Anda di halaman 1dari 61

ALOKASI AIR BERDASARKAN PRIORITAS

SEKTOR PENGGUNA DI KECAMATAN PONCOKUSUMO


KABUPATEN MALANG

CLAUDIA CHIKITA BASKORO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Alokasi Air Berdasarkan
Prioritas Sektor Pengguna di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing tugas akhir dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2018

Claudia Chikita Baskoro


NIM G24120065
ABSTRAK

CLAUDIA CHIKITA BASKORO. Alokasi Air Berdasarkan Prioritas Sektor


Pengguna di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Dibimbing oleh
PERDINAN.
Kecamatan Poncokusumo merupakan kawasan yang berperan sebagai
kawasan pengembangan sentra pertanian. Keberadaan lahan pertanian tentunya
harus diimbangi dengan suplai air yang mencukupi agar dapat memenuhi fungsi
tersebut. Sektor pertanian memang bukan satu-satunya sektor yang membutuhkan
air, terdapat sektor domestik dan industri yang juga membutuhkan suplai secara
optimal. Total kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo pada tahun 2015 adalah
sebesar 21,03x106 m3/tahun dengan kebutuhan sektor pertanian memiliki porsi
tertinggi, yaitu sebesar 80,6% dari total kebutuhan air, sektor domestik sebesar
17,02% dan sektor industri sebesar 2,3%. Kecenderungan Kecamatan
Poncokusumo untuk mengalami kekeringan di musim kemarau harus diantisipasi
dengan pengelolaan dan alokasi sumber daya air yang tepat dan efisisen. Alokasi
berdasarkan prioritas harus dipertimbangkan untuk mengoptimalkan suplai pada
sektor-sektor yang membutuhkan namun meminimalisasi kekurangan air di sektor
lainnya. Peringkat prioritas yang salah akan menyebabkan tidak seimbangnya
pemenuhan kebutuhan sektor pengguna. Pemenuhan kebutuhan air pertanian secara
menyeluruh terlebih dahulu akan menyebabkan kebutuhan sektor domestik hanya
dapat dipenuhi sebesar 19 – 27% di bulan kering (Agustus dan September)
sedangkan apabila kebutuhan sektor domestik dan industri dipenuhi terlebih dahulu
akan menyebabkan kebutuhan air sektor pertanian dapat dipenuhi antara 50-75%.
Status daya dukung lingkungan merupakan rsip antara suplai dan demand. Tingkat
kekritisan air berdasarkan IKA (Indeks Kritis Air) di Kecamatan Poncokusumo
menunjukkan status tidak aman karena di Bulan Kering terdapat defisit air yang
cukup mengkhawatirkan.

Kata kunci : Kebutuhan Air, Suplai, Alokasi air, Prioritas, Indeks kritis air
ABSTRACT

CLAUDIA CHIKITA BASKORO. Priority Based Water Allocation in Sub District


of Poncokusumo Malang District. Supervised by PERDINAN.

Kecamatan Poncokusumo is an area that became an agricultural


center. The existence of agricultural land must be balanced with sufficient water
supply in order to fulfill its function. The agricultural sector is not the only sector
that needs water resources to maintain its purpose, domestic and industries also
need to be supplied optimally. The total water requirement in Poncokusumo in 2015
is 21,03x106 m3/year with the need of agriculture sector is 80,6% of the total water
demand, domestic sector is 17,02% and the industrial sector is 2,3%. Kecamatan
Poncokusumo tends to experience water shortage in the dry season and that is
should be anticipated with appropriate and efficient water resources management.
Priority based water allocation should be considered to optimize water supply for
the highest priority sector while minimizing the possibility of water shortage of
other sectors. Incorrect priority ranking will cause an imbalance in meeting the
needs of the user sector. Fulfillment of agricultural water needs thoroughly in
advance will cause domestic sector water needs can only be fulfilled by 19-27% in
dry months (August and September) while if the needs of the domestic and
industrial sectors are met in advance it will cause the agricultural water needs can
be met between 50- 75%. The environmental carrying capacity is the ratio of supply
and demand. Based on water stress index, the status of the water stress level in
Poncokusumo Subdistrict shows a critical status because in the dry months there is
an alarming water deficit.

Keywords : Demand, Supply, Water Allocation, Priority, Water Stress Index


ALOKASI AIR BERDASARKAN PRIORITAS SEKTOR PENGGUNA
DI KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

CLAUDIA CHIKITA BASKORO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Mayor Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Scanned by CamScanner
i

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Alokasi Air Berdasarkan Prioritas Sektor Pengguna di Kecamatan Poncokusumo
Kabupaten Malang”
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Mama dan Papa tercinta, Siti
Rahmalia Yugia dan Dwi Putro Tejo Baskoro, yang selalu memberikan dukungan,
kepercayaan dan doa yang tiada berujung. Terima kasih juga penulis sampaikan
pada adik-adikku, Annisa, Aulia, dan Shabrina dan seluruh keluarga besar yang
selalu mengingatkan dan memberikan semangat untuk menyelesaikan penelitian
ini, serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Perdinan selaku pembimbing skripsi atas kesempatan yang penulis
terima; atas ilmu, arahan, nasihat, dan kesabaran dalam membimbing penulis
melakukan penelitian dan penulisan tugas akhir.
2. Seluruh dosen beserta staff Departemen Geofisika dan Meteorologi.
3. Sahabat baik Astri, Debby, Nuri, Ummu, Dinda, Ika dan Rima atas kesediaan
menjadi pendengar berbagai keluh kesah, serta Gina, Tiwi dan Ana yang
berbeda kampus namun selalu menyempatkan waktunya untuk mendengarkan
penulis.
4. Laras dan Mbak Siwi selaku rekan sebimbingan dan teman-teman seperjuangan
GFM 49 dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi pada
penulis.
Tidak ada suatu hal yang sempurna di dunia, begitu pula penulisan tugas akhir
ini. Atas segala kekurangan yang ada, penulis menerima masukan dan saran yang
membangun dalam bentuk apa pun. Penulis berharap penelitian ini bermanfaat.

Bogor, September 2018

Claudia Chikita Baskoro


i

DAFTAR ISI
PRAKATA i
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Batasan Penelitian 3
Asumsi Penelitian 3
METODE 4
Bahan 4
Alat 4
Prosedur Analisis Data 4
Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data 4
Tahap Pengolahan Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Karakteristik Wilayah 9
Ketersediaan Air 15
Kebutuhan Air Total 16
Prioritas Alokasi 21
Proyeksi Kebutuhan Air Poncokusumo 2035 30
Indeks Kritis Air 34
SIMPULAN DAN SARAN 35
Simpulan 35
Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 40
RIWAYAT HIDUP 43
ii

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data dan sumbernya ............................................................................. 4
Tabel 2 Kebutuhan air domestik menurut kategori kota.................................... 5
Tabel 3 Kriteria Penentuan Kebutuhan Air Domestik ....................................... 5
Tabel 4 Kebutuhan air industri menurut jenis industri ...................................... 6
Tabel 5 Nilai KC Tanaman Padi ........................................................................ 7
Tabel 6 Indeks Kekritisan Air ............................................................................9
Tabel 7 Jumlah Industri di Kecamatan Poncokusumo 2015..............................12
Tabel 8 Sungai dan pembagian wilayah desanya..............................................15
Tabel 9 Luas lahan sawah di masing-masing desa...........................................20
Tabel 10 Luas lahan sawah dan proyeksinya ....................................................33
Tabel 11 Perhitungan Indeks Kekritisan Air (IKA) Tahun 2015 dan 2035.......35

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta wilayah Kecamatan Poncokusumo ......................................... 10
Gambar 2 Curah hujan (a) bulanan (b) tahunan Kecamatan Poncokusumo
tahun 2000-2015 ....................................................................................... 111
Gambar 3 Jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut Kecamatan
Poncokusumo tahun 2000-2015.................................................................. 11
Gambar 4 Jumlah industri di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 ............ 133
Gambar 5 Luas lahan sawah di setiap desa di Kecamatan Poncokusumo
tahun 2015................................................................................................... 13
Gambar 6 Sub DAS Lesti dan Ambang(Sumber: Laporan Akhir Adaptasi
Perubahan Iklim Kawasan Agropolitan Kabupaten Malang) ..................... 14
Gambar 7 Inflow Sungai Lesti dan Sungai Amprong .....................................16
Gambar 8 Kebutuhan air sektor domestik (a) setiap bulan (b) setiap desa
di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 .................................................... 18
Gambar 9 Kebutuhan air sektor industri (a) setiap bulan (b) setiap desa di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 ...................................................... 188
Gambar 10 Kebutuhan air sektor pertanian setiap desa di Kecamatan ............ 20
Gambar 11 Kebutuhan air sektor pertanian setiap bulan di Kecamatan .......... 21
Gambar 12 Kebutuhan Air di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 ............. 21
Gambar 13 (a) Suplai dan kebutuhan air total di Poncokusumo (b) Kebutuhan
air yang tidak terpenuhi dan persentase coverage kebutuhan air di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 ...................................................... 222
Gambar 14 Skema alokasi sektor domestik, industri, dan pertanian
di Kecamatan Poncokusumo........................................................................24
Gambar 15 Persentase Kebutuhan Air Bulanan Yang Terpenuhi,
Tanpa Prioritas.............................................................................................24
Gambar 16 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik
dan industri (b) Pertanian Agustus 2015; Tanpa Prioritas..........................25
Gambar 17 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik
iii

dan industri (b) Pertanian Septembenr 2015; Tanpa Prioritas....................26


Gambar 18 Persentase Kebutuhan Air Bulanan Yang Terpenuhi;
Prioritas Pertanian .....................................................................................26
Gambar 19 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik
dan Industri (b) Pertanian di Bulan Agustus 2015 (c) Domestik dan
Industri (d) Pertanian di Bulan September 2015........................................27
Gambar 20 Persentase Kebutuhan Air Bulanan Yang Terpenuhi;
Prioritas Domestik-Industri........................................................................28
Gambar 21 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan
Industri (b) Pertanian di Bulan Agustus 2015; Prioritas Domestik -
Industri.......................................................................................................28
Gambar 22 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan
Industri (b) Pertanian di Bulan September 2015; Prioritas Domestik-
Industri.......................................................................................................29
Gambar 23 a) Jumlah penduduk, kebutuhan air domestik, dan proyeksinya
(b) Jumlah industri, kebutuhan air industri, dan proyeksinya di setiap
desa di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 dan 2035...........................30
Gambar 24 Luas lahan sawah dan kebutuhan air pertanian di Kecamatan
Poncokusumo tahun 2015 dan 2035.............................................................34
Gambar 25 Kebutuhan Air di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 .............35

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah penduduk dan kebutuhan air domestik tahun 2015..........40
Lampiran 2 Jumlah unit industri dan kebutuhan air industri tahun 2015 ........40
Lampiran 3 Luas lahan sawah dan kebutuhan air tahun 2015..........................41
Lampiran 4 Kebutuhan Air Bulanan Sektor Domestik, Industri dan
Pertanian di Tahun 2015 dan 2035.............................................................41
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kawasan Agropolitan menurut UU no.26 tahun 2007 pasal 1 ayat 24 tentang
Penataan Ruang memiliki arti kawasan yang terdiri dari satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan
sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional
dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. Suwandi
(2005) mengungkapkan bahwa agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan
berkembang seiring berjalannya sistem agribisnis yang bertujuan untuk melayani
sekaligus menarik dan mendorong perkembangan kegiatan pertanian di wilayah
sekitarnya. Pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat meningkatkan
laju kegiatan pertanian dari hulu ke hilir yang ditunjukkan dengan meningkatnya
produksi pertanian, meningkatnya jumlah dan kualitas industri pengelolaan hasil
pertanian skala kecil dan menengah serta mendorong keberagamaan aktivitas
ekonomi di pedesaan (Rustiadi et al. 2011). Meskipun kawasan agropolitan identik
dengan kegiatan pertanian di kawasan pedesaan namun Masruri et al. (2015)
menyebutkan bahwa batasan suatu kawasan agropolitan ditentukan dengan
memperhatikan economic of scale dan economic of scope, bukan administratif
wilayah sehingga bentuk dan luasan kawasan agropolitan dapat meliputi wilayah
desa, kecamatan bahkan dapat meliputi wilayah kabupaten/kota yang saling
berbatasan. Salah satu Kawasan Agropolitan di Indonesia adalah Kecamatan
Poncokusumo di Kabupaten Malang yang telah menjalankan program
pengembangan kawasan agropolitan sejak diberlakukannya Surat Keputusan
Bupati Malang Nomor 180//1146/KEP/421.013/2007 tentang Penetapan
Kecamatan Poncokusumo sebagai Sentra Kawasan Agropolitan.
Sebagai sentra pertanian, ketersediaan sumberdaya air yang berkelanjutan
merupakan salah satu hal yang krusial bagi kawasan agropolitan di Kecamatan
Poncokusumo. Kecamatan Poncokusumo masih merupakan bagian dari DAS
Brantas Hulu tepatnya sub DAS lesti dan Ambang dengan sumber air berasal dari
Sungai Amprong dan Sungai Lesti. Asdak (2002) menyebutkan bahwa sebagian
besar masyarakat masih bergantung kepada air yang bersumber dari DAS karena
airnya yang dinilai masih cukup berlimpah, relatif bersih, relatif tidak tercemar dan
juga suhunya yang relatif rendah. Berdasarkan hasil kajian terkait ketersediaan air
di DAS Brantas, khususnya kawasan Malang Raya, Pujiraharjo et al. (2015) dan
PU Brantas (2011) menyebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan air masih tergolong
aman hingga 20 tahun ke depan. Meskipun demikian, berdasarkan hasil survei
lapang dan kajian yang lebih detil, Kecamatan Poncokusumo – Kabupaten Malang,
cenderung akan mengalami kekurangan air di musim kemarau (Perdinan et al.
2014).
Kekurangan air di musim kemarau memang masalah yang lazim ditemui
namun apabila kekurangan air yang terjadi dibarengi dengan pengaruh iklim
2

