuhan tidur manusia
berdasarkan usia:

Tabel 2.3.
Kebutuhan tidurmanusia
Usia Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan tidur
0-1 bulan Masa neonatus 14-18 jam/hari
1 bulan – 18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan – 3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari
3 tahun – 6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6 tahun – 12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12 tahun – 18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 tahun - 40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari
40 tahun – 60 tahun Masa paruh baya 7 jam/hari
60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/hari

1) Hubungan durasi tidur dan indeks massa tubuh pada usia 0-7 tahun
Durasi rata-rata anak tidur dihitung sebagai rata-rata dari dua nilai total
durasi tidur, karena durasi tidur rata-rata selama berhari-hari akhir pekan dan

15
hari kerja sangat mirip. Rata-rata durasi tidur didefinisikan menggunakan titik
potong intern.
Durasi tidur pendek bisa mempromosikan obesitas melalui a) aktivitas
fisik kelelahan dan kemudian berkurang, b) meningkatkan asupan kalori, c)
penurunan nokturnal leptin dan peningkatan ghrelin, efek bersih yang adalah
untuk meningkatkan nafsu makan, dan/atau d) penurunan pertumbuhan
nokturnal pelepasan hormon yang menyebabkan penurunan lypolysis. Atau
sebaliknya, obesitas dapat berkontribusi terhadap durasi tidur pendek, misalnya
dengan meningkatkan risiko apnea tidur obstruktif dan wakings sering terkait.
Sepertiga kemungkinan adalah bahwa ada hubungan, tapi itu membingungkan
daripada kausal, sebuah faktor ketiga, seperti aktivitas fisik berkurang,
keduanya bisa menurunkan durasi tidur dan meningkatkan indeks massa tubuh
(BMI).
Rata-rata durasi tidur pada anak-anak yang mulai tumbuh dewasa, dengan
anak-anak 0-1, 2-3, 4-5 dan 6-7 tahun tidur rata-rata 13 jam 22 menit (SD 117
menit), 11 jam 31 min (SD 97 menit), 10 jam 55 menit (SD 88 min) dan 10
jam 25 menit (SD 88 min) per 24 jam, masing-masing. Dalam gelombang,
durasi tidur adalah serupa di kategori BMI di 0-1, 2-3 dan 4-5 tahun. Dalam
analisis cross sectional, durasi tidur yang lebih pendek hanya ditemukan pada
anak-anak obesitas yang berusia 6-7 tahun. Namun, tidak ada hubungan linear,
dengan durasi tidur pada usia 6-7 tahun yang tersisa cukup konstan, berat
badan normal dan kategori kelebihan berat badan. Dalam kelompok besar yang
berulang kali diukur anak tidur dan BMI 0-7 tahun, durasi tidur tidak
memprediksi BMI, Memperpanjang tidur anak dapat mengurangi obesitas.
Upaya untuk meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi perilaku menetap
dan asupan kalori tidak mempengaruhi prevalensi obesitas.
2) Total waktu tidur sangat kurang selama masa remaja
Durasi tidur dibatasi kalangan orang dewasa muda dan remaja telah
terbukti meningkatkan risiko morbiditas seperti obesitas, diabetes atau
kecelakaan. Menurut US National Institute Kesehatan, kebutuhan tidur untuk
remaja dan praremaja yang diperkirakan antara 10 jam untuk 12 tahun dan 8,5
jam untuk 18 tahun. Menurut kantor Organisasi Kesehatan Dunia di Eropa,
remaja membutuhkan antara 9 dan 10 jam tidur per hari.

16
Kurang tidur kronis, (didefinisikan sebagai tidur 50%-75% dari tidur
normal 8 jam malam selama beberapa malam berturut-turut) mengubah
kewaspadaan, kognisi dan suasana hati, menyebabkan kecemasan dan
meningkatkan risiko kecelakaan. Kronis 'tidur terlalu pendek' (kurang dari 6
jam setiap 24 jam pada orang dewasa) dikaitkan dengan peningkatan risiko
diabetes, kelebihan berat badan, dan penyakit kardiovaskular. Kurang tidur
akut (didefinisikan sebagai tidur 25-50% dari tidur normal 8 jam malam)
memberikan kontribusi untuk peradangan meningkat dan mengganggu respon
imunologi. Sebagai remaja dianggap sebagai periode yang sangat rentan
selama proses physiological, psikologis dan kognitif menjalani pematangan,
dapat berhipotesis bahwa tidur pendek dan kurang tidur akan memiliki efek
buruk pada kelompok ini dibandingkan pada orang dewasa muda baik dalam
jangka pendek dan dalam jangka panjang.
Salah satu temuan utama dalam suatu studi adalah bahwa remaja
umumnya tidur kurang dari yang diharapkan. Studi ini menemukan bahwa
anak-anak pada 12 tahun lebih mungkin untuk tidur 9 jam dan anak-anak 15
tahun tidur sekitar 8 jam. Kehilangan tidur pada masa remaja memang tidak
didorong oleh penurunan kebutuhan tidur, tetapi muncul dari konvergensi
biologis, psikologis, dan sosial-budaya dan perbedaan. Untuk mencegah
kurang tidur pada remaja pengetahuan yang lebih luas diperlukan tentang
kebiasaan tidur mereka yang sebenarnya.
6. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan tidur
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur,
diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress emosional,
stimulan dan alkohol, diet dan merokok, medikasi dan motivasi.
a. Penyakit. Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distres fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur
yang banyak daripada biasanya. Disamping itu, siklus bangun-tidur selama
sakit juga dapat mengalami gangguan.
b. Lingkungan. Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat
proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing
dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman
atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi,

17
seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan
kondisi tersebut.
c. Kelelahan. Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur
seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek seiklus tidur REM yang
dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
d. Gaya hidup.Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktifitas
agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
e. Stress emosional. Anesitas dan depresi sering kali mengganggu tidur
seseorang. Kondisi anesitas dapat meningkatkan kadar norepeniferin darah
melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan
berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya
terjaga saat tidur.
f. Stimulan dan alkohol. Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman
dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan
konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM.
Ketika pengaruh alkohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi
buruk.
g. Diet. Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan
seringnya terjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan
dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di
malam hari.
h. Motivasi. Merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur,
yang dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk
menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.
7. Gangguan tidur yang umum terjadi
a. Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada
individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor
mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada tiga jenis insomnia :
1) Insomnia inisial. Kesulitan untuk memulai tidur.
2) Insomnia intermitmen. Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya
terjaga.

18
3) Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi insomnia antara
lain dengan mengembangkan pola tidur-istirahat yang efektif melalui olah-raga
rutin, menghindari rangsangan tidur di sore hari, melakukan relakasasi
sebelum tidur (mis., membaca, mendengarkan musik), dan tidur jika benar-
benar mengantuk.
b. Insomnia familial yang fatal
Insomnia familial yang fatal merupakan penyakit prion yang progresif,
yang diturunkan dan terjadi secara sporadis. Gejalanya berupa insomnia yang
semakin menghebat, gangguanfungsi otonom dan motorik, demensia dan
kematian.
c. Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul
saat seorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa
turunan parasomnia anatara lain sering terjaga (mis, tidur berjalan, night
terror), gangguan transisi bangun-tidur (mis, mengigau), parasomnia yang
terkait dengan tidur REM (mis, mimpi buruk), dan lainnya (mis,bruksisme).
d. Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan
terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi medis
tertentu, seperti kerusakan sistem saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau
karena gangguan metalabolisme (mis, hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu,
hipersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk menghindari
tanggung jawab pada siang hari.
e. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul
secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan
tidur” atau sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena
kerusakan genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya
periode tidur REM. Alternatif pencegahannya adalah dengan obat-obatan,
seperti amfetamin atau metilpenidase hidroklorida, atau dengan antidepresan
seperti impipramin hidoklorida.

