Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alokasi Air Berdasarkan
Prioritas Sektor Pengguna di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing tugas akhir dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Kata kunci : Kebutuhan Air, Suplai, Alokasi air, Prioritas, Indeks kritis air
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Mayor Meteorologi Terapan
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Alokasi Air Berdasarkan Prioritas Sektor Pengguna di Kecamatan Poncokusumo
Kabupaten Malang”
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Mama dan Papa tercinta, Siti
Rahmalia Yugia dan Dwi Putro Tejo Baskoro, yang selalu memberikan dukungan,
kepercayaan dan doa yang tiada berujung. Terima kasih juga penulis sampaikan
pada adik-adikku, Annisa, Aulia, dan Shabrina dan seluruh keluarga besar yang
selalu mengingatkan dan memberikan semangat untuk menyelesaikan penelitian
ini, serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Perdinan selaku pembimbing skripsi atas kesempatan yang penulis
terima; atas ilmu, arahan, nasihat, dan kesabaran dalam membimbing penulis
melakukan penelitian dan penulisan tugas akhir.
2. Seluruh dosen beserta staff Departemen Geofisika dan Meteorologi.
3. Sahabat baik Astri, Debby, Nuri, Ummu, Dinda, Ika dan Rima atas kesediaan
menjadi pendengar berbagai keluh kesah, serta Gina, Tiwi dan Ana yang
berbeda kampus namun selalu menyempatkan waktunya untuk mendengarkan
penulis.
4. Laras dan Mbak Siwi selaku rekan sebimbingan dan teman-teman seperjuangan
GFM 49 dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi pada
penulis.
Tidak ada suatu hal yang sempurna di dunia, begitu pula penulisan tugas akhir
ini. Atas segala kekurangan yang ada, penulis menerima masukan dan saran yang
membangun dalam bentuk apa pun. Penulis berharap penelitian ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
PRAKATA i
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Batasan Penelitian 3
Asumsi Penelitian 3
METODE 4
Bahan 4
Alat 4
Prosedur Analisis Data 4
Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data 4
Tahap Pengolahan Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Karakteristik Wilayah 9
Ketersediaan Air 15
Kebutuhan Air Total 16
Prioritas Alokasi 21
Proyeksi Kebutuhan Air Poncokusumo 2035 30
Indeks Kritis Air 34
SIMPULAN DAN SARAN 35
Simpulan 35
Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 40
RIWAYAT HIDUP 43
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data dan sumbernya ............................................................................. 4
Tabel 2 Kebutuhan air domestik menurut kategori kota.................................... 5
Tabel 3 Kriteria Penentuan Kebutuhan Air Domestik ....................................... 5
Tabel 4 Kebutuhan air industri menurut jenis industri ...................................... 6
Tabel 5 Nilai KC Tanaman Padi ........................................................................ 7
Tabel 6 Indeks Kekritisan Air ............................................................................9
Tabel 7 Jumlah Industri di Kecamatan Poncokusumo 2015..............................12
Tabel 8 Sungai dan pembagian wilayah desanya..............................................15
Tabel 9 Luas lahan sawah di masing-masing desa...........................................20
Tabel 10 Luas lahan sawah dan proyeksinya ....................................................33
Tabel 11 Perhitungan Indeks Kekritisan Air (IKA) Tahun 2015 dan 2035.......35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta wilayah Kecamatan Poncokusumo ......................................... 10
Gambar 2 Curah hujan (a) bulanan (b) tahunan Kecamatan Poncokusumo
tahun 2000-2015 ....................................................................................... 111
Gambar 3 Jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut Kecamatan
Poncokusumo tahun 2000-2015.................................................................. 11
Gambar 4 Jumlah industri di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 ............ 133
Gambar 5 Luas lahan sawah di setiap desa di Kecamatan Poncokusumo
tahun 2015................................................................................................... 13
Gambar 6 Sub DAS Lesti dan Ambang(Sumber: Laporan Akhir Adaptasi
Perubahan Iklim Kawasan Agropolitan Kabupaten Malang) ..................... 14
Gambar 7 Inflow Sungai Lesti dan Sungai Amprong .....................................16
Gambar 8 Kebutuhan air sektor domestik (a) setiap bulan (b) setiap desa
di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 .................................................... 18
Gambar 9 Kebutuhan air sektor industri (a) setiap bulan (b) setiap desa di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 ...................................................... 188
Gambar 10 Kebutuhan air sektor pertanian setiap desa di Kecamatan ............ 20
Gambar 11 Kebutuhan air sektor pertanian setiap bulan di Kecamatan .......... 21
Gambar 12 Kebutuhan Air di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 ............. 21
Gambar 13 (a) Suplai dan kebutuhan air total di Poncokusumo (b) Kebutuhan
air yang tidak terpenuhi dan persentase coverage kebutuhan air di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 ...................................................... 222
Gambar 14 Skema alokasi sektor domestik, industri, dan pertanian
di Kecamatan Poncokusumo........................................................................24
Gambar 15 Persentase Kebutuhan Air Bulanan Yang Terpenuhi,
Tanpa Prioritas.............................................................................................24
Gambar 16 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik
dan industri (b) Pertanian Agustus 2015; Tanpa Prioritas..........................25
Gambar 17 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah penduduk dan kebutuhan air domestik tahun 2015..........40
Lampiran 2 Jumlah unit industri dan kebutuhan air industri tahun 2015 ........40
Lampiran 3 Luas lahan sawah dan kebutuhan air tahun 2015..........................41
Lampiran 4 Kebutuhan Air Bulanan Sektor Domestik, Industri dan
Pertanian di Tahun 2015 dan 2035.............................................................41
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan Agropolitan menurut UU no.26 tahun 2007 pasal 1 ayat 24 tentang
Penataan Ruang memiliki arti kawasan yang terdiri dari satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan
sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional
dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. Suwandi
(2005) mengungkapkan bahwa agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang seiring berjalannya sistem agribisnis yang bertujuan untuk melayani
sekaligus menarik dan mendorong perkembangan kegiatan pertanian di wilayah
sekitarnya. Pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat meningkatkan
laju kegiatan pertanian dari hulu ke hilir yang ditunjukkan dengan meningkatnya
produksi pertanian, meningkatnya jumlah dan kualitas industri pengelolaan hasil
pertanian skala kecil dan menengah serta mendorong keberagamaan aktivitas
ekonomi di pedesaan (Rustiadi et al. 2011). Meskipun kawasan agropolitan identik
dengan kegiatan pertanian di kawasan pedesaan namun Masruri et al. (2015)
menyebutkan bahwa batasan suatu kawasan agropolitan ditentukan dengan
memperhatikan economic of scale dan economic of scope, bukan administratif
wilayah sehingga bentuk dan luasan kawasan agropolitan dapat meliputi wilayah
desa, kecamatan bahkan dapat meliputi wilayah kabupaten/kota yang saling
berbatasan. Salah satu Kawasan Agropolitan di Indonesia adalah Kecamatan
Poncokusumo di Kabupaten Malang yang telah menjalankan program
pengembangan kawasan agropolitan sejak diberlakukannya Surat Keputusan
Bupati Malang Nomor 180//1146/KEP/421.013/2007 tentang Penetapan
Kecamatan Poncokusumo sebagai Sentra Kawasan Agropolitan.