ekstrim, kebutuhan air yang terus meningkat dan sistem kelola yang tidak baik
maka dampak negatif yang ditimbulkan akan semakin besar dan merugikan. Hal ini
tentunya akan memicu gejala kritis air yang ditunjukkan dengan meningkatnya
indeks kekrtitisan air karena ketersediaan air yang terbatas dan cenderung tetap
sedangkan kebutuhan air yang terus meningkat. Pada dasarnya permasaahan terkait
sumberdaya air dapat diatasi dengan pengelolaan sumberdaya air yang tepat, salah
satunya adalah dengan sistem alokasi dan distribusi air yang tidak mengabaikan
kapasitas ketersediaan air sehingga dapat mengoptimalkan suplai yang ada untuk
memenuhi permintaan atau kebutuhan air bagi semua sektor pengguna. Keberadaan
berbagai sektor dalam suatu lokasi dengan sumber air yang sama mengharuskan
adanya alokasi yang mempertimbangkan keadilan, keberlanjutan dan efisiensi
dalam pelaksanaannya. Strategi alokasi yang tepat sangat diperlukan agar tidak
menghambat kegiatan setiap sektor yang ada sehingga strategi alokasi air yang
dipilih harus disesuaikan dengan jenis sektor dan juga tingkat kepentingannya.
Sistem alokasi yang tepat tidak hanya harus mengoptimalkan ketersediaan air di
suatu kawasan namun juga harus mempertimbangkan penggunaan total air
sekaligus memilih prioritas pemenuhan yang sesuai dari berbagai kegiatan yang
berlangsung di kawasan tersebut. Salah satu strategi alokasi adalah alokasi
berdasarkan prioritas sektor pengguna, dimana pemenuhan kebutuhan air dilakukan
berdasarkan urutan prioritas sektor pengguna yang disepakati sekaligus
meminimalisasi kemungkinan terjadinya kekurangan air di setiap sektor untuk
memastikan pemanfaatan sumber daya air yang efisien (Chou dan Wu 2014).
Dalam mengkaji dan menentukan alokasi air di suatu wilayah dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan oleh suatu perangkat lunak yang kerap
kali disebut dengan nama Sistem Pendukung Keputusan untuk Alokasi Air atau
Decision Support System (DSS) for water allocation, karena fungsinya membantu
pengambilan keputusan alokasi air. Power (2007) dalam Hatmoko (2012) membagi
DSS menjadi 5 komponen berdasarkan orientasinya, yaitu: data, model, komunikasi,
dokumen, dan pengetahuan atau knowledge. Loucks et al. (1981) serta Louck dan
van Beek (2005) dalam Hatmoko (2012) juga menyatakan bahwa analisis sistem
yang lazim digunakan dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya air,
khususnya dalam pengalokasian air adalah model simulasi, model optimasi, analisis
multi-kriteria, dan pendekatan sistem.
Model simulasi merupakan model yang paling umum digunakan karena
dapat mengkaji apa yang terjadi jika suatu tindakan atau strategi diterapkan, atau
biasa disebut dengan what-if scenario. Salah satu perangkat lunak yang menerapkan
model simulasi adalah WEAP (Water Evaluation and Planning). Yates et al. (2005)
mengungkapkan bahwa WEAP merupakan sebuah aplikasi yang dapat
mengintegrasikan suplai air dengan sistem pengelolaan dan juga tuntutan sektor
pengguna dan terjadinya perubahan lingkungan. Kajian terkait alokasi berdasakan
prioritas antar sektor pengguna perlu dilakukan sekaligus memperhitungkan indeks
kritis air, untuk mengetahui potensi ketersediaan air di Kecamatan Poncokusumo.
3

Perumusan Masalah
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka
perumusan masalah dari penelitian ini antara lain, sebagai berikut :
1. Berapa besar kebutuhan air total tahun 2015 di Kecamatan Poncokusumo?
2. Apakah alokasi berdasarkan prioritas sektor pengguna mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan air di setiap sektor?
3. Bagaimana indeks kekritisan air di Kecamatan Poncokusumo?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengestimasi kebutuhan
air di Kecamatan Poncokusumo, menganalisis perubahan prioritas alokasi terhadap
pemenuhan kebutuhan sektor domestik, industri, dan pertanian di Kecamatan
Poncokusumo, dan menganalisis indeks kekritisan air di Kecamatan Poncokusumo.

Batasan Penelitian
Penelitian ini meliputi analisis kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo.
Penelitian dibatasi dengan menitik beratkan pada perhitungan penggunaan air oleh
tiga sektor, yaitu sektor domestik, industri, dan pertanian. Ketersediaan air di
Kecamatan Poncokusumo didasarkan pada suplai air dari air permukaan yaitu
Sungai Lesti dan Amprong tanpa mengitung ketersdiaan dari sumber lain seperti
curah hujan dan mata air. Ketersediaan air yang diperoleh kemudian akan dikaitkan
dengan alokasi air untuk sektor domestik, industri dan pertanian sehingga dapat
dilihat bagaimana tingkat pemenuhannya. Alokasi dilakukan dengan asumsi semua
sektor pengguna tidak memiliki perbedaan kualitas air yang dibutuhkan.

Asumsi Penelitian
Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Kebutuhan air total diasumsikan hanya berdasarkan tiga sektor penggunaan,
yaitu sektor domestik, industri, dan pertanian.
2. Suplai air untuk memenuhi kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo
diasumsikan hanya berasal dari air permukaan, yaitu Sungai Lesti dan Amprong
dengan tidak membedakan kualitas air untuk penggunaan domestik, industri,
dan pertanian.
3. Kebutuhan air pertanian hanya dihitung pada lahan pertanian basah (sawah) dan
diperhitungkan berdasarkan besar evapotraspirasi.
4. Proyeksi yang dilakukan pada penelitian ini diasumsikan tidak terjadi
perubahan pada jumlah suplai air dan hanya menghitung perubahan besar
kebutuhan air di masa yang akan datang.
5. Proyeksi jumlah penduduk dan jumlah industri hanya memperhitungkan laju
penambahan tanpa memperhitungkan penurunan jumlahnya.
4

6. Proyeksi luas lahan pertanian (sawah) dilakukan dengan asumsi perubahan


berdasarkan kejadian konversi lahan sehingga lahan berkurang tanpa
memperhitungkan laju cetak sawah.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Agustus 2017 di
Laboratorium Klimatologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan untuk menunjang penelitian dapat dilihat pada table 1 berikut:

Tabel 1 Data dan sumbernya


Data Sumber Tahun
Curah hujan harian
Website online BMKG 2000 -
Suhu udara harian
(http://dataonline.bmkg.go.id) 2015
Kelembaban Relatif harian
‘Laporan Akhir Adaptasi
Debit Sungai Lesti dan Perubahan Iklim Kawasan
Amprong Agropolitan Kabupaten Malang’
Project TNC #00087506
2015
Jumlah penduduk
‘Poncokusumo dalam Angka’
Jumlah unit industri
BPS Kabupaten Malang
Luas lahan sawah
‘Penyusunan Neraca Spasial
Literatur Standar Nasional
Sumber Daya Alam’
Kebutuhan Air
Badan Standarisasi Nasional

Alat
Alat yang digunakan dalam pengolahan data dan analisis adalah alat tulis
kantor, seperangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak Ms. Office,
ArcGIS 10.1, Eto Calculator dan WEAP.

Prosedur Analisis Data


Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data
Pada tahap ini yang dilakukan adalah:
1. Proses pengumpulan literatur atau laporan kajian terkait kondisi
ketersediaan air di kawasan Poncokusumo
2. Proses pengumuplan data-data yang diperlukan
5

Tahap Pengolahan Data


Perhitungan Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air sektor domestik atau kebutuhan air rumah tangga
menunjukkan air domestik adalah kebutuhan air yang digunakan pada tempat-
tempat hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari yang mencakup
kebutuhan untuk minum, mandi dan kegiatan sanitasi lainnya (Linsley 1996).
JICA (1991) menyatakan bahwa kebutuhan air per orang per hari meningkat dari
100-190 L/orang/hari pada tahun 1990 menjadi 100-250 L/orang/hari pada tahun
2010. Dengan asumsi satu tahun berjumlah 365 hari maka kebutuhan air sektor
domestik per tahunnya didapatkan dengan menerapkan rumus:
𝑄𝑛 = 𝑃𝑛 𝑥 𝐾𝑎 𝑥 365 hari
Keterangan:
Qn = Kebutuhan air domestik (liter)
Pn = Jumlah penduduk (jiwa)
Ka = Standar kebutuhan air domestik (liter/jiwa/hari)

Standar kebutuhan air domestik mengacu kepada nilai standar nasional


(SNI) kebutuhan air yang dikeluarkan oleh Dirjen Pekerjaan Umum Cipta Karya
(1996) yang kemudian diperbaharui oleh Badan Standarisasi Nasional. SNI
kebutuhan air per kapita dapat dilihat pada tabel 2 dan dikerucutkan kembali
oleh Triatmodjo (2008) di tabel 3.

Tabel 2 Kebutuhan air domestik menurut kategori kota


Kategori Kota Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Bersih
(Ribu Jiwa) (L/O/H)
Semi Urban 3 - 20 60 – 90
Kota Kecil 20 – 100 90 – 110
Kota Sedang 100 – 500 100 – 125
Kota Besar 500 – 1000 120 – 150
Metropolitan >1000 150 – 200
Sumber: Penyusunan nerasa spasial sumber daya alam – sumber daya air
(SNI6728.1:2015)

Tabel 3 Kriteria Penentuan Kebutuhan Air Domestik


Jumlah Penduduk
Kebutuhan Air Bersih (L/O/H)
(Ribu Jiwa)
<20 82,5
20 – 100 105
100 – 500 120
500 – 1000 135
>1000 150
Sumber: Triatmodjo (2008)
6

Perhitungan Kebutuhan Air Industri


Pada dasarnya kebutuhan sektor industri sulit untuk diperkirakan karena
besarnya kebutuhan air sangat beragam bergantung kepada jenis, prsoes, dan
teknologi yang digunakan. Azizah (2013) menyebutkan bahwa analisis
kebutuhan air industri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
menghitung berdasarkan luas penggunaan lahan industri, yaitu sebesar 0,4
liter/detik/ha dan cara kedua adalah yang digunakan ada penelitian ini yaitu
dengan menghitung besar kebutuhan air tiap jenis industri berdasarkan standar
kebutuhan air menurut Dirjen PU. Dengan asumsi satu tahun berjumlah 365 hari
maka kebutuhan air sektor industri per tahunnya didapatkan dengan menerapkan
rumus berikut:
𝑄𝑖 = 𝑛 𝑥 𝑆𝑡 𝑥 365 hari
Keterangan:
Qi = Kebutuhan air industri (liter/hari)
n = Jumlah industri (unit)
St = Standar kebutuhan air industri (liter/unit/hari)

Tabel 4 Kebutuhan air industri menurut jenis industri


Jenis Industri Jenis Proses Industri Kebutuhan Air (L/H)
Industri Rumah
Belum ada, rekomendasi dapat disesuaikan dengan
Tangga
kebutuhan air rumah tangga
Industri Kecil
Industri Sedang Minuman ringan 1600 – 11200
Industri Es 18000 – 67000
Kecap 12000 – 97000
Industri Besar Minuman ringan 65000 – 78 juta
Industri pembekuan ikan 225000 – 1.35 juta
Industri Tekstil Proses pengolahan tekstil 400 - 700
Sumber: Pedoman Perencanaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai, Direktorat
Jenderal Sumberdaya Air (SNI6728.1:2015)

Perhitungan Kebutuhan Air Pertanian


Kebutuhan air untuk pertanian diasumsikan sama dengan kebutuhan air
konsumtif, yaitu kebutuhan air yang diduga dari evapotranspirasi yang dialami
tanaman di lahan dengan memperhitungkan faktor koefisien tanaman (Kc).
Persamaan umumnya adalah sebagai berikut:
𝐸𝑡𝑐 = 𝐸𝑡𝑜 𝑥 𝐾𝑐
Sehingga didapatkan persamaan untuk kebtuhan air pertanian setiap tahunnya
dirumuskan sebagai berikut:
𝑄𝑎 = 𝐸𝑇𝑐(𝑦) 𝑥 𝐴
7

Keterangan:
Etc = Kebutuhan air konsumtif (mm/hari)
Eto = Evapotranspirasi Potensial (mm/hari)
Kc = Koefisien tanaman
Qa = Kebutuhan air Pertanian (m3)
𝐸𝑇𝑐(𝑦) = Etc tahunan (m)
A = Luas lahan (m2)

Evapotranspirasi potensial atau evapotranspirasi acuan adalah besarnya


evapotranspirasi dari tanaman hipotetik (teoritis) yang memiliki ciri ketinggian
tanaman 12 cm, tahanan dedaunan sebesar 70 det/m, dan nilai albedo sebesar
0.23 (Weert 1994 dalam Panjaitan (2012)). Nilai Eto didapatkan dengan
menggunakan aplikasi Eto calculator yang menerapkan metode Penman
Monteith sehingga memungkinkan penghitungan Eto meskipun dengan data
yang terbatas (FAO 2012). Input yang digunakan adalah data suhu (suhu udara
maksimum, suhu udara minimum, dan suhu udara rata-rata) dan kelembaban
relatif.
Kc adalah koefisen tanaman yang nilainya berbeda untuk sesetiap jenis
tanaman dan juga berbeda untuk sesetiap fase pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pada dasarnya Kc adalah rasio antara Evapotranspirasi Tanaman (ETc)
dengan Evapotranspirasi Potensial (ETo). Ada penelitian ini, kebutuhan air
pertanian dibatasi hanya lahan sawah saja sehingga tanaman yang
diperhitungkan hanya tanaman padi. Nilai Kc tanaman padi yang dikeluarkan
oleh Fao dan diadopsi oleh Departemen Pekerjaan Umum tercantum pada Tabel
berikut:

Tabel 5 Nilai KC Tanaman Padi


Bulan Hari Kc
1 01 - 30 1.00
2 31 - 60 1.35
3 61 - 90 1.20
4 91 - 110 0.56
Sumber: FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56 dan Direktorat Pengairan
dan Irigasi Bappenas. 2006

Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Air Domestik


Besar kebutuhan air domestik bergantung pada jumlah penduduk. Dengan
asumsi standar (SNI) kebutuhan air domestik tetap sama, kebutuhan air domestik
di Kecamatan Poncokusumo di masa yang akan datang dapat diestimasi dengan
terlebih dahulu memproyeksikan jumlah penduduk. Proyeksi penduduk di masa
yang akan datang dihitung dengan metode geometrik. Metode ini menganggap
bahwa perkembangan atau jumlah pertumbuhan akan secara otomatis bertambah
8

dengan sendirinya dan tidak memperhatikan penurunan jumlahnya dimana


lajunya diasumsikan mengikuti deret geometri dengan rasio pertamabahan sama
untuk setiap tahunnya (Nurdin et al. 2016, Muliakusuma 2000). Proyeksi dengan
metode geometrik dirumuskan sebagai berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃𝑜(1 + 𝑟)𝑛
Keterangan:
Pn = Data tahun n yang akan diproyeksikan
Po = Jumlah penduduk tahun awal
r = Persentase pertumbuhan penduduk
n = Jumlah rentang tahun dari awal hingga tahun n

Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Air Industri


Besar kebutuhan air industri bergantung pada jumlah unit industri dan jenis
industrinya. Standar (SNI) kebutuhan air indsutri diasumsikan tidak berubah
maka untuk menghitung besar kebutuhan air industri di masa yang akan datang
perlu memproyeksikan jumlah unit industri yang ada. Berbeda dengan jumlah
penduduk, Amalia et al (2014) mengungkapkan bahwa proyeksi jumlah unit
industri dapat dilakukan dengan metode eksponensial. Metode eksponensial
menggambarkan adanya perubahan jumlah suatu unit yang terjadi secara sedikit-
sedikit sepanjang tahun (Adioetomo dan Samosir 2010). Proyeksi dengan
metode geometrik dirumuskan sebagai berikut:
𝑃𝑛 = 𝑃𝑜. 𝑒 𝑟𝑛
Keterangan:
Pn = Data tahun n yang akan diproyeksikan
Po = Data di tahun awal
e = Bilangan eksponensial 2,718281828
r = Laju perubahan
n = Jumlah rentang tahun dari awal hingga tahun n

Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Air Pertanian


Seperti halnya kebutuhan air domestik dan industri, kebutuhan air padi juga
dapat diproyeksikan dengan terlebih dahulu memproyeksikan luasan lahan
sawah di masa yang akan datang. Yang membedakan dari sektor pertanian
adalah luas lahan sebagai faktor penentu cenderung mengalami penurunan
jumlah bukan peningkatan seperti jumlah penduduk dan jumlah unit industri.
Maka dari itu laju perubahan luasan lahan sawah di Kecamatan Poncokusumo
diasumsikan sama dengan laju konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Malang
dan tidak memperhitungkan laju cetak sawah. Proyeksi luas lahan sawah
dihitung meggunakan metode eksponensial yang dirumuskan sebagai berikut:

𝑃𝑛 = 𝑃𝑜. 𝑒 𝑟𝑛
9

Keterangan:
Pn = Data tahun n yang akan diproyeksikan
Po = Data di tahun awal
e = Bilangan eksponensial 2,718281828
r = Laju konversi laham
n = Jumlah rentang tahun dari awal hingga tahun n

Penentuan Indeks Kritis Air


Indeks Kekritisan Air (IKA) dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟
𝐼𝐾𝐴 = 𝑥 100%
𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟

Klasifikasi indeks kekritisan air disajikan pada tabel berikut:


Tabel 6 Indeks Kekritisan Air
Indeks Penggunaan Air Kondii
<50% Belum Kritis
50% - 75% Mendekati Kritis
>75% Kritis
Sumber: Bina Program Pengairan (2005)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah
a. Kecamatan Poncokusumo
Kecamatan Poncokusumo merupakan suatu wilayah yang terletak di
Kabupaten Malang dengan luas wilayah sebesar 100,43 km2 atau sekitar 3,46%
dari total luas Kabupaten Malang. Secara geografis Kecamatan Poncokusumo
terletak antara 112,42º sampai 122,54º Bujur Timur dan 8,68º sampai 7,58º
Lintang Selatan. Secara administratif Kecamatan Poncokusumo terbagi menjadi
17 desa.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Poncokusumo adalah sebagai
berikut :
 Sebelah Utara : Kecamatan Tumpang dan Jabung
 Sebelah Timur : Kabupaten Lumajang
 Sebelah Selatan : Kecamatan Wajak
 Sebelah Barat : Kecamatan Tajinan
Gambar 1 merupakan peta administrasi Kecamatan Poncokusumo. Secara
umum topografi Kecamatan Poncokusumo adalah berupa dataran dan lereng
perbukitan.Terdapat sembilan desa yang memiliki topografi wilayah dataran
yaitu Desa Karanganyar, Jambesari, Pajaran, Argosuko, Ngebruk,
Karangnongko, Wonomulyo dan Belung dan terdapat delapan desa dengan
10

topografi lereng perbukitan, yaitu Desa Dawuhan, Sumberejo, Pandansari,


Ngadireso, Poncokusumo, Wringinanom, Gubugklakah, dan Ngadas. Daerah
lereng perbukitan ini merupakan lahan produktif yang berada di sebelah barat
lereng Gunung Semeru dan memiliki ketinggian 600 sampai dengan 1.200 mdpl.
Secara umum wilayah Poncokusumo bagian barat didominasi oleh dataran
rendah yang memiliki ketinggian dibawah 1.000 m. Semakin ke timur wilayah
ini semakin tinggi karena adanya deretan pegunungan yang mengelilinginya

Gambar 1 Peta wilayah Kecamatan Poncokusumo

b. Kondisi Curah Hujan


Kecamatan Poncokusumo tergolong sebagai wilayah tropis basah dengan
suhu udara rata-rata yang relatif rendah, yaitu sebesar 21,7 ºC. Curah hujan rata-
rata di Kecamatan Poncokusumo adalah antara 2.500 mm m per tahun. Bulan
terkering terjadi di bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan sekitar 68 mm.
Curah hujan mencapai puncaknya pada bulan Desember - Januari dengan rata-
rata curah hujan bulanan sekitar 423 mm. Grafik curah hujan bulanan di
Kecamatan Poncokusumo menunjukkan bahwa Kecamatan Poncokusumo
memiliki tipe curah curah hujan munsoonal yang memiliki puncak hujan sekitar
bulan Desember-Februari selama musim dingin Asia dan musim kering bulan
Juni–September selama musim dingin Australia.
11

500

Curah Hujan (mm)


400
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(a)
5000
Curah Hujan (mm)

4000
3000
2000
1000
0
2002
2000
2001

2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
(b)
Gambar 2 Curah hujan (a) bulanan (b) tahunan Kecamatan Poncokusumo tahun
2000-2015
Gambar 3 menunjukkan grafik jumlah bulan basah dan bulan kering
berturut-turut selama setahun di Kecamatan Poncokusumo. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui tipe iklim berdasarkan Klasifikasi Iklim Oldeman. Bulan
Basah adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm sedangkan
Bulan Kering adalah bulan dengan rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm.
Berdasarkan data tahun 2000 hingga 2015, rata-rata bulan basah berturut-turut
di Kecamatan Poncokusumo adalah tiga bulan dan rata-rata bulan kering
berturut-turut adalah empat bulan; sehingga didapatkan tipe iklim Klasifikasi
Oldeman di Kecamatan Poncokusumo adalah D3, yang menunjukkan bahwa
lokasi tersebut cocok untuk bertanam padi dan palawija dengan dukungan
irigasi yang stabil.
8
Jumlah bulan

6
4
2
0
2005
2000
2001
2002
2003
2004

2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015

Bulan Basah Bulan Kering

Gambar 3 Jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut Kecamatan


Poncokusumo tahun 2000-2015
12

c. Demografi
Data terbaru Badan Pusat Statistik (2015) hasil Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) menyatakan bahwa Kecamatan Poncokusumo tahun 2014
memiliki jumlah penduduk sebanyak 96.931 jiwa, Jumlah tersebut terdiri dari
laki-laki 48.712 jiwa (50,32%) dan perempuan 48.219 jiwa (49,28%). Desa
dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Desa Karangnongko, yaitu sebanyak
7.710 jiwa; sedangkan desa dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa
Ngadas, yaitu sebanyak 1.730 jiwa. Kepadatan penduduk rata-rata adalah
sebesar 890 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,36%.

d. Industri
Tabel 7 Jumlah Industri di Kecamatan Poncokusumo
Jenis Industri
No. Nama Desa
A B C D E F G
1 Dawuhan 0 3 0 22 0 11 150
2 Sumberejo 0 35 0 8 0 0 63
3 Pandansari 0 4 0 2 1 6 0
4 Ngadireso 0 5 0 9 0 6 30
5 Karanganyar 0 5 0 32 0 10 35
6 Jambesari 0 6 0 80 0 7 0
7 Pajaran 0 5 0 45 0 2 0
8 Argosuko 0 0 0 6 0 20 0
9 Ngebruk 0 6 0 20 0 6 13
10 Karangnongko 0 1 0 22 0 15 59
11 Wonomulyo 0 5 1 21 1 8 0
12 Belung 1 2 0 2 0 6 0
13 Wonorejo 0 0 0 0 0 2 5
14 Poncokusumo 0 0 0 0 0 10 0
15 Wringinanom 0 1 0 2 0 3 3
16 Gubugklakah 0 4 0 0 0 3 0
17 Ngadas 0 0 0 0 0 1 0

Keterangan:
A : Industri dari kulit (tas, sepatu, sandal, dsb)
B: Industri dari kayu (meubel, dsb)
C: Industri logam mulia dan bahan dari logam (perabot dan perhiasan dari logam dsb)
D: Industri anyaman, gerabah, dan keramik (peralatan dari rotan/bambu, rumput, mendong,
pandan, tikar, batu bata, genteng dsb)
E: Industri dari kain/tenun (kerajinan tenun, konveksi); penggunaan air 1171 m3/unit
F: Industri makanan dan minuman (pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan,
sayuran, minyak dan lemak, susu, dsb)
G: Industri lainnya
13

200

Jumlah Industri (unit)


150
100
50
0

Ngadireso

Poncokusumo

Gubugklakah
Ngadas
Dawuhan

Jambesari

Ngebruk

Belung
Pandansari

Karanganyar

Wringinanom
Pajaran

Karangnongko
Sumberejo

Argosuko

Wonomulyo

Wonorejo
Gambar 4 Jumlah industri di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015
Baku Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) membagi jenis industri menjadi
sembilan sub-sektor industri pengolahan namun BPS dalam “Poncokusumo
dalam angka 2015” membagi jenis industri di Kecamatan Poncokusumo
menjadi tujuh jenis industri, yaitu industri kulit, industri kayu, industri logam
mulia, industri anyaman dan gerabah, industri kain, industri pengolahan
makanan dan minuman, dan industri lainnya. Jumlah industri yang terdapat di
Kecamatan Poncokusumo adalah sebanyak 831 unit industri. Jumlah setiap
jenis industri di tiap desa dapat dilihat pada tabel 7. Jenis industri paling banyak
adalah industri ‘lainnya’ yang berjumlah 358 unit, termasuk di dalamnya adalah
industri-industri kecil pendukung kegiatan pariwisata sedangkan jenis industri
yang paling sedikit di Kecamatan Poncokusumo adalah industri kulit. Industri
kayu terbanyak terdapat di Desa Sumberejo yaitu sebanyak 35 unit industri.
Industri logam terbanyak terdapat di Desa Karanganyar yaitu sebanyak 6 unit
industri. Industri anyaman dan gerabah terbanyak terdapat di Desa Jambersari
yaitu sebanyak 80 unit industri. Industri makanan terbanyak terdapat di Desa
Argosuko yaitu sebanyak 20 unit industri. Desa Dawuhan memiliki jumlah
industri rumah tangga paling tinggi yaitu sebanyak 186 industri sedangkan desa
dengan jumlah unit industri paling sedikit adalah Desa Ngadas yang hanya
memiliki satu unit industri.

e. Pertanian
250
Luas lahan sawah (Ha)

200
150
100
50
Karangnon…

0
Ngadireso

Poncokusumo

Gubugklakah
Ngadas
Ngebruk
Dawuhan

Pandansari

Jambesari

Belung
Wonorejo

Wringinanom
Sumberejo

Karanganyar

Pajaran
Argosuko

Wonomulyo

Gambar 5 Luas lahan sawah di setiap desa di Kecamatan Poncokusumo tahun


2015
14

Kecamatan Poncokusumo merupakan kawasan agropolitan yang berarti


suatu kawasan yang dikembangkan dan terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan dengan sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam
yang saling berkesinambungan. Maka dari itu, sektor pertanian merupakan
sektor andalan dalam perekonomian Kecamatan Poncokusumo. Menurut Dinas
Pertanian dan Perkebunan sebagian besar wilayah Kabupaten Malang
merupakan lahan pertanian, yaitu seluas 1.470 Ha atau seluas 14,63% dari total
luas Kecamatan Poncokusumo. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada
tahun 2015, dari total tujuh belas desa di Kecamatan Poncokusumo, sebanyak
enam desa tidak memiliki lahan sawah, yaitu Desa Sumberejo, Pandansari,
Poncokusumo, Wringinanom, Gubuklakah, dan Ngadas. Desa yang memiliki
lahan sawah terluas adalah Desa Argosuko dengan luas sawah sebesar 196 Ha
sedangkan desa dengan luas lahan sawah terkecil adalah Desa Wonorejo dengan
luas 65 Ha.

f. Sungai Lesti dan Sungai Amprong

Gambar 6 Sub DAS Lesti dan Ambang(Sumber: Laporan Akhir Adaptasi


Perubahan Iklim Kawasan Agropolitan Kabupaten Malang)

Abdurahman et al. 2012 mengungkapkan bahwa sumber air untuk wilayah


Malang Raya sebagian besar berasal dari air permukaan, mata air (spring), air
tanah dan air hujan. Kecamatan Poncokusumo terletak di DAS Brantas Hulu
khususnya Sub DAS Lesti dan Sub DAS Ambang (Sungai Amprong). Sub DAS
Lesti terletak di antara 8° 02' 50” - 8° 12' 10'' Lintang Selatan dan 112° 42' 58''
sampai 112° 56' 21'' dan memiliki bentuk yang memanjang atau lonjong. Sub
DAS Lesti memiliki luas daerah sebesar 463,18 km2 atau seluas 22,59% dari
total luas DAS Brantas (Yetti et al 2011). Panjang sungai utama, yakni Sungai
Lesti adalah sepanjang 57 km dan melewati Kecamatan Poncokusumo bagian
selatan dan memberikan kontribusi debit air sungai yang besar ke bagian hilir
15

Kabupaten Malang, tepatnya di waduk Sengguruh dan bendungan Sutami


(Setyono dan Prasetyo 2012).
Sub DAS Ambang terletak pada koordinat 112°28’37” – 112°58’55” BT dan
7°44’28”–8°19’57”LS. Sub DAS Ambang merupakan gabungan dari dua
sungai, yaitu sungai Amprong dan sungai Bango dan memiliki luas daerah
sebesar 1.016,75 Km2 (Direktorat Kehutanan dan Sumber Daya Air 2012)
dengan bentuk agak lonjong. Malang. Jumlah kecamatan yang termasuk dalam
Sub DAS Ambang adalah sebanyak 21 kecamatan dan total 216 desa atau
kelurahan. Sungai utamanya, yakni Sungai Ambang, adalah sungai sepanjang
31,7 km dan melewati Kecamatan Poncokususmo bagian utara.

Ketersediaan Air
BBWS-Brantas (2011) menyatakan bahwa menurut tingkat ketersediaannya,
potensi air di wilayah Malang Raya yang terletak di DAS Brantas masuk dalam
kategori cukup, yang mana potensi air permukaan DAS Brantas mencapai 13,2x109
m3/tahun. Sebesar 3,7x109– 4,0 x109 atau 28,24% digunakan oleh sektor pertanian
domestik dan industri dan sisanya, yaitu sebesar 9,53x109 m3 atau sekitar 71,7%
masih terbuang ke laut. Ketersediaan air pada penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan nilai debit. Kecamatan Poncokusumo memiliki dua sungai utama
sebagai sumber air, yaitu Sungai Amprong di bagian utara dan Sungai Lesti di
bagian selatan. Pembagian sungai dan wilayah desanya dapat dilihat pada tabel 8.
Data debit Sungai Lesti dan Amprong pada penelitian ini merupakan hasil
olahan hydrological rainfall – runoff model HEC HMS yang mengestimasi
karakteristik aliran sungai, seperti besar dan waktu terjadinya aliran berdasarkan
parameter meteorologi dan kondisi fisik DAS. Nilai total debit aliran ini kemudian
diasumsikan sama dengna nilai ketersediaan air dan menjadi nilai inflow yang dapat
dialokasikan kepada pengguna air sektor domestik, industri, pertanian. Sungai
amprong menyumbangkan inflow yang lebih besar dibandingkan sunggi Lesti.
Inflow total ke kecamatan Poncokusumo adalah sebesar 20,05x106 m3/tahun dengan
rincian inflow dari sungai Amprong adalah sebesar 13,30x106 m3/tahun sedangkan
inflow dari sungai Lesti adalah sebesar 6,75x106 m3/tahun.

2.00.E+06

1.50.E+06
Inflow (m3)

1.00.E+06

5.00.E+05

0.00.E+00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Lesti Amprong

Gambar 7 Inflow Sungai Lesti dan Sungai Amprong


16

Tabel 8 Sungai dan pembagian wilayah desanya


Sumber Nama Desa
Sungai Amprong Argosuko
Belung
Gubuklakah
Karangnongko
Ngadas
Ngebruk
Pajara
Wonomulyo
Wonorejo
Wringinanom
Sungai Lesti Dawuhan
Jambesari
Karanganyar
Ngadireso
Pandansari
Poncokusumo
Sumberejo

Gambar 7 menunjukkann inflow bulanan dari Sungai Lesti dan Sungai


Amprong. Grafik menunjukkan inflow berada di titik terendah di Bulan Oktober
yang berkaitan erat dengan kondisi curah hujan di bulan tersebut. Bappenas (2012)
menyebutkan bahwa musim kemarau di DAS Brantas adalah bulan Mei hingga
Oktober. DAS Brantas secara umum akan mengalami defisit air pada bulan Oktober.
Boer dan Buono (2008) menyatakan bahwa curah hujan musim kemarau cenderung
menurun hampir di sebagai besar wilayah Jawa dan penurunan yang cukup besar
terjadi di wilayah Jawa Timur termasuk DAS Brantas yang mana awal musim hujan
(AMH) tidak mengalami perubahan namun lama musim hujan cenderung semakin
pendek dan musim kemarau semakin panjang.

Kebutuhan Air Total


Kebutuhan air didefinisikan sebagai volume air yang diminta oleh sejumlah
pengguna untuk memenuhi kebutuhan mereka (Wallingford 2003). Pada penelitian
ini kebutuhan air dibatasi pada kebutuhan air sektor domestik, sektor industri, dan
sektor pertanian. Kebutuhan sektor domestik di suatu wilayah deitentukan dengan
menggunakan pendekatan jumlah penduduk dikalikan dengan stadar engunnan air
nasional (SNI) untuk kebutuhan domestik. Menurut Dirjen Pekerjaan Umum,
Kecamatan Poncokusumo yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 93.427 jiwa
dapat dikategorikan sebagai Kota Kecil yang berarti nilai SNI kebutuhan air
domestiknya adalah antara 90-110 L per orang per hari. Dalam penelitian ini nilai
SNI kebutuhan air domestik yang digunakan adalah sebesar 105 L per orang per
17

hari (Triatmodjo 2010; Admadhani et al. 2014). Total kebutuhan air sektor
domestik di Kecamatan Poncokusumo adalah sebesar 3,58x106 m3/tahun. Gambar
7(a) menunjukkan grafik kebutuhan air sektor domestik di Kecamatan
Poncokusumo setiap bulan. Perbedaan jumlah kebutuhan setiap bulan ini hanya
bergantung pada jumlah hari dalam sebulan sehingga varias jumlah kebutuhan air
setiap bulan tidak banyak, yaitu sebesar 2,83x105 m3/bulan di bulan Februari;
sebesar 2,93x105 m3/bulan di bulan dengan jumlah hari 30 dan sebesar 3,03x105
m3/bulan di bulan dengan jumlah hari 31. Rata-rata kebutuhan air domestik per
bulan adalah sebesar 2,98x105 m3/bulan.
3.1
Kebutuhan air ( x108 m3)

2.9

2.8

2.7

2.6
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

(a)
3.5
Kebutuhan air ( x105 m3)

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
Pandansari

Ngadas
Karanganyar

Karangnongko

Wonorejo
Dawuhan

Ngadireso

Poncokusumo
Jambesari

Argosuko
Ngebruk

Belung
Pajaran

Wonomulyo

Wringinanom
Sumberejo

Gubugklakah

Gambar 8 Kebutuhan air sektor domestik (a) setiap bulan (b) setiap desa di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015

Gambar 8 (b) menunjukkan grafik kebutuhan air domestik setiap desa di


Kecamatan Poncokusumo. Kebutuhan air sektor domestik berbanding lurus dengan
jumlah penduduk maka dari itu desa dengan jumlah penduduk terbanyak akan
memiliki jumlah kebutuhan air tertinggi pula. Desa Karangnonongko dengan
jumlah penduduk terbanyak merupakan desa dengan kebutuhan air tertinggi, yaitu
sebesar 2,95x105 m3/tahun; sedangkan Desa Ngadas dengan jumlah penduduk
paling sedikit hanya membutuhkan 0,67x105 m3/tahun. Rata-rata kebutuhan air
sektor domestik di Kecamatan Poncokusumo adalah sebesar 38,33 m3/orang/tahun.
18

4.2

Kebuthan air (x107 m3)


4.1
4
3.9
3.8
3.7
3.6
3.5

October
July

August

November
Feb

May

September
March
Jan

June

December
April (a)
12
Kebutuhan air (x104 m3)

10
8
6
4
2
0
Ngadireso

Ngebruk

Poncokusumo

Ngadas
Jambersari
Dawuhan

Belung

Wringinanom
Gubuklakah
Pandansari

Argosuko
Sumberejo

Karanganyar

Pajaran

Karangnongko
Wonomulyo

Wonorejo

(b)
Gambar 9 Kebutuhan air sektor industri (a) setiap bulan (b) setiap desa di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015

Air untuk kebutuhan industri dapat bersumber dari PDAM maupun air tanah
yang dikelola sendiri oleh pengelola kawasan industri (KI) sesuai dengan Peraturan
Menteri Perindustrian RI. No. 35/M-IND/PER/3/2010). Meskipun demikian, pada
penelitian ini sumber air untuk kebutuhan industri diasumsikan bersumber dari
sumber air yang sama dengan kebutuhan sektor domestik dan pertanian, yaitu
bersumber dari Sungai Lesti dan Sungai Amprong. Kebutuhan air sektor industri
menunjukkan nilai kebutuhan air paling rendah dibandingkan dibandingkan sektor
pertanian dan sektor domestik. Penghitungan kebutuhan air industri menggunakan
pendekatan jumlah unit industri dikalikan dengan besar kebutuhan air sesuai SNI
yang ditetapkan oleh badan Standarisasi Nasional.
BPS (2015) mencatat terdapat 831 unit industri yang terbagi menjadi tujuh
jenis industri, yaitu industri kulit, kayu, logam mulia, gerabah dan anyaman, kain,
makanan, dan jenis industri lainnya. Setiap jenis industri memiliki nilai SNI
kebutuhan air yang berbeda-beda namun karena 99% industri di Kecamatan
Poncokusumo masih merupakan industri skala rumah tangga maka nilai SNI yang
digunakan diasumsikaan memiliki besar yang sama untuk semua jenis industri,
yaitu sebesar 1.600 L per unit industri per hari, yang merupakan nilai batas bawah
SNI air industri untk skala industri sedang yang dikeluarkan oleh Badan
Standarisasi Nasional (BSN). Total kebutuhan air sektor industri di Kecamatan
19

Poncokusumo adalah sebesar 4,85x105 m3/tahun. Sama seperti kebutuhan air


domestik, variasi kebutuhan air industri setiap bulannya tidak terlalu besar, seperti
yang ditunjukkan oleh gambar 8(a), yaitu sebesar 0,38x105 m3/bulan di bulan
Februari; sebesar 0,39x105 m3/bulan di bulan dengan jumlah hari 30 dan sebesar
0,41x105 m3/bulan di bulan dengan jumlah hari 31. Rata-rata kebutuhan air industri
di Kecamatan Poncokusumo adalah sebesar 0,40x105 m3/bulan.
Gambar 9(b) menunjukkan jumlah industri di masing-masing desa di
Kecamatan Poncokusumo. Desa Dawuhan dengan jumlah industri terbanyak, 186
unit industri, memiliki jumlah kebutuhan air untuk industri terbesar dibanding desa
lainnya, yaitu sebesar 1,08x105 m3/tahun. Desa Ngadas yang hanya memiliki satu
unit industri memiliki kebutuhan air yang paling sedikit yaitu sebesar 584 m3/tahun.
Rata-rata kebutuhan air sektor industri di Kecamatan Poncokusumo adalah sebesar
584 m3/unit/tahun.
Sektor terakhir yang diperhitungkan kebutuhan airnya di Kecamatan
Poncokusumo adalah sektor pertanian. Kabupaten Malang menetapkan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang kemudian disahkan oleh Perda Kabupaten
Malang (Pemerintah Kabupaten Malang 2010) terkait kebijakan pengambangan
kawasan pertanian bahwa kawasan pertanian meliputi kawasan pertanian sawah;
kawasan tegalan (tanah ladang); kawasan pengelolaan lahan kering; kawasan
perkebunan; kawasan hortikultura; kawasan peternakan; dan kawasan perikanan.
Kecamatan Poncokusumo merupakan Kawasan Agropolitan yang disahkan oleh
Perda Kabupaten Malang di tahun 2010 dan merupakan bagian dari program
Perlindungan lahan Pertanian Berkelanjutan (LP2B) untuk kawasan pertanian
sawah dan hortikultura (Sayaka et al. 2011).
Poncokusumo memang lebih dikenal sebagai kawasan agropolitan dengan
fokus komoditas tanaman hortikultura. Meskipun demikian, fakta di lapang
menunjukkan bahwa jumlah petani padi lebih banyak dibandingkan petani
hortikultura (BPS 2015). Selain itu, jumlah luas lahan kering di Poncokusumo
memang lebih luas dibandingkan lahan sawah namun jika dibandingkan luas lahan
per komoditasnya maka lahan sawah padi masih mendominasi dibandingkan
komoditas hortikultura jenis apapun. Oleh karena itu, pada penelitian ini kebutuhan
air untuk pertanian dibatasi dengan penggunaan air di lahan sawah.
Penghitungan besar kebutuhan air di lahan sawah didekati dengan perkalian
antara besar evapotranspirasi tanaman padi dan luas lahan sawah. Total kebutuhan
air sektor pertanian dari sebelas desa di Kecamatan Poncokusumo adalah sebesar
16,96x106 m3/tahun. Kebutuhan air pertanian masing-masing desa di Kecamatan
Poncokusumo dapat dilihat pada gambar 10. Dapat dilihat bahwa kebutuhan air
sektor pertanian tertinggi di Kecamatan Poncokusumo mencapai 2,26x106 m3/tahun
yang terdapat di Desa Argosuko dengan total lahan sawah seluas 196 Ha; sedangkan
Desa Wonorejo memiliki kebutuhan air pertanian terkecil, yaitu sebesar 0,75x106
m3/tahun dengan lahan sawah seluas 65 Ha. Rata-rata kebuuhan air sektor pertanian
di Kecamatan Poncokusumo adalah sebesar 1,41x106 m3/bulan.
20

Tabel 9 Luas lahan sawah di masing-masing desa


No. Nama Desa Luas lahan (Ha) Luas lahan (m2)
1 Dawuhan 70 700000
2 Sumberejo 0 0
3 Pandansari 0 0
4 Ngadireso 81 810000
5 Karanganyar 132 1320000
6 Jambesari 178 1780000
7 Pajaran 136 1360000
8 Argosuko 196 1960000
9 Ngebruk 176 1760000
10 Karangnongko 183 1830000
11 Wonomulyo 110 1100000
12 Belung 143 1430000
13 Wonorejo 65 650000
14 Poncokusumo 0 0
15 Wringinanom 0 0
16 Gubugklakah 0 0
17 Ngadas 0 0
Jumlah 1470 14700000

2.5
Kebutuhan air (x106 m3)

2
1.5
1
0.5
0
Ngadireso

Poncokusumo

Gubugklakah
Ngadas
Dawuhan

Jambesari

Ngebruk

Belung
Pandansari

Wringinanom
Sumberejo

Karanganyar

Pajaran

Karangnongko
Argosuko

Wonomulyo

Wonorejo

Gambar 10 Kebutuhan air sektor pertanian masing-masing desa di Kecamatan


Poncokusumo tahun 2015
Berdasarkan Kalendar Tanam (KATAM) Litbang Pertanian (2016),
Kecamatan Poncokusumo memiliki tiga musim tanam padi, Musim Tanam 1 di
Bulan Februari-Mei, Musim Tanam 2 di Bulan Juni-September, dan Musim Tanam
3 di bulan November-Januari. Gambar 11 menunjukkan grafik kebutuhan air sektor
pertanian setiap bulan di Kecamatan Poncokusumo. Kebutuhan air tertinggi terjadi
di Bulan Desember, yaitu sebesar 2,19x106 m3/bulan. Hal ini dikarenakan Bulan
Desember merupakan bulan ke-2 di masa tanam 3. Bulan ke-2 di sesetiap masa
tanam memang cenderung memiliki kebutuhan air yang lebih tinggi. Hal ini
21

dikarenakan tanaman padi sedang mengalami fase transisisi dari vegetatif ke


generatif atau biasa disebut fase reproduktif dimana kebutuhan air tanaman padi
lebih tinggi dibandingkan fase lainnya (Vergara 1976). Terlihat pula pada gambar
10 bahwa tidak ada kebutuhan air di Bulan Oktober karena bulan tersebut tidak
termasuk masa tanam sehingga diasumsikan tidak ada penanaman padi sama sekali
2.5
Kebutuhan air (x106 m3)

1.5

0.5

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Gambar 11 Kebutuhan air sektor pertanian setiap bulan di Kecamatan


Poncokusumo tahun 2015
Gambar 12 menunjukkan grafik kebutuhan air sektor domestik industri, dan
pertanian di Kecamatan Poncokusumo pada tahun 2015. Kebutuhan air Kecamatan
Poncokusumo pada tahun 2015 adalah sebesar 21,03x106 m3. Terlihat jelas bahwa
kebutuhan air untuk pertanian memiliki jumlah kebutuhan air yang jauh lebih tinggi
dibandingkan sektor domestik dan sektor industri. Hal ini tentu saja berkaitan erat
dengan peran Kecamatan Poncokusumo sebagai salah satu kawasan agropolitan
yang sektor andalannya adalah pertanian. Kebutuhan air sektor pertanian adalah
sebesar 16,96x106 m3/tahun atau senilai 80,66% dari kebutuhan total air di
Kecamatan Poncokusumo pada tahun 2015. Kebutuhan air di sektor domestik
adalah sebesar 3,58x106 m3/tahun atau setara dengan 17,03% dari total kebutuhan
air total dan kebutuhan air sektor industri adalah sebesar 0,48x106 m3/tahun atau
senilai 2,31% dari total kebutuhan air di Kecamatan Pocokusumo.

Pertanian

Industri

Domestik

0 5000000 10000000 15000000 20000000


Kebutuhan air (m3)

Gambar 12 Kebutuhan Air di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015

Prioritas Alokasi
Alokasi air adalah penjatahan atau pembagian air permukaan untuk berbagai
keperluan pada suatu wilayah sungai dalam memenuhi kebutuhan air bagi para
pengguna air dari waktu ke waktu dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas air,
berdasarkan asas pemanfaatan umum, keseimbangan dan pelestarian sumber air
22

(Hatmoko 2012). Untuk dapat menentukan alokasi yang tepat di suatu wilayah,
perlu terlebih dahulu diketahui kondisi suplai dan permintaan kebutuhan air di
wilayah tersebut. Suplai air di Kecamatan Poncokusumo berasal dari dua sungai
utama, yaitu Sungai Lesti dan Sungai Amprong yang mana besarnya didapatkan
dari hydrological rainfall – runoff model HEC HMS sedangkan kebutuhan air
adalah kebutuhan air tiga sektor; domestik, industri dan pertanian di Kecamatan
Poncokusumo.
3.00.E+06
2.50.E+06
2.00.E+06
Inflow

1.50.E+06
1.00.E+06
5.00.E+05
0.00.E+00
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Lesti Amprong Kebutuhan

(a)
700000 100

Coverage (%)
Kebutuhan air tidak

600000 80
500000
terpenuhi (m3)

400000 60
300000 40
200000
100000 20
0 0
July

August
January

October

November
May
February

March

June

September
April

December

Unmeet demand Persentase rata-rata coverage

(b)
Gambar 13 (a) Suplai dan kebutuhan air total di Poncokusumo (b) Kebutuhan air
yang tidak terpenuhi dan persentase coverage kebutuhan air di Kecamatan
Poncokusumo tahun 2015

Gambar 13(a) menunjukkan grafik suplai dan permintaan/kebutuhan di


Kecamatan Poncokusumo. Seperti yang diketahui sumber air di Kecamatan
Poncokusumo berasal dari dua sungai, yaitu Sungai Lesti dan Sungai Amprong.
Berdasarkan data hasil hydrological rainfall – runoff model HEC HMS, suplai dari
kedua sungai tersebut sepanjang tahun untuk Kecamatan Poncokusumo adalah
sebesar 20,05x106 m3/tahun yang mana jumlah ini lebih kecil dibandingkan
kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo yang sebesar 21,03x106 m3/tahun. Hal
ini mengakibatkan adanya kekurangan sebesar 979 156,67 m3/tahun. Gambar 13(b)
menunjukkan bahwa di Bulan Agustus dan September terjadi kekurangan air yang
cukup besar, yaitu berturut-turut sebesar 618 597,4 m3 dan 360 559,1 m3 yang
berarti suplai air yang ada hanya mampu mengcover rata-rata 74,77% di Bulan
23

Agustus dan sebesar 66,53% di Bulan September. Hal ini terjadi karena nilai curah
hujan yang rendah di Bulan Agustus dan September yang berimpas kepada
rendahnya suplai air dari Sungai Lesti dan Amprong. Bulan Agustus dan September
juga termasuk dalam masa tanam 2 dimana Bulan Agustus merupakan bulan
berlangsungnya fase 2 atau fase reproduktif sehingga kebutuhan air untuk pertanian
terbilang tinggi.
Alokasi air yang baik harus memperhatikan faktor keadilan, efisiensi dan
keberlanjutan (Hatmoko 2012). Pembagian air antarsektor pengguna air perlu
dialokasikan sedemikian rupa agar diperoleh keadilan bagi seluruh pengguna, serta
manfaat yang optimal tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan air di masa yang
akan datang. Prioritas alokasi air diatur pada Pasal 29 Undang-undang no. 7 tahun
2004 tentang Sumber Daya Air, bahwa “Penyediaan sumber daya air ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi berbagai keperluan
sesuai dengan kualitas dan kuantitas; dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan
sumber daya air yang ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi
lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan,
kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata,
ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”. Kebutuhan air untuk menunjang kebutuhan pokok sehari-
hari yang dicerminkan oleh kebutuhan sektor domestik, kebutuhan air untuk sektor
industri dan kebutuhan air sektor pertanian untuk menunjang kegiatan pertanian
memiliki porsi masing-masing terhadap alokasi air di Kecamata Poncokusumo
yang mana dengan prioritas yang berbeda akan menyebabkan rasio pemenuhan
kebutuhan antarsektor pengguna air yang berbeda pula. Pengaturan prioritas perlu
dilakukan, untuk menunjang kebijakan terkait alokasi air, utamanya apabila terjadi
kekurangan air karena pemenuhan kebutuhan air harus diberikan kepada sektor
yang paling membutuhkan. Salah satu tools yang dapat digunakan untuk
mensimulasi alokasi berdasarkan prioritas adalah aplikasi WEAP.
Water Evaluatioan And Planning (WEAP) yang dikembangkan oleh
Stockholm Enviromental Institute (SEI) digunakan untuk membantu proses alokasi
sumberdaya air kepada pengguna (Yates et al. 2005).WEAP merupakan model
untuk pengelolaan sumberdaya air yang memperkenalkan konsep prioritas pada
penyedia dan pengguna dengan menggunakan program linear untuk menyelesaikan
permasalahan alokasi sebagai substitusi dari pendekatan multi-kriteria berbobot
yang umum digunakan (SEI 2008). Dengan aplikasi WEAP, hal yang membedakan
jumlah penerimaan air setiap titik sektor pengguna adalah adalah supply preference,
yaitu ketika di suatu wilayah terdapat lebih dari satu sumber suplai maka setiap
sektor pengguna air dapat memilih pereferensi sumber suplai dengan pertimbangan
yang berdasarkan pada alasan ekonomi, lingkungan, sejarah, bahakan politik
(WEAP21 2015). Kelemahan dari WEAP sendiri adalah tidak dapat memplotkan
alokasi yang berbeda tingkat kualitas sumbernya.
24

Gambar 14 Skema alokasi sektor domestik, industri, dan pertanian di Kecamatan


Poncokusumo

Gambar 14 menunjukkan sebaran titik-titik pengguna, yaitu sektor domestik,


industri, dan pertanian di Kecamatan Poncokusumo. Pada penelitian ini, pemilihan
sumber suplai lebih didasarkan pada jarak sektor pengguna dengan sumber suplai.
Sumber suplai di Kecamatan Poncokusumo adalah Sungai Lesti dan Sungai
Amprong. Wilayah di Kecamatan Poncokusumo yang suplai airnya berasal dari
Sungai Lesti adalah wilayah di bagian selatan Poncokusumo, yaitu desa Jambesari,
Karanganyar, Dawuhan, Ngadireso, Sumberejo, Pandansari, dan Poncokusumo
sedangkan wilayah di bagian utara, yaitu desa Pajaran, Argosuko, Belung, Ngebruk,
Wonomulyo, Karangnongko, Wringinanom, Wonorejo, Gubuklakah, dan Ngadas
menggunakan Sungai Amprong sebagai sumber airnya.
Untuk melihat perbedaan alokasi berdasarkan prioritas pengguna di
Kecamatan Poncokusumo dilakukan dengan membuat tiga skenario alokasi yang
berbeda dengan menggunaka WEAP, yaitu:
1. Alokasi air tanpa prioritas
100
% Pemenuhan

80
60
40
20
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Axis Title

Domestik dan Industri Pertanian

Gambar 15 Persentase Kebutuhan Air Bulanan Yang Terpenuhi;Tanpa Prioritas


Alokasi air dilakukan tanpa memberlakukan prioritas adalah alokasi yang
membagi suplai air yang ada secara merata ke sesetiap sektor yang
membutuhkan air dan jika terjadi shortage atau kekurangan air maka jumlah
kekurangan juga akan dibagi sama rata (WEAP21). Alokasi ini bertujuan
25

memberikan air kepada semua pengguna dengan tujuan akhir untuk


meminimalkan perbedaan (gap) antara air yang diperlukan dengan air yang
dialokasikan. Berdasarkan hasil pengolahan data, Kecamatan Poncokusumo di
tahun 2015 mengalami total kekurangan air di bulan Agustus dan September
sebesar 979.156,67 m3 dengan rincian sebesar 249.998,3 m3 di sektor domestik
dan industri dan sebesar 729.158,2 m3 di sektor pertanian

(a) (b)
Gambar 16 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan industri
(b) Pertanian Agustus 2015; Tanpa prioritas

Gambar 16 menunjukkan persentase kebutuhan air yang terpenuhi secara


spasial di Kecamatan Poncokusumo di bulan Agustus. Area yang berwarna
merah adalah lokasi yang tingkat pemenuhan kebutuhan airnya di bawah 40%
sedangkan yang berwarna hjau adalah lokasi dengan tingkat pemenuhan
kebutuhan air lebih dari 80%. Dapat dilihat secara umum bahwa tingkat
pemenuhan kebutuhan air di sektor domestik lebih rendah dibandingkan sektor
pertanian, khususnya daerah-daerah yang disuplai oleh Sungai Lesti. Jika dirata-
ratakan, persentase pemenuhan kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo di
Bulan Agustus adalah sebesar 74.77%.
Gambar 17 menunjukkan persentase kebutuhan air yang terpenuhi secara
spasial di Kecamatan Poncokusumo di bulan September. Area yang berwarna
merah adalah lokasi yang tingkat pemenuhan kebutuhan airnya di bawah 60%
sedangkan yang berwarna hjau kekuningan adalah lokasi dengan tingkat
pemenuhan antara 75-90% dan yang berwarna hiaju cerah adalah lokasi dengan
tingkat pemenuhan lebih dari 90%. Dapat dilihat secara umum bahwa persentase
pemenuhan kebutuhan air sektor domestik dan industri lebih rendah
dibandingkan sektor pertanian. Di bulan September ini desa-desa yang
bersumber air dari Sungai Amprong cenderung rendah persentase
pemenuhannya karena inflow dari Sungai Amprong di bulan inipun menurun
drastis. Jika dirata-ratakan, persentase pemenuhan kebutuhan air di Bulan
September adalah sebesar 66,53%. Jika defisit air ditotal dan dilihat berdasarkan
sumber suplainya, Sungai Lesti hanya hanya bisa memenuhi 67,6 % dari
26

kebutuhan air setiap sektor pengguna air di bulan Agustus dan sebesar 73,8% di
bulan September sedangkan Sungai Amprong hanya bisa memenuhi sebesar
95,7% di bulan Agustus dan sebesar 73,8% di bulan September.

(a) (b)
Gambar 17 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan industri
(b) Pertanian September 2015; Tanpa prioritas

2. Sektor pertanian sebagai prioritas utama


100
80
% Pemenuhan

60
40
20
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Domestik dan Industri Pertanian

Gambar 18 Persentase Kebutuhan Air Bulanan Yang Terpenuhi; Prioritas


Pertanian

Alokasi dengan sektor pertanian sebagai prioritas pertama adalah ketika


kebutuhan air untuk sektor pertanian dipenuhi terlebih dahulu dibandingkan
sektor-sektor lainnya. Kekurangan sektor domestik dan industri mencapai
521.589,2 m3 dan kekurangan air di sektor pertanian mencapai 457.567,4 m3.
Perbedaannya memang tidak terlalu besar namun pada kenyataannya kebutuhan
air sektor domestik dan industri yang dapat dipenuhi oleh Sungai Lesti sangat
kecil, yaitu di bawah 25% (Gambar 19(a)). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh
suplai air yang bersumber dari sungai Lesti (Desa Karanganyar, Jambesari,
Ngadireso dan dawuhan) teralokasikan ke sektor pertanian dan itupun hanya
mampu memenuhi rata-rata sebesar 53,5% kebutuhan air sektor pertanian di
Bulan Agustus (Gambar 19(b)). Berbeda dengan Sungai Lesti, sektor pertanian
yang sumber suplainya adalah Sungai Amprong berhasil dipenuhi seluruhnya
27

namun sektor domestik dan industri hanya terpenuhi sebesar 27,3% dari total
kebutuhan air di bulan Agustus.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 19 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan Industri
(b) Pertanian di Bulan Agustus 2015 (c) Domestik dan Industri (d) Pertanian
di Bulan September 2015

Di Bulan September, suplai air dari Sungai Lesti berhasil memenuhi hampir
seluruh kebutuhan air sektor pertanian di bagian selatan Kecamatan
Poncokusumo, kecuali kebutuhan air pertanian di Desa Ngadireso yang hanya
terpenuhi sebesar 58,1%. Suplai air dari Sungai Lesti di bulan September juga
hanya dapat memenuhi sebesar 58,1% dari kebutuhan air sektor domestik dan
industri di masing-masing desa. Suplai air dari Sungai Amprong di Bulan
September dapat memenuhi hampir seluruh sektor pertanian di wilayah utara
Kecamatan Poncokusumo sebesar lebih dari 90%, kecuali sektor pertanian di
Desa Pajaran, Argosuko, Ngebruk, Belung, dan Wonomulyo yang persentase
pemenuhannya antra 60-75%. Sama seperti Sungai Lesti, inflow Sungai
Amprong di bulan September pun hanya mampu memenuhi kebutuhan air
sebesar kurang dari 60%.
28

3. Sektor domestik dan industri sebagai prioritas utama


100
% Pemenuhan 80
60
40
20
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Domestik dan Industri Pertanian

Gambar 20 Persentase Kebutuhan Air Bulanan Yang Terpenuhi; Prioritas


Domestik-Industri

Skenario alokasi dengan sektor domestik dan industri sebagai prioritas


pertama sedangkan pertanian sebagai prioritas terakhir di Kecamatan
Poncokusumo menunjukkan bahwa sektor domestik dan industri di Bulan
Agsutus dan Sepember, baik yang bersumber dari Sungai Lesti ataupun Sungai
Amprong, dapat dipenuhi seluruhnya yang berarti kekurangan air sepenuhnya
ditanggung oleh sektor pertanian. Dapat dilihat pada gambar 20 bahwa
persentase pemenuhan kebutuhan air domestik mencapai 100% setiap bulannya
sedangkan untuk sektor pertanian mengalami kekurangan di bulan Agustus dan
September sehingga rata-rata persentase yang terpenuhi antara 40-60%.

(c) (d)
Gambar 21 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan Industri
(b) Pertanian di Bulan Agustus 2015; Prioritas Domestik-Industri

Di Bulan Agustus, suplai air dari baik dari Sungai Lesti ataupun Sungai
Amprong dapat memenuhi kebutuhan sektor domestik secara penuh dan inflow
dari Sungai Lesti masih dapat memenuhi kebutuhan air domestik dan indusri
dengan persentase pemenuhan lebih dari 75%. Berbeda dengan Sungai Amprong,
beberapa desa yang bersumber air dari Sungai Lesti memang dapat terpenuhi
kebutuhan pertaniannya dengan persentase lebih dari 75%, yaitu Desa
29

Poncokusumo, Pandansari, dan Sumberejo sedangkan desa lainya, yaitu


Dawuhan, Jambesari, Karanganyar dan Ngadireso hanya dapat terpenuhi dengan
persentase kurang dari 25% (Gambar 21(b))

\
Gambar 22 Persentase Kebutuhan Air Yang Terpenuhi (a) Domestik dan Industri
(b) Pertanian di Bulan September 2015; Prioritas Domestik-Industri

Kebutuhan air domestik dan industri di Bulan September dapat dipenuhi


sepenuhnya namun kebutuhan air sektor pertanian hanya dapat terpenuhi rata-
rata sebesar 58%. Suplai air dari Sungai Amprong dapat memenuhi kebutuhan
air pertanian hingga lebih dari 80% untuk desa-desa di bagian timur, yaitu
Ngadas, Gubuklakah dan Wringinanom namun desa-desa di bagian barat, yaitu
Desa Pajaran, Argosuko, Negbruk, Belung, Wonomulyo, Wonorejo, dan
Karangnongko hanya dapat terpenuhi dengan persentase kurang dari 40%. Desa
Poncokusumo, Pandansari, dan Sumberejo yang sumber airnya berasal daru
Sungai Lesti dapat dipenuhi kebutuhan air pertaniannya hingga lebih dari 70%
sedangkan desa Karanganyar, Jambesari, Ngadireso, dan Dawuhan dapet
terpenuhi kebutuhan airnya sebesar 40-60%.
Hasil pengolahan data dapat menunjukkan bahwa prioritas alokasi
mempengaruhi tingkat pemenuhan kebutuhan air tiap sektor pengguna. Pada
umumnya urutan prioritas penyediaan sumber daya air ditetapkan pada setiap
wilayah sungai oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya (Hatmoko
2012). Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan air menimbulkan kerugian
bagi pengguna, pemerintah wajib mengatur kompensasi kepada pengguna
tersebut. Harnanto dan Hidayat (2004) menyebutkan bahwa sektor pertanian
merupakan sektor pengguna air terbesar dari DAS Brantas dan di musim kering
sebesar 70-80% dari ketersediaan air DAS Brantas tersalur ke lahan-lahan
pertanian. Untuk mengatasi konflik yang mungkin muncul karena pemrioritasan
sektor pertanian ini, dipilihlah sistem alokasi pada tingkat operasional, yaitu
alokasi yang dilakukan secara tepat waktu atau real-time, dengan melaksanaan
alokasi air pada tengah-bulan atau sepuluh harian, atau pada hari berikutnya dan
besarnya disesuiakan dengan jumlah air yang tersedia pada saa itu juga (Harnanto
dan Hidayat 2004)
30

Proyeksi Kebutuhan Air Poncokusumo 2035


Kebutuha air pasti mengalami perubahan seiring dengan perkembangan dan
pertumbuhan sosio-ekonomi suatu kawasan. Pertumbuhan penduduk, peningkatan
jumlah industri pasti tidak terelakkan seiring dengan kegiatan pembangunan.
Pembangunan akan berdampak pada terjadinya koversi atau alih fungsi lahan. Hal-
hal inilah yang akan membuat perubahan pada kebutuhan air di sektor domestik,
industri, dan pertanian yang berujung pada perubahan kebutuhan air total di
Kecamatan Poncokusumo. Untuk itu perlu diketahu proyeksi kebutuhan air di masa
yang akan datang untuk menentukan sistem pengelolaan dan alokasi sumber daya
air yang tepat agar sumberdaya air yang ada tetap berkelanjutan. Laju pertumbuhan
penduduk, laju pertumbuhan industri, dan laju konversi lahan yang digunakan
merupakan angka yang didapatkan dari hasil studi literatur dari penelitian-
penelitian yang telah dilakuakan sebelumnya sedangkan suplai air diasumsikan
tetap.
1. Proyeksi Kebutuhan Air Domestik dan Industri
Dalam kebutuhan air domestik hal yang paling berpengaruh dalam kebutuhan
air adalah laju pertumbuhan penduduk (Kodoatie JR. dan Sjarief 2008: 174)
sehingga untuk memprediksi kebutuhan domestik di masa yang akan datang perlu
dilakukan perhitungan proyeksi penduduk (Halim F et al, 2013: 444). Proyeksi
pertumbuhan jumlah penduduk didasarkan pada data Bappenas (2010) yang
menyebutkan bahwa persentase pertambahan jumlah penduduk di Kecamatan
Poncokusumo adalah sebesar 0,38 % per tahun. Hasil pengolahan data
menunjukkan jumlah penduduk di Kecamatan Poncokusumo yang tadinya
berjumlah 93.427 jiwa di tahun 2015 akan meningkat menjadi 105.300 jiwa di
tahun 2035. Seperti yang terlihat pada gambar 23 (a), peningkatan jumlah
penduduk akan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kebutuhan air.
Dengan asumsi standar kebutuhan air per orang tetap sama dengan di tahun 2015,
yaitu 105 L/O/H maka akan hasil perhitungan menunjukkan kebutuhan air di
Kecamatan Poncokusumo meningkat dari 3,58x106 m3/tahun di tahun 2015
menjadi 3,86x106 m3/tahun di tahun 2035 atau mengalami peningkatan sebesar
7,88% dibandingkan data tahun 2015.
Pertambahan penduduk yang terus meningkat mendorong munculnya banyak
industri kreatif berskala rumah tangga ataupun skala yang lebih besar yang juga
didukung oleh program-program pemerintah. Gambar 23(b) menunjukkan
proyeksi jumlah industri dan proyeksi kebutuhan air industri di Kecamatan
Poncokusumo di tahun 2035. Proyeksi jumlah industri di Kecamatan
Poncokusumo dihitung berdasarkan cascading Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Malang (2016) yang menargetkan peningkatan jumlah
industri kecil dan menengah, formal dan non formal sebesar 1,5% per tahun.
Jumlah industri di Kecamatan Poncokusumo meningkat dari total 831 unit
industri di tahun 2015 menjadi 1121 unit industri di tahun 2035. Dengan tetap
pada asumsi semua jenis industri di Kecamatan Poncokusumo adalah industri
31

kecil berskala rumah tangga maka nilai SNI kebutuhan airnya adalah sebesar
1.600 L per unit per hari. Berdasarkan kedua data tersebut maka didapatkan
kebutuhan air industri di Kecamatan Poncokusumo di tahun 2015 adalah sebesar
0,48x106 m3/tahun sedangkan di tahun 2035 akan meingkat sebesar 34,9% atau
menjadi 0,653x106 m3/tahun.
3.5 10000
Kebutuhan air (x105 m3)

Jumlah penduduk (jiwa)


3 8000
2.5
2 6000
1.5 4000
1
0.5 2000
0 Ngadireso 0

Poncokusumo

Ngadas
Dawuhan

Ngebruk

Belung
Jambersari
Pandansari

Wringinanom
Gubuklakah
Sumberejo

Karanganyar

Pajaran

Karangnongko

Wonorejo
Argosuko

Wonomulyo
Kebutuhan air domestik 2015 Kebutuhan air domestik 2035
Jumlah penduduk 2015 Jumlah penduduk 2035

(a)
16 300
Kebutuhan air (x104 m3)

Jumlah industri (unit)


14 250
12
10 200
8 150
6 100
4
2 50
0 0
Ngadireso

Jambersari

Poncokusumo

Ngadas
Ngebruk
Dawuhan

Belung

Gubuklakah
Pandansari

Pajaran
Argosuko
Sumberejo

Karanganyar

Karangnongko
Wonomulyo

Wonorejo

Wringinanom

Kebutuhan air industri 2015 Kebutuhan air industri 2035


Jumlah industri 2015 Jumlah industri 2035

(b)
Gambar 23 a) Jumlah penduduk, kebutuhan air domestik, dan proyeksinya (b)
Jumlah industri, kebutuhan air industri, dan proyeksinya di setiap desa di
Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 dan 2035

2. Konversi Lahan dan Proyeksi Kebutuhan Air Pertanian


Konversi lahan tidak dapat dihindari seiring meningkatnya kebutuhan dan
permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun dari sektor
nonpertanian sebagai akibat dari bertambahnya penduduk dan kegiatan
pembangunan. Sutomo(2004) dan Irawan (2005) dalam Mulyani (2016)
menyebutkan bawa pembangunan infrastruktur (jalan, tol, bandara, pelabuhan,
industri, perkantoran) dan perumahan (real estate) dan pemukiman penduduk,
telah meluas ke lahan-lahan sawah intensif yang sebelumnya merupakan sentra
produksi. Tren konversi lahan pertanian disebabkan oleh lahan pertanian
32

memiliki land-rent yang relatif rendah dibanding penggunaan lahan lain dan
juga didukung sifat lahan pertanian yang umumnya datar, aksesibilitas tinggi
dan dekat dengan sumber air (Murdianingsih et al. 2016; Mulyani A et al 2016).
Berdasarkan hasil sensus pertanian 2003, laju konversi lahan sawah menjadi
peruntukan lainya sekitar 110.160 Ha per tahun, dimana sekitar 75% beralih ke
perumahan khusunya di Pulau Jawa (Sutomo 2004 dan Irawan 2005) sedangkan
konversi lahan sawah menjadi komoditas lain adalah sebesar 77 500 Ha per
tahun (Manan 2011). Dalam penelitiannya, Mulyani et al. (2016) menyebutkan
bahwa dari beberapa provinsi yang merupakan sentra padi di Indonesia, laju
konversi tertinggi secara berturut-turut terjadi di Sumatera Selatan, Jawa Barat,
Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan.
Konversi lahan sawah di daerah Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan
merupakan konversi lahan sawah menjadi perkebunan sawit sedangkan
konversi lahan sawah di daerah Jawa cenderung disebabkan karena pesatnya
pengembangan perkotaan. Sebagai sentra produksi padi seharusnya provinsi-
provinsi tersebut memberika perhatia lebih terhadap masalah konversi lahan,
terutama provinsi Jawa Timur yang telah mengembangkan kawasan
Angropolitan.
Kecamatan Poncokusumo merupakan kawasan Agropolitan, yang menurut
UU no.41 tahun 2009 memiliki arti sebagai kawasan yang terdiri atas satu atau
lebih pusat kegiatan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditunjukkan dengan adanya keseimbangan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis. Kawasan Agropolitan Poncokusumo
disahkan oleh Perda Kabupaten Malang di tahun 2010 dalam RTRW Kabupaten
Malang sebagai salah satu bagian dari program Perlindungan lahan Pertanian
Berkelanjutan (LP2B). Meskipun begitu demikian alih fungsi lahan di
Kecamatan Poncokusumo tidak dapat dihindari. Sebagian besar alih fungsi
lahan di Kecamatan Poncokusumo adalah alih fungsi lahan sawah menjadi
lahan perumahan, industri, dan juga lahan perkebunan tebu.
Salah satu faktor utama pendorong terjadinya konversi lahan adalah jumlah
penduduk yang terus meningkat yang kemudian menyebabkan meningkatnya
tuntutan atas kebutuhan ruang yang lebih besar. Tuntutan terhadap kebutuhan
ruang ini lah yang mendorong terjadinya konversi pertanian karena lahan
pertanian memiliki land-rent yang relatif rendah dibanding penggunaan lahan
lain (Murdaningsih et al 2015). Bappenas (2006) bahkan menyebutkan bahwa
di banyak kasus alih fungsi lahan justru terjadi pada lahan pertanian yang
produktif.
Selama periode 1981-1999 konversi lahan sawah nasional mencapai
1.628.000 Ha dimana sekitar 61,6% terjadi di Pulau Jawa (Murdaningsih et al
2015). Konversi ini diperuntukkan untuk perumahan 30%, industri 7%, lahan
kering 20%, perkebunan 25%, kolam 3% dan penggunaan lainnya 15%. Di
Pulau Jawa sendiri khususnya d SUB DA Brantas hulu, telah mengalami
33

penurunan areal luas hutan sebesar 6% dan sawah sebesar 6% dari tahun 2003
ke tahun 2007. Sebagian besar alih fungsi adalah ke penggunaan non pertanian,
yaitu 58,7% menjadi perumahan, dan 21,8% menjadi kawasan industri,
perkantoran, pertokoan, dan sebagainya (Direktorat Kehutanan dan Konservasi
Sumberdaya Air 2012).

Tabel 10 Luas lahan dan proyeksinya


%
Desa 2015 2020 2025 2030 2035
Perubahan
Dawuhan 700000 651567.07 564522.55 489106.54 455265.3
Sumberejo 0 0 0 0 0
Pandansari 0 0 0 0 0
Ngadireso 810000 753956.18 653233.24 565966.14 526806.99
Karanganyar 1320000 1228669.3 1064528.2 922315.19 858500.29
Jambersari 1780000 1656842 1435500.2 1243728.1 1157674.6
Pajaran 1360000 1265901.7 1096786.7 950264.13 884515.45
Argosuko 1960000 1824387.8 1580663.2 1369498.3 1274742.9
Ngebruk 1760000 1638225.8 1419371 1229753.6 1144667.1
Karangnongko 1830000 1703382.5 1475823.3 1278664.2 1190193.6
Wonomulyo 1100000 1023891.1 887106.87 768595.99 715416.91
Belung 1430000 1331058.4 1153238.9 999174.79 930041.98
Wonorejo 650000 605026.56 524199.51 454170.36 422746.35
Poncokusumo 0 0 0 0 0
Wringinanom 0 0 0 0 0
Gubuklakah 0 0 0 0 0
Ngadas 0 0 0 0 0
SUM 14700000 13682908 11854974 10271237 9560571.4 -34,496
2
*luas lahan sawah dalam satuan m

Tabel 10 menunjukkan luas lahan sawah di Kecamatan Poncokusumo di


tahun 2015 hingga 2035. Proyeksi dihitung dengan menggunakan metode
eksponensial. Laju konversi lahan sawah di Kecamatan Poncokusumo
diasumsikan sama dengan laju penyusutan lahan sawah yang terjadi di
Kabupaten Malang, yaitu sebesar 2,39% per tiga tahun (Admadhani et al 2014)
dengan pertambahan lahan hasil program cetak sawah tidak diperhitungkan.
Berbeda dengan kebutuhan air sektor domestik dan industri yang kebutuhan
air di masa yag akan datangnya bakan bertambah dibandingkan kebutuhan air
saat ini, kebutuhan air sektor pertanian di masa yang akan datang cenderung
berkurang. Hal ini dikarenakan faktor penentu kebutuhan air pertanian, yaitu luas
lahan sawah diasumsikan mengalam penyusutan yang diakibatkan oleh
terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Proyeksi luas lahan sawah
di tahun 2035 dapat dilihat tabel 9. Luas lahan sawah di Kecamatan
Poncokusumo di tahun 2035 akan mengalami penyusutan menjadi 956,06 Ha.
34

Kebutuhan air pertanian di Kecamatan Poncokusumo di tahun 2035 juga akan


mengalami penyusutan menjadi 11,03x106 m3/tahun atau terdapat penyusutan
sebesar 34,9% dari kebutuhan air pertanian di tahun 2015.
2.5 2500000
Kebutuhan air (x106 m3)

Luas lahan sawah (m2)


2 2000000
1.5 1500000
1 1000000
0.5 500000
0 0
Ngadireso

Poncokusumo

Ngadas
Dawuhan

Ngebruk
Jambersari

Belung
Pandansari

Gubuklakah
Karanganyar

Pajaran

Wonorejo
Argosuko

Wringinanom
Sumberejo

Karangnongko
Wonomulyo
Kebutuhan air pertanian 2015 Kebutuhan air pertanian 2035
Luas lahan sawah 2015 Luas lahan sawah 2035

Gambar 24 Luas lahan sawah dan kebutuhan air pertanian di Kecamatan


Poncokusumo tahun 2015 dan 2035

3. Kebutuhan Air Total Tahun 2015 dan Pyeksi Kebutuhan Air tahun 2035

Pertanian
Industri
Domestik

0.00 5000000.00 10000000.00 15000000.00 20000000.00


Kebutuhan air (m3)
2035 2015

Gambar 25 Kebutuhan Air di Kecamatan Poncokusumo tahun 2015 dan 2035

Grafik di atas menunjukkan grafik kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo


sebelum dan sesudah proyeksi. Kebutuhan air total di Kecamatan Poncokusumo
di tahun 2015 adalah sebesar 21,03x106 m3/tahun sedangkan di tahun 2035 akan
berkurang menjadi 15,54x106 m3/tahun atau terjaid perubahan sebesar 26,04%.
Terlihat jelas pada gambar 25 bahwa perubahan paling tinggi terjadi di sektor
pertanian, kemudian diikuti oleh sektor domestik dan industri.

Indeks Kritis Air


Indeks kekritisan air ini sangat erat kaitannya dengan neraca air suatu wilyah.
Neraca air merupakan neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat pada
periode tertentu. Neraca air digunakan untuk mengetahui jumlah air di tempat
tersebut yang mana akan menggambarkan kondisi kelebihan (surplus) atau pun
kekurangan (defisit) yang kemudian mejadi penentu tingkat kekritisan di daerah
tersebut. Purnama et al. (2012) menyebutkan bahwa mengetahui kondisi surplus
maupun defisit air di suatu wilayah dapat digunakan sebagai peringatan untuk
35

mendayagunakan air sebaik-baiknya dan lebih jauhnya dapat digunakan untuk


mengantisipasi bencana yang mungkin terjadi.
Tingkat kekritisan air suatu wilayah tidak cukup hanya melihat kondisi
surplus dan defisit airnya saja. Untuk menunjukkan besaran relatif perlu dinyatakan
dalam rasio demand/supply, yaitu dengan membandingkan ketersediaan air total
dengan kebutuhan air total. Ketersediaan air total diasumsikan hanya berasal dari
Sungai Lesti dan Amprong dan bernilai sama di tahun 2015 dan 2035.

Tabel 11 Perhitungan Indeks Kekritisan Air (IKA) Tahun 2015 dan 2035
Volume Air
Komponen IKA IKA
(m3/tahun)
Total Ketersediaan Air* 20 049 278,66
2015 Kebutuhan air total 21 028 435,32 104,8%
2035 Kebutuhan air total 15 548 866,56 77,5%
* Ketersediaan atau suplai air diasumsikan tetap untuk tahun 2015 dan 2035

Terlihat pada tabel 1 bahwa di tahun 2015 tingkat kekritisan air di Kecamatan
Poncokusumo bernilai 104,8% yang berarti telah mecapai tingkat kritis. Hal ini
sesuai dengan fakta bahwa kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo di tahun
2015 melebihi suplai air yang ada meskipun jika dilihat berdasarkan data bulanan
Kecamatan Poncokusumo hanya mengalami kekurangan air di Bulan Agustus dan
September. Tingkat kekritisan di tahun 2035 pun masih tahap kritis, meskipun
persentasenya menurun. Hal ini dikarenakan proyeksi kebutuhan air di tahun 2035
mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Meskipun demikian perlu digaris
bawahi bahwa pada keadaan sebenarnya kemungkinan suplai air di tahun 2035 akan
berkurang karena konversi lahan di kawasan DAS akan menyebabkan tanah
menjadi semakin keras sehingga kemampuan infiltrasi tanah semakin berkurang
serta menstimulasi besarnya air larian dan dalam jangka panjang akan
menyebabkan minimnya simpanan air (Hadi 2001).

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Secara umum penggunaan air di Kecamatan Poncokusumo dibedakan
menjadi tiga, yaitu sektor pertanian, sektor domestik, dan sektor industri. Sejauh ini
kebutuhan air di Kecamatan Poncokusumo berhasil dipenuhi namun di bulan kering
(Bulan Agustus dan September) terjadi defisit air. Kebutuhan air paling tinggi
dimiliki oleh sektor pertanian dan jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan sektor
lainnya. Total kebutuhan air di tahun 2015 adalah sebesar 21,03x106 m3/tahun.
Hasil kajian alokasi berdasarkan prioritas sektor pengguna menunjukkan bahwa
perbedaan prioritas pemenuhan akan menyebabkan persentase pemenuhan
kebutuhyan air yang berbeda pula. Pemenuhan prioritas kebutuhan air pertanian
36

sepenuhnya terlebih dahulu akan menyebabkan gap pemenuhan yang cukup besar
antara sektor pertanian dan sektor domestik dan industri sedangkan bila pemenuhan
kebutuhan sektor domestik dan industri diutamakan, sektor pertanian masih dapat
terpenuhi hingga rata-rata 58%. Proyeksi di tahun 2035 menunjukkan adanya
penurunan jumlah kebutuhan air total, utamanya disebabkan oleh terjadinya
konversi lahan sawah yang menyebabkan kebutuhan air sektor pertanian sebagai
sektor dengan kebutuhan tertinggi menurun. Berdasarkan hasil kajian ketersediaan
dan kebutuhan air di Poncokusumo maka tingkat kekrtitisan air di Kecamatan
Poncokusumo di tahun 2015 dan 2035 telah mencapai tingkat kritis yang berarti
perlu dilakukan kajian kembali terkait pengelolaan sumber daya air yang tepat agar
tercapai summberdaya air yang ada tetap berkelanjutan.

Saran
Pada penelitian ini perhitungan kebutuhan air hanya dilakukan terhadap
sektor domestik, industri, dan pertanian. Ada baiknya jika penelitian selanjutnya
ditambahkan sektor peternakan dan perikanan, serta lahan yang diperhitungkan
bukan hanya lahan sawah tapi juga lahan kering untuk usaha pertanian lainnya.
Untuk proyeksi di masa yang akan datang ada baiknya juga jika yang diproyeksikan
bukan hanya kebutuhan airnya tetapi juga ketersediaan air atau besar suplai air yang
diterima.

DAFTAR PUSTAKA
Adioetomo SM dan Samosir OB. 2010. Dasar-dasar Demografi 2. Jakarta (ID):
Penerbit Salemba Empat.
Admadhani DN, Haji ATS, Susanawati LD. 2014. Analisis Ketersediaan dan
Kebutuhan Air untuk Daya Dukung Lingkungan (Studi Kasus kota Malang). J.
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Azizah C. 2013. Metoda Analisis Kebutuhan Air Dalam Mengembangkan
Sumberdaya Air. J. Lentera. Vol.13 No.1 Maret 2013
Abdurahman O, Iman MI, Riawan E, Setiawan B, Puspita N, dan Fad ZG. 2012.
Climate Change Risk and Adaptation Assessment-Greater Malang (Sectoral
Report Water). Jakarta: Ministry of Environment.
Amalia et al. 2014. Optimasi Alokasi Pengggunaan Air Berdasarkan Ketersediaan
Air dan Biaya Operasional (Studi Kasus Kota Batu). J. Sumberdaya Alam dan
Lingkungan.
Aprildahani, Hasyim AW, Rachmawati TA. 2014. Alih fungsi lahan pertanian di
kawasan perkotaan Karangplsoso, Kabupaten Malang sebagai dampak dari
urban sprawl. J-PAL. 5(2).
[BAPPENAS]. 2010. Indonesia climate change sectoral roadmap. Jakarta (ID):
BAPPENAS.
37

Boer R dan Buono A. 2008. Current and Future Climate Variability of East Java
and Its Implication on Agriculture and Livestock. Project Report submitted to
UNDP, Jakarta
[BPS]. 2013. Alokasi Air di Indonesia. Jakarta (ID): BPS.
[BPS]. 2015. Kabupaten Malang dalam Angka. Malang (ID) : BPS
[BPS]. 2015. Kecamatan Poncokusumo dalam Angka. Malang (ID) : BPS.
[BSN]. 2015. SNI 6728.1:2015. Penyusunan neraca spasial sumber daya alam-
sumber daya air. Jakarta (ID) : BSN
Chou FNF and Wu CW. 2014. Determination of cost coefficients of a priority-based
water allocation linear programming model – a network flow approach.
Hydrology and Earth System Sciences 18, 1857–1872, 2014
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang. 2016. Cascading
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang 2015.
Direktorat Kehutanan dan Sumber Daya Air 2012. Analisa Perubahan Penggunaan
Lahan Di Ekosistem Das Dalam Menunjang Ketahanan Air Dan Ketahanan
Pangan (Studi Kasus: Das Brantas)
Dirjen Pekerjaan Umum Cipta Karya. 1982. Pengembangan Kawasan Perkotaanm
Kawasan Pedesaan. Jakarta: Dirjen Pekerjaan Umum.
Yetti E, Soedharma D dan Haryadi S. 2011. Evaluasi Kualitas Air Sungai-Sungai
Di Kawasan Das Brantas Hulu Malang Dalam Kaitannya Dengan Tata Guna
Lahan Dan Aktivitas Masyarakat Di Sekitarnya. JPSL Vol. (1) : 10-15
[FAO]. 1998. Irrigation and drainage paper No. 56. Rome: FAO
--------. 2012. Eto Calculator Penman-Monteith equation. [Tersedia pada
http://www.fao.org/nr/water/eto.html]
Hadi SP. 2001. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Halim F et a l. 2013. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih. Sipil Statik (1):
Hlm: 444.
Harnanto A dan Hidayat F. 2004. Water Allocation in the Brantas River Basin,
Conflicts and Its Resolutions. Proceeding APHW. Kyoto. Paper ID 56-FWR-
A403.
Hatmoko W, Triweko RW, dan Yudianto D. 2012. Sistem Pendukung Keputusan
Untuk Perencanaan Alokasi Air Secara Partisipatoris Pada Suatu Wilayah
Sungai. J.Teknik Hidraulik (3): 1, Juni 2012 : 1 – 102
Irawan B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatan, dan
Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23. No 1 Juli
2005: 1 - 18
[JICA] Japan International Cooperation Agency. 1991. The Studi On Urban
Drainage and Wastewater Disposal Project in The City of Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2013. Statistik Lahan Pertanian Tahun 2008-2012. Jakarta
(ID): Kementrian Pertanian.
38

Kodoatie RJ dan Sjarief R. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.


Yogyakarta (ID):
Linsley RK, dkk. 1996. Hidrologi Untuk Insinyur, Edisi Ketiga. Jakarta(ID):
Erlangga.
Loucks DP, Stedinger JR, dan Haith DA. 1981. Water Resources Systems Planning
and Management. New Jersey (US): Prentice-Hall
Loucks DP dan Van Beek E. 2005. Water Resources Systems Planning and
Management: An Introduction to Methods, Models and Applications. Paris
(FR): UNESCO
Manan H. 2011. Teknologi Pengelolaan Lahan dan Air Mendukung Ketahanan
Pangan.
Muliakusuma S. 2000. Proyeksi Penduduk. Jakarta(ID): Fakultas Ekonomi UI.
Mulyani A, Kuncoro D, Nursyamsi D, Agus F. 2016. Analisis Konversi Lahan
Sawah: Penggunaan Data Spasial Resolusi Tinggi Memperlihakan Laju
Konversi yang Mengkhawatirkan. J. Tanah dan Iklim. Vol 40(2): 121-133.
Murdaningsih, Widiatmaka, Munibah K, Ambarwulan Wiwin. 2015. Analisis
Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Untuk Mendukung
Kemandirian Pangan Di Kabupaten Indramayu. Majalah Ilmiah Globe (19):
175-184.
Nurdin S, Widiatmaka, Munibah K. 2016. Perencanaan Pengembangan Lahan
Sawah di Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Pengelolaan sumberdaya Alam dan
Lingkungan. 6(1): 1-12.
Panjaitan D. Kajian Evapotranspirasi Potensial Standa Pada Daerah Irigasi Muara
Jalai Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Aptek (4):1
Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 1: Sumber daya air spasial. SNI 19-
6728.1-2002.
Penyusunan neraca sumber daya – Bagian 1: Sumber daya air spasial. SNI
6728.1:2015.
Perdinan, Wibowo A, Andria V, dan Rakhman A. 2014. Survei pertanian untuk
menganalisa keekonomian kegiatan adaptasi perubahan iklim. Jakarta (ID) :
UNDP.
Power DJ. 2007. A Brief History of Decision Support Systems. DSSResources.COM,
World Wide Web, http://DSSResources.COM/history/dsshistory.html, version
4.1, September 9, 2017.
Pujiraharjo A., Rachmansyah A, Wijatmiko I, and Anwar MR. 2015. Pengaruh
perubahan iklim terhadap ketersediaan air baku di Malang Raya. Jurnal
rekayasa sipil, 9, 1.
Purmana, Trijuni S, Hanafi F, Aulia T, Razali R. 2012. Analisis neraca air di DAS
Kupang dan DAS Sengkareng. Yogyakarta (ID): Redcarpet Studio
PU Brantas. 2011. BBWS Brantas. BBWS Brantas, PU.
Rustiadi, Ernan., S. Saefulhakim, dan D.R. Panuju. 2011. Perencanaan Dan
Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press danYayasan Obor
39

Indonesia
Sa’diyah, Halimatus. 2012. Analisis Ekonomi Alokasi Sumberdaya Air Antar
Wilayah dan Pengguna di Pulau Lombok : Aplikasi Model Optimasi Dinamik.
[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana . Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sayaka B. Suradisastra K, Irawan B, dan Pasaribu SM. 2011. Pemanfaatan Lahan
Pertanian di Berbagai Daerah. Jakarta(ID): BLB Pertanian
Setyono E dan Prasetyo B. 2012. Analisa Tingkat Bahaya Erosi Pada Sub Das Lesti
Kabupaten Malang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Media Teknik
Sipil. 10 (2): 114 - 127
Shilkomanov IA, Rodda JC. 2003. World water resources at the beginning of the
twenty-first century. International Hydrology series. England (UK): Cambridge
University Press.
Sunfianah L dan Haryono A. 2014. Pelaksanaan Pengembangan Kawasan
Agropolitan Kabupaten Malang (Studi Kasus Kecamatan Poncokusumo). JESP
(6): No 2. Nopember 2014
Sutomo S. 2004. Analisa Data Konversi dan Prediksi Kebutuhan Lahan. Makalah
disampaikan pada Pertemuan Round Table II Pengendalian Konversi dan
Pengembangan Lahan Pertanian. Jakarta, 14 Desember 2004.
Suwandi. 2005. Agropolitan : Merentas Jalan Meniti Harapan. Jakarta (ID) : PT
Duta Karya Swasta
Triatmodjo B. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University
Press.
Varela-Ortega C, Surnpsi J.M, Garrido A, Blanco M, and Iglesias E. 1998. Water
pricing policies, public decision making and farmers' response: implications for
water policy. Agricultural Economics. 19: 193-202
Vergara SB. 1976. Physiological anf morphplogical adaptability of rice varieties
to climate. In Climate and Rice. IRRI. Phillippines
Wallingford H. 2003. Handbook for the assessment of catchment water demand and
use.
Yates D et al. 2005. A Demand, Priority, and Prefernce Driven Water Planning
Model. J. Water International (30): 4
Yetti E, Soedharma D, Hariyadi S. Evaluasi Kualitas Air Sungai-Sungai di
Kawasan Das Brantas Hulu Malang dalam Kaitannya dengan Tata Guna Lahan
dan Aktivitas Masyarakat di Sekitarnya. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Alam Dan Lingkungan (1): hal 10
40

LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah penduduk dan kebutuhan air domestik Tahun 2015
No Desa Jumlah Penduduk Kebutuhan Air Domestik
1 Dawuhan 6928 265515.60
2 Sumberejo 5485 210212.63
3 Pandansari 6717 257429.03
4 Ngadireso 3585 137395.13
5 Karanganyar 7370 282455.25
6 Jambesari 6660 255244.50
7 Pajaran 6429 246391.43
8 Argosuko 4343 166445.48
9 Ngebruk 4189 160543.43
10 Karangnongko 7722 295945.65
11 Wonomulyo 5188 198830.10
12 Belung 6103 233897.48
13 Wonorejo 4495 172270.88
14 Poncokusumo 7035 269616.38
15 Wringinanom 5541 212358.83
16 Gubugklakah 3892 149160.90
17 Ngadas 1745 66877.13
SUM 93427 3580589.78

Lampiran 2 Jumlah unit industri dan kebutuhan air industri tahun 2015
No Desa Jumlah Industri Kebutuhan Air Industri
1 Dawuhan 186 108624
2 Sumberejo 106 61904
3 Pandansari 13 7592
4 Ngadireso 50 29200
5 Karanganyar 82 47888
6 Jambersari 93 54312
7 Pajaran 52 30368
8 Argosuko 26 15184
9 Ngebruk 45 26280
10 Karangnongko 97 56648
11 Wonomulyo 36 21024
12 Belung 11 6424
13 Wonorejo 7 4088
14 Poncokusumo 10 5840
15 Wringinanom 9 5256
16 Gubuklakah 7 4088
17 Ngadas 1 584
SUM 831 485304
41

Lampiran 3 Luas lahan sawah dan dan kebutuhan air pertanian tahun 2015

No Desa Luas Lahan Sawah Kebutuhan Air Pertanian


1 Dawuhan 70 807692.90
2 Sumberejo 0 0.00
3 Pandansari 0 0.00
4 Ngadireso 81 934616.07
5 Karanganyar 132 1523078.04
6 Jambesari 178 2053847.66
7 Pajaran 136 1569231.92
8 Argosuko 196 2261540.12
9 Ngebruk 176 2030770.72
10 Karangnongko 183 2111540.01
11 Wonomulyo 110 1269231.70
12 Belung 143 1650001.21
13 Wonorejo 65 750000.55
14 Poncokusumo 0 0.00
15 Wringinanom 0 0.00
16 Gubugklakah 0 0.00
17 Ngadas 0 0.00
SUM 1470 16961550.90

Lampiran 4 Kebutuhan Air Bulanan Sektor Domestik, Industri dan Pertanian


Tahun 2015 dan 2035
2015 2035
Bulan Domestik Industri Pertanian Domestik Industri Pertanian
Jan 304104.89 41217.6 532610.4 344810.9 56395.2 449645.1
Feb 274675.38 37228.8 1559670 311442.11 50937.6 1316718
March 304104.89 41217.6 2227270.5 344810.9 56395.2 1880326
April 294295.05 39888 1777671 333687.97 54576 1500761
May 304104.89 41217.6 629512.8 344810.9 56395.2 531452.9
June 294295.05 39888 1402380 333687.97 54576 1183930
July 304104.89 41217.6 1955394 344810.9 56395.2 1650800
Aug 304104.89 41217.6 2027894.4 344810.9 56395.2 1712007
Sept 294295.05 39888 670084.8 333687.97 54576 565704.9
Oct 304104.89 41217.6 0 344810.9 56395.2 0
Nov 294295.05 39888 1888950 333687.97 54576 1594706
Dec 304104.89 41217.6 2290113 344810.9 56395.2 1933379
SSUM 3580589.8 485304 16961550.9 4059870.3 664008 14319431
42
43

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Claudia Chikita Chaniago dan merupakan anak
pertama dari empat bersaudara pasangan Dwi Putro Tejo Baskoro dan Siti Rahmalia
Yugia. Penulis lahir di Bogor pada hari Rabu, 05 Oktober 1994. Penulis menempuh
pendidikan formal pertamanya di TK Akbar kemudian mendapatkan pendidikan
dasarnya di SD Insan Kamil. Penulis lulus dari pendidikan menengah pertama di
SMPN 6 Bogor pada tahun 2009 kemudian menyelesaikan sekolah menengah atas
di SMAN 5 Bogor pada tahun 2012. Penulis diterima di Program Studi Meteorologi
Terapan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Semasa kuliah, penulis aktif mengikuti organisasi mahasiswa, kepanitiaan,
kegiatan sosial, dan kegiatan lain yang meningkatkan softskill. Penulis terdaftar
sebagai pengurus aktif Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman pada periode
kepengurusan tahun 2014. Penulis juga tergabung dan aktif sebagai pengurus dalam
Komunitas Lingkungan IGAF pada tahun 2014 hingga 2016. Selain itu, penulis
juga merupakan salah satu penerima Beasiswa Unggulan Djarum Foundation pada
tahun 2014-2015 dan mengikuti seluruh pelatihan yang diselengarakan oleh Djarum
Foundation. Penulis juga aktif mengikuti pendelegasian di beberapa acara seperti
Pahrayangan Green Challenge di Bandung pada tahun 2014, WYF’s International
Workshop on Climate Change di Malaka, Malaysia pada tahun 2015 dan UN
Habitat III Asia-Pacific Regional Meeting di Jakarta tahun 2015
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan
penelitian dengan judul “Kajian Alokasi Air Berdasarkan Prioritas Sektor Pengguna
di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang” di bawah bimbingan bapak
Perdinan.

Anda mungkin juga menyukai