19
1) Serangan tidur disiang hari – pasien tidur dalam detik atau menit (aktivitas
REM dan EEG) disiang hari walaupun berusaha untuk tetap sadar. Biasanya
pasien tertidur selama 10 -30 menit dan bangun dengan perasaan segar, dan
serangan ini dapat terjadi satu kali samapai selusin episode dalam sehari.
Serangan paling terjadi pada saat pasien dalam keadaan tenang (slow times)
, tetapi dapat pula terjadi ketika pasien dalam keadaan aktif dan sibuk (saat
sedang bicara, mengendarai mobil) dan kondisi ini dapat menimbulkan
perasaan malu ataupun kondisi yang bercahaya.
2) Katapleksi (70% pasien) – hilangnya tonus otot secara tiba-tiba, biasanya
otot wajah dan leher, tetapi kadang-kadng dapat terjadi kolaps fisik yang
menyeluruh, terutama dipicu oleh adanya emosi yang kuat (missal:
kemarahan, tertawa). Serangan biasanya bertahan sampai beberapa detik
dan mungkin minggu berikutnya. Terjadi lagi pasien dalam keadaan sadar
sepenuhnya.
3) Halusinasi hipnagonik (30% pasien)- keadaan seperti mimpi dan sering
mengalami halusinasi pendengaran atau penglihatan yang menakutkan
(REM pada EEG) yang terjadi pada saat pasien tertidur (atau saat bangun –
hipnopompik)
4) Paralisis tidur (25% pasien) peralis yang flaksid, menyeluruh dan
mengerikan yang berakhir dalam bebrapa detik pada saat pasien dengan
kesadaran penuh, baik sedang dalam keadaan bangun ataupun sedang
tertidur. Kondisi ini mungkin hilang secara spontan atau jika pasien
disentuh atau namanya dipanggil.
Banyak pasien dengan narkolepsi juga mempunyai tidur malam yang
terganggu dengan sering terbangun dan mimpi buruk. Diagnosis biasanya tidak
sulit: bersama dengan tetrad yang klasik, juga dapat dengan fase latensi yang
pendek antara saat tertidur dan tidur REM.
f. Apnea saat tidur
Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi terhentinya nafas secara
periodik pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok
dengan keras, sering terjaga di malam hari, insomnia, mengantuk berlebihan
pada siang hari, sakit kepala di pagi hari, iritabilitas atau mengalami perubahan
psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.

20
Kondisi ini terjadi dalam 3 tipe:
1) Beberapa pasien, biasanya pada orang tua upaya bernafas yang berhenti
sebentar pada malam hari ini akibat kemoreseptor yang abnormal dan
menimbulkan kekurangan udara yang berulang dan insomnia (central sleep
apnea).
2) Sebagian besar orang dianggap mengalami apnea saat tidur untuk
mengghirup udara melalui mulut dan hidung yang tenang dan lunak ditandai
dengan meningkatnya resistensi terhadap tidur (obstructive sleep apnea)
terdapat sekitar 30 sampai ratusan kali episode setiap malam yang bertahan
hingga 10 detik sampai lebih dari 2 minit. Laki-laki lebih banya 10: 1
(tampak pada laki-laki yang obesitas [mayoritas pasien] berumur lebih dari
50 tahun dengan leher yang pendek dan gemuk). Pasien mungkin
mengalami beragam gejala, termasuk mendengkur dengan keras, sakit
kepata pada pagi hari, tidur yang gelisah, sering terbangun, gangguan
libido, berjalan dalam tidur, hipertensi, depresi, dan perubahan intelektual
dan kepribadian. Hanya sebagian kecil kasus yang menunjukkan adanya
abnormalitas anatomi yang menetap pada struktur pernafasan bagian atas,
tetapi kabanyakan dengan kelebiahan berat badan, laher yang gemuk,
abnormalitas, hipertensi, pulmonary (12), gagal jantung kanan, atau aritmia
jantung. Palisomnografi menunjukkan adanya tidur yang terputus-putus
dengan frekuensi bangun yang sering.
3) Apnea tidur campuran – menderita kedua fenomena. Tidak ada terapi yang
jelas efektif untuk apnea tidur yang sentral. Trakeotomi permanen atau
prosedur bedah lainnya (13) mungkin dapat berhasil dengan drematis pada
apnea tidur yang obstruktif, tetapi pertama-tama bisa dicoba dulu dengan
menurunkan berat badan atau tekanan aliran darahyang positif secara terus-
menerus (continuos positive airway pressure [CPAP]). Hipnotik dapat
membahayakan pernafasan saat tidur, sehingga sebaiknya dihindari.
Diagnosis yang pening ini serin g tidak terdiagnosis (14) dan dapat
menirukan depresi ansietas, gangguan panic, dan demensia dini.
g. Enuresa
Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada waktu tidur,
atau biasa juga disebut dengan istilah ngompol. Enuresa dibagi menjadi dua

21
jenis, yaitu: enuresa nokturnal, merupakan mengompol diwaktu tidur, dan
enuresa diurnal, mengompol saat bangun tidur. Enuresa nokturnal umumnya
merupakan gangguan pada tidur NREM.
h. Mengigau
Mengigau dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan di
luar kebiasaan. Dan hasil penelitian, ditemukan bahwa hampir semua orang
pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur REM.
i. Ganggaun pola tidur secara umum
Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu kejadian dimana
individu mengalami atau mempunyai risiko perubahan dalam jumlah dan
kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu
gaya hidup yang diinginkan (Carpenito, LJ, 1995). Gangguan ini terlihat pada
pasien dengan kondisi yang memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang
dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman didaerah sekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit
kepala, dan sering menguap atau mengantuk. Penyebab dari ganguan pola tidur
ini antara lainkerusakan transport oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan
eliminasi, pengaruh obat, immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi, faktor
lingkungan yang mengganggu, dan lain-lain.
j. Gangguan perilaku REM
Gangguan perilaku REM merupakan kelainan yang baru diketahui, dengan
hipotonia yang tidak terjadi selama tidur REM. Akibatnya pasien dengan
kelainan ini seperti kucing dengan kerusakan jokus seruleus, yang “melakoni
mimpinya”. Mereka menggelepar-gelepar atau bahkan meloncat dari tempat
tidur, siap untuk berkelahi melawan musuh bayangan. Kelainan ini biasanya
berespon terhadap pengobatan dengan golongan benzodiazepin. Gangguan
tidur spesifik lainnya juga berhasil diketahui melalui penelitian-penelitian di
laboratorium tidur.
k. Gangguan tidur ritme sirkadian
Gangguan tidur ritme sirkadian dapat menyebabkan penurunan waktu
tidur total dan dengan demikian dapat merusak kewaspadaan dan kesejahteraan
secara keseluruhan.
1) Jet lag

22
Gangguan tidur jet leg seperti kesulitan memulai dan mempertahankan
tidur, dan fungsi siang hari yang buruk karena kantuk, gangguan
kewaspadaan, kelelahan, konsentrasi menurun dan beberapa masalah
pencernaan. Gangguan tidur ini biasanya terjadi pada awak pesawat.
2) Shift kerja
Dari para pekerja shift malam, sekitar 60% mengalami beberapa jenis
gangguan tidur, dengan pekerja shift lebih tua umumnya kurang mampu
mentolerir atau pulih dari shift malam daripada pekerja muda. Pekerja shift
malam perlu waspada selama waktu yang kantuk mereka sebenarnya
meningkat dan suhu inti tubuh yang jatuh. Dampak negatif dari bekerja shift
malam muncul dari gangguan tidur, gangguan kesehatan fisik dan
psychological dan meng- ganggu kehidupan sosial dan keluarga.
l. Sakit kepala dan Tidur: Pemeriksaan Pola Tidur dan Pengaduan dalam
Clinical Sampel Besar Migraineurs
Pada tahun 1871, Wright mencatat "Penyebab yang mempengaruhi
untuk terjadinya sakit kepala sakit yaitu kurang tidur" (hal. 32) serta "bangun
dari tidur nyenyak" (hal. 94), dan ia mengidentifikasi sakit kepala mungkin
sekunder untuk apnea tidur obstruktif atau sindrom hipoventilasi obesitas pada
deskripsi tentang "kecenderungan untuk menderita sakit kepala..." berkaitan
dengan "Kebiasaan tubuh, usia pasien, dengan latihan cukup, over-mengumbar
tidur..." (Hal. 71-72).
International Headache Society (IHS) diagnosis; episode sakit kepala
dipicu oleh fenomena tidur normal (misalnya, fase sirkadian, rapid eye
movement) atau peristiwa abnormal (misalnya, kurang tidur, tidur berlebihan),
sakit kepala tidur-spesifik termasuk sakit kepala hypnic, dan patofisiologi
umum.
Keluhan tidur yang umum dan berhubungan dengan sakit kepala dalam
proporsi yang cukup besar dari pasien. Lebih dari setengah migren melaporkan
kesulitan memulai dan mempertahankan tidur setidaknya kadang-kadang.
Banyak sampel ini melaporkan pola tidur kronis dipersingkat mirip dengan
yang diamati pada orang dengan insomnia, dengan 38% dari pasien tidur rata-
rata 6 jam per malam. Migrain dipicu oleh gangguan tidur pada 50% pasien.
"Kebangkitan sakit kepala" atau sakit kepala membangunkan mereka dari tidur

23
dilaporkan oleh 71% pasien. Menariknya, tidur juga agen paliatif umum untuk
sakit kepala, 85% dari migren menunjukkan bahwa mereka memilih untuk
tidur atau beristirahat karena sakit kepala dan 75% dipaksa untuk tidur atau
beristirahat karena sakit kepala. Pasien dengan migrain kronis dilaporkan lebih
pendek waktu tidur malam dibandingkan dengan migrain episodik, dan lebih
mungkin untuk menunjukkan sulit tidur, tinggal tidur, tidur memicu sakit
kepala, dan memilih untuk tidur karena sakit kepala. Tidur pendek (yaitu, rata-
rata periode tidur 6 jam) ditujukan sakit kepala secara signifikan lebih sering
dan lebih parah daripada orang yang tidur lebih lama dan lebih mungkin untuk
menunjukkan sakit kepala pagi hari ketika bangun tidur.
Hasil penelitian menegaskan bahwa tidur dan sakit kepala terkait untuk
sebagian besar migren. Karena gangguan tidur berpotensi dimodifikasi
kerentanan terhadap sakit kepala, kebijaksanaan konvensional klinis untuk
menilai dan mengatur tidur pasti didorong untuk migraineur rata-rata. Susah
tidur atau tidur tidak responsif terhadap keluhan teknik regulasi tidur
konvensional (misalnya, modifikasi perilaku, terapi hipnotis jangka pendek)
mungkin menandakan adanya gangguan tidur primer dan mungkin
memerlukan konsultasi khusus dan pengujian.
m. Masalah tidur dari orang tua pada anak-anak yang berkembang normal
dan orangtua dari anak autis
Menurut national sleep foundation (2004), anak-anak dan orang tua mereka
tidak mendapatkan cukup tidur (lihat juga Pusat Nasional Penelitian Gangguan
Tidur, 2003). Para peneliti telah menunjukkan bahwa masalah tidur terjadi
pada 11-69% anak-anak (Bruni et al, 1996;. National Sleep Foundation,
Pollock, 1994; Stein, Mendelsohn, Obermeyer, Amromin, & Benca, 2001, lihat
juga Mindell, 1993). Kesulitan-kesulitan tidur mempengaruhi perilaku anak-
anak pada siang.
Masalah tidur anak-anak mempengaruhi memori kerja mereka (Steenari et
al., 2003), meningkatkan tingkat mereka cedera (Owens, Fernando, &
McGuinn, 2005), dan negatif mempengaruhi motivasi berprestasi dan kinerja
sekolah (Blunden & Lushington, 2001; Gozal, 1998; Meijer & van den
Wittenboer, 20
04). Masalah dengan tidur lebih sering terjadi pada anak-anak dengan cacat

24
perkembangan (Hering, Epstein, Elroy, Iancu, & Zelnik, 1999; Johnson, 1996;
Richdale & Prior, 1995) seperti attention deficit hyperactivity disorder
(ADHD, Pusat Nasional Sleep Dis- perintah Penelitian) dan autisme (Hoffman
et al, 2006;.. Williams et al, 2004) dibandingkan pada anak yang normal.
Selanjutnya, para peneliti telah menemukan masalah tidur memperburuk gejala
siang hari pada anak-anak dengan ADHD (Huang et al, 2004.) Dan anak-anak
dengan autisme (Hoffman et al, 2005;. Schreck, Mulick, & Smith, 2004).
Demikian pula, masalah tidur juga berpengaruh negatif terhadap fungsi siang
hari pada orang dewasa. Misalnya, kesulitan orang dewasa dengan tidur dapat
meningkatkan tarif mereka depresi dan kecemasan (Spoormaker & van den
Bout, 2005), mempengaruhi kinerja mengemudi mereka (Philip et al., 2005),
meningkatkan tingkat kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan, borok,
absensi, dan melewatkan kegiatan sosial (Drake, Roehrs, Richardson, Walsh,
& Roth, 2004), dan berkontribusi terhadap kelelahan bagi karyawan muda
(Soderstrom, Ekstedt, Akerstedt, Nillson, & Axelsson, 2004).
Dalam penelitian deskriptif, Smedje, Broman, dan Hetta (1998) menemukan
bahwa 27% dari anak-anak prasekolah yang biasanya berkembang yang
dirasakan oleh orang tua mereka sebagai memiliki masalah tidur, dengan 22%
ibu dan 12% ayah melaporkan tidur anak terkait masalah mereka sendiri.
Dalam sebuah uji penelitian tidur anak yang luar biasa, Patzold, Richdale, dan
Tonge (1998) menemukan bahwa masalah tidur pada anak-anak dengan
autisme atau gangguan Asperger mengganggu tidur anggota rumah tangga
lainnya dan berkontribusi terhadap stres orangtua. Clements, Wing, dan Dunn
(1986) juga melaporkan bahwa masalah tidur pada anak-anak dengan cacat
mental mempengaruhi tidur anggota keluarga lainnya.
Dalam menguji efek meningkatkan tidur pada anak-anak dengan cacat
perkembangan, baik Rob-inson dan Richdale (2004) dan Wiggs dan Toko
(2001) melaporkan bahwa meningkatkan dokumen dalam tidur anak-anak yang
dihasilkannya peningkatan kepuasan orangtua dengan tidur mereka sendiri dan
dengan tidur anak mereka, dan penurunan kantuk orangtua pada siang hari.
Dalam penyelidikan ini, kami membandingkan laporan orang tua dari masalah
tidur mereka sendiri untuk kedua orang tua biasanya mengembangkan anak-
anak dan orang tua dari anak autis. Kami juga meneliti hubungan antara

25
masalah tidur anak-anak dan orang tua mereka untuk kelompok-kelompok ini.
Sebagian dari data yang digunakan dalam Lopez-Wagner, Hoffman, Sweeney,
Hodge, & studi Gilliam 47% termasuk dalam penyelidikan sebelum
membandingkan masalah tidur anak-anak dilaporkan oleh orang tua dari anak
autis dengan yang dilaporkan oleh orang tua biasanya mengembangkan anak-
anak (Hoffman et al., 2006).
Sebagai antisipasi, orang tua dari anak autis melaporkan bahwa pengalaman
masalah tidur mereka lebih dari yang dilakukan orang tua dari anak-anak
normal biasanya. Ketika masalah tidur anak-anak yang lebih parah, seperti
dalam kelompok autisme, orang tua melaporkan bahwa masalah tidur mereka
sendiri yang concomitantly lebih terpengaruh. Bagi anak-anak dengan autisme,
masalah tidur dan tidak gejala autis mereka terkait dengan melaporkan
kesulitan tidur orang tua. Mengingat penelitian yang luas menunjukkan
pengaruh negatif masalah tidur dan mengakibatkan kurang tidur pada kedua
anak dan dewasa, temuan ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan lebih
lanjut dari tidur. masalah anak-anak dan orang tua mereka dan hubungan
potensi masalah ini ke domain lain dari anak, orang tua, dan fungsi keluarga
(Wiggs & Toko, 2001).
Masalah tidur anak-anak telah dikaitkan dengan stres ibu pada anak-anak
dengan cacat perkembangan (misalnya, Honomichl, Goodlin-Jones, Burnham,
Gaylor, & Anders, 2002; Quine, 1991; Sloper, Knussen, Turner, &
Cunningham, 1991; Toko, 1992 ; Wiggs & Toko, 1998). Selain itu, Wiggs dan
Toko (2001) melaporkan bahwa mengobati masalah tidur pada anak-anak
dengan berat intelektual disabili-hubungan menyebabkan penurunan stres ibu.
Kami merekomendasikan bahwa para peneliti meneliti bagaimana masalah
tidur anak-anak berinteraksi dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku menantang siang hari anak, terutama untuk orang tua dari anak-anak
dengan perkecualian tionalities. Gavidia Payne, dan Cotton (2000) menemukan
hubungan antara tidur anak-anak dan masalah perilaku dan stres pengasuhan
bagi orangtua anak-anak dengan berbagai cacat intelektual. Literatur
menunjukkan hubungan antara masalah tidur anak-anak dan stres pada orang
tua dari anak-anak dengan cacat perkembanga menunjukkan bahwa kesulitan

26
tidur anak-anak dapat berkontribusi secara independen, dan negatif,
menekankan pada orang tua anak autis.
Orangtua anak-anak dengan cacat melaporkan tingkat stres yang lebih besar
daripada orangtua dari anak-anak yang berkembang normal (Baker, Blacher,
Crnic, & Edelbrook, 2002; Innocenti, Huh, & Boyce, 1992), dan orang tua dari
anak autis melaporkan tingkat stres yang lebih tinggi daripada orang tua dari
anak-anak dengan lainnya psikiatri kesulitan-kesulitan dan perkembangan
cacat (Bouma & Schweitzer, 1990, Duarte, Bordin, Yazigi, & Mooney, 2005;
Noh, Dumas, Wolf, & Fisman, 1989; Norton & Drew, 1994; Tomanik, Harris,
& Hawkins, 2004). Kedua gejala perilaku spesifik yang berhubungan dengan
autisme anak (bahasa dan komunikasi kesulitan-kesulitan, kognitif, reaktivitas
frustrasi, dan berulang-ulang, perilaku self-merangsang Regulatory) dan
keparahan gangguan autis masing-masing telah ditemukan berhubungan
dengan orang tua,stres (Gabriels, Cuccaro, Hill, Ivers, & Goldson, 2005;
Tobing & Glenwick, 2002;. Tomanik dkk). Mengingat tingkat stres yang tinggi
dilaporkan oleh orang tua dari anak autis, kami menyarankan bahwa hubungan
antara masalah tidur anak-anak dan orangtua membuat stres. Tidur anak-anak
juga telah dikaitkan dengan autis symptomatology (Hoffman et al., 2005), dan
kami merekomendasikan bahwa peneliti meneliti hubungan antara faktor-
faktor dan domain lainnya dari orang tua dan fungsi keluarga. Dalam
penelitian ini, kedua orang tua dari biasanya mengembangkan anak-anak dan
orang tua dari anak autis melaporkan bahwa masalah tidur anak-anak mereka
yang terkait dengan masalah tidur mereka sendiri. Hubungan ini lebih besar
untuk kelompok autisme, dengan masalah tidur anak-anak autisme untuk 20%
dari varians dalam memprediksi 'laporan tidur mereka sendiri dalam kelompok
autisme dan 7% dari varians dalam memprediksi orang tua' laporan tidur orang
tua mereka sendiri dalam kelompok masyarakat. Perbedaan ini mungkin
disebabkan karakteristik diagnostik anak autis.
Meskipun keparahan autisme anak tidak berkontribusi pada prediksi tidur
orang tua dalam analisis untuk kelompok autisme, perilaku bermasalah anak-
anak dapat mempengaruhi interaksi orangtua-anak yang berhubungan dengan
tidur anak-anak. Misalnya, orang tua dari anak-anak dengan autisme mungkin
cenderung sangat waspada pada malam karena perilaku agresif dan / atau

27
merugikan diri sendiri anak-anak mereka. Padahal biasanya mengembangkan
anak-anak bisa menonton TV, bermain video game, atau pesan teks teman-
teman mereka ketika mereka tetap terjaga, anak-anak dengan autisme dapat
menetapkan kebakaran, kerusakan properti, terlibat dalam perilaku yang
merugikan diri sendiri, atau meninggalkan rumah. Ini mungkin bahwa con-
cerns selama ini dan perilaku berbahaya lainnya yang berhubungan dengan
autisme berkontribusi pada tingginya tingkat masalah tidur dilaporkan oleh
orang tua.
8. Fungsi dan tujuan tidur
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini
bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional,
kesehatan,mengurangi stres pada paru, kardiovaskular, endokrin, dan lain-lain.
Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi
selular yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur;
pertama, efek pada sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan
normal dan keseimbangan di anatar berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada
struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh
karena selama tidur terjadi penurunan.
Fungsi dari tidur yaitu menguntungkan bagi plastisitas otak dan otak orang
dewasa, untuk belajar dan memori. Tidur juga bermanfaat untuk konservasi
energi dan penyembuhan saraf. Tidur telah ditunjukkan untuk memainkan peran
utama dalam metabolisme, kardiovaskular, pernapasan, kekebalan dan proses
termoregulasi yang berkontribusi terhadap fungsi otak siang hari dan homeostasis
tubuh. Tidur juga penting untuk pertumbuhan, seperti hormon pertumbuhan
secara selektif disekresikan selama tidur gelombang lambat. Selain fungsi-fungsi
metabolisme, tidur juga terlibat dalam proses kognitif dan psikologis, termasuk
belajar dan konsolidasi memori, serta memori emosional dan pengolahan.
9. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Masalah Tidur
a. Pengkajian
Pengkajian pola tidur klien meliputi riwayat tidur, catatan tidur,
pemeriksaan fisik dan tinjauan pemeriksaan diagnostik.
1) Riwayat tidur