Sebagai sentra pertanian, ketersediaan sumberdaya air yang berkelanjutan
merupakan salah satu hal yang krusial bagi kawasan agropolitan di Kecamatan
Poncokusumo. Kecamatan Poncokusumo masih merupakan bagian dari DAS
Brantas Hulu tepatnya sub DAS lesti dan Ambang dengan sumber air berasal dari
Sungai Amprong dan Sungai Lesti. Asdak (2002) menyebutkan bahwa sebagian
besar masyarakat masih bergantung kepada air yang bersumber dari DAS karena
airnya yang dinilai masih cukup berlimpah, relatif bersih, relatif tidak tercemar dan
juga suhunya yang relatif rendah. Berdasarkan hasil kajian terkait ketersediaan air
di DAS Brantas, khususnya kawasan Malang Raya, Pujiraharjo et al. (2015) dan
PU Brantas (2011) menyebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan air masih tergolong
aman hingga 20 tahun ke depan. Meskipun demikian, berdasarkan hasil survei
lapang dan kajian yang lebih detil, Kecamatan Poncokusumo – Kabupaten Malang,
cenderung akan mengalami kekurangan air di musim kemarau (Perdinan et al.
2014).
Kekurangan air di musim kemarau memang masalah yang lazim ditemui
namun apabila kekurangan air yang terjadi dibarengi dengan pengaruh iklim
2
ekstrim, kebutuhan air yang terus meningkat dan sistem kelola yang tidak baik
maka dampak negatif yang ditimbulkan akan semakin besar dan merugikan. Hal ini
tentunya akan memicu gejala kritis air yang ditunjukkan dengan meningkatnya
indeks kekrtitisan air karena ketersediaan air yang terbatas dan cenderung tetap
sedangkan kebutuhan air yang terus meningkat. Pada dasarnya permasaahan terkait
sumberdaya air dapat diatasi dengan pengelolaan sumberdaya air yang tepat, salah
satunya adalah dengan sistem alokasi dan distribusi air yang tidak mengabaikan
kapasitas ketersediaan air sehingga dapat mengoptimalkan suplai yang ada untuk
memenuhi permintaan atau kebutuhan air bagi semua sektor pengguna. Keberadaan
berbagai sektor dalam suatu lokasi dengan sumber air yang sama mengharuskan
adanya alokasi yang mempertimbangkan keadilan, keberlanjutan dan efisiensi
dalam pelaksanaannya. Strategi alokasi yang tepat sangat diperlukan agar tidak
menghambat kegiatan setiap sektor yang ada sehingga strategi alokasi air yang
dipilih harus disesuaikan dengan jenis sektor dan juga tingkat kepentingannya.
Sistem alokasi yang tepat tidak hanya harus mengoptimalkan ketersediaan air di
suatu kawasan namun juga harus mempertimbangkan penggunaan total air
sekaligus memilih prioritas pemenuhan yang sesuai dari berbagai kegiatan yang
berlangsung di kawasan tersebut. Salah satu strategi alokasi adalah alokasi
berdasarkan prioritas sektor pengguna, dimana pemenuhan kebutuhan air dilakukan
berdasarkan urutan prioritas sektor pengguna yang disepakati sekaligus
meminimalisasi kemungkinan terjadinya kekurangan air di setiap sektor untuk
memastikan pemanfaatan sumber daya air yang efisien (Chou dan Wu 2014).
Dalam mengkaji dan menentukan alokasi air di suatu wilayah dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan oleh suatu perangkat lunak yang kerap
kali disebut dengan nama Sistem Pendukung Keputusan untuk Alokasi Air atau
Decision Support System (DSS) for water allocation, karena fungsinya membantu
pengambilan keputusan alokasi air. Power (2007) dalam Hatmoko (2012) membagi
DSS menjadi 5 komponen berdasarkan orientasinya, yaitu: data, model, komunikasi,
dokumen, dan pengetahuan atau knowledge. Loucks et al. (1981) serta Louck dan
van Beek (2005) dalam Hatmoko (2012) juga menyatakan bahwa analisis sistem
yang lazim digunakan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya air,
khususnya dalam pengalokasian air adalah model simulasi, model optimasi, analisis
multi-kriteria, dan pendekatan sistem.
Model simulasi merupakan model yang paling umum digunakan karena
dapat mengkaji apa yang terjadi jika suatu tindakan atau strategi diterapkan, atau
biasa disebut dengan what-if scenario. Salah satu perangkat lunak yang menerapkan
model simulasi adalah WEAP (Water Evaluation and Planning). Yates et al. (2005)
mengungkapkan bahwa WEAP merupakan sebuah aplikasi yang dapat
mengintegrasikan suplai air dengan sistem pengelolaan dan juga tuntutan sektor
pengguna dan terjadinya perubahan lingkungan. Kajian terkait alokasi berdasakan
prioritas antar sektor pengguna perlu dilakukan sekaligus memperhitungkan indeks
kritis air, untuk mengetahui potensi ketersediaan air di Kecamatan Poncokusumo.
3
Perumusan Masalah
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka
perumusan masalah dari penelitian ini antara lain, sebagai berikut :
1. Berapa besar kebutuhan air total tahun 2015 di Kecamatan Poncokusumo?
2. Apakah alokasi berdasarkan prioritas sektor pengguna mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan air di setiap sektor?
3. Bagaimana indeks kekritisan air di Kecamatan Poncokusumo?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengestimasi kebutuhan
air di Kecamatan Poncokusumo, menganalisis perubahan prioritas alokasi terhadap
pemenuhan kebutuhan sektor domestik, industri, dan pertanian di Kecamatan
Poncokusumo, dan menganalisis indeks kekritisan air di Kecamatan Poncokusumo.
Batasan Penelitian
Penelitian ini meliputi analisis kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo.
Penelitian dibatasi dengan menitik beratkan pada perhitungan penggunaan air oleh
tiga sektor, yaitu sektor domestik, industri, dan pertanian. Ketersediaan air di
Kecamatan Poncokusumo didasarkan pada suplai air dari air permukaan yaitu
Sungai Lesti dan Amprong tanpa mengitung ketersdiaan dari sumber lain seperti
curah hujan dan mata air. Ketersediaan air yang diperoleh kemudian akan dikaitkan
dengan alokasi air untuk sektor domestik, industri dan pertanian sehingga dapat
dilihat bagaimana tingkat pemenuhannya. Alokasi dilakukan dengan asumsi semua
sektor pengguna tidak memiliki perbedaan kualitas air yang dibutuhkan.
Asumsi Penelitian
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Kebutuhan air total diasumsikan hanya berdasarkan tiga sektor penggunaan,
yaitu sektor domestik, industri, dan pertanian.
2. Suplai air untuk memenuhi kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo
diasumsikan hanya berasal dari air permukaan, yaitu Sungai Lesti dan Amprong
dengan tidak membedakan kualitas air untuk penggunaan domestik, industri,
dan pertanian.
3. Kebutuhan air pertanian hanya dihitung pada lahan pertanian basah (sawah) dan
diperhitungkan berdasarkan besar evapotraspirasi.
4. Proyeksi yang dilakukan pada penelitian ini diasumsikan tidak terjadi
perubahan pada jumlah suplai air dan hanya menghitung perubahan besar
kebutuhan air di masa yang akan datang.
5. Proyeksi jumlah penduduk dan jumlah industri hanya memperhitungkan laju
penambahan tanpa memperhitungkan penurunan jumlahnya.
4
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Agustus 2017 di
Laboratorium Klimatologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan untuk menunjang penelitian dapat dilihat pada table 1 berikut:
Alat
Alat yang digunakan dalam pengolahan data dan analisis adalah alat tulis
kantor, seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak Ms. Office,
ArcGIS 10.1, Eto Calculator dan WEAP.
Keterangan:
Etc = Kebutuhan air konsumtif (mm/hari)
Eto = Evapotranspirasi Potensial (mm/hari)
Kc = Koefisien tanaman
Qa = Kebutuhan air Pertanian (m3)
𝐸𝑇𝑐(𝑦) = Etc tahunan (m)
A = Luas lahan (m2)
𝑃𝑛 = 𝑃𝑜. 𝑒 𝑟𝑛
9
Keterangan:
Pn = Data tahun n yang akan diproyeksikan
Po = Data di tahun awal
e = Bilangan eksponensial 2,718281828
r = Laju konversi laham
n = Jumlah rentang tahun dari awal hingga tahun n
Karakteristik Wilayah
a. Kecamatan Poncokusumo
Kecamatan Poncokusumo merupakan suatu wilayah yang terletak di
Kabupaten Malang dengan luas wilayah sebesar 100,43 km2 atau sekitar 3,46%
dari total luas Kabupaten Malang. Secara geografis Kecamatan Poncokusumo
terletak antara 112,42º sampai 122,54º Bujur Timur dan 8,68º sampai 7,58º
Lintang Selatan. Secara administratif Kecamatan Poncokusumo terbagi menjadi
17 desa.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Poncokusumo adalah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Tumpang dan Jabung
Sebelah Timur : Kabupaten Lumajang
Sebelah Selatan : Kecamatan Wajak
Sebelah Barat : Kecamatan Tajinan
Gambar 1 merupakan peta administrasi Kecamatan Poncokusumo. Secara
umum topografi Kecamatan Poncokusumo adalah berupa dataran dan lereng
perbukitan.Terdapat sembilan desa yang memiliki topografi wilayah dataran
yaitu Desa Karanganyar, Jambesari, Pajaran, Argosuko, Ngebruk,
Karangnongko, Wonomulyo dan Belung dan terdapat delapan desa dengan
10
500
(a)
5000
Curah Hujan (mm)
4000
3000
2000
1000
0
2002
2000
2001
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
(b)
Gambar 2 Curah hujan (a) bulanan (b) tahunan Kecamatan Poncokusumo tahun
2000-2015
Gambar 3 menunjukkan grafik jumlah bulan basah dan bulan kering
berturut-turut selama setahun di Kecamatan Poncokusumo. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui tipe iklim berdasarkan Klasifikasi Iklim Oldeman. Bulan
Basah adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm sedangkan
Bulan Kering adalah bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm.
Berdasarkan data tahun 2000 hingga 2015, rata-rata bulan basah berturut-turut
di Kecamatan Poncokusumo adalah tiga bulan dan rata-rata bulan kering
berturut-turut adalah empat bulan; sehingga didapatkan tipe iklim Klasifikasi
Oldeman di Kecamatan Poncokusumo adalah D3, yang menunjukkan bahwa
lokasi tersebut cocok untuk bertanam padi dan palawija dengan dukungan
irigasi yang stabil.
8
Jumlah bulan
6
4
2
0
2005
2000
2001
2002
2003
2004
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
c. Demografi
Data terbaru Badan Pusat Statistik (2015) hasil Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) menyatakan bahwa Kecamatan Poncokusumo tahun 2014
memiliki jumlah penduduk sebanyak 96.931 jiwa, Jumlah tersebut terdiri dari
laki-laki 48.712 jiwa (50,32%) dan perempuan 48.219 jiwa (49,28%). Desa
dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Karangnongko, yaitu sebanyak
7.710 jiwa; sedangkan desa dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa
Ngadas, yaitu sebanyak 1.730 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata adalah
sebesar 890 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,36%.
d. Industri
Tabel 7 Jumlah Industri di Kecamatan Poncokusumo
Jenis Industri
No. Nama Desa
A B C D E F G
1 Dawuhan 0 3 0 22 0 11 150
2 Sumberejo 0 35 0 8 0 0 63
3 Pandansari 0 4 0 2 1 6 0
4 Ngadireso 0 5 0 9 0 6 30
5 Karanganyar 0 5 0 32 0 10 35
6 Jambesari 0 6 0 80 0 7 0
7 Pajaran 0 5 0 45 0 2 0
8 Argosuko 0 0 0 6 0 20 0
9 Ngebruk 0 6 0 20 0 6 13
10 Karangnongko 0 1 0 22 0 15 59
11 Wonomulyo 0 5 1 21 1 8 0
12 Belung 1 2 0 2 0 6 0
13 Wonorejo 0 0 0 0 0 2 5
14 Poncokusumo 0 0 0 0 0 10 0
15 Wringinanom 0 1 0 2 0 3 3
16 Gubugklakah 0 4 0 0 0 3 0
17 Ngadas 0 0 0 0 0 1 0
Keterangan:
A : Industri dari kulit (tas, sepatu, sandal, dsb)
B: Industri dari kayu (meubel, dsb)
C: Industri logam mulia dan bahan dari logam (perabot dan perhiasan dari logam dsb)
D: Industri anyaman, gerabah, dan keramik (peralatan dari rotan/bambu, rumput, mendong,
pandan, tikar, batu bata, genteng dsb)
E: Industri dari kain/tenun (kerajinan tenun, konveksi); penggunaan air 1171 m3/unit
F: Industri makanan dan minuman (pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan,
sayuran, minyak dan lemak, susu, dsb)
G: Industri lainnya
13
200
Ngadireso
Poncokusumo
Gubugklakah
Ngadas
Dawuhan
Jambesari
Ngebruk
Belung
Pandansari
Karanganyar
Wringinanom
Pajaran
Karangnongko
Sumberejo
Argosuko
Wonomulyo
Wonorejo
Gambar 4 Jumlah industri di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015
Baku Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) membagi jenis industri menjadi
sembilan sub-sektor industri pengolahan namun BPS dalam “Poncokusumo
dalam angka 2015” membagi jenis industri di Kecamatan Poncokusumo
menjadi tujuh jenis industri, yaitu industri kulit, industri kayu, industri logam
mulia, industri anyaman dan gerabah, industri kain, industri pengolahan
makanan dan minuman, dan industri lainnya. Jumlah industri yang terdapat di
Kecamatan Poncokusumo adalah sebanyak 831 unit industri. Jumlah setiap
jenis industri di tiap desa dapat dilihat pada tabel 7. Jenis industri paling banyak
adalah industri ‘lainnya’ yang berjumlah 358 unit, termasuk di dalamnya adalah
industri-industri kecil pendukung kegiatan pariwisata sedangkan jenis industri
yang paling sedikit di Kecamatan Poncokusumo adalah industri kulit. Industri
kayu terbanyak terdapat di Desa Sumberejo yaitu sebanyak 35 unit industri.
Industri logam terbanyak terdapat di Desa Karanganyar yaitu sebanyak 6 unit
industri. Industri anyaman dan gerabah terbanyak terdapat di Desa Jambersari
yaitu sebanyak 80 unit industri. Industri makanan terbanyak terdapat di Desa
Argosuko yaitu sebanyak 20 unit industri. Desa Dawuhan memiliki jumlah
industri rumah tangga paling tinggi yaitu sebanyak 186 industri sedangkan desa
dengan jumlah unit industri paling sedikit adalah Desa Ngadas yang hanya
memiliki satu unit industri.
e. Pertanian
250
Luas lahan sawah (Ha)
200
150
100
50
Karangnon…
0
Ngadireso
Poncokusumo
Gubugklakah
Ngadas
Ngebruk
Dawuhan
Pandansari
Jambesari
Belung
Wonorejo
Wringinanom
Sumberejo
Karanganyar
Pajaran
Argosuko
Wonomulyo
Ketersediaan Air
BBWS-Brantas (2011) menyatakan bahwa menurut tingkat ketersediaannya,
potensi air di wilayah Malang Raya yang terletak di DAS Brantas masuk dalam
kategori cukup, yang mana potensi air permukaan DAS Brantas mencapai 13,2x109
m3/tahun. Sebesar 3,7x109– 4,0 x109 atau 28,24% digunakan oleh sektor pertanian
domestik dan industri dan sisanya, yaitu sebesar 9,53x109 m3 atau sekitar 71,7%
masih terbuang ke laut. Ketersediaan air pada penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan nilai debit. Kecamatan Poncokusumo memiliki dua sungai utama
sebagai sumber air, yaitu Sungai Amprong di bagian utara dan Sungai Lesti di
bagian selatan. Pembagian sungai dan wilayah desanya dapat dilihat pada tabel 8.
Data debit Sungai Lesti dan Amprong pada penelitian ini merupakan hasil
olahan hydrological rainfall – runoff model HEC HMS yang mengestimasi
karakteristik aliran sungai, seperti besar dan waktu terjadinya aliran berdasarkan
parameter meteorologi dan kondisi fisik DAS. Nilai total debit aliran ini kemudian
diasumsikan sama dengna nilai ketersediaan air dan menjadi nilai inflow yang dapat
dialokasikan kepada pengguna air sektor domestik, industri, pertanian. Sungai
amprong menyumbangkan inflow yang lebih besar dibandingkan sunggi Lesti.
Inflow total ke kecamatan Poncokusumo adalah sebesar 20,05x106 m3/tahun dengan
rincian inflow dari sungai Amprong adalah sebesar 13,30x106 m3/tahun sedangkan
inflow dari sungai Lesti adalah sebesar 6,75x106 m3/tahun.
2.00.E+06
1.50.E+06
Inflow (m3)
1.00.E+06
5.00.E+05
0.00.E+00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Lesti Amprong
hari (Triatmodjo 2010; Admadhani et al. 2014). Total kebutuhan air sektor
domestik di Kecamatan Poncokusumo adalah sebesar 3,58x106 m3/tahun. Gambar
7(a) menunjukkan grafik kebutuhan air sektor domestik di Kecamatan
Poncokusumo setiap bulan. Perbedaan jumlah kebutuhan setiap bulan ini hanya
bergantung pada jumlah hari dalam sebulan sehingga varias jumlah kebutuhan air
setiap bulan tidak banyak, yaitu sebesar 2,83x105 m3/bulan di bulan Februari;
sebesar 2,93x105 m3/bulan di bulan dengan jumlah hari 30 dan sebesar 3,03x105
m3/bulan di bulan dengan jumlah hari 31. Rata-rata kebutuhan air domestik per
bulan adalah sebesar 2,98x105 m3/bulan.
3.1
Kebutuhan air ( x108 m3)
2.9
2.8
2.7
2.6
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
(a)
3.5
Kebutuhan air ( x105 m3)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Pandansari
Ngadas
Karanganyar
Karangnongko
Wonorejo
Dawuhan
Ngadireso
Poncokusumo
Jambesari
Argosuko
Ngebruk
Belung
Pajaran
Wonomulyo
Wringinanom
Sumberejo
Gubugklakah
Gambar 8 Kebutuhan air sektor domestik (a) setiap bulan (b) setiap desa di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015
4.2
October
July
August
November
Feb
May
September
March
Jan
June
December
April (a)
12
Kebutuhan air (x104 m3)
10
8
6
4
2
0
Ngadireso
Ngebruk
Poncokusumo
Ngadas
Jambersari
Dawuhan
Belung
Wringinanom
Gubuklakah
Pandansari
Argosuko
Sumberejo
Karanganyar
Pajaran
Karangnongko
Wonomulyo
Wonorejo
(b)
Gambar 9 Kebutuhan air sektor industri (a) setiap bulan (b) setiap desa di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015
Air untuk kebutuhan industri dapat bersumber dari PDAM maupun air tanah
yang dikelola sendiri oleh pengelola kawasan industri (KI) sesuai dengan Peraturan
Menteri Perindustrian RI. No. 35/M-IND/PER/3/2010). Meskipun demikian, pada
penelitian ini sumber air untuk kebutuhan industri diasumsikan bersumber dari
sumber air yang sama dengan kebutuhan sektor domestik dan pertanian, yaitu
bersumber dari Sungai Lesti dan Sungai Amprong. Kebutuhan air sektor industri
menunjukkan nilai kebutuhan air paling rendah dibandingkan dibandingkan sektor
pertanian dan sektor domestik. Penghitungan kebutuhan air industri menggunakan
pendekatan jumlah unit industri dikalikan dengan besar kebutuhan air sesuai SNI
yang ditetapkan oleh badan Standarisasi Nasional.
BPS (2015) mencatat terdapat 831 unit industri yang terbagi menjadi tujuh
jenis industri, yaitu industri kulit, kayu, logam mulia, gerabah dan anyaman, kain,
makanan, dan jenis industri lainnya. Setiap jenis industri memiliki nilai SNI
kebutuhan air yang berbeda-beda namun karena 99% industri di Kecamatan
Poncokusumo masih merupakan industri skala rumah tangga maka nilai SNI yang
digunakan diasumsikaan memiliki besar yang sama untuk semua jenis industri,
yaitu sebesar 1.600 L per unit industri per hari, yang merupakan nilai batas bawah
SNI air industri untk skala industri sedang yang dikeluarkan oleh Badan
Standarisasi Nasional (BSN). Total kebutuhan air sektor industri di Kecamatan
19
2.5
Kebutuhan air (x106 m3)
2
1.5
1
0.5
0
Ngadireso
Poncokusumo
Gubugklakah
Ngadas
Dawuhan
Jambesari
Ngebruk
Belung
Pandansari
Wringinanom
Sumberejo
Karanganyar
Pajaran
Karangnongko
Argosuko
Wonomulyo
Wonorejo
1.5
0.5
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Pertanian
Industri
Domestik
Prioritas Alokasi
Alokasi air adalah penjatahan atau pembagian air permukaan untuk berbagai
keperluan pada suatu wilayah sungai dalam memenuhi kebutuhan air bagi para
pengguna air dari waktu ke waktu dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas air,
berdasarkan asas pemanfaatan umum, keseimbangan dan pelestarian sumber air
22
(Hatmoko 2012). Untuk dapat menentukan alokasi yang tepat di suatu wilayah,
perlu terlebih dahulu diketahui kondisi suplai dan permintaan kebutuhan air di
wilayah tersebut. Suplai air di Kecamatan Poncokusumo berasal dari dua sungai
utama, yaitu Sungai Lesti dan Sungai Amprong yang mana besarnya didapatkan
dari hydrological rainfall – runoff model HEC HMS sedangkan kebutuhan air
adalah kebutuhan air tiga sektor; domestik, industri dan pertanian di Kecamatan
Poncokusumo.
3.00.E+06
2.50.E+06
2.00.E+06
Inflow
1.50.E+06
1.00.E+06
5.00.E+05
0.00.E+00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
(a)
700000 100
Coverage (%)
Kebutuhan air tidak
600000 80
500000
terpenuhi (m3)
400000 60
300000 40
200000
100000 20
0 0
July
August
January
October
November
May
February
March
June
September
April
December
(b)
Gambar 13 (a) Suplai dan kebutuhan air total di Poncokusumo (b) Kebutuhan air
yang tidak terpenuhi dan persentase coverage kebutuhan air di Kecamatan
Poncokusumo tahun 2015
Agustus dan sebesar 66,53% di Bulan September. Hal ini terjadi karena nilai curah
hujan yang rendah di Bulan Agustus dan September yang berimpas kepada
rendahnya suplai air dari Sungai Lesti dan Amprong. Bulan Agustus dan September
juga termasuk dalam masa tanam 2 dimana Bulan Agustus merupakan bulan
berlangsungnya fase 2 atau fase reproduktif sehingga kebutuhan air untuk pertanian
terbilang tinggi.
Alokasi air yang baik harus memperhatikan faktor keadilan, efisiensi dan
keberlanjutan (Hatmoko 2012). Pembagian air antarsektor pengguna air perlu
dialokasikan sedemikian rupa agar diperoleh keadilan bagi seluruh pengguna, serta
manfaat yang optimal tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan air di masa yang
akan datang. Prioritas alokasi air diatur pada Pasal 29 Undang-undang no. 7 tahun
2004 tentang Sumber Daya Air, bahwa “Penyediaan sumber daya air ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi berbagai keperluan
sesuai dengan kualitas dan kuantitas; dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan
sumber daya air yang ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi
lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan,
kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata,
ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Kebutuhan air untuk menunjang kebutuhan pokok sehari-
hari yang dicerminkan oleh kebutuhan sektor domestik, kebutuhan air untuk sektor
industri dan kebutuhan air sektor pertanian untuk menunjang kegiatan pertanian
memiliki porsi masing-masing terhadap alokasi air di Kecamata Poncokusumo
yang mana dengan prioritas yang berbeda akan menyebabkan rasio pemenuhan
kebutuhan antarsektor pengguna air yang berbeda pula. Pengaturan prioritas perlu
dilakukan, untuk menunjang kebijakan terkait alokasi air, utamanya apabila terjadi
kekurangan air karena pemenuhan kebutuhan air harus diberikan kepada sektor
yang paling membutuhkan. Salah satu tools yang dapat digunakan untuk
mensimulasi alokasi berdasarkan prioritas adalah aplikasi WEAP.
Water Evaluatioan And Planning (WEAP) yang dikembangkan oleh
Stockholm Enviromental Institute (SEI) digunakan untuk membantu proses alokasi
sumberdaya air kepada pengguna (Yates et al. 2005).WEAP merupakan model
untuk pengelolaan sumberdaya air yang memperkenalkan konsep prioritas pada
penyedia dan pengguna dengan menggunakan program linear untuk menyelesaikan
permasalahan alokasi sebagai substitusi dari pendekatan multi-kriteria berbobot
yang umum digunakan (SEI 2008). Dengan aplikasi WEAP, hal yang membedakan
jumlah penerimaan air setiap titik sektor pengguna adalah adalah supply preference,
yaitu ketika di suatu wilayah terdapat lebih dari satu sumber suplai maka setiap
sektor pengguna air dapat memilih pereferensi sumber suplai dengan pertimbangan
yang berdasarkan pada alasan ekonomi, lingkungan, sejarah, bahakan politik
(WEAP21 2015). Kelemahan dari WEAP sendiri adalah tidak dapat memplotkan
alokasi yang berbeda tingkat kualitas sumbernya.
24
80
60
40
20
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Axis Title
(a) (b)
Gambar 16 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan industri
(b) Pertanian Agustus 2015; Tanpa prioritas
kebutuhan air setiap sektor pengguna air di bulan Agustus dan sebesar 73,8% di
bulan September sedangkan Sungai Amprong hanya bisa memenuhi sebesar
95,7% di bulan Agustus dan sebesar 73,8% di bulan September.
(a) (b)
Gambar 17 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan industri
(b) Pertanian September 2015; Tanpa prioritas
60
40
20
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
namun sektor domestik dan industri hanya terpenuhi sebesar 27,3% dari total
kebutuhan air di bulan Agustus.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 19 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan Industri
(b) Pertanian di Bulan Agustus 2015 (c) Domestik dan Industri (d) Pertanian
di Bulan September 2015
Di Bulan September, suplai air dari Sungai Lesti berhasil memenuhi hampir
seluruh kebutuhan air sektor pertanian di bagian selatan Kecamatan
Poncokusumo, kecuali kebutuhan air pertanian di Desa Ngadireso yang hanya
terpenuhi sebesar 58,1%. Suplai air dari Sungai Lesti di bulan September juga
hanya dapat memenuhi sebesar 58,1% dari kebutuhan air sektor domestik dan
industri di masing-masing desa. Suplai air dari Sungai Amprong di Bulan
September dapat memenuhi hampir seluruh sektor pertanian di wilayah utara
Kecamatan Poncokusumo sebesar lebih dari 90%, kecuali sektor pertanian di
Desa Pajaran, Argosuko, Ngebruk, Belung, dan Wonomulyo yang persentase
pemenuhannya antra 60-75%. Sama seperti Sungai Lesti, inflow Sungai
Amprong di bulan September pun hanya mampu memenuhi kebutuhan air
sebesar kurang dari 60%.
28
(c) (d)
Gambar 21 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan Industri
(b) Pertanian di Bulan Agustus 2015; Prioritas Domestik-Industri
Di Bulan Agustus, suplai air dari baik dari Sungai Lesti ataupun Sungai
Amprong dapat memenuhi kebutuhan sektor domestik secara penuh dan inflow
dari Sungai Lesti masih dapat memenuhi kebutuhan air domestik dan indusri
dengan persentase pemenuhan lebih dari 75%. Berbeda dengan Sungai Amprong,
beberapa desa yang bersumber air dari Sungai Lesti memang dapat terpenuhi
kebutuhan pertaniannya dengan persentase lebih dari 75%, yaitu Desa
29
\
Gambar 22 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan Industri
(b) Pertanian di Bulan September 2015; Prioritas Domestik-Industri
kecil berskala rumah tangga maka nilai SNI kebutuhan airnya adalah sebesar
1.600 L per unit per hari. Berdasarkan kedua data tersebut maka didapatkan
kebutuhan air industri di Kecamatan Poncokusumo di tahun 2015 adalah sebesar
0,48x106 m3/tahun sedangkan di tahun 2035 akan meingkat sebesar 34,9% atau
menjadi 0,653x106 m3/tahun.
3.5 10000
Kebutuhan air (x105 m3)
Poncokusumo
Ngadas
Dawuhan
Ngebruk
Belung
Jambersari
Pandansari
Wringinanom
Gubuklakah
Sumberejo
Karanganyar
Pajaran
Karangnongko
Wonorejo
Argosuko
Wonomulyo
Kebutuhan air domestik 2015 Kebutuhan air domestik 2035
Jumlah penduduk 2015 Jumlah penduduk 2035
(a)
16 300
Kebutuhan air (x104 m3)
Jambersari
Poncokusumo
Ngadas
Ngebruk
Dawuhan
Belung
Gubuklakah
Pandansari
Pajaran
Argosuko
Sumberejo
Karanganyar
Karangnongko
Wonomulyo
Wonorejo
Wringinanom
(b)
Gambar 23 a) Jumlah penduduk, kebutuhan air domestik, dan proyeksinya (b)
Jumlah industri, kebutuhan air industri, dan proyeksinya di setiap desa di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 dan 2035
memiliki land-rent yang relatif rendah dibanding penggunaan lahan lain dan
juga didukung sifat lahan pertanian yang umumnya datar, aksesibilitas tinggi
dan dekat dengan sumber air (Murdianingsih et al. 2016; Mulyani A et al 2016).
Berdasarkan hasil sensus pertanian 2003, laju konversi lahan sawah menjadi
peruntukan lainya sekitar 110.160 Ha per tahun, dimana sekitar 75% beralih ke
perumahan khusunya di Pulau Jawa (Sutomo 2004 dan Irawan 2005) sedangkan
konversi lahan sawah menjadi komoditas lain adalah sebesar 77 500 Ha per
tahun (Manan 2011). Dalam penelitiannya, Mulyani et al. (2016) menyebutkan
bahwa dari beberapa provinsi yang merupakan sentra padi di Indonesia, laju
konversi tertinggi secara berturut-turut terjadi di Sumatera Selatan, Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan.
Konversi lahan sawah di daerah Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan
merupakan konversi lahan sawah menjadi perkebunan sawit sedangkan
konversi lahan sawah di daerah Jawa cenderung disebabkan karena pesatnya
pengembangan perkotaan. Sebagai sentra produksi padi seharusnya provinsi-
provinsi tersebut memberika perhatia lebih terhadap masalah konversi lahan,
terutama provinsi Jawa Timur yang telah mengembangkan kawasan
Angropolitan.
Kecamatan Poncokusumo merupakan kawasan Agropolitan, yang menurut
UU no.41 tahun 2009 memiliki arti sebagai kawasan yang terdiri atas satu atau
lebih pusat kegiatan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditunjukkan dengan adanya keseimbangan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis. Kawasan Agropolitan Poncokusumo
disahkan oleh Perda Kabupaten Malang di tahun 2010 dalam RTRW Kabupaten
Malang sebagai salah satu bagian dari program Perlindungan lahan Pertanian
Berkelanjutan (LP2B). Meskipun begitu demikian alih fungsi lahan di
Kecamatan Poncokusumo tidak dapat dihindari. Sebagian besar alih fungsi
lahan di Kecamatan Poncokusumo adalah alih fungsi lahan sawah menjadi
lahan perumahan, industri, dan juga lahan perkebunan tebu.
Salah satu faktor utama pendorong terjadinya konversi lahan adalah jumlah
penduduk yang terus meningkat yang kemudian menyebabkan meningkatnya
tuntutan atas kebutuhan ruang yang lebih besar. Tuntutan terhadap kebutuhan
ruang ini lah yang mendorong terjadinya konversi pertanian karena lahan
pertanian memiliki land-rent yang relatif rendah dibanding penggunaan lahan
lain (Murdaningsih et al 2015). Bappenas (2006) bahkan menyebutkan bahwa
di banyak kasus alih fungsi lahan justru terjadi pada lahan pertanian yang
produktif.
Selama periode 1981-1999 konversi lahan sawah nasional mencapai
1.628.000 Ha dimana sekitar 61,6% terjadi di Pulau Jawa (Murdaningsih et al
2015). Konversi ini diperuntukkan untuk perumahan 30%, industri 7%, lahan
kering 20%, perkebunan 25%, kolam 3% dan penggunaan lainnya 15%. Di
Pulau Jawa sendiri khususnya d SUB DA Brantas hulu, telah mengalami
33
penurunan areal luas hutan sebesar 6% dan sawah sebesar 6% dari tahun 2003
ke tahun 2007. Sebagian besar alih fungsi adalah ke penggunaan non pertanian,
yaitu 58,7% menjadi perumahan, dan 21,8% menjadi kawasan industri,
perkantoran, pertokoan, dan sebagainya (Direktorat Kehutanan dan Konservasi
Sumberdaya Air 2012).
Poncokusumo
Ngadas
Dawuhan
Ngebruk
Jambersari
Belung
Pandansari
Gubuklakah
Karanganyar
Pajaran
Wonorejo
Argosuko
Wringinanom
Sumberejo
Karangnongko
Wonomulyo
Kebutuhan air pertanian 2015 Kebutuhan air pertanian 2035
Luas lahan sawah 2015 Luas lahan sawah 2035
3. Kebutuhan Air Total Tahun 2015 dan Pyeksi Kebutuhan Air tahun 2035
Pertanian
Industri
Domestik
Tabel 11 Perhitungan Indeks Kekritisan Air (IKA) Tahun 2015 dan 2035
Volume Air
Komponen IKA IKA
(m3/tahun)
Total Ketersediaan Air* 20 049 278,66
2015 Kebutuhan air total 21 028 435,32 104,8%
2035 Kebutuhan air total 15 548 866,56 77,5%
* Ketersediaan atau suplai air diasumsikan tetap untuk tahun 2015 dan 2035
Terlihat pada tabel 1 bahwa di tahun 2015 tingkat kekritisan air di Kecamatan
Poncokusumo bernilai 104,8% yang berarti telah mecapai tingkat kritis. Hal ini
sesuai dengan fakta bahwa kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo di tahun
2015 melebihi suplai air yang ada meskipun jika dilihat berdasarkan data bulanan
Kecamatan Poncokusumo hanya mengalami kekurangan air di Bulan Agustus dan
September. Tingkat kekritisan di tahun 2035 pun masih tahap kritis, meskipun
persentasenya menurun. Hal ini dikarenakan proyeksi kebutuhan air di tahun 2035
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Meskipun demikian perlu digaris
bawahi bahwa pada keadaan sebenarnya kemungkinan suplai air di tahun 2035 akan
berkurang karena konversi lahan di kawasan DAS akan menyebabkan tanah
menjadi semakin keras sehingga kemampuan infiltrasi tanah semakin berkurang
serta menstimulasi besarnya air larian dan dalam jangka panjang akan
menyebabkan minimnya simpanan air (Hadi 2001).
sepenuhnya terlebih dahulu akan menyebabkan gap pemenuhan yang cukup besar
antara sektor pertanian dan sektor domestik dan industri sedangkan bila pemenuhan
kebutuhan sektor domestik dan industri diutamakan, sektor pertanian masih dapat
terpenuhi hingga rata-rata 58%. Proyeksi di tahun 2035 menunjukkan adanya
penurunan jumlah kebutuhan air total, utamanya disebabkan oleh terjadinya
konversi lahan sawah yang menyebabkan kebutuhan air sektor pertanian sebagai
sektor dengan kebutuhan tertinggi menurun. Berdasarkan hasil kajian ketersediaan
dan kebutuhan air di Poncokusumo maka tingkat kekrtitisan air di Kecamatan
Poncokusumo di tahun 2015 dan 2035 telah mencapai tingkat kritis yang berarti
perlu dilakukan kajian kembali terkait pengelolaan sumber daya air yang tepat agar
tercapai summberdaya air yang ada tetap berkelanjutan.
Saran
Pada penelitian ini perhitungan kebutuhan air hanya dilakukan terhadap
sektor domestik, industri, dan pertanian. Ada baiknya jika penelitian selanjutnya
ditambahkan sektor peternakan dan perikanan, serta lahan yang diperhitungkan
bukan hanya lahan sawah tapi juga lahan kering untuk usaha pertanian lainnya.
Untuk proyeksi di masa yang akan datang ada baiknya juga jika yang diproyeksikan
bukan hanya kebutuhan airnya tetapi juga ketersediaan air atau besar suplai air yang
diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Adioetomo SM dan Samosir OB. 2010. Dasar-dasar Demografi 2. Jakarta (ID):
Penerbit Salemba Empat.
Admadhani DN, Haji ATS, Susanawati LD. 2014. Analisis Ketersediaan dan
Kebutuhan Air untuk Daya Dukung Lingkungan (Studi Kasus kota Malang). J.
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Azizah C. 2013. Metoda Analisis Kebutuhan Air Dalam Mengembangkan
Sumberdaya Air. J. Lentera. Vol.13 No.1 Maret 2013
Abdurahman O, Iman MI, Riawan E, Setiawan B, Puspita N, dan Fad ZG. 2012.
Climate Change Risk and Adaptation Assessment-Greater Malang (Sectoral
Report Water). Jakarta: Ministry of Environment.
Amalia et al. 2014. Optimasi Alokasi Pengggunaan Air Berdasarkan Ketersediaan
Air dan Biaya Operasional (Studi Kasus Kota Batu). J. Sumberdaya Alam dan
Lingkungan.
Aprildahani, Hasyim AW, Rachmawati TA. 2014. Alih fungsi lahan pertanian di
kawasan perkotaan Karangplsoso, Kabupaten Malang sebagai dampak dari
urban sprawl. J-PAL. 5(2).
[BAPPENAS]. 2010. Indonesia climate change sectoral roadmap. Jakarta (ID):
BAPPENAS.
37
Boer R dan Buono A. 2008. Current and Future Climate Variability of East Java
and Its Implication on Agriculture and Livestock. Project Report submitted to
UNDP, Jakarta
[BPS]. 2013. Alokasi Air di Indonesia. Jakarta (ID): BPS.
[BPS]. 2015. Kabupaten Malang dalam Angka. Malang (ID) : BPS
[BPS]. 2015. Kecamatan Poncokusumo dalam Angka. Malang (ID) : BPS.
[BSN]. 2015. SNI 6728.1:2015. Penyusunan neraca spasial sumber daya alam-
sumber daya air. Jakarta (ID) : BSN
Chou FNF and Wu CW. 2014. Determination of cost coefficients of a priority-based
water allocation linear programming model – a network flow approach.
Hydrology and Earth System Sciences 18, 1857–1872, 2014
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang. 2016. Cascading
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang 2015.
Direktorat Kehutanan dan Sumber Daya Air 2012. Analisa Perubahan Penggunaan
Lahan Di Ekosistem Das Dalam Menunjang Ketahanan Air Dan Ketahanan
Pangan (Studi Kasus: Das Brantas)
Dirjen Pekerjaan Umum Cipta Karya. 1982. Pengembangan Kawasan Perkotaanm
Kawasan Pedesaan. Jakarta: Dirjen Pekerjaan Umum.
Yetti E, Soedharma D dan Haryadi S. 2011. Evaluasi Kualitas Air Sungai-Sungai
Di Kawasan Das Brantas Hulu Malang Dalam Kaitannya Dengan Tata Guna
Lahan Dan Aktivitas Masyarakat Di Sekitarnya. JPSL Vol. (1) : 10-15
[FAO]. 1998. Irrigation and drainage paper No. 56. Rome: FAO
--------. 2012. Eto Calculator Penman-Monteith equation. [Tersedia pada
http://www.fao.org/nr/water/eto.html]
Hadi SP. 2001. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Halim F et a l. 2013. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih. Sipil Statik (1):
Hlm: 444.
Harnanto A dan Hidayat F. 2004. Water Allocation in the Brantas River Basin,
Conflicts and Its Resolutions. Proceeding APHW. Kyoto. Paper ID 56-FWR-
A403.
Hatmoko W, Triweko RW, dan Yudianto D. 2012. Sistem Pendukung Keputusan
Untuk Perencanaan Alokasi Air Secara Partisipatoris Pada Suatu Wilayah
Sungai. J.Teknik Hidraulik (3): 1, Juni 2012 : 1 – 102
Irawan B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatan, dan
Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23. No 1 Juli
2005: 1 - 18
[JICA] Japan International Cooperation Agency. 1991. The Studi On Urban
Drainage and Wastewater Disposal Project in The City of Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2013. Statistik Lahan Pertanian Tahun 2008-2012. Jakarta
(ID): Kementrian Pertanian.
38
Indonesia
Sa’diyah, Halimatus. 2012. Analisis Ekonomi Alokasi Sumberdaya Air Antar
Wilayah dan Pengguna di Pulau Lombok : Aplikasi Model Optimasi Dinamik.
[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana . Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sayaka B. Suradisastra K, Irawan B, dan Pasaribu SM. 2011. Pemanfaatan Lahan
Pertanian di Berbagai Daerah. Jakarta(ID): BLB Pertanian
Setyono E dan Prasetyo B. 2012. Analisa Tingkat Bahaya Erosi Pada Sub Das Lesti
Kabupaten Malang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Media Teknik
Sipil. 10 (2): 114 - 127
Shilkomanov IA, Rodda JC. 2003. World water resources at the beginning of the
twenty-first century. International Hydrology series. England (UK): Cambridge
University Press.
Sunfianah L dan Haryono A. 2014. Pelaksanaan Pengembangan Kawasan
Agropolitan Kabupaten Malang (Studi Kasus Kecamatan Poncokusumo). JESP
(6): No 2. Nopember 2014
Sutomo S. 2004. Analisa Data Konversi dan Prediksi Kebutuhan Lahan. Makalah
disampaikan pada Pertemuan Round Table II Pengendalian Konversi dan
Pengembangan Lahan Pertanian. Jakarta, 14 Desember 2004.
Suwandi. 2005. Agropolitan : Merentas Jalan Meniti Harapan. Jakarta (ID) : PT
Duta Karya Swasta
Triatmodjo B. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University
Press.
Varela-Ortega C, Surnpsi J.M, Garrido A, Blanco M, and Iglesias E. 1998. Water
pricing policies, public decision making and farmers' response: implications for
water policy. Agricultural Economics. 19: 193-202
Vergara SB. 1976. Physiological anf morphplogical adaptability of rice varieties
to climate. In Climate and Rice. IRRI. Phillippines
Wallingford H. 2003. Handbook for the assessment of catchment water demand and
use.
Yates D et al. 2005. A Demand, Priority, and Prefernce Driven Water Planning
Model. J. Water International (30): 4
Yetti E, Soedharma D, Hariyadi S. Evaluasi Kualitas Air Sungai-Sungai di
Kawasan Das Brantas Hulu Malang dalam Kaitannya dengan Tata Guna Lahan
dan Aktivitas Masyarakat di Sekitarnya. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Alam Dan Lingkungan (1): hal 10
40
LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah penduduk dan kebutuhan air domestik Tahun 2015
No Desa Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Domestik
1 Dawuhan 6928 265515.60
2 Sumberejo 5485 210212.63
3 Pandansari 6717 257429.03
4 Ngadireso 3585 137395.13
5 Karanganyar 7370 282455.25
6 Jambesari 6660 255244.50
7 Pajaran 6429 246391.43
8 Argosuko 4343 166445.48
9 Ngebruk 4189 160543.43
10 Karangnongko 7722 295945.65
11 Wonomulyo 5188 198830.10
12 Belung 6103 233897.48
13 Wonorejo 4495 172270.88
14 Poncokusumo 7035 269616.38
15 Wringinanom 5541 212358.83
16 Gubugklakah 3892 149160.90
17 Ngadas 1745 66877.13
SUM 93427 3580589.78
Lampiran 2 Jumlah unit industri dan kebutuhan air industri tahun 2015
No Desa Jumlah Industri Kebutuhan Air Industri
1 Dawuhan 186 108624
2 Sumberejo 106 61904
3 Pandansari 13 7592
4 Ngadireso 50 29200
5 Karanganyar 82 47888
6 Jambersari 93 54312
7 Pajaran 52 30368
8 Argosuko 26 15184
9 Ngebruk 45 26280
10 Karangnongko 97 56648
11 Wonomulyo 36 21024
12 Belung 11 6424
13 Wonorejo 7 4088
14 Poncokusumo 10 5840
15 Wringinanom 9 5256
16 Gubuklakah 7 4088
17 Ngadas 1 584
SUM 831 485304
41
Lampiran 3 Luas lahan sawah dan dan kebutuhan air pertanian tahun 2015
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Claudia Chikita Chaniago dan merupakan anak
pertama dari empat bersaudara pasangan Dwi Putro Tejo Baskoro dan Siti Rahmalia
Yugia. Penulis lahir di Bogor pada hari Rabu, 05 Oktober 1994. Penulis menempuh
pendidikan formal pertamanya di TK Akbar kemudian mendapatkan pendidikan
dasarnya di SD Insan Kamil. Penulis lulus dari pendidikan menengah pertama di
SMPN 6 Bogor pada tahun 2009 kemudian menyelesaikan sekolah menengah atas
di SMAN 5 Bogor pada tahun 2012. Penulis diterima di Program Studi Meteorologi
Terapan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Semasa kuliah, penulis aktif mengikuti organisasi mahasiswa, kepanitiaan,
kegiatan sosial, dan kegiatan lain yang meningkatkan softskill. Penulis terdaftar
sebagai pengurus aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman pada periode
kepengurusan tahun 2014. Penulis juga tergabung dan aktif sebagai pengurus dalam
Komunitas Lingkungan IGAF pada tahun 2014 hingga 2016. Selain itu, penulis
juga merupakan salah satu penerima Beasiswa Unggulan Djarum Foundation pada
tahun 2014-2015 dan mengikuti seluruh pelatihan yang diselengarakan oleh Djarum
Foundation. Penulis juga aktif mengikuti pendelegasian di beberapa acara seperti
Pahrayangan Green Challenge di Bandung pada tahun 2014, WYF’s International
Workshop on Climate Change di Malaka, Malaysia pada tahun 2015 dan UN
Habitat III Asia-Pacific Regional Meeting di Jakarta tahun 2015
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan
penelitian dengan judul “Kajian Alokasi Air Berdasarkan Prioritas Sektor Pengguna
di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang” di bawah bimbingan bapak
Perdinan.