Anda di halaman 1dari 9

International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into

Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

OPTIMALISASI PERAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN SECARA TERPADU


DALAM MEMBENTUK KARAKTER GO GREEN PESERTA DIDIK

Suharli

Dosen FKIP-Universitas Samawa Sumbawa Besar-NTB


suharli@fkip.universitassamawa.ac.id

Abstrak

Berbagai persoalan dan kerusakan lingkungan menjadi isu utama di Indonesia sebagai akibat
dari kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh manusia secara tidak
professional dan ramah lingkungan. Terjadinya eksploitasi sumber daya alam yang tidak
ramah lingkungan merupakan wujud merosotnya kesadara dan kepedulian masyarakat
sehingga berdampak pada pengrusakan lingkungan. Untuk menumbuhkan kesadaran dan
tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan, maka sekolah sebagai lembaga pendidikan
merupakan tumpuan utama. Program-program pengembangan sekolah diharapkan agar lebih
berwawasan lingkungan sehingga dapat membentuk karakter go green anak didik. Karakter
go green merupakan watak dan perilaku cinta lingkungan yang dapat dilakukan melalui
kegiatan pembelajaran yang terintegrasi dengan alam secara nyata. Mengingat kegiatan
pendidikan buka saja terjadi pada lingkungan sekolah, maka lingkungan keluarga dan
masyarakat sebagai lingkungan pendidikan lainnya harus juga dapat dioptimalkan perannya.
Oleh karena itu, maka program-program sekolah harus dapat dilakukan secara terpadu
dengan melibatkan lingkungan pendidikan keluarga dan masyarakat secara lebih baik melalui
kegiatan-kegaiatan nyata di lingkungan alam. Dengan demikian maka karakter go green anak
dapat dibentuk secara bersama-sama melalui keterpaduan program anatara program di
lingkungan pendidikan formal, lingkungan pendidikan informal dan dan lingkungan
nonformal.
Kata Kunci: optimalisasi peran, lingkungan terpadu, karakter go green, peserta didik

Pendahuluan

Berbagai persoalan lingkungan menjadi isu sentral saat ini baik di Indonesia
maupun di dunia secara global. Khususnya di Indonesia, kebakaran hutan, banjir, tanah
longsor, abrasi, penebangan hutan secara liar, masalah sampah dan masalah lainnya
merupakan fokus persoalan yang harus segera menjadi perhatian pemerintah dan seluru
masyarakat Indonesia. Semua persoalan tersebut merupakan implikasi dari kegiatan
eksploitasi manusia terhadap lingkungan baik secara sengaja maupun tidak sengaja sehingga
berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan itu sendiri. Misalnya, beberapa kasus kerusakan
lingkungan yang dilakukan oleh manusia, seperti banjir dan sampah di Jakarta. Sebagaimana
data yang dipaparkan oleh Rifki Afandi (2013: 2) menyebutkan bahwa:
International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into
Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

“Sampah yang dihasilkan kota Jakarta setiap hari mencapai 6000-6500 ton perhari,
kerusakan hutan karena penebangan liar menurut Badan Nasional Penanggulangan
Bencana mencatat 2,8 juta hektar pertahun di Indonesia hilang sejak tahun 2000-2005,
tanah longsor tercatat 530 peristiwa dan menyebabkan 1099 orang meninggal sejak
2002-229, bencana lumpur lapindo di sidoarjo dan sebagainya”.

Bertolak dari data tersebut menunjukkan bahwa begitu rendahnya kesadaran


masyarakat terhadap pentingnya perilaku ramah lingkungan. Rendahnya kesadaran tersebut
tidak lain adalah wujud dari kemerosotan tata nilai, moral dan tanggung jawab yang terjadi
dalam masyarakat. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya berperilaku ramah
lingkungan merupakan objek persoalan yang harus mendapatkan penyelesaian, salah satunya
melalui proses pendidikan di semua lingkungan. Pendidikan merupakan salah suatu
komponen penting dalam menumbuhkan kesadaran dan proses pendewasaan peserta didik
sebagai warga Negara. Lagi-lagi sekolah sebagai lingkungan formal pendidikan mengambil
bagian dalam menyelesaikan permasalahan global masyarakat melalui proses pembelajaran
yang diarahkan pada tumbuhnya kesadaran peserta didik sebagai wujud tanggung jawab
dalam melestarikan lingkungan.