28
Pengkajian riwayat tidur secara umum dilakukan segera setelah klien
memasuki fasilitas perawatan. Ini memungkinkan perawat menggabungkan
kebutuhan klien dan hal-hal yang ia sukai ke dalam rencana perawatan.
Riwayat tidur ini meliputi :
a) Pola tidur yang biasa.
b) Ritual sebelum tidur.
c) Penggunaan obat tidur atau obat-obatab yang lainnya.
d) Lingkungan tidur.
e) Perubahan terkini pada pola tidur.
Selain itu riwayat ini juga harus mencakup berbagai masalah yang
ditemui pada pola tidur, penyebabnya, kapan pertama kali masalah tersebut
muncul, frekuinsinya, pengaruhnya terhadap keseharian klien dan
bagaimana klien berkoping dengan masalah tersebut.

2) Catatan tidur
Catatan tidur sangatlah bermanfaat, khususnya untuk klien yang
memiliki, masalah tidur sebab catatan ini berisi berbagai informasi penting
terkait pola tidur klien. Catatan tidur dapat mencakup keseluruhan atau
sebagian dari informasi berikut.
a) Jumlah jam tidur total perhari.
b) Aktifitas yang dilakukan 2-3 jam sebelum tidur (jenis,durasi dan waktu).
c) Ritual sebelum tidur (mis, minum air, obat tidur).
d) Waktu a. Pergi tidur, b. Mencoba tidur, c. Tertidur, d. Terjaga di malam
hari dan durasinya, serta e. Bangun tidur di pagi hari.
e) Adanya masalah klien yakini dapat mempengaruhi tidurnya.
f) Faktor yang klien yakini memberi pengaruh positif atau negatif pada
tidurnya.
Kemudian, perawat dapat mengembangkan data tersebut menjadi
bagian atau grafik yang berguna untuk mengindentifikasi masalah tidur
yang klien alami.
3) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi observasi penampilan, perilaku, dan tingkat
energi klien. Penampilan yang menandakan klien mengalami masalah tidur

29
antara lain adanya lingkaran hitam disekitar mata, konjungtiva kemerahan,
kelopak mata bengkak, dll. Sedangkan indikasi perilaku dapat meliputi
iritabilitas, gelisah, tidak perhatian, bicara lambat, menguap, dll. Disamping
itu, klien yang mengalami masalah yang mengalami masalah tidur.
4) Pemeriksaan diagnostik
Tidur dapat diukur secara objektif dengan menggunakan alat yang
disebut polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram
(EEG), elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus.
Dengan alat ini, kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktitifitas
yang klien lakukan tanpa sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab
seringnya klien terjaga di malam hari.
b. Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan
untuk klien dengan masalah tidur adalah Gangguan Pola Tidur. Etiologi untuk
label diagnosis ini dapat bervariasi dan spesifik untuk masing-masing individu.
Hal ini meliputi ketidaknyamanan fisik atau nyeri, anesitas, perubahan waktu
tidur yang sering, serta perubahan lingkungan tidur atau ritual sebelum tidur.
Selain sebagai label diagnosis, gangguan pola tidur juga bisa menjadi
etiologi untuk diagnosis yang lain, seperti Risiko Cedera, Kelalahan,
Ketidakefektifan Koping, Ansietas, Intoleransi Aktifitas, dll.
c. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama asuhan keperawatan untuk klien dengan ganggguan tidur
adalah untuk mempertahankan (atau membentuk) pola tidur yang memberikan
energi yang cukup untuk menjalani aktifitas sehari-hari. Sedangkan tujuan
lainnya dapat terkait dengan upaya meningkatkan perasaan sejahtera klien atau
meningkatkan kualitas tidurnya.
1) Gangguan pola tidur
Yang berhubungan dengan :
a) Sering terjaga di malam hari, sekunder akibat (gangguan transpor
oksigen, gangguan eleminasi, gangguan metabolisme)
b) Tidur berlebihan di siang hari, sekunder akibat medikasi (mis., sedatif,
hipnotik, antidepresan, amfetamin, barbiturat, dll.).
c) Depresi

30
d) Nyeri
e) Aktifitas siang hari yang tidak adekuat.
f) Perubahan lingkungan.
g) Perubahan ritme sikardian.
h) Takut.
2) Kriteria hasil
Individu akan melaporkan keseimbangan yang optimal antara istirahat
dan aktivitas.
3) Indikator
a) Menjelaskan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.
b) Mengidentifikasikan teknik untuk memudahkan tidur.
4) Intervensi umum
a) Indentifikasi faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut,
stress, ansenitas, imobilitas, sering berkemih, lingkungan yang asing,
temperatur, aktivitas yang tidak adekuat).
b) Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan dan gangguan tidur.
Bising
(1) Tutup pintu kamar.
(2) Cabut kabel telephon.
(3) Nyalakan bunyi-bunyian lembut (mis., kipas angin, musik yang
tenang, suara hujan, angin).
(4) Pasang lampu tidur.
(5) Turunkan volume alarm dan TV.
Gangguan
(1) Hindari prosedur yang tidak perlu selama tidur.
(2) Batasi pengunjung selama periode istirahat yang optimal (mis.,
setelah makan,).
(3) Apabila berkemih dimalam hari dapat mengganggu tidur, minta
klien untuk membatasi asupan cairan pada malam hari dan berkemih
sebelum tidur.
c) Tingkatkan aktivitas di siang hari, sesuai indikasi.
(1) Buat jadwal program aktivitas di siang hari bersama klien (jalan
kaki, terapi fisik).

31
(2) Jangan tidur siang lebih dari 90 menit.
(3) Anjurkan klien untuk tidur di pagi hari.
(4) Anjurkan orang lain untuk berkomunikasi dengan klien dan
rangsang ia untuk tetap terjaga.
d) Bantu upaya tidur
(1) Kaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga atau orang
tua-jam, praktik higine, ritual (membaca,bermain) dan patuhi
semaksimal mungkun.
(2) Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari (mis., higine
personal, linen dan baju tidur yang bersih).
(3) Gunakan alat bantu tidur (mis., air hangat untuk mandi, bahan
bacaan, pijatan dipunggung, susu, musik yang lembut, dll).
(4) Pastikan klien tidur tanpa gangguan selama sedikitnya 4 atau 5
periode, masing-masing 90 menit, setiap 24 jam.
(5) Catat lamanya tidur tanpa gangguan untuk setiap shift.
e) Ajarkan rutinitas tidur di rumah (Miller,1999):
(1) Pertahankan jadwal harian yang konsisten untuk bangun, tidur dan
istirahat (hari biasa, akhir pekan).
(2) Bangunlah diwaktu yang biasa, bahkan jika tidur anda tidak
nyenyak; hindari berada di tempat tidur setelah terjaga.
(3) Gunakan tempat tidur yang hanya untuk aktivitas yang terkait
dengan tidur.
(4) Apabila anda terjaga dan tidak dapat tidur kembali, beranjaklah dari
tempat tidur dan membacalah di ruangan lain selama 30 menit.
(5) Hindari makanan dan minuman yang mengandung kafein (coklat,
teh dan kopi) pada siang dan petang hari.
(6) Hindari minuman beralkohol.
(7) Upayakan mengkonsumsi kudapan yang kaya L-triptofan (mis.,
susu, kacang) menjelang tidur.
f) Jelaskan pentingnya olahraga secara teratur (jalan kaki, lari, senam
aerobik dan latihan) fisik selama sedikitnya satu setengah jam tiga kali
seminggu (jika tidak dikontraindikasikan) untuk menurunkan stress dan
memudahkan tidur.

32
g) Jelaskan bahwa obat-obatan hipnotik tidak boleh digunakan untuk waktu
waktu yang lama karena beresiko menyebabkan toleransi dan
mengganggu fungsi pada siang hari.
h) Jelaskan pada klien dan orang terdekat klien mengenai penyebab
gangguan tidur/istirahat berikut cara-cara yang mungkin dilakukan untuk
menghindari atau meminimalkan penyebab tersebut.
5) Rasional
a) Tidur akan sulit dilakukan tanpa relaksasi. Lingkungan rumah sakit yang
asing dapat menghambat relaksasi.
b) Agar merasa segar, individu biasanya harus menyelesaikan keseluruhan
siklus tidur (70-100 menit) sebanyak 4 atau 5 kali semalam (Cohen &
Merrit, 1992; Thelan et al, 1998).
c) Keefektifan obat obat sedatif dan hiptonik mulai berkurang setelah satu
minggu penggunaan. Kondisi ini menuntut pemberian dosis yang tinggi
dan beresiko menyebabkan ketergantungan.
d) Ritual/kebiasaan tidur yang biasa dilakukan dapat meningkatkan
relaksasi dan membatu tidur (Cohen & Merrit, 1992).
e) Susu hangat yang mengandung L-triptofan merupakan penginduksi tidur
(Hammer, 1991).
f) Kafein dan nikotin adalah stimulan SSP yang dapat memperpanjang
masa latem dan meningkatkan frekuensi terjaga di malam hari (Miller,
1999).
g) Alkohol dapat menginduksi kantuk, tetapi menekan tidur REM dan
meningkatkann frekuensi terjaga (Miller, 1999).
h) Tidur saat dini hari menghasilkan lebih banyak tidur REM di bandingkan
tidur pada siang hari. Tidur siang lebih dari 90 menit mengurangi
stimulus untuk siklus tidur yang lebih panjang, yang di dalamnya
terdapat tidur REM (Thelan et al, 1998).
i) Para peneliti menyebutkan, penghalang utama untuk tidur pada klien
yang menjalani perawatan klinis adalah aktivitas, kebisingan, nyeri,
kondisi fisik, prosedur keperawatan, cahaya dan hipotermia.
(1) Kebisingan lingkungan yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi
dapat ditutupi dengan “bunyi-bunyian yang lembut” (mis., kipas

33
angin, musik yang lembut, suara rekaman [hujan, ombak pantai])
(Miller,1999).
(2) Pola tidur yang tidak teratur dapat mengganggu irama sikardian
normal; kemungkinan menyebabkan sulit tidur.
d. Evaluasi
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan tidur dan istirahat dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam memenuhi: Jumlah tidur, apakah sesuai dengan
kebutuhan; Faktor-faktor yang mencegah gangguan tidur; Teknik-teknik yang
dapat digunakan untuk mengatasi gangguan tidur; Mendemonstrasikan adanya
keseimbangan istirahat dan tidur sesuai dengan status kesehatan pasien;
Hilangnya tanda klinis gangguan tidur dan penyimpangan pada pasien,seperti
timbulnya perasaan segar, tidak gelisah, lesu dan apatis, hilangnya kehitaman
didaerah sekitar mata, mulai menghilangnya kelopak mata yang bengkak, tidak
adanya konjungtiva merah dan mata perih, pasien sudah dapat berkonsentrasi
penuh, serta tidak ditemukan gangguan proses berpikir, bicara, dan lain-lain.
10. Kurang tidur dapat menghasilkan ingatan palsu
Memori manusia bukanlah rekor literal dunia, tetapi dipengaruhi oleh
representasi pengetahuan yang sudah ada di otak. Akibatnya, apa yang akan
diambil dari memori secara substansial dapat berbeda dari apa yang awalnya
dikodekan. Salah satu contoh yang sangat menarik adalah kenangan palsu, yaitu
ketika orang mengklaim untuk mengingat kejadian yang sebenarnya tidak pernah
terjadi. Biasanya, kenangan palsu semantik sangat terkait dengan peristiwa
sebenarnya.
Tidur merupakan suatu kondisi neurobiologis yang kritis terlibat dalam
pembentukan memori. Secara khusus, tidur memainkan peran aktif dalam
konsolidasi memori. Selama tidur, jejak memori baru diperoleh tidak hanya
diperkuat dalam sirkuit saraf yang berbeda (konsolidasi sinaptik), namun jejak
memori segar juga didistribusikan ke daerah otak lainnya untuk penyimpanan
jangka panjang dan terintegrasi dalam kenangan jangka panjang yang sudah ada,
proses yang disebut konsolidasi sistem. restrukturisasi aktif juga dapat
menyebabkan pembentukan kenangan palsu, karena setelah reorganisasi aktif dan
integrasi di dalam representasi yang sudah ada, representasi memori kualitatif
dapat berbeda dari apa yang awalnya dikodekan. Dalam kasus ini, kenangan palsu

34
akan dibuat pada saat konsolidasi sebagai representasi pengetahuan baru dan
abadi, yang 'salah' dalam arti bahwa mereka abstrak dari bahan sebenarnya
dikodekan oleh generalisasi pengetahuan semantik terkait. Dengan cara ini, tidur
sendiri mungkin mempromosikan kenangan palsu saat konsolidasi memori.
Terjadinya kenangan palsu dapat terjadi akibat gangguan akut dalam proses
pengambilan yang tidak bergantung pada representasi 'palsu'. Tidur
berkepanjangan akan diharapkan dapat meningkatkan kenangan palsu. Banyak
bukti menunjukkan bahwa kurang tidur nyata merusak fungsi kognitif seperti
kewaspadaan, perhatian, memori kerja, berpikir divergen dan fungsi eksekutif
lainnya. Yang penting, pengambilan memori juga terganggu karena kurang tidur,
yang telah dikaitkan dengan penurunan sumber dan pemantauan realitas, dan
mekanisme yang sama juga dapat mendukung generasi kenangan palsu.
Tidur setelah belajar tidak meningkatkan kenangan palsu dibandingkan
dengan terjaga pasca-belajar bahkan ketika negara kognitif pada pengambilan dan
pengaruh sirkadian dikendalikan. Ini harus dicatat, bagaimanapun, bahwa tidak
hanya tingkat memori palsu, tetapi juga hit rate (pengakuan benar) tidak
terpengaruh oleh pasca-learning tidur bila dibandingkan dengan terjaga. Salah
satu alasan yang mungkin adalah jenis pengujian memori yang digunakan di sini,
yaitu pengakuan memori. Meskipun efek konsolidasi tidur pembelajaran
mengikuti yang sebelumnya ditemukan dalam tugas pengakuan memori. beberapa
studi menunjukkan bahwa pengakuan memori tampaknya kurang dipengaruhi
oleh pasca-learning tidur daripada mengingat-ingat. Dengan demikian, dapat
dibayangkan bahwa efek pasca-learning tidur pada generasi kenangan palsu bisa
terungkap dengan prosedur pengujian yang lebih sensitif.
Singkatnya, kami menemukan bahwa kurang tidur akut meningkatkan
kenangan palsu, sementara tidur setelah belajar tidak mempengaruhi
pembentukan memori palsu. Meskipun kenangan palsu secara formal semacam
distorsi memori, untuk adaptasi yang tepat hal ini mungkin berguna terutama
dalam situasi kontrol kognitif terbatas (seperti dalam keadaan kurang tidur)
mengandalkan inti dari memori, yaitu jaringan yang lebih luas terkait dengan
semantical sebenarnya mengalami kejadian.
Bagaimanapun sebuah perbedaan yang tepat antara representasi memori
terkait erat sangat penting, misalnya dalam kesaksian saksi mata. Terlepas dari

35
faktor-faktor lain yang dapat menghasilkan distorsi pengambilan memori
(misalnya, prosedur wawancara sugestif), hasil kami jelas menunjukkan bahwa
kurang tidur adalah faktor penting lain yang harus dihindari dalam situasi seperti
itu.
Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa perbedaan yang diamati
terutama berasal dari perubahan fungsi otak yang benar-benar terkait dengan
tidur. Kesimpulan ini lebih lanjut didukung oleh temuan bahwa memblokir
reseptor adenosin oleh kafein pada pengambilan melawan peningkatan memori
palsu dalam mata pelajaran kurang tidur.
11. Peran tidur dalam belajar dan memori
Kegiatan otak selama tidur yang bergantung pada periode keterjagaan
sebelumnya telah ditafsirkan dalam dua cara yang berbeda: sebagai proses
pengalaman-dependent atau penggunaan yang tergantung.
Tidur menciptakan konteks fungsional yang berbeda dari terjaga dan
menguntungkan bagi plastisitas otak. Tidur bisa menjadi masa istimewa untuk
konsolidasi memori karena memungkinkan reactivations ansambel saraf terjadi
dalam konteks yang sangat berbeda.
Pandangan konvensional adalah bahwa proses tidur berpartisipasi dalam
konsolidasi jejak memori. Konsolidasi mengacu pada pengolahan jejak memori di
mana "jejak dapat diaktifkan kembali, dianalisis dan secara bertahap dimasukkan
ke dalam memori jangka panjang". jejak memori tetap dalam keadaan rapuh
sampai pertama periode tidur pasca pajalanan telah terjadi.
Pada tingkat jaringan, reactivations selama tidur majelis saraf baru ditantang
oleh keadaan lingkungan yang baru telah dilaporkan dalam desain percobaan
yang berbeda. saraf diusulkan untuk terlibat dalam pengolahan jejak memori saat
tidur.
Untuk mengkonfirmasi peran tidur dalam memori pengolahan jejak, kita
perlu menyadari empat gol utama. Pertama, karakterisasi tergantung tugas,
kegiatan otak regional tertentu selama posttraining tidur harus dikejar, pada
berbagai tingkat organisasi otak. Kedua, perlu untuk menunjukkan bahwa
kegiatan ini bergantung pengalaman dalam tidur pada akhirnya berkaitan dengan
tahan lama perilaku adaptasi. Ketiga, peran spesifik tidur (yaitu, pola debit tidur)
dalam pengolahan memori harus mengurai dari efek lain seperti eksperimen

36
diinduksi stres atau modifikasi sirkadian. Keempat, efek dari SWS dan tidur REM
pada jejak memori harus ditentukan.
Sebuah pemahaman yang lebih komprehensif pengaruh tidur pada proses
memori juga bisa mengungkapkan bersamaan dengan peran tidur dalam bentuk
lain dari plastisitas otak, yaitu selama neurodevelopment atau selama reorganisasi
otak setelah kerusakan otak.
12. Memori untuk informasi deklaratif terkait dan tidak terkait: manfaat tidur,
dan biaya bangun
Tidur bertugas untuk menstabilkan kenangan terhadap efek buruk dari terjaga
berikutnya. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa 1) dampak dari 12 jam
gangguan bangun pada retensi memori sangat ditentukan oleh jenis kata-pair, 2)
tidur yang paling bermanfaat untuk memori 24 jam kemudian jika terjadi tak lama
setelah belajar, dan 3) tidur tidak sebenarnya menstabilkan kenangan deklaratif,
mengurangi dampak negatif dari terjaga berikutnya.
Sebuah "teori oportunistik" konsolidasi memori telah mengemukakan, yang
berpendapat bahwa kondisi apapun sehingga mengurangi paparan terhadap
gangguan akan menguntungkan konsolidasi memori deklaratif. Jadi, tidur itu unik
dan bermanfaat bagi memori.
Meskipun perlindungan dari gangguan mungkin memainkan peran dalam
efek tidur, terlalu sedikit studi telah mempekerjakan desain penelitian mampu
parsing kontribusi unik tidur dan terjaga dengan pengolahan memori, dengan
banyak penelitian yang meneliti kinerja setelah satu jam 12 pelatihan-tes ulang
Interval hanya berisi satu malam tidur dan satu hari terjaga. Sayangnya, 12 jam
desain tidak menjelaskan apakah tidur bermanfaat terhadap memori, atau terjaga
merusak memori. Namun, kinerja memori setelah pertama 12 jam Interval
mengandung tidur malam atau hari terjaga dapat dibandingkan dengan perubahan
dalam memori yang terjadi selama kedua 12 jam Interval yang juga baik
mengandung hari terjaga atau tidur malam. Perbandingan ini memungkinkan
untuk interpretasi yang lebih meyakinkan tentang peran fungsional tidur dan
terjaga pada pengolahan memori.
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan. Pertama, untuk menilai dampak
dari tidur ketika itu terjadi tak lama setelah pelatihan di malam hari (24 jam
kondisi tidur Segera), dibandingkan dengan ketika datang setelah sehari penuh

37
terjaga, hingga 16 jam pelatihan berikut di pagi hari (24 jam tidur tertunda).
Peserta yang tidur segera setelah belajar mengingat pasangan kata signifikan lebih
secara keseluruhan daripada mereka yang tidur ditunda selama 16 jam pasca-
encoding. Temuan ini sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa
tidur memiliki manfaat yang paling menonjol untuk hippocampus-tergantung
memori dalam beberapa jam pengkodean (misalnya Kosakata belajar; memori
Emosional; memori spasial), yang jelas memiliki manfaat praktis untuk belajar
(misalnya, mempelajari satu waktu akhir untuk ujian sebelum tidur). Kedua, kami
mampu untuk menilai efek menstabilkan tidur pada dua bentuk memori deklaratif
(yaitu pasangan kata redaksional terkait dan tidak terkait) dengan
membandingkan apakah memori setelah tidur malam (12 jam kondisi tidur)
adalah sebanding dengan memori setelah 24 jam, ketika tidur malam yang diikuti
oleh hari penuh terjaga. 24 Data jam menunjukkan bahwa tidur memiliki efek
stabilisasi pada kedua bentuk memori deklaratif, tingkat kemerosotan selama
selang waktu bangun yang mengikuti tidur secara signifikan lebih lambat
daripada ketika tidur tidak mendahului periode bangun.
Jenkins dan Dallenbach menunjukkan bahwa sementara kenangan deklaratif
cenderung memburuk sepanjang waktu, kerusakan itu secara substansial kurang
bila peserta tidur. Mereka menyimpulkan bahwa "melupakan tidak begitu banyak
masalah pembusukan kesan dan asosiasi tua seperti itu adalah masalah gangguan,
hambatan, atau pemusnahan yang lama dengan yang baru." Namun, studi yang
tidak mampu secara meyakinkan menunjukkan apakah itu tidur atau bangun
proses yang menyumbang hasil mereka. Hasil kami memberikan pemahaman
yang lebih lengkap tentang dampak unik tidur dan bangun pada memori
deklaratif. Pertama, 12 jam delay memiliki dampak dramatis berbeda pada
memori untuk pasangan kata yang terkait dan tidak terkait tergantung pada
apakah satu tidur atau tetap terjaga. Yang penting, paparan 12 jam gangguan
bangun tidak berdampak negatif terhadap memori untuk semantis pasangan kata
yang terkait, tapi hanya untuk pasangan yang tidak terkait, terlepas dari kinerja
setara pada jenis pasangan kata pada akhir pelatihan. Kedua, dengan menunda
lagi menjadi jelas bahwa tidur tidak memiliki efek yang menguntungkan pada
memori untuk kedua jenis kata pasangan, tetapi hanya jika ia datang tak lama
setelah encoding, tidak ketika tertunda oleh 16 jam berikut encoding. Akhirnya

38
dan yang paling penting, ketika tidur lama mengikuti pembelajaran tugas
deklaratif, itu benar-benar memperlambat laju berikutnya kerusakan selama
periode pasca-bangun tidur, menunjukkan bahwa fungsi penting dari tidur adalah
untuk menstabilkan kenangan deklaratif yang baru dipelajari.
13. Penatalaksanaan pasien rawat inap dengan sleep disordered breathing
(SDB)
Banyak faktor yang bertanggung jawab untuk kompromi saluran napas atas
saat tidur juga hadir dengan anestesi. anestesi agen dan obat narkotika
meningkatkan kecenderungan untuk napas runtuh. Selanjutnya, agen ini
mengganggu respon gairah yang mengakhiri episode apnea, sehingga
meningkatkan keparahan apnea. anestesi agen mengubah beberapa karakteristik
tidur tapi efek ini sulit untuk memisahkan dari efek rasa sakit, manajemen nyeri,
dan kurang tidur pada rumah sakit. Sebagai nyeri berkurang setelah operasi dan
efek dari kurang tidur menumpuk, banyak pasien mengalami rebound tidur REM
selama sleep apnea seringkali paling parah. Hubungan antara keparahan apnea
dan risiko sedasi tidak jelas. Gupta et al. melaporkan bahwa bahkan ringan OSA
mewakili risiko untuk pasien ortopedi. Masalah terbesar yang dihadapi anestesi
berusaha untuk meminimalkan komplikasi yang berhubungan dengan sleep apnea
adalah kenyataan bahwa banyak, jika tidak sebagian besar, pasien dengan OSA
tidak terdiagnosis. Seringkali, kontak anestesi dengan pasien sebelum operasi
singkat.
Dalam kebanyakan kasus, diagnosis dugaan SDB dibuat pada pasien rumah
sakit harus dikuatkan oleh evaluasi polisomnografi standar ketika pasien stabil.
Penggunaan empiris menyesuaikan diri atau CPAP bilevel dapat membantu dalam
beberapa keadaan. Sebuah pengalaman awal yang tidak menguntungkan dengan
CPAP dapat mempersulit kepatuhan jangka panjang. Oleh karena itu, terapi
tekanan saluran udara positif harus diterapkan dengan tingkat keahlian yang
tinggi pada pasien sakit yang naif mengenai pengobatan ini.

39
BAB III
EVALUASI

Dalam kegiatan diskusi ke dua dengan model seven jump ini cukup berjalan
dengan baik, terutama pada step 1-5, mahasiswa/i aktif bertanya dan mengungkapkan
pendapatnya, mereka mulai kritis dan tidak malu-malu. Materi yang didapat pun
bertambah banyak sehingga menambah pengetahuan mahasiswa/i. Kegiatan ini pun mulai
efektif dengan aktifnya mahasiswa/i bertanya dan mengungkapkan pendapatnya dari apa
yang telah mereka baca dari sumber buku, jurnal dan review. Namun kegiatan ini pun
kurang kondusif karena dua kelompok disatukan dalam satu ruangan, sehingga terjadi
kebisingan yang membuat anggota kelompok lain tidak mudah mendengar dan mencerna
apa yang disampaikan oleh anggota lain.
Saran kami untuk kedepannya adalah agar kegiatan diskusi ini berjalan lebih
kondusif dengan tidak terjadinya keriuhan di ruangan dan mahasiswa/i bisa lebih aktif lagi
dalam setiap step diskusi model seven jump ini, serta mampu mengungkapkan
pendapatnya serta tidak selalu harus dipancuuntuk berbicara dan mengungkapkan pendapat
namun dengan kesadaran diri sendiri.

40
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak Wahit Iqbal, SKM & Ns. Chayatin Nurul, S.Kep, Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia : Teori & Aplikasi Dalam Praktik, EGC: Jakarta.
Ganong, william F. 2002. Buku ajar fisiologi kedoktera, EGC: Jakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009. pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan
proses keperawatan, Salemba medika:jakarta.
Tomb, David A. 2003. Buku saku psikiatri. EGC:Jakarta.
Journal of Memory for Semantically Related and Unrelated Declarative Information
(2012) The Benefit of Sleep, the Cos tof Wake. Diambil pada 18 Mei 2013 dari http://
www.medscape.com
Journal of Total Sleep Time Severely Drops during Adolescence (2012). Diambil pada 18
Mei 2013 dari http://www.proquest.com
Journal of Sleep Loss Produces False Memories (2008). Diambil pada 18 Mei 2013 dari
http://www.proquest.com
Journal of Sleep problems of parents of typically developing children and parents of
children With Autism (2008). Diambil pada 18 Mei 2013 dari
http://www.proquest.com
Journal of Headache and Sleep: Examination of Sleep Patterns and Complaints in a Large
Clinical Sample of Migraineurs (2005). Diambil pada 18 Mei 2013 dari http://
www.medscape.com
Review of Chronobiology of sleep in humans (2007) Diambil pada 18 Mei 2013 dari
http://www.proquest.com
Review of Management of the Hospitalized Patient With Sleep Disordered Breathing
(2002) Diambil pada 18 Mei 2013 dari http://www.medscape.com
Review of The Nature of Sleep (2011) Diambil pada 18 Mei 2013 dari http://
http://www.proquest.com
Review of The role of sleep in learning and memory (2001) Diambil pada 18 Mei 2013
dari http://www.proquest.com
Review of Sleep is of the brain, by the brain and for the brain (2005) Diambil pada 18 Mei
2013 dari http://www.proquest.com

Anda mungkin juga menyukai