Anda di halaman 1dari 7

Legenda Danau Toba

Ini adalah kisah tentang terjadinya Danau Toba. Orang tak akan menyangka, ada kisah sedih
dibalik danau yang elok rupawan itu.
Tersebutlah seorang pemuda yatim piatu yang miskin. Ia tinggal seorang diri di bagian Utara
Pulau Sumatra yang sangat kering. Ia hidup dengan bertani dan memancing ikan.
Suatu hari, ia memancing dan mendapatkan ikan tangkapan yang aneh. Ikan itu besar dan
sangat indah. Warnanya keemasan. Ia lalu melepas pancingnya dan memegangi ikan itu. Tetapi
saat tersentuh tangannya, ikan itu berubah menjadi seorang putri yang cantik! Ternyata ia adalah
ikan yang sedang dikutuk para dewa karena telah melanggar suatu larangan. Telah disuratkan, jika
ia tersentuh tangan, ia akan berubah bentuk menjadi seperti makhluk apa yang menyentuhnya.
Karena ia disentuh manusia, maka ia juga berubah menjadi manusia.
Pemuda itu lalu meminang putri ikan itu. Putri ikan itu menganggukan kepalanya tanda
bersedia.
“Namun aku punya satu permintaan, kakanda.” katanya.
“Aku bersedia menjadi istri kakanda, asalkan kakanda mau menjaga rahasiaku bahwa aku
berasal dari seekor ikan.”
“Baiklah, Adinda. Aku akan menjaga rahasia itu.” kata pemuda itu.
Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang bayi laki-laki yang lucu. Namun ketika
beranjak besar, si Anak ini selalu merasa lapar. Walapun sudah banyak makan-makanan yang
masuk kemulutnya, ia tak pernah merasa kenyang.
Suatu hari, karena begitu laparnya, ia makan semua makanan yang ada di meja, termasuk
jatah makan kedua orang tuanya. Sepulang dari ladang, bapaknya yang lapar mendapati meja yang
kosong tak ada makanan, marahlah hatinya. Karena lapar dan tak bisa menguasai diri, keluarlah
kata-katanya yang kasar.
“Dasar anak keturunan ikan!”
Ia tak menyadari, dengan ucapannya itu, berarti ia sudah membuka rahasia istrinya.
Seketika itu juga, istri dan anaknya hilang dengan gaib. Ia jadi sedih dan sangat menyesal
atas perbuatannya. Namun nasi sudah menjadi bubur. Ia tak pernah bisa bertemu kembali dengan
istri dan maupun anaknya yang disayanginya itu.
Di tanah bekas pijakan istri dan anaknya itu, tiba-tiba ada mata air menyembur. Airnya
makin lama makin besar. Lama-lama menjadi danau. Danau inilah yang kemudian kita kenal
sampai sekarang sebagai Danau Toba.
LEGENDA DANAU TOBA

BABAK 1

Terdapatlah seorang pemuda miskin yatim piatu bernama Tuba. Tuba tinggal seorang diri di
sebelah utara Pulau Sumatera. Ia hidup dengan bertani dan memancing ikan.

Pada suatu hari, ketika ia memancing, ia mendapatkan ikan tangkapan yang aneh. Tuba yang kaget
, lalu berseru dengan logat bataknya yang masih kental.

Tuba : “Wah, besar kali ikan ini bah! Cantik kali.”

Tuba lalu melepas pancingnya dan memegangi ikan itu. Namun saat tersentuh tangannya, ikan itu
berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Lalu, Tuba pun terlibat perbincangan
menegangkan dengan wanita sang jelmaan ikan.

Tuba: “Kau? Kau ikan yang tadi aku pancing?

Wah… cantiknya! Tapi, kamu tak mungkin seorang manusia biasa.

Beritahu aku siapa kamu sebenarnya!”

Putri ikan: “Aku adalah seekor ikan mas yang dikutuk olah para dewa karena telah melanggar
sebuah aturan. Dan jika tubuhku tersentuh oleh tangan, maka aku akan berubah wujud menjadi
sama seperti wujud makhluk apa yang telah menyentuhku. Kearena aku telah kau sentuh, aku
berubah menjadi sama seperti kamu, manusia.”

Tuba: “Begitu rupanya nasib kau. Cantik-cantik tapi kena kutuk. Berarti kau tak punya tempat
tinggal kan?”

Putri ikan: (mengangguk sambil tersenyum)

Tuba: “Ya, kau ikut sajalah ke gubuk milikku, kebetulan aku tinggal sendirian.” (sambil seraya
menggandeng tangan putri ikan)

Putri ikan: (berjalan mengikuti Ucok)

Sejak saat itu, wanita itu pun tinggal bersama Tuba di gubuk milik Tuba. Tuba terlihat sangat
bahagia karena sang wanita ikan itu sudah sangat membantunya dalam berbagai pekerjaan rumah

Hingga pada suatu hari Tuba berkeinginan untuk meminang sang Putri Ikan.
Tuba: “Inang, maukah kau menjadi istriku? Aku merasa senang apabila kau ada disini, dan aku
akan lebih senang lagi bila kau mau menjadi istriku.”

Putri Ikan: (mengangguk) “Aku mau menjadi istrimu, bang. Tapi, aku mau abang berjanji untuk
tetap merahasiakan kepada siapapun bahwa aku adalah seekor ikan.”

Tuba: “Gampang lah itu Inang. Akan aku jaga rahasiamu itu kepada siapapun.” (tersenyum
gembira)

Lalu merekapun menikah.

BABAK 2

Lima tahun berlalu sudah. Mereka dikaruniai seorang anak yang lucu dan lincah, bernama Ucok.

Namun anak mereka selalu merasa lapar.

Walaupun sudah banyak makanan yang masuk ke dalam mulutnya, ia tak pernah

merasa kenyang.

Suatu hari, karena begitu laparnya ia menghabiskan semua maakanan yang ada di meja,

termasuk jatah makanan kedua orang tuanya. Ayahnya pun pulang dari ladang.

Tuba: “Bah, lapar kali aku. Enak kali kalau aku makan masakan istriku.” (berharap)

Tuba: (membuka tudung saji lalu mengerenyitkan dahi)

“Ucok!!!! Kau kemanakan semua makanan masakan Inang kau?”

Ucok: “Sudah Ucok habiskan lah, Amang. Lapar kali Ucok habis main di ladang”

Tuba: “Dasar anak ikan! Rakus kali kau!” (geram)

Ucok menangis, lalu berlari pergi menemui ibunya di ladang.

Putri ikan: “Mengapa kau menangis anakku?” (bingung melihat anaknya menangis)

Ucok: “Inang, benarkah aku ini adalah seorang anak ikan?”

Putri ikan: “Siapa yang bierkata padamu, Nak?” (terkejut)

Ucok: (diam sambil tersedu-sedu)

Putri ikan: “Jawab ibu, Nak!”


Ucok: “Amang yang berkata itu padaku, Inang. Amang bilang aku adalah seorang anak ikan,
makanya aku rakus. Benarkah itu Inang? Amang bohongkah Inang?”

Putri ikan: (diam dan mulai menitikkan air mata)

Ucok: “Jawab Ucok, Inang! Amang hanya berbohong kan, Inang?”

Putri Ikan: “Iii…ya Ucok, Amangmu itu benar sekali. Aku adalah anak ikan. Inangmu ini adalah
seekor ikan sebelum Inang menikah dengan Amang.”

Ucok yang mendengar jawaban dari ibunya, semakin menangis tersedu-sedu. Ia tak mengira

bahwa selama ini dirinya adalah anak ikan.

BABAK 3
Jauh di rumahnya, Tuba baru tersadar bahwa ia sudah melanggar janjinya kepada sang Putri Ikan.
Ia sangat menyesali perkataanya terhadap anaknya bahwa anaknya adalah anak ikan.
Lalu, ia cepat-cepat bergegas pergi mencari anaknya ke ladang. Sesampainya di ladang
Tuba: “Inang…..”
Putri Ikan: “Kau sudah melanggar janjimu kepadaku. Sekarang aku dan anakmu akan pergi.
Selamat tinggal.” (berdiri menatap ke langit)
Tuba: “Jangan Inang, maafkan aku. Aku memang salah, aku berjanji tidak akan mengulanginya
lagi. Namun, tolong Inang dan Ucok jangan pergi tinggalkan aku. Aku sangat menyayangi Ucok
dan Inang.”
Namun, semuanya sudah terlambat, sang Putri Ikan dan anaknya perlahan naik ke atas langit dan
kemudian menghilang dari pandangan suaminya. Tuba pun berusaha memanggil istri dan anaknya.
Tapi, istri dan anaknya tetap terbang menuju langit biru dan kemudian menghilang.
Tuba: “Inang…………. Ucok………..” (berteriak)
Di tanah bekas pijakan istri dan anaknya itu, tiba-tiba ada mata air yang menyembur.
Makin lama makin besar. Air itupun menenggelamkan Tuba yang tak peduli lagi dengan apapun
karena kehilangan istri dan anaknya. Lalu, air itu lama-lama menjadi sebuah kumpulan air yang
luas yang biasa disebut danau. Oleh rakyat sekitar, danau ini disebut Danau Tuba yang namanya
berasal dari nama laki-laki yang tenggelam itu. Namun, karena rakyat sekitar sulit menyebut Tuba,
maka nama danau tersebut sekarang berubah menjadi Danau Toba
1. PEMAPARAN
Terdapatlah seorang pemuda miskin yatim piatu bernama Tuba. Tuba tinggal seorang diri di
sebelah utara Pulau Sumatera. Ia hidup dengan bertani dan memancing ikan.

Pada suatu hari, ketika ia memancing, ia mendapatkan ikan tangkapan yang aneh. Tuba yang
kaget , lalu berseru dengan logat bataknya yang masih kental.

2. PENAWAKAN

Tuba lalu melepas pancingnya dan memegangi ikan itu. Namun saat tersentuh tangannya, ikan
itu berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik. Lalu, Tuba pun terlibat perbincangan
menegangkan dengan wanita sang jelmaan ikan.

Tuba: “Kau? Kau ikan yang tadi aku pancing?

Wah… cantiknya! Tapi, kamu tak mungkin seorang manusia biasa.

Beritahu aku siapa kamu sebenarnya!”

Putri ikan: “Aku adalah seekor ikan mas yang dikutuk olah para dewa karena telah melanggar
sebuah aturan. Dan jika tubuhku tersentuh oleh tangan, maka aku akan berubah wujud menjadi
sama seperti wujud makhluk apa yang telah menyentuhku. Kearena aku telah kau sentuh, aku
berubah menjadi sama seperti kamu, manusia.”

Tuba: “Begitu rupanya nasib kau. Cantik-cantik tapi kena kutuk. Berarti kau tak punya tempat
tinggal kan?”

Putri ikan: (mengangguk sambil tersenyum)

Tuba: “Ya, kau ikut sajalah ke gubuk milikku, kebetulan aku tinggal sendirian.” (sambil seraya
menggandeng tangan putri ikan)

Putri ikan: (berjalan mengikuti Ucok)

Sejak saat itu, wanita itu pun tinggal bersama Tuba di gubuk milik Tuba. Tuba terlihat sangat
bahagia karena sang wanita ikan itu sudah sangat membantunya dalam berbagai pekerjaan rumah

Hingga pada suatu hari Tuba berkeinginan untuk meminang sang Putri Ikan.

Tuba: “Inang, maukah kau menjadi istriku? Aku merasa senang apabila kau ada disini, dan aku
akan lebih senang lagi bila kau mau menjadi istriku.”

Putri Ikan: (mengangguk) “Aku mau menjadi istrimu, bang. Tapi, aku mau abang berjanji untuk
tetap merahasiakan kepada siapapun bahwa aku adalah seekor ikan.”

Tuba: “Gampang lah itu Inang. Akan aku jaga rahasiamu itu kepada siapapun.” (tersenyum
gembira)
Lalu merekapun menikah.

3. PENANJAKAN

Lima tahun berlalu sudah. Mereka dikaruniai seorang anak yang lucu dan lincah, bernama Ucok.

Namun anak mereka selalu merasa lapar.

Walaupun sudah banyak makanan yang masuk ke dalam mulutnya, ia tak pernah

merasa kenyang.

Suatu hari, karena begitu laparnya ia menghabiskan semua maakanan yang ada di meja,

termasuk jatah makanan kedua orang tuanya. Ayahnya pun pulang dari ladang.

Tuba: “Bah, lapar kali aku. Enak kali kalau aku makan masakan istriku.” (berharap)

Tuba: (membuka tudung saji lalu mengerenyitkan dahi)

“Ucok!!!! Kau kemanakan semua makanan masakan Inang kau?”

Ucok: “Sudah Ucok habiskan lah, Amang. Lapar kali Ucok habis main di ladang”

4. KRISIS

Ucok menangis, lalu berlari pergi menemui ibunya di ladang.

Putri ikan: “Mengapa kau menangis anakku?” (bingung melihat anaknya menangis)

Ucok: “Inang, benarkah aku ini adalah seorang anak ikan?”

Putri ikan: “Siapa yang bierkata padamu, Nak?” (terkejut)

Ucok: (diam sambil tersedu-sedu)

Putri ikan: “Jawab ibu, Nak!”

Ucok: “Amang yang berkata itu padaku, Inang. Amang bilang aku adalah seorang anak ikan,
makanya aku rakus. Benarkah itu Inang? Amang bohongkah Inang?”
Putri ikan: (diam dan mulai menitikkan air mata)
Ucok: “Jawab Ucok, Inang! Amang hanya berbohong kan, Inang?”
Putri Ikan: “Iii…ya Ucok, Amangmu itu benar sekali. Aku adalah anak ikan. Inangmu ini adalah
seekor ikan sebelum Inang menikah dengan Amang.”
Ucok yang mendengar jawaban dari ibunya, semakin menangis tersedu-sedu. Ia tak mengira
bahwa selama ini dirinya adalah anak ikan.

5. PELERAIAN
Jauh di rumahnya, Tuba baru tersadar bahwa ia sudah melanggar janjinya kepada sang Putri Ikan.
Ia sangat menyesali perkataanya terhadap anaknya bahwa anaknya adalah anak ikan.
Lalu, ia cepat-cepat bergegas pergi mencari anaknya ke ladang. Sesampainya di ladang
Tuba: “Inang…..”
Putri Ikan: “Kau sudah melanggar janjimu kepadaku. Sekarang aku dan anakmu akan pergi.
Selamat tinggal.” (berdiri menatap ke langit)
Tuba: “Jangan Inang, maafkan aku. Aku memang salah, aku berjanji tidak akan mengulanginya
lagi. Namun, tolong Inang dan Ucok jangan pergi tinggalkan aku. Aku sangat menyayangi Ucok
dan Inang.”
Namun, semuanya sudah terlambat, sang Putri Ikan dan anaknya perlahan naik ke atas langit dan
kemudian menghilang dari pandangan suaminya. Tuba pun berusaha memanggil istri dan anaknya.
Tapi, istri dan anaknya tetap terbang menuju langit biru dan kemudian menghilang.
Tuba: “Inang…………. Ucok………..” (berteriak)
6. PENYELESAIAN

Di tanah bekas pijakan istri dan anaknya itu, tiba-tiba ada mata air yang menyembur.

Makin lama makin besar. Air itupun menenggelamkan Tuba yang tak peduli lagi dengan apapun
karena kehilangan istri dan anaknya. Lalu, air itu lama-lama menjadi sebuah kumpulan air yang
luas yang biasa disebut danau. Oleh rakyat sekitar, danau ini disebut Danau Tuba yang namanya
berasal dari nama laki-laki yang tenggelam itu. Namun, karena rakyat sekitar sulit menyebut
Tuba, maka nama danau tersebut sekarang berubah menjadi Danau Toba

Anda mungkin juga menyukai