Dengan demikian, lembaga pendidikan dan juga guru dewasa ini dihadapkan pada
tuntutan yang semakin berat, terutama untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki
kepekaan terhadap berbagai persoalan yang terjadi, baik di tingkat lokal maupun di tingkat
global serta mampu menghadapi berbagai dinamika perubahan yang berkembang pesat, baik
yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga perubahan dan
pergeseran aspek nilai dan moral yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.

Berbagai fenomena yang terjadi dewasa ini mengisyaratkan hilangnya esensi nilai-
nilai luhur masyarakat yang bersumber dari sosio budaya bangsa seperti nilai-nilai tanggung
jawab, kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan, kejujuran, solidaritas, keadilan,
persatuan, dan nilai-nilai lainnya. Krisis multidimensi dan keterpurukan bangsa terutama
persoalan kerusakan lingkungan pada hakekatnya bersumber dari kegagalan dalam
mengaktualisasikan jati diri dan nilai-nilai sosio budaya bangsa serta kegagalan dalam
mengembangkan pendidikan yang mengarah pada penanaman nilai-nilai karakter go green
peserta didik.

Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, salah satu penyebab terjadinya


keterpurukan dalam mengaktualisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa, karena pendidikan di
Indonesia belum berorientasi pada penanaman nilai sikap dan karakter sebagaimana yang
International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into
Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

dibutuhkan bangsa. Disamping itu, terjadi pergeseran persepsi orang tua dan masyarakat
terhadap proses pendidikan anak. Orang tua dan masyarakat seolah-olah menyerahkan
sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anakanya kepada pihak sekolah sehingga peran
pendidikan informal menjadi sangat minim. Padahal proses pembiasaan dan penanaman nilai-
nilai karakter bangsa termasuk karakter ramah lingkungan merupakan tanggung jawab
bersama antara sekolah, keluarga dan masyarakat yang harus dilakukan secara terpadu atau
lebih dikenal dengan tripusat pendidikan. Oleh karena itu, upaya untuk mewujudkan
peradaban bangsa melalui pendidikan karakter ramah lingkungan sehingga terwujud generasi
muda yang berbudaya, bermoral dan cinta lingkungan, maka tidak lain adalah melalui
optimalisasi peran lingkungan pendidikan secara terpadu.

Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian
kepustakaan. Penelitian kepustakaan merupakan proses melakukan refleksi terhadap berbagai
sumber yang dibutuhkan untuk diorganisasikan dan membuat kesimpulan. Menurut Nana
Syaodih Sukmadinata (2007 hlm 60-61) yaitu mengumpulkan data yang tertumpu pada
penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.

Hasil dan Pembahasan

Esensi Pembentukan Karakter Go Green


Proses pendidikan anak berlangsung pada berbagai lingkungan mulai dari lingkungan
sekolah, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian keberhasilan pendidikan anak sangat
ditentukan oleh keberhasilan lingkungan tersebut dalam membentuk perilaku yang
dibutuhkan oleh anak dalam kehidupannya. Sejalan dengan pentingnya lingkungan
pendidikan, secara normatif tujuan pendidikan telah diamanatkan dalam Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak
agar menjadi manusia yang beriman dan bertqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab. Melalui proses pendidikan siswa diharapkan memperoleh
kompetensi secara utuh yang dibutuhkan baik oleh dirinya maupun oleh masyarakt, bangsa
dan negara. Dengan demikian, esensi pendidikan adalah membangun individu agar menjadi
manusia terdidik atau berpendidikan yaitu manusia yang mampu memahami fenomena secara
akurat, berfikir jernih, dan bertindak secara efektif sesuai dengan tujuan dan aspirasi yang
ditetapkan oleh dirinya.
Lingkungan pendidikan merupakan wadah perwujudan terbentukan karakter siswa
sebagai generasi emas sebagaimana yang diharapkan. Sebagai upaya mewujudkan
terbentuknya karakteristik siswa tersebut, maka pendidikan karakter merupakan satu-satunya
International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into
Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

yang dapat dijadikan sebagai titik tumpuh. Istilah “karakter” dalam bahasa Yunani dan Latin,
character berasal dari kata charassein yang artinya “mengukir corak yang tetap dan tidak
terhapuskan”. Gene Klann (2007: 6) menjelaskan bahwa Traditionally character has been
defined as “the combination of emotional, intellectual, and moral qualities that distinguishes
a person.” Selanjutnya Marvin W Berkowitz (William Damon, 2002: 69) menjelaskan
bahwa, character as an individual’s set of fsychological characteristics that affect that
person’s ability and inclination to function morality. Simply put, character is comprised of
those characteristics that led a person to do the right thing or not to do the right thing.
Dengan demikian karakter merupakan perpaduan dari segala tabiat manusia yang bersifat
tetap dan menjadi karakteristik atau ciri seseorang dalam bersikap dan bertindak sehingga
menjadi pembeda antar orang yang satu dengan yang lainnya.
Kohn (Peter Smagorinsky & Joel Taxel, 2005: 65) menerangkan bahwa, argues that
character education programs that emerge from a didactic perspective are collections of
"exhortations and extrinsic inducements designed to make children work harder and do what
they're told". Their goals, he says, are not concerned with supporting or facilitating
children's moral and social growth, but are designed to control students' behavior.
Sejalan dengan itu, pemerintah melalui program kementerian pendidikan nasional
tahun 2010-2014 yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter
disebutkan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan
kebaikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Kementrian Pendidikan
Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat kurikulum dan Perbukuan, 2011: 7).
Dengan demikian, pendidikan pembentukan karakter merupakan upaya untuk menumbuhkan
dan mengembangkan nilai-nilai yang baik atau positif pada diri anak sesuai dengan etika
moral yang berlaku. Anak tidak hanya tahu apa yang seharusnya dilakukan tetapi juga
memahami mengapa hal tersebut dilakukan, sehingga anak akan berperilaku seperti yang
diharapkan di lingkungannya.
Pendidikan lingkungan hidup merupakan pendidikan yang lebih menekankan pada
pengetahuan, tindakan serta kesadaran masyarakat tentang pendidikan kehidupan
berkelanjutan. Bentuk pembelajaran berkelanjutan hidup tidak hanya berupa materi, akan
tetapi diperlukan pembelajaran-pembelajaran yang langsung berhubungan dengan alam
secara nyata, sehingga pembelajaran yang diberikan lebih mudah difahami dan sesuai sasaran
(Ninik Hidayat, 2013:2). Pendidikan merupakan lingkungan belajar yang paling tepat untuk
membangun pengetahuan dan kepedulian siswa terhadap pentingnya melestarikan lingkungan
International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into
Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

hidup. Menurut Barlia (Rifki Afandi, 2013:3) menjelaskan bahwa pendidikan lingkungan
hidup harus dapat mendidik individu-individu peserta didik yang responsive terhadap laju
perkembangan teknologi, memahami masalah-masalah di biosfer, dan berketerampilan siap
guna produktif untuk menjaga dan melestarikan alam. Dengan demikian pendidikan
lingkungan hidup memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembentukan etika cinta
lingkungan sebagai wujud terbentuknya karakter go green peserta didik.
Selanjutnya untuk mewujudkan karakter anak yang peka terhadap lingkungan alam
sekitar, maka pendidikan diarahkan pada pendidikan yang berwawasan lingkungan. Pelibatan
siswa melestarikan lingkungan agar kembali hijau merupakan upaya menumbuhkan
kepedulian dan rasa tanggung jawab yang dinamakan karakter go green atau gerakan
menghijaukan kembali. Tanggung jawab tersebut tidaklah bertumpu pada lingkungan
pendidikan sekolah semata, akan tetapi melalui pendidikan di lingkungan keluarga dan
masyarakat secara terpadu. Titik Setyowati (2013: 2) menjelaskan bahwa go green
merupakan gerakan menghijaukan kembali untuk mengantisipasi kerusakan bumi yang
disebabkan oleh polusi dari industry, asap kendaraan, kebocoran lapisan ozon, sehingga
terjadilah global warming. Untuk menumbuhkan karakter go green tersebut maka pendidikan
harus lebih berorientasi pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar sehingga siswa
dapat secara langsung merasakan apa yang sebenarnya telah terjadi di sekitarnya.
Sekolah yang peduli dengan lingkunga hidup menurut Rahmat Mulyana (2013: 6)
merupakan modal dasar bagi pembentukan etika pada lintas generasi, dan juga merupakan
pintu gerbang bagi siswa dalam membentuk perilaku yang ber-etika terhadap lingkungan.
Mengacu pada beberapa pendapat tersebut di atas, maka esensi pembentukan karakter go
green melalui pendidikan lingkungan hidup tidak lain adalah upaya membangun insan
menjadi insan terdidik dan beretika, memiