Anda di halaman 1dari 23

DISKRIMINASI PADA KAUM NON MUSLIM MELALUI MEDIA MASA

Ditujukan Untuk Tugas Mata kuliah Patologi Sosial


Dosen
Stephani Raihana, M.Psi

Disusun Oleh:
Zharfa Fitria 10050014002
Riska Amalia Pertiwi 10050014007
Firyal Tsani 10050014044

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah


Pada dasarnya manusia lahir dengan berbagai macam perbedaan yang ada,
mulai dari ciri-ciri fisik, suku, budaya, agama, dan lain sebagainya, namun perbedaan
tersebut harusnya bukanlah menjadi suatu hal yang membuat para manusia terpecah
belah ataupun menjadi penghalang terciptanya kedamaian di dalam kehidupan umat
manusia. Khususnya di Indonesia yang memiliki berbagai macam perbedaan budaya.
Seharusnya dari perbedaan tersebut bisa saling mentoleransi satu sama lain untuk bisa
menyatukan masyarakatnya.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menimbulkan perbedaan pandangan di
lingkungan sosial ini, dimana hal ini bisa menjadi salah satu sumber pemicu masalah
tertentu di lingkungan masyarakat kita ini misalnya munculnya diskriminasi dalam
masyarakat tertentu. Tidak jarang diskriminasi ini pun timbul dan menjadi suatu
permasalahan yang cukup besar dikarenakan adanya kaum mayoritas yang merasa
memiliki wewenang lebih tinggi pada kaum minoritas dan perbedaan keyakinan yang di
anut oleh setiap kelompok budaya yang berbeda.. Hal tersebut akan memancing sebuah
permasalahan, antara kaum mayoritas dan kaum minoritas dan mengakibatkan
perpecahan dalam kelompok sosial.
Dalam peristiwa yang akan dibahas pada makalah ini yaitu pengaruh media
masa yang dapat menyebabkan munculnya diskriminasi terhadap seseorang. Media masa
sangatlah penting dalam membentuk persepsi masyarakat. Baik itu media cetak ataupun
media elektronik, keduanya merupakan sarana pendukung yang sangat dominan dalam
membentuk salah satu persepsi di dalam masyarakat terlebih pada waktu sekarang ini
(Walgito, 1999: 84).
Berita atau informasi yang dipublikasikan melalui media masa akan
memunculkan berbagai macam pandangan atau persepsi masyarakat mengenai berita
tersebut. Persepsi masyarakat sangatlah beragam, ada yang memandang berita tersebut
sebagai sesuatu hal yang positif, ada juga yang memandang berita tersebut sebagai suatu
berita yang negatif atau dapat merugikan orang yang bersangkutan. Penilaian yang
dilakukan pun berdasarkan keyakinan yang dianutnya, dan dapat menimbulkan
perpecahan antara kaum yang bersangkutan.
Salah satu kasus yang terjadi belakangan ini yaitu pemberitaan tentang
diskriminasi terhadap pemimpin gubernur yang memiliki perbendaan ras dan keyakinan.

2
Sementara dalam daerah tersebut mayoritas adalah kaum muslim dan orang pribumi.
Pada dasarnya pemimpin menurut keyakinan Islam tidak diperkenankan dari non Islam,
karena menurut Al-Quran pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang memiliki iman
kepada Allah SWT agar bisa menuntun umatnya pada kebaikan.
Kasus pemimpin yang sedang melakukan pembicaraan di depan publik pada
saat itu menjadi salah satu peristiwa yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat ketika
gubernur yang menjadi orang nomor satu di Jakarta menyangkal salah satu isi ayat Al-
Quran yang menjelaskan tentang kepemimpinan. Kejadian tersebut terekam melalui
media masa dan menyebar kemasyarakat dengan cepat. Akibatnya dapat menimbulkan
berbagai macam pandangan masyarakat kepada gubernur tersebut dan muncul
permasalahan yang terjadi sebagai bentuk diskriminasi yang dilakukan oleh kaum
mayoritas terhadap pemimpin tersebut, misalnya melakukan aksi demonstrasi sebagai
salah satu bentuk protes terhadap gubernur yang notabennya berasal dari kaum minoritas
(tionghoa) dan memiliki kepercayaan yang berbeda dengan kaum mayoritas (kristen).
Peristiwa tersebut menjadi pembicaraan hangat di masyarakat dan munculnya
perepsi negatif masyarakat terhadap kasus tersebut diakibatkan oleh pemberitaan di
media masa yang terus menyudutkan pihak gubernur yang seolah-olah menjadi
pemimpin yang tidak baik bagi masyarakatnya. Berbagai macam media telekomunikasi
yang terus membahas terkait penistaan agama yang dilakukan oleh gubernur ini terus
dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga terjadi diskrimnasi terhadap kaum non-muslim.
Melihat kasus atau fenomena tersebut, kami sebagai pengamat tertarik untuk
membahas fenomena ini dilihat dari sudut pandang Patologi Sosial. Bagaimana pengaruh
terhadap masyarakat akibat dari adanya diskriminasi yang muncul berawal dari media
masa yang terus menyudutkan pihak yang bersangkutan.

II. Tinjauan Teori


Teori yang dicantumkan berdasarkan rangkuman dari bab 7 mengenai rasism, prejudice
dan discrimination. Berikut ini adalah rangkuman teori bab 7:

MEMPERJUANGKAN HAK-HAK UNTUK SIPIL MINORITAS

3
Meskipun dasar konstitusional untuk kesamaan ras di dirikan pada tahun 1860 dan
1870 dengan pengesahan ke 13, 14 dan perubahan atau modifikasi ke 15
tidak sampai pertengahan abad 20 bahwa hak yang dijamin oleh perubahan-perubahan itu
mulai digunakan secara efektif. Dimulai dengan keputusan mahkamah agung
yang mempengaruhi spesifik, bagian kecil dari kehidupan, orang hitam amerika mulai
bekerja menuju kesetaraan. Penerobosan hukum atau legal yang besar terjadi pada tahun
1954 dengan keputusan yang bersejarah. Dalam Brown v. Board of education of Topeka
“pemisahan fasilitas pendidikan sama dengan ketidak setaraan”. Mahkamah agung kemudian
menggunakan ini “pemisahan tidak dapat menjadi kesetaraan” doktrin kepada sebagian besar
fasilitas umum.
Orang sering mendengar klaim bahwa karena imigrasi dan perbedaan dalam tingkat
kelahiran dari berbagai kelompok dalam populasi, Amerika Serikat dengan cepat menjadi
“bangsa minoritas”. Klaim ini mengacu terutama untuk peningkatan jumlah orang Latin,
orang Asia, dan kelompok lain, tetapi hal ini tidak membahas aspek sosiologis lebih penting
dari istilah minoritas. Dari sudut pandang masalah sosial, yang paling signifikan
minoritas adalah mereka yang tidak menerima perlakuan yang sama seperti kelompok lain di
masyarakat. Tapi bagaimana dan mengapa situasi seperti itu terjadi? Sebelum kita bisa mulai
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, penting untuk mendefinisikan tiga hal yang penting
untuk di diskusikan: ras minoritas, etnis minoritas, dan asimilasi.

KONSTRUKSI SOSIAL DARI MINORITAS


Ras minoritas adalah sekelompok orang yang memiliki karakteristik tertentu, seperti
lipatan mata atau kulit coklat. Hal ini dikenal sebagai “konstruksionis sosial” penjelasan
untuk keberadaan ras minoritas. Secara historis, ketika itu nyaman bagi mereka yang
berkuasa untuk melakukannya, mereka telah menggunakan ide-ide sosial yang terbentuk atas
superioritas ras dan inferioritas untuk membenarkan perbudakan atau bentuk ekstrim lain dari
dominasi rasial (Ore, 2006). Etnis minoritas terdiri dari orang-orang yang berbagi fitur
budaya, seperti bahasa, agama, asal-usul kebangsaan, praktek diet, dan sejarah umum, dan
yang menganggap diri mereka sebagai kelompok yang berbeda.

Semua kelompok minoritas memiliki karakteristik khusus mereka sendiri, Berikut ini
adalah sosiologis signifikan (Feagin, 1996; Simpson & Yinger, 1985):
1. Minoritas adalah segmen bawahan dari masyarakat yang kompleks.

4
2. Minoritas cenderung memiliki ciri-ciri fisik atau budaya khusus yang dilihat tidak
diinginkan oleh segmen dominan dari masyarakat.
3. Minoritas mengembangkan kesadaran kelompok atau “kita rasakan.”
4. Keanggotaan dalam minoritas ditularkan oleh aturan satu keturuna dilahirkan ke
dalamnya yang dapat memaksakan status minoritas pada generasi masa depan.
5. Anggota minoritas, baik karena pilihan atau keharusan, cenderung untuk berlatih
endogami-yaitu, untuk menikah dalam kelompok.

DEFINISI RASISME, PREJUDICE, DAN DISKRIMINASI

RASISME
Rasisme adalah perilaku baik dalam kata atau perbuatan yang dimotivasi oleh
keprcayaan bahwa ras manusia memiliki karakteristik yang menentukan kemampuan dan
budaya. Orang rasis percaya dengan konsep ras yang salah mereka juga percaya bahwa
kelompok ras mereka sendiri lebih unggul dan oleh karena itu harus mendominasi atau
memerintah ras lain. Rasisme mungkin atribut dari sebuah individual atau mungkin
dimasukkan ke dalam lembaga-lembaga (struktur sosial dan hukum) dari seluruh masyarakat.
Nazi Jerman, Afrika Selatan di bawah apartheid dan Amerika Negara sebelum era hak-hak
sipil dari pertengahan abad kedua puluh adalah contoh dari masyarakat dan negara-negara
yang tergabung dengan keyakinan rasis di lembaga-lembaga sosial mereka. Masyarakat yang
telah berusaha untuk menghilangkan rasisme dari lembaga mereka terus berjuang dengan
warisan sejarah rasis mereka. Warisan ini sering muncul dalam bentuk prasangka,
diskriminasi, dan insiden rasisme-seperti terang-terangan membunuh orang kulit hitam.
James Byrd, Jr. oleh supremasi kulit putih yang merantai nya dibelakang truk dan
menyeretnya di sepanjang tanah sampai ia meninggal. Meskipun warga kota dari Jasper
Texas di mana insiden itu terjadi dikejutkan oleh pembunuhan mengerikan, pembunuhan
mengungkapkan adanya terus rasisme ekstrim di Amerika Serikat.

PREJUDICE
Asal Usul Prasangka dan Diskriminasi
Sebelumnya yang membedakan antara prasangka dengan diskriminasi ialah bahwa
prasangka didasarkan pada sikap, sedangkan diskriminasi sudah melibatkan perilaku.

5
Prasangka dan diskriminasi erat kaitannya dan keduanya sering hadir dalam satu situasi
tertentu. Prasangka lebih melibatkan emosional.
Prasangka dan diskriminasi biasanya menjadi senjata yang dominan dalam kekuasaan.
Pola perilaku dari prejudice dan discriminasi adalah dari agresi dari perilaku dan kebiasaan
individu tersebut. Prasangka dan diskriminasi terjadi sepenuhnya pada kepribadian, struktur
sosial untuk menindas atau menggampangkan orang lain.

Prejudice and Bigotry in the Individual


Frustration – Aggression, pada satu waktu atau lebih, banyak individu yang merasakan
frustasi. Mereka menginginkan sesuatu tetapi karena suatu hal membuat mereka tidak dapat
meraihnya. Hal ini dapat menyebabkan kemarahan dan agresi, dapat dinyatakan dalam
beberapa cara seperti, cara yang paling jelas yaitu menyerang yang menimbulkan frustrasi,
tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi, individu yang frustasi tidak menyadari sumber dari
frustrasinya, atau tidak mengenali atau pada posisi dimana individu tersebut tidak dapat
mengambil resiko dari tindakannya. Apa pun alasannya hasilnya akan sama yaitu mereka
tidak dapat melampiaskan kemarahan mereka pada sumber frustasi. Sebagai gantinya agresi
lebih sering diarahkan ke yang lebih aman atau target yang lebih mudah untuk di capai.
Biasanya hampir menyerupai kegiatan yang menjadi sumber frustasi. Kata lain dari agresi
yaitu “scapegoat”.

Projection, sumber lainnya adalah projection. Banyak dari kebiasaan individu


mempertimbangkan hal yang tidak diinginkan. Mereka berharap untuk menghilangkan
kebiasaan dalam dirinya, tetapi mereka tidak dapat melakukannya karena mereka merasakan
kesulitan atau karena meraka terkadang tidak menyadari kebiasaan tersebut yang ada dalam
dirinya. Mereka dapat mengurangi ketegangan dengan membaningkan ciri-ciri dirinya
dengan orang lain yang tidak diharapkannya, seringnya pada anggota dari kelompok lain. Ini
memungkinan mereka akan menolak dan menyalahkan ciri-ciri tersebut tanpa menolak dan
menyalahkan diri sendiri. Maksudnya menganggap cirri-ciri pada oranglain lah yang tidak
sesuai.

Prejudice and Bigotry in Social Structures


Kebutuhan emosional pada individu yang merasa tidak aman tidak mampu
menjelaskan kenapa kelompok tertentu bisa menjadi objek prejudice dan discrimination.
Untuk memahami ini, kita harus melihat pada suatu hal dalam proses sosial yang lebih luas.

6
Banyak yang diinginkan oleh masyarakat melebihi pasokan yang tersedia akan menimbulkan
kompetisi, yang mana biasanya hasilnya mengarah ke kekuasaan pada suatu grup kepada
beberapa lainnya.
Eksploitasi ekonomi adalah satu bentuk dari diskriminasi oleh kelompok yang
berkuasa melawan beberapa grup lainnya. Pada bagian kelompok lainnya terdiri pekerja yang
tidak terampil. Pekerja America keturunan afrika secara sistematik ditolak oleh pekerja di
kelompok kulit putih yang mana mereka memiliki keterampilan kerja yang lebih.
Diskriminasi bisa terjadi dari beberapa bentuk. Beberapa dari bentuk praktisnya, anggota dari
beberapa kelompok menjaga legalitas dari pemilik usaha, berkemungkinan dirusak menjadi
beberapa bagian, seperti sering terjadi pada awal perubahan kondisi hak asasi guru.mereka di
tolak bekerja di bidang jasa seperti di restorant sebelum perkembangan hak asasis manusia.
Semua ditujukan apakah pantas atau tidak pantas penempatan kelompok pekerja ini pada
tempat yang sesuai.

Cultural Factors: Norms and Stereotypes


Social Norms, penerimaan baku secara umum menentukan perilaku yang sesuai dalam
situasi tertentu. Ini bersangkutan dengan yang didiskusikan karena walaupun tidak
mengatakan mengapa prasangka dan diskriminasi terjadi, tetapi ini menolong untuk
menjelaskan bagaimana dan kenapa keduanya dipertahankan.
Norma sosial dipelajari pada proses yang dimulai hampir pada setiap kelahiran.
Anak kecil segera mempelajari tingkahlaku yang disukai oleh orang tuanya dan jenis tungkah
laku yang mendapatkan teguran dari orang tua. Proses yang sama berkelanjutan pada orang
dewasa lainnya. Biasanya anak-anak menghargai nilai dan norma pada lingkungan
masyarakat. Mereka menerima apa yang didapatkan dari orang tua dan orang dewasa lainnya,
kemudian dari peers-nya ketika mereka bertingkah laku yang diterima dilingkungannya, dan
mereka mendapatkan celaan ketika tidak melakukannya.
Contoh dari norma-norma sosial yaitu berkaitan dengan hubungan minoritas dan
mayoritas yaitu homogamy, salah satu syaratnya yaitu menikah dengan sesama agama, kelas
sosial dan kesamaan rasa atau etnik. Sebelum perubahan kondisi masyarakat pada tahun
1960, banyak negara yang memiliki aturan perkawinan terlarang antar ras, maksudnya harus
pada ras yang setara. Perkawinan campuran antar ras seringkali terjadi penolakan, telah
banyak terlaksana seperti Greenwich village in New York City, dimana terdapat pasangan
yang sama dan mereka dapat merasakan penyimpangan.

7
Stereotyping, sumber lain dari prasangka dan diskriminasi yaitu stereotip. Padahal norma
sosial sangat prihatin terhadap tingkah laku dan hanya pada kemampuan yang baik, stereotip
mengacu kepada kemampuan yang sebenarnya. Biasanya stereotip mengandung kebenaran,
tetapi itu berlebihan atau kadang-kadang lari dari konteks. Kami cenderung menerima dan
mengerti beberapa kategori dan melaksanakannya bersamaan dengan proses mental
masyarakat. Kami mengembangkan gambaran mental dari beberapa kelompok gambar-
gambar yang dibuat dari secacara umum dan dipilih dari beberapa informasi, dan kami
menggunakan gambar-gambar itu untuk semua kelompok dari individu yang berbeda.Jadi
kami memiliki asumsi bahwa semua orang amerika asli adalah pemabuk seluruh amerika
hitam pemalas. Kami memiliki asumsi bahwa Tidak satupun yang bisa berdiri sendiri atau
acuh tak acuh. Kebanyakan orang yang masih berfikiran mengenai kelompok minoritas,
contohnya para ahli sosial di amerika percaya bahwa pemuda kulit hitam para korban dari
stereotip, yaitu menggambarkan sebagai pembuat masalah dengan kekerasan. Pada suatu
penelitian “cool pose” pada pemuda kulit hitam di kota, Robert Majors menemukan itu
adalah postur pertahanan diri yang sering disalah artikan sebagai sikap mengancam.
Perlu dicatat bahwa stereotip tidak hanya terbatas pada kelompok tertentu, atau khas
ke cirri dari Amerika Serikat. Seluruh dunia mengikuti keberhasilan pola berdasarkan in-
group/out-group, perbedaan dan permusuhan (Paul, 1998). Ketiga pendekatan baru saja
dijelaskan secara psikologis, sosial-struktural, dan cultural tidak harus dilihat sebagai
pandangan yang eksklusif. Milton Yinger (1987) telah menunjukkan, masalah manusia
seperti ketidakharmonisan rasial yang terbaik dilihat dari ketiga perspektif, bukan hanya satu.

DISKRIMINASI
Diskriminasi adalah perlakuan yang berbeda dari individu dianggap milik kelompok
sosial tertentu (Williams, 1947, p.39). Memperlakukan anggota bawahan sebagai bagian dari
kelompok rendahan adalah diskriminasi terhadap orang itu. Anggota kelompok yang dominan
cenderung menggunakan salah satu standar perilaku di antara mereka sendiri dan standar
yang berbeda untuk setiap anggota dari kelompok bawahan.

Diskriminasi merupakan perilaku terbuka, meskipun kadang-kadang sulit untuk


mengamati seperti dalam perjanjian diam-diam antara agen real estate untuk mengarahkan
anggota kelompok minoritas untuk blok atau lingkungan tertentu. Untuk membenarkan
perilaku pada diri mereka sendiri, orang cenderung untuk merasionalisasi dengan alasan

8
bahwa orang-orang yang mendiskriminasikan mereka kurang layak dihormati atau perlakuan
yang adil dari orang-orang seperti diri mereka sendiri.
Diskriminasi disisi lain melibatkan perilaku. Hal tersebut merupakan perlakuan yang
jelas tidak sama dari orang atas dasar keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu.
Prasangka dan diskriminasi sangat erat kaitannya dan keduanya sering terjadi dalam situasi
tertentu. Robert Merton (1949) menguraikan empat kemungkinan hubungan antara prasangka
dan diskriminasi:
1. Tidak berprasangka dan non diskriminatif (integrasi)
2. Tidak berprasangka dan diskriminatif (diskrminasi institusional)
3. Berprasangka dan non diskriminatif (kefanatikan terpendam)
4. Berprasangka dan diskriminatif (kefanatikan)

Diskriminasi Institusonal
Diskriminasi institusional adalah diskriminasi yang dibangun ke dalam struktur dan
bentuk masyarakat itu sendiri. Diskriminasi institusional tersebut merupakan hasil bawah
sadar dari struktur dan fungsi lembaga-lembaga dan kebijakan publik itu sendiri. Salah satu
bentuk diskriminasi institusional adalah profil rasial, praktek oleh orang-orang dalam posisi
otoritas yang tidak proporsional memilih orang dari warna untuk penyelidikan atau hal
tersebut merupakan bentuk lain dari diskriminasi. Karena akan sulit untuk membahas semua
kategori diskriminasi institusional terhadap semua kelompok minoritas, kita fokus membahas
pada empat kategori utama, yaitu pendidikan, perumahan, pekerjaan dan pendapatan, dan
keadilan sosial. Tapi pola kita menggambarkan berlaku untuk kategori lain juga, seperti
masalah kesehatan dan konsumen.

a. Education (Pendidikan)
Diskriminasi institusional ini terutama jelas dalam sistem pendidikan. Disini
isu yang paling menonjol adalah prestasi di sekolah. Akses tidak merata pada sekolah
yang berkualitas tinggi. Di seluruh Amerika Serikat, administrasi sekolah berada di
bawah tekanan untuk meningkatkan standar dan meningkatkan kinerja, terutama di
sekolah-sekolah berprestasi. Pada saat yang sama, tidak ada strategi alternatif yang
sedang dilaksanakan untuk mencapai penyatuan sekolah. Tuntutan untuk standar yang
lebih tinggi dan prestasi yang lebih tinggi umumnya tidak cocok dengan peningkatan
pendanaan untuk sekolah-sekolah di lingkungan minoritas berpenghasilan rendah.

b. Housing (Perumahan)
Perumahan yang terpisah-pisah sebagai kelompok minoritas dalam berbagai
daerah, kota, lingkungan, blok, dan bahkan bangunan telah agak berkurang dalam
9
beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari imigrasi ke lingkungan yang sebelumnya
terpisah, tetapi seperti yang akan kita lihat di bagian ini, hal itu tetap menjadi
hambatan serius terhadap pencapaian keharmonisan ras dan etnis (Meyer, 2000).
Masalah perumahan kelompok minoritas lain, penduduk asli Amerika, memberikan
contoh lebih lanjut tentang bagaimana segregasi dan aplikasi yang rusak kebijakan
sosial memperburuk situasi yang sudah sulit. Ketika perumahan rakyat tidak menjadi
tersedia pada pemesanan, kegagalan untuk membangun perumahan yang layak
dengan dana federal, sering terjadi karena korupsi dan mengakibatkan kondisi
perumahan yang buruk dan sangat menyedihkan di gedung-gedung baru (Nagel,
1996).
Pemisahan perumahan sudah meluas, sehingga jelas pembagian antara kaum
kulit putih di pinggir kota dan kulit hitam bersama kelompok minoritas lainnya di
kota-kota atau sebaliknya. Penyebab di antara pemisahan perumahan ini dikendalkan
oleh agen real estate yang rasial.

c. Employment and Income (Kerja dan Pendapatan)


Ini adalah beberapa hal diskriminasi dalam ketenagakerjaan yang merupakan
akibat langsung dari diskriminasi dalam pendidikan. Kita telah mencatat hubungan
antara pendapatan dan pendidikan. Sejak saat ini peluang untuk mencari dan
menemukan tingkat pekerjaan tanpa ijazah sekolah tinggi sangatlah tipis, kurangnya
pendidikan berarti banyak anggota kelompok minoritas yang akan menghabiskan
hidup mereka menjadi pengangguran atau menganggur (Wilson, 1987). Mereka yang
berpendidikan kurang akan menghasilkan pendapatan yang rendah dan kemungkinan
pendidikan yang malang bagi generasi mendatang. Walau bagaimanapun, orang kulit
hitam dan anggota kelompok minoritas lainnya sering dibayar lebih rendah daripada
orang kulit putih.

William Gould (1968) menunjukkan konflik mendasar antara retorika


kepemimpinan perhimpunan dan ketetapan kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek
perhimpunan seperti lembaga lainnya, kebal terhadap perubahan internal atau
pengorbanan ekonomi untuk mengakomodasi tuntutan para pekerja minoritas.
Penelitian telah menunjukkan bahwa penitikberatan pada perbedaan pendapat
bisa menipu. Meskipun memang benar bahwa dalam 30 tahun terakhir telah ada

10
kecenderungan menuju paritas pendapatan di antara Afrika Amerika. Hal yang sama
tidak berlaku untuk asset, seperti rumah pertama dan kedua dan harta materi yang
mahal lainnya atau modal menghasilkan investasi. Wilson (1996) juga mencatat
bahwa beberapa pengusaha hanya rasis dan diskriminasi karena prasangka mereka
sendiri.

d. Justice (Keadilan)
Dalam sistem keadilan AS didasarkan pada dua tempat yang relevan dengan
masalah ini: (1) Buta terhadap keadilan-ras, etnis, ekonomi, atau pertimbangan sosial
yang tidak relevan di mata hukum dan (2) setiap seseorang yang dituduh dianggap
tikad bersalah sampai terbukti bersalah dipengadilan.

Penjara dan Diskriminasi Ketenagakerjaan. Semua pria berkulit hitam yang


mencari pekerjaan harus tunduk pada diskriminasi rasial. Pria berkulit hitam telah
menjalani hukuman penjara untuk kejahatan tanpa kekerasan akan menghadapi
diskriminasi yang jauh lebih besar di pasar kerja daripada mantan pelaku kejahatan
yang berkulit putih. Kebenaran-kebenaran ini sulit terungkap dalam sebuah “survey
audit” yang dilakukan oleh sosiolog Devah Pager (2003).

Ketidaksetaraan Rasial dalam Hukuman Mati. Dalam kejahatan kapital,


probablitas bahwa pelaku kejahatan dari kelompok kecil kemungkinan besar akan
menerima hukuman mati karena efek dari prasangka dan ketidakmampuan untuk
membayar penasehat hukum yang baik dalam mencegah Mahkamah Agung dari
kebijakan hukum mati selama beberapa decade.

e. Political Discrimination (Diskriminasi Politik)


Anggota kelompok minoritas secara sistematis dirayu oleh politisi untuk
memberi suara mereka, namun pada saat yang sama pola dskriminasi politik dapat
ditemukan di seluruh Amerika Serikat. Seringkali para politisi yang berkuasa takut
bahwa anggota kelompok minoritas tertentu akan memberikan suara mereka sebagai
sebuah blok yang lebih bersatu, mereka akan berusaha mempersulit bagi mereka
untuk terdaftar dan memberikan suara. Saat ini dua bentuk diskriminasi politik
terhadap narapidana adalah pencabutan hak milik dan penggelapan kampanye anti-
pemilih.

BEBERAPA KONSEKUENSI DARI PREJUDICE DAN DISKRIMINASI

11
Prasangka dan diskriminasi memiliki sejumlah konsekuensi yang berbahaya. Diantara
yang paling merusak adalah kurangnya harga diri di antara mereka yang di diskriminasi.
Reaksi lainnya adalah gerakan separatism dan aksi protes, terkadang mengakibatkan
kerusuhan. Ada banyak indikasi bahwa rasisme dan stereotip rasial terus ada, termasuk
kekerasan yang ditujukan terhadap orang kulit hitam, serta bentuk-bentuk rasisme yang lebih
halus seperti pernyataan-pernyataan menggurui.
Pertama, mempertimbangkan efek diskriminasi pada kepribadian individu. Dalam
terobosan nya pekerjaan, anak-anak dari Krisis, Robert Coles (1968) mendokumentasikan
beberapa efek pada anak-anak kulit hitam pertama yang menghadiri sekolah dibaurkan di
Selatan. Anak-anak ini mengalami diskriminasi terang-terangan dan prasangka pahit,
termasuk aksi masa terhadap mereka juga terhadap orang tua mereka. Coles mengamati anak-
anak selama beberapa bulan, berfokus pada bagaimana mereka dipandang sebagai diri
mereka sendiri dan dunia mereka, mereka disuruh menggambar mengenai diri mereka. Coles
menyimpulkan bahwa anak-anak dikondisikan untuk takut dan memiliki ketidak percayaan
pada ras lain, tapi itupun dilakukan dengan kontak terus-menerus secara ramah pula,
prasangka tersebut dipecah dan anak-anak akhirnya membantu mengubah sikap orang tua
mereka juga. Coles baru-baru menulis anak-anak buku tentang pengalaman Ruby (Judson,
1995).
Konsekuensi dari prasangka juga dapat dilihat pada peristiwa berikut, keruntuhan
komunisme, pelonggaran perang dingin, dan munculnya terrorisme anti-Barat. Di Amerika
Serikat, ketegangan antara kelompok-kelompok yang berbeda juga telah menyebabkan wabah
kekerasan. Sosiolog Jack McDevitt menganalisa 452 kasus kejahatan yang dimotivasi oleh
prasangka bahwa mayoritas (57 persen) yang terlibat "rumput pertahanan"; yaitu, mereka
terjadi ketika orang-orang berjalan, mengemudi, atau bekerjadi lingkungan tertentu diserang
karena berbeda dari orang-orang yang tinggal di sana (dikutip dalam Goleman, 1990; lihat
juga Meyer, 2000).

Kebijakan sosial/Social policy


Job training / Pelatihan Kerja
Sebuah tuntutan politik terus-menerus, terutama oleh kaum konservatif, adalah
kebutuhan untuk mengurangi pajak dan mengecilkan ukuran dan tanggung jawab pemerintah.
Tuntutan ini membuat semakin sulit bagi pemerintah untuk mengambil inisiatif dalam
menciptakan lapangan kerja dan program pelatihan. Anggota minoritas kelompok, terutama

12
kulit hitam dan Puerto Rico, Meksiko di beberapa negara, dan penduduk asli Amerika-semua
kelompok yang mengalami diskriminasi di masa lalu-menderita sebagian konsekuensi berat
dari perubahan ini.
Kemunduran terbaru tidak bisa menghapus kontribusi positif program. Selain mereka
yang menerima pelatihan kerja dan dijamin pekerjaan bergaji tinggi, banyak orang
ditingkatkan keterampilan mereka dengan cara lain. Beberapa memasuki program konseling
dan pergi ke sekolah, dan maka mampu mempertahankan pekerjaan mereka; selain
memenuhi syarat untuk ijazah kesetaraan SMA, dengan demikian meningkatkan kesempatan
mereka untuk mencari pekerjaan.
Ketika tingkat pengangguran nasional melewati 10 persen pada 2010, dan resesi atau
pemulihan ekonomi yang lemah dan bertahan, tingkat pengangguran di kalangan minoritas
kulit hitam dan warga Hispanik dua kali tingkat itu. Sebagai akibatnya, "kebijakan ras-buta"
dari pemerintah yang menyediakan asuransi pengangguran dan kesempatan pelatihan kerja
yang menjadikan aspek utama dari upaya untuk meringankan beban dan merangsang daya
beli orang-orang Amerika.

Tindakan afirmasi / affirmative action


Suatu tindakan atau kebijakan yang menguntungkan mereka yang cenderung
menderita diskriminasi, terutama dalam kaitannya dengan pekerjaan atau pendidikan;
diskriminasi positif. (diskriminasi terbalik : (dalam konteks alokasi sumber daya atau
pekerjaan) praktek atau kebijakan mendukung individu milik kelompok diketahui telah
didiskriminasi sebelumnya).
Kebijakan yang paling kontroversial yang dirancang untuk memperbaiki diskriminasi
institusional terakhir adalah affirmative action. Istilah ini mengacu pada kebijakan yang
berasal dari tubuh undang-undang federal di Civil Rights Act 1964 yang melarang
diskriminasi atas dasar ras, agama, jenis kelamin, atau asal kebangsaan di berbagai bidang
seperti pekerjaan, pendidikan, dan perumahan. Program Aksi afirmatif diperlukan lembaga
yang terlibat dalam praktek diskriminasi untuk meningkatkan kesempatan bagi perempuan
dan anggota kelompok minoritas (Kahlenberg, 1996). Kebijakan afirmatif action juga
kontroversial karena mereka sering muncul untuk membagi baik mayoritas dan minoritas ke
orang-orang yang mendukung kebijakan dan mereka yang percaya itu merupakan bentuk
"diskriminasi terbalik." Hal ini berlaku tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di Afrika
Selatan, Eropa, dan daerah lain di dunia (Alexander & Jacobsen, 1999).

13
Menggambarkan tindakan afirmatif sebagai komitmen masyarakat untuk membawa
kulit hitam dan kelompok minoritas lainnya ke posisi kesetaraan dalam profesi, mereka tegas
menyangkal tuduhan diskriminasi terbalik. Beberapa kulit putih yang kehilangan kesempatan
untuk menghadiri sekolah profesional karena program afirmatif-aksi yang, menurut mereka,
korban tidak rasisme tetapi upaya untuk memberantas rasisme dari perguruan tinggi dan
universitas lingkungan (Kahlenberg, 1996).

Kesetaraan Pendidikan / education for equality


Sebuah studi yang dirilis pada tahun 2002 oleh para peneliti di Harvard School of
Education menegaskan apa yang banyak pengamat takuti: Kurangnya penegakan yang kuat
dari undang-undang anti diskriminasi dan segregasi meningkatkan kulit hitam dan beberapa
kelompok Hispanik di kota-kota AS telah mengakibatkan pembalikan tren 20-tahun terhadap
penurunan sekolah segregasi (Frankenberg & Lee, 2002).

Prospek Masa Depan/future prospect


Dalam pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan keadilan pada semua tindak pidana
dalam lembaga yang minoritas memiliki sangat penting, bahwa untuk pertama kalinya dalam
Sejarah anggota kuat Amerika kelompok ini adalah pemimpin komite utama di Kongres.
Bagian dari undang-undang baru seperti kenaikan upah minimum, reformasi kesehatan,
hukum imigrasi, dan pendanaan untuk pendidikan, beasiswa mahasiswa dan pinjaman, dan
pengembangan masyarakat lokal dapat membuat perbedaan besar dalam hidup tidak hanya
dari kelompok minoritas, tetapi dari semua orang Amerika yang hidup dengan pendapatan
sederhana.

Kebijakan social
Awal mula munculnya kebijakan social dari gerakan-gerakan hak sipil atau HAM
yang telah berjalan kurang lebih setengah abad di tahun 50-60an. Setelah itu muncul isu-isu
politik yang mendasari masalah rasisme di dalamnya. Banyak partai politik yang didalamnya
menggunakan isu rasisme seperti pemilihan pemimpin yang masih memisahkan antara
pemilih kulit hitam dan kulit putih. Dalam menanggapi tuntutan kulit hitam dan kelompok
minoritas lainnya untuk lebih setara dalam berbagi manfaat dari cara hidup orang Amerika,
berbagai program telah dilembagakan untuk mengurangi efek dari prasangka dan
diskriminasi. Berikut beberapa solusi yang telah dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan diskriminasi, prasangka dan rasisme.

14
Menanggapi tuntutan kulit hitam dan kelompok minoritas lainnya untuk lebih setara
dalam berbagi manfaat dari cara hidup orang Amerika, berbagai program telah dilembagakan
untuk mengurangi efek dari prasangka dan diskriminasi. Untuk sebagian besar, program ini
disukai oleh pemilih yang lebih liberal dan ditentang oleh orang-orang yang lebih
konservatif, yang membantu menjelaskan mengapa inisiatif tersebut cenderung berlalu dan
berkurang di tata usaha kepresidenan. Pada bagian ini kita memeriksa beberapa pendekatan
dan tujuan program dan mengevaluasi efektivitas mereka.

a. Job training / Pelatihan Kerja

Sebuah tuntutan politik terus-menerus, terutama oleh kaum konservatif. Tuntutan ini
membuat semakin sulit bagi pemerintah untuk mengambil inisiatif dalam menciptakan
lapangan kerja dan program pelatihan. Pada saat yang sama, perusahaan-perusahaan besar
di AS telah "merampingkan," atau menghilangkan pekerjaan sebanyak mungkin, untuk
meningkatkan keuntungan mereka. Sehingga kondisi ini pun membuat keadaan dimana
para calon pekerja harus bersaing dengan lebih ketat antara yang memiliki keterampilan
dan yang tidak memiliki keterampilan juga pengalaman.
Masalah tidak bisa menghapus kontribusi positif program. Selain mereka yang
menerima pelatihan kerja dan dijamin pekerjaan bergaji tinggi, banyak orang ditingkatkan
keterampilan mereka dengan cara lain. Beberapa memasuki program konseling dan pergi
ke sekolah, dan maka mampu mempertahankan pekerjaan mereka; selain memenuhi
syarat untuk ijazah kesetaraan SMA, dengan demikian meningkatkan kesempatan mereka
untuk mencari pekerjaan. Sehingga pemerintah memberikan program pelatihan untuk
pekerjaan agar masyarakat minoritas dapat pengalaman dan keterampilan yang tinggi dan
dapat bersaing dan tidak merasa di diskriminasi dalam bermasyarakat.

b. Tindakan afirmasi / affirmative action


Merupakan suatu tindakan atau kebijakan yang menguntungkan mereka yang
cenderung menderita diskriminasi, terutama dalam kaitannya dengan pekerjaan atau
pendidikan. Kebijakan yang paling kontroversial yang dirancang untuk memperbaiki
diskriminasi institusional terakhir adalah affirmative action. Istilah ini mengacu pada

15
kebijakan yang berasal dari tubuh undang-undang federal di Civil Rights Act 1964 yang
melarang diskriminasi atas dasar ras, agama, jenis kelamin, atau asal kebangsaan di
berbagai bidang seperti pekerjaan, pendidikan, dan perumahan. Program Aksi afirmatif
diperlukan lembaga yang terlibat dalam praktek diskriminasi untuk meningkatkan
kesempatan bagi perempuan dan anggota kelompok minoritas. Kebijakan ini
kontroversial karena, dengan tujuan mengoreksi pola masa lalu diskriminasi dalam
institusi seperti universitas dan bisnis harus melakukan upaya khusus untuk merekrut
pelamar minoritas, dan upaya tersebut dapat berlaku merupakan diskriminasi terhadap
pelamar kulit putih. Kebijakan afirmatif action juga kontroversial karena mereka sering
muncul untuk membagi baik mayoritas dan minoritas ke orang-orang yang mendukung
kebijakan dan mereka yang percaya itu merupakan bentuk "diskriminasi terbalik".
Upaya ini agar anggota kelompok minoritas mendapatkan kesempatan menerima
pendidikan yang sama seperti kulit putih, yang dimulai pada tahun 1965 pemerintah
federal bahwa sekolah untuk menetapkan tujuan untuk pendaftar minoritas dan dalam
beberapa kasus untuk mengatur kuota yang menentukan jumlah siswa minoritas harus
diakui setiap tahun. Mereka yang mendukung tindakan afirmatif mengutip perbedaan
utama antara kuota dan kebijakan yang dirancang untuk memperluas kesempatan yang
tersedia untuk korban diskriminasi masa lalu yang diskriminatif. Menggambarkan
tindakan afirmatif sebagai komitmen masyarakat untuk membawa kulit hitam dan
kelompok minoritas lainnya ke posisi kesetaraan dalam profesi, mereka tegas
menyangkal tuduhan diskriminasi terbalik.

c. Kesetaraan Pendidikan / education for equality


Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang selanjutnya adalah dengan
menggunakan pendidikan yang setara baik kaum minoritas atau kulit putih. Sehingga
masyarakat minoritas atau kulit hitam mendapatkan pendidikan dan fasilitas yang sama
dengan yang didapat oleh masyarakat kulit putih. Selain itu juga masyarakat minoritas
dapat bersekolah dimana pun misalnya di sekolah yang terdapat kulit putihnya.

d. Prospek Masa Depan/future prospect


Kebijakan ini lebih mengarah pada pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan keadilan
pada semua lembaga pidana yang minoritas. Kemudian para kelompok yang kuat atau
komite utama di Amerika membuat undang-undang baru seperti kenaikan upah minimum,
reformasi kesehatan, hukum imigrasi, dan pendanaan untuk pendidikan, beasiswa
mahasiswa dan pinjaman, dan pengembangan masyarakat lokal dapat membuat perbedaan

16
besar dalam hidup tidak hanya dari kelompok minoritas, tetapi dari semua orang Amerika
yang hidup dengan pendapatan sederhana bahkan rendah. Sehingga membuat kehidupan
yang setara baik sekarang atau dimasa depan pada masyarakat minoritas atau pada
masyarakat mayoritas.

BAB II
PEMBAHASAN
I. Analisa Kasus Terkait Jurnal
Berdasarkan hasil dari salah satu jurnal yang ditulis oleh Stev Koresy Rumagit
pada tahun 2013 dengan judul kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama di
Indonesia memiliki tema serupa dengan fenomena yang kami ambil berisi tentang
bagaimana diskriminasi yang dilakukan terhadap individu melalui media masa. Hasil
jurnal tersebut menyebutkan bahwa agama juga dapat sebagai pemicu konflik antar
masyarakat beragama. Ini adalah sisi negatif dari agama dalam mempengaruhi
masyarakat dan hal ini telah terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dengan
keanekaragaman agama yang ada di Indonesia membuat masyarakat Indonesia memiliki
pemahaman yang berbeda-beda sesuai dengan yang diajarkan oleh agamanya masing-
masing. Perbedaan ini timbul karena adanya doktrin-doktrin dari agama-agama, suku, ras,
perbedaan kebudayaan, dan dari kelompok minoritas dan mayoritas. Setiap pihak
mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama
lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya.
17
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang
permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama
menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam
masyarakat. Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu
tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi
terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.
Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat
agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan
agama. Masalah mayoritas dan minoritas ini timbul dikarenakan kekuatan dan kekuasaan
yang lebih besar kelompok mayoritas dari pada kelompok minoritas sehingga timbul
konflik yang tak terelakan. Dikarenakan saling menunjukan pembenaran dari masing-
masing pemahaman dari doktrin-doktirn yang di berikan dalam kelompok mayoritas dan
minoritas. Mengakibatkan timbulnya konflik dari kelompok mayoritas dengan kelompok
minoritas.
Kemudian kesimpulan yang didapatkan dari jurnal kedua tentang diskriminasi
terhadap agama di Indonesia ialah bahwa dalam lingkungan bermasyarakat di Indonesia
ini cukup banyak perilaku diskriminasi yang dimunculkan atau berasal dari
masyarakatnya itu sendiri. Khususnya di negara kita yang mayoritas Islam ini secara
tidak sengaja membatasi ruang gerak untuk penganut agama-agama lain walaupun
semboyan negara kita ini ialah bhineka tunggal ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap
satu. Namun situasi di lingkungan masyarakat ini secara tidak disadari tetap memiliki
pandangan yang racism dan bahkan menimbulkan perilaku diskriminasi. Sebenarnya
permasalahan tersebut lebih didasari dari perbedaan ras yang ada memunculkan
pandangan racism terhadap masyarakat yang dianggap “berbeda” kemudian dari hal
tersebut karena ada pula perbedaan persepsi yang dimunculkan menimbulkan
perkembangan suatu masalah yang bahkan saat ini jadi memunculkan perilaku
diskriminasi. Namun hal tersebut sebenarnya terjadi diakibatkan oleh pandangan
masyarakat itu sendiri dan juga ketetapan aturan yang berlakunya masih kurang ajeg.

II. Konteks Psikologi Sosial dan Level Patologis


2.1 Konteks Psikologi Sosial
Dalam konteks Psikologi Sosial, masalah sosial dipandang berdasarkan empat
perspektif dalam memandang permasalahan sosial, yaitu:
a. Berdasarkan Perspektif Fungsionalis
Perspektif fungsionalis memandang bahwa masyarakat adalah organisme
yang anggotanya berkaitan satu sama lain. Masalah sosial merupakan gangguan

18
dalam sistem (disrupted system) organisme masyarakat. Masalah sosial umumnya
muncul akibat adanya perubahan pada institusi sosial sehingga menyebabkan pola
sosial berubah.

Sistem media yang dimaksud ialah penyampaian berita yang seakan-akan


membesarkan permasalahan dan menimbulkan permasalahan yang lebih tajam.
Media yang sudah hadir tidak sedikit, merka saling memojokkan antar kaum baik
mayoritas maupun minoritas sekan-akan mengadu domba sehingga memunculkan
permasalahan yang lebi panas. Selain itu dimana dari sistem ini, dari berita yang
disampaikan nampak ada unsur racism yang akan menimbulkan diskriminasi
sosial antar kaum sehingga semakin terpecah belah. Unsur rasisme tersebut terus
dimasukan di berbagai elemen pada berita-berita yang disampaikan media. Karena
terlalu sering berita ditampilkan, membuat masyarakat mau tak mau turut
mengikuti berita yang disampaikan tersebut dan secara tidak sadar terbentuk
persepsi yang menimbulkan diskriminasi pada akhirnya. Secara tidak langsung
pula, masyarakat pun mendukung diskriminasi tersebut karena terpengaruh oleh
asumsi-asumsi dari media yang menyangkut pautkan dengan keyakinan yang kita
pahami.

b. Berdasarkan Perspektif Konflik


Perspektif ini menjelaskan bahwa pertentangan atau konflik bermula dari
pertikaian kelas antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan dengan
kelompok yang tertindas secara materil, sehingga akan mengarah pada perubahan
sosial. Sumber yang paling penting dalam perubahan sosial menurut perspektif ini
adalah konflik kelas sosial di dalam masyarakat. Perspektif ini memiliki prinsip
bahwa konflik sosial dan perubahan sosial merupakan dua hal yang selalu melekat
pada struktur masyarakat. Perspektif ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau
tetap ada dalam suatu masyarakat adalah konflik sosial, bukan perubahan sosial.
Karena perubahan hanyalah akibat dari adanya konflik sosial yang terjadi di
masyarakat. Mengingat konflik berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga
akan mengikutinya. Sehingga perspektif ini memandang bahwa konflik adalah bagian
dalam kehidupan manusia dan manusia tidak akan pernah terlepas dari konflik, karena
manusia hidup bermasyarakat. Hal tersebut jika dikaitkan dengan masalah yang
diangkat oleh penulis yaitu kaum mayoritas (yang beragama Islam) dan kaum
minoritas (yang beragama non Islam) ini timbul dikarenakan kekuatan dan kekuasaan

19
yang lebih besar dari kelompok mayoritas dari pada kelompok minoritas sehingga
timbul konflik yang tak terelakan. Dikarenakan saling menunjukan pembenaran dari
masing-masing pemahaman dari doktrin-doktirn yang di berikan dalam kelompok
mayoritas dan minoritas. Hal tersebutlah yang mengakibatkan timbulnya konflik dari
kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas. Masalah dsikriminasi pada kaum
minoritas (yang beragama non Islam) dapat terselesaikan apabila kelompok yang
lebih minoritas diberikan kekuatan sehingga dapat terjadi keseimbangan diantara
kelompok yang ada. kemudian juga harus dilakukan negosiasi sebagai jalan keluar
lain agar konflik tersebut tidak berkepanjangan dan dapat tercapai situasi yang lebih
akomodatif.
c. Berdasarkan Perspektif Interaksionis

Perspektif ini memandang bahwa adanya masalah dan tidak adanya masalah
cenderung subjektif, dapat berbeda-beda di tiap masyarakat, masalah sosial ditentukan
bukan oleh “perilaku bermasalah” tertentu tetapi didasarkan pada reaksi masyarakat
terhadap perilaku tersebut. Masalah sosial muncul akibat pandangan masyarakat yang
menyadari hal tersebut dan menyatakannya sebagai “masalah”. Contoh pada
permasalahan yang diangkat oleh penulis ialah masyarakat yang menganggap hal
tersebut sebagai masalah adalah kaum mayoritas yang beragama Islam karena merasa
terusik oleh perilaku dari kaum minoritas (non muslim) yang dianggap merendahkan
kaum mayoritas dan tidak sesuai dengan nilai-nilai keyakinan yang dianut. Hal
tersebut di anggap menjadi suatu masalah oleh kaum mayoritas, sehingga
menimbulkan dampak yang memunculkan perilaku diskriminasi. Ada permasalahan
terkait dengan perilaku yang dilakukan oleh kaum minoritas dan membuat kaum
mayoritas merasa terusik, dari kejadian tersebut lah yang memunculkan perbedaan
persepsi antar kaum dan bahkan berlangsung pada perilaku diskriminasi.

d. Berdasarkan Perspektif Psikologi Sosial


Perspektif psikologi sosial memandang bahwa masalah sosial sebagai bagian
dari situasi lingkungan yang mempengaruhi perilaku dan proses mental seseorang.
Fokus utama perspektif ini dalam membahas masalah sosial adalah proses psikologis,
perilaku, dan kepribadian individu yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses
sosial dan situasi sosial yang merupakan masalah sosial. Perspektif ini memfokuskan
pada variabel individual yang terkait dengan masalah sosial. Dalam memandang
masalah sosial, perspektif ini menekankan reaksi atau perilaku manusia yang muncul

20
dari masalah sosial. Sehingga jika dikaitkan dengan kasus diatas maka para media
massa yang melakukan diskriminasi terhadap kaum non muslim memberikan dampak
yang melibatkan keyakinan dan perasaan negatif terhadap orang yang menjadi
anggota kelompok minoritas. Individual yang tergolong minoritas sering
mendapatkan pengalaman yang disebutnya sebagai stereotype threat yaitu kesadaran
orang-orang minoritas bahwa ia akan dievaluasi berdasarkan status minoritasnya.
Kondisi semacam ini lah yang dapat mengganggu berkembangnya rasa percaya diri
dalam berbagai setting sosial yang ada. Selain itu dampak lain dari perilaku Individual
kaum minoritas yang di diskriminasi adalah menjadi tidak adanya rasa saling
menghargai serta rasa toleransi khususnya antar umat beragama.

2.2 Level Patologis


Diskriminasi dilakukan oleh suatu kelompok mayoritas terhadap individu yang
termasuk dalam kelompok minoritas. Dari fenomena yang didapatkan, permasalahan ini
termasuk kepada tahap permasalahan di level organisasi dan masyarakat. Alasannya ialah
dikarenakan permasalahan ini tidak hanya menyangkut satu individu saja, melainkan
mengusik kehidupan para masyarakat secara luas diakibatkan adanya perbedaan pandangan.
Selain itu pula muncul pandangan racism antar kaum dan timbul pula perilaku diskriminasi
yang menyangkut masyarakat lain, tidak hanya individu yang bermasalahnya saja. Namun
melibatkan para masyarakat antar kaum baik mayoritas maupun yang minoritas. Masalah
yang muncul akibat dari masalah interaksi antar masyarakat yang memiliki perbedaan dalam
sisi agama maupun ras.

III. Analisa Masalah Keseluruhan


Secara keseluruhan dari permasalahan yang ada dapat dilakukan analisa melewati
pemahaman mengenai diskriminasi itu sendiri. Diskriminasi adalah perlakuan yang berbeda
dari individu yang dianggap memiliki kelompok sosial tertentu (Williams, 1947, p.39).
Diskriminasi merupakan perilaku terbuka, meskipun kadang-kadang sulit untuk
mengamatinya. Perilaku tersebut dilakukan untuk membenarkan perilaku pada diri mereka
sendiri, orang cenderung untuk merasionalisasi dengan alasan bahwa orang-orang yang

21
mendiskriminasikan mereka kurang layak dihormati atau perlakuan yang adil dari orang-
orang seperti diri mereka sendiri. Diskriminasi disisi lain melibatkan perilaku. Hal tersebut
merupakan perlakuan yang jelas tidak sama dari orang atas dasar keanggotaan mereka dalam
kelompok tertentu.
Apabila kita kaitkan dengan permasalahan yang dibahas, memang benar bahwa
perilaku diskriminasi bersifat terbuka, memperlakukan secara berbeda individu yang
dianggap berbeda kelompok sosial dalam hal ini kaum minoritas yang di anggap berbeda
dengan kelompok sosial yang mendominasi. Perilaku antar kaum ini memiliki perbedaan
keyakinan dan persepsi dalam menangkap suatu permasalahan sehingga hal tersebut
memunculkan perilaku diskriminasi yang tampak.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Diskriminasi terhadap kaum minoritas
(yang beragama non Islam) terbukti belum juga hilang walaupun hukum di Indonesia sudah
ada yaitu tentang persamaan hak. Diskriminasi adalah perlakuan yang berbeda dari individu
dianggap milik kelompok sosial tertentu yang merupakan perbedaan perlakuan terhadap
sesama warga negara berdasarkan ras, suku dan agama. Di Indonesia kasus diskriminasi
masih sering terjadi apalagi lembaga hukum di Indonesia masih belum sepenuhnya berpihak
kepada kaum minoritas. Didalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali perbedaan ataupun
pertentangan antara individu ataupun kelompok masyarakat. Seharusnya perbedaan itu
dipandang sebagai bagian dari satu kesatuan yang penting, sehingga diperlukan toleransi,
saling menghormati, dan saling pengertian agar tercipta sebuah keselarasan dan sebuh
kebersamaan. Dan seperti makna kebersamaan itu sendiri, kebersamaan akan membuat kita
merasa dekat satu dengan yang lainnya sehingga nanti nya tidak ada lagi kasus diskriminasi-
diskriminasi yang lain nya.

2. Rekomendasi
Melihat kondisi media sosial saat ini sangat berkembang dari sisi teknologi yang bisa
memudahkan kita dalam menemukan suatu kejadian atau peristiwa yang sedang terjadi dalam
dunia entertainment, politik dan berita sehari-hari, sehingga berbagai macam informasi atau

22
berita yang ditayangkan pun bisa dilihat oleh semua kalangan masyarakat, baik itu anak-anak,
orang dewasa dan lansia. Selain itu acara atau berita yang ditayangkan pada masyarakat pun
belum tentu bermanfaat bagi masyarakat, oleh karena itu masyarakat harus bisa
menggunakan media masa dengan bijak, maksudnya agar bisa memilah berita-berita yang
sekiranya bermanfaat bagi masyarakat luas dan tidak terpengaruh terhadap apa yang di
tayangkan. Tidak hanya peran masyarakat yang bisa dengan bijak menggunakan media masa,
tetapi peran media masa itu sendiri sangat penting untuk menentukan persepsi masyarakat
terhadap berita tersebut. Maka dari itu pihak media masa harus lebih hati-hati dalam
mengambil sebuah berita agar tidak menimbulkan masalah sosial pada masyarakat.
Sebagai masyarakat yang melihat berita pun jangan mudah percaya dengan apa yang
sudah diberitakan tanpa mengetahui fakta yang sesungguhnya. Hal tersebut akan
mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap orang yang bersangkutan dalam berita. Dalam
hal ini, pemberitaan mengenai agama sangat sensitif di masyarakat, sehingga apabila
masyarakat tidak kritis dalam memahami berita akan menimbulkan perpecahan antara umat
beragama. Untuk mengurangi adanya tindakan diskriminasi terhadap kaum minoritas, yaitu
dengan cara mengkritisi terlebih dahulu berita yang ada sebelum menyimpulkan inti dari
masalah dalam berita tersebut.

23

Anda mungkin juga menyukai