Anda di halaman 1dari 15

Asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)

A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Identitas penanggung jawab
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah diderita
b. Kebiasaan buruk: menahan BAK, minum bersoda
c. Pembedahan
4. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama: nyeri, pusing, mual, muntah
5. Pemeriksaan fisik
a. Umum: Status kesehatan secara umum
b. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c. Pemeriksaan fisik
Teknik pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Kulit dan membran mukosa
Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang
menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan
turgor merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan
cairan.
b) Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
c) Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau
pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.
d) Meatus urimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung
tangan untuk membuka meatus urinary.
Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung
tangan.
2) Palpasi
a) Ginjal
b) Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi
ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu
karena akan merusak jaringan.
- Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
- Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina iliaka.
Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi retensi
cairan atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila
kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika
terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau
patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik
ginjal. Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal
ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
- Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan
kiri mendorong ke atas.
- Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.
c) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi
urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika kandung
kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
3) Perkusi
a) Ginjal
- Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
- Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral (CVA),
lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan
dominan.
- Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri pada
perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b) Kandung kemih
- Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin
di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilikus.
- Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic.
4) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising) pada
aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke
ginjal (stenosis arteri ginjal).

B. Diagnosa
I. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebihan
dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi Rasional
a. Kaji status cairan dengan menimbang a. Pengkajian merupakan
berat badan perhari, keseimbangan dasar dan data dasar
masukan dan haluaran, turgor kulit dan berkelanjutan untuk
adanya edema, distensi vena leher, dan memantau perubahan dan
tanda-tanda vital. mengevaluasi intervensi.
b. Batasi masukan cairan. b. Pembatasan cairan akan
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga
menentukan berat tubuh
tentang pembatasan cairan.
ideal, haluaran urin, dan
d. Bantu pasien dalam menghadapi
respon terhadap terapi.
ketidaknyamanan akibat pembatasan
c. Pemahaman
cairan.
meningkatkan kerjasama
e. Tingkatkan dan dorong hygiene oral
pasien dan keluarga
dengan sering.
dalam pembatasan cairan.
d. Kenyamanan pasien
meningkatkan kepatuhan
terhadap pembatasan diet.
e. Hygiene oral mengurangi
kekeringan membrane
mukosa mulut.
II. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis.
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.
Intervensi Rasional
a. Kaji faktor yang menimbulkan a. Menyediakan informasi
keletihan; anemia, ketidakseimbangan tentang indikasi tingakt
cairan dan elektrolit, retensi produk keletihan.
b. Meningkatkan aktivitas
sampah, depresi.
b. Tingkatkan kemandirian dalam ringan/ sedang dan
aktivitas perawatan diri yang dapat memperbaiki harga diri.
c. Mendorong latihan dan
ditoleransi; bantu jika keletihan terjadi.
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil aktivitas dalam batas-
istirahat. batas yang dapat
d. Anjurkan untuk beristirahat setelah
ditoleransi dan istirahat
dialisis.
yang adekuat.
d. Istirahat yang adekuat
dianjurkan setelah
dialysis, yang bagi
banyak pasien sangat
melelahkan.

f) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan, salah
interprestasi imformasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Kriteria Hasil: Menunjukkan/ melakukan pola hidup yang benar

Intervensi Rasional
a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang a. Memberikan dasar
proses penyakit/ prognosis. pengetahuan dimana
b. Kaji ulang pembatasan diet, fosfat, dan
pasien dapat membuat
Mg.
pilihan berdasarkan
c. Kaji ulang tindakan mencegah
imformasi.
perdarahan : sikat gigi halus.
b. Pembatasan fosfat
d. Buat program latihan rutin,
meransang kelenjar
kemampuan dalam toleransi aktivitas.
e. Identifikasi tanda dan gejala yang paratiroid untuk
memerlukan evaluasi medik segera, pergeseran kalsium dan
seperti: demam, menggigil, perubahan tulang.
urin/ sputum, edema, ulkus, kebas, c. Menurunkan resiko
spasme pembengkakan sendi, pe↓ sehubungan dengan
ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, perubahan pembekuan/
edema. penurunan jumlah
trombosit.
d. Membantu dalam
mempertahankan tonus
otot dan kelenturan sendi.
e. Depresi sistem imun,
anemia, malnutrisi, dan
semua meningkatkan
resiko infeksi.

K. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Penatalaksanaan Medis
1. Hemodialisa
· Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan dialisa=pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya
hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang
dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air
dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau
zat, bahan melalui membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium,
kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi,
osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).
· Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
· Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di
dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang
dipindahkan ke dalam dialisat.
b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan
hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan
osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).

· Frekuensi Hemodialisa.
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar
penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai
pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut,
dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal
kembali normal.
2. Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia, anti
hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti
apoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan panyakit renal
tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai alasan, seperti keinginan untuk
menghindari dialisis atau untuk memperbaiki perasaan sejahtera, dan harapan untuk hidup secara
lebih normal. Selain itu, biaya transplantasi ginjal yang sukses dibandingkan dialisis adalah
sepertiganya
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut,
hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena
itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit
serum (nilai kalium > 5,5 mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T
rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium dapat
dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten sulfonat [kayexalatel]),
secara oral atau melalui retensi enema.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan
vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis
pasien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase
luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.

L. Komplikasi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam komplikasi .

1. Hiperkalemia, yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis


metabolic, Perikardistis efusi pericardial dan temponade jantung.

2. Hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi
system renin angioaldosteron.

3. Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah
merah, dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi.

4. Penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang
rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
5. Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada lengan dan kaki,
tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru)

6. Kerusakan permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal), akhirnya ginjal
membutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup

M. Pencegahan Gagal Ginjal

Supaya terhindar dari penyakit gagal ginjal, harus melakukan pencegahan sebagai berikut :
a. Olah Raga.
b. Berhenti merokok.
c. Mengurangi makanan berlemak.
d. Menurunkan berat badan.
e. Mengkonsumsi air putih dan menghindari konsumsi obat kimia.
f. Variasikan Konsumsi Makanan.
h. Jangan Menahan BAK.

BAB III
KASUS

A. Uraian Kasus
Ny. S 45 tahun masuk ke Rumah Sakit RSUD Arifin Achmad karena penyakit ginjal yang
dialaminya yang diawali dengan sakit pinggang. Keluarga klien mengatakan klien mengalami hal
ini sejak 3 tahun yang lalu, klien awalnya mengira hanya penyakit biasa saja sehingga klien
hanya membeli obat diwarung/ jamu untuk mengurangi rasa sakit terhadap penyakitnya tersebut,
klien juga tidak pernah memeriksakan keadaannya ke rumah sakit. Keluarga juga mengatakan
klien mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama dideritanya. Kondisi klien semakin lama
semakin memburuk sehingga keluarga membawa klien kerumah sakit. Selain itu keluarga juga
mengatakan bahwa akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit. Hasil pemeriksaan
labor didapatkan Ureum 380 mg/ dl, Kreatinin 15 dan Hb 6,2 mg/dl, SGOT 19, SGPT 30.
Dilakukan pemeriksaan USG pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengecil. Saat
ini klien mengeluh mual sehingga tidak nafsu makan dan juga sering mengalami muntah, tubuh
klien terlihat lemah, pucat, kulit kering dan bersisik, klien sering menggaruk bagian tubuhnya
karena rasa gatal (pruritus) dan perut membesar dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan
darah 100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.

B. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
2) Keluhan utama
Klien mengeluh sakit pinggang, BAK akhir-akhir ini dalam jumlah sedikit, perut membesar,
mual dan muntah sehingga tidak nafsu makan, gatal pada kulit.
3) Riwayat penyakit terdahulu
Klien mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama dideritanya dan sakit pinggang sejak 3
tahun yang lalu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1) Perut klien tampak membesar
2) Klien terlihat pucat dan lemah
3) Kulit kering dan bersisik
4) Kesadaran klien compos mentis
5) TTV : Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.
c. Pemeriksaan Penunjang
Ureum 380 mg/ dl (N: 20-40 mg/ dl)
Kreatinin 15 (N: 0,5-1,5 mg/ dl)
Hb 6,2 mg/dl (N: 12-152 mg/dl)
SGOT 19 (N: <21)
SGPT 30 (N: <23)
Hasil USG : Pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengecil

C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DO: Kelebihan volume
- Perut klien terlihat Riwayat penyakit (Hipertensi) cairan
membesar
- Hasil labor Suplay darah ke ginjal ↓
menunjukkan ureum ↑
380 mg/ dl (normalnya
Fungsi ginjal ↓
20-40 mg/ dl)
- Kreatinin ↑ 15
(normalnya 0,5-1,5 mg/
Retensi Natrium dan air
dl)
- SGOT 19 (N: <21)
- SGPT 30 (N: <23)
Kelebihan volume cairan
- Hasil USG : Pada
kedua ginjal didapatkan
kedua ginjal tampak
2.
mengeci
Intoleransi aktivitas
DS:
- Keluarga mengatakan
bahwa akhir-akhir ini
pasien BAK dengan Riwayat penyakit (Hipertensi)
jumlah yang sedikit

DO: Sekresi eritropoetin ↓

- Pasien terlihat lemah


dan pucat
Produksi Hb ↓
- TD: 100/70 mmHg
- Nadi 70x/menit
3.
- Hb: 6,2 mg/dl Risiko gangguan
Suplay oksigen ↓
DS: nutrisi kurang dari
- Keluarga mengatakan kebutuhan
bahwa klien tidak nafsu Intoleransi aktivitas
makan.
- Klien mengeluh sakit
pinggang
Riwayat penyakit (Hipertensi)
Fungsi renal ↓

Terjadi uremia
DO:
- Klien terlihat lemah,
mual dan muntah Gangguan keseimbangan asam
DS: basa
4.
- Keluarga mengatakan
klien tidak nafsu makan
Gangguan integritas
Produksi asam ↑
kulit

Asam lambung ↑

Mual muntah

Risiko gangguan nutrisi


kurang dari kebutuhan

Riwayat penyakit (Hipertensi)

Suplay darah ke ginjal ↓

Fungsi ginjal ↓
DO:
- Kulit klien terlihat
kering dan bersisik. Uremia
- Klien terlihat sering
manggaruk bagian
tubuhnya. Terjadi pruritus
DS:
- Klien mengatakan
sering mengalami gatal- Respon mengaruk dari klien
gatal pada bagian tubuh
tertentu.
Gangguan integritas kulit
D.

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


1. Penatalaksanaan Farmakologi
Pasien GGK memerlukan sejumlah obat untuk mengendalikan gejala yang menyertai disfungsi
ginjal. Obat ini meliputi: preparat antihipertensi, pengikat fosfat berbasis-kalsium seperti kalsium
bikarbonat; natrium (atau kalsium) polistiren sulfonat (Resonium), resin penukar-kation; dan
vitamin D (Calcitriol).
Pada gagal ginjal dapat terjadi kelambatan atau penurunan eliminasi obat yang menimbulkan
penumpukan obat di dalam tubuh. Diperlukan penyesuaian takaran obat dan frekuensi
pemberian. Obat yang perlu mendapat perhatian khusus meliputi digoksin, gentamisin,
vankomisin, dan opiat. Petidin tidak boleh diberikan kepada pasien GGK karena dapat
bertumpuk dalam tubuh dan menimbulkan kejang (Chang, dkk., 2010).
2. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Penatalaksanaan diet
Tujuan penatalaksanaan diet pada GGK adalah mempertahankan status nutrisi meski asupan
protein, kalium, garam, dan fosfat dibatasi dalam diet. Pembatasan protein harus dilakukan
secara hati-hati untuk menghindari malnutrisi kendati tindakan ini dapat memperlambat
penurunan GFR. Diet gagal ginjal harus mendapat energi yang cukup dari karbohidrat dan lemak
untuk mengurangi katabolisme protein tubuh dan mempertahankan berat badan. Asupan cairan
biasanya dibatasi sebesar 500 mL ditambah jumlah haluaran urin pada hari sebelumnya.
Pembatasan natrium dan kalium bergantung pada kemampuan fungsi ginjal untuk
mengekskresikan elektrolit ini. Umumnya, natrium dibatasi untuk mencegah edema dan
hipertensi, dan makanan tinggi kalium (mis., beberapa buah dan sayuran, cokelat) harus
dihindari. Akhirnya, makanan tinggi fosfat, seperti berbagai produk susu (mis., susu, es krim,
keju, yoghurt) juga harus dibatasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. (2010). http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/04/jurnal-ckd-chronic-


disease-kidney/
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chang, dkk,. (2010). Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hinchliff, Sue. (1999). Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn G. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 2. Jakarta:
EGC.
Purnomo, B. (2003). Dasar–Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, dkk,. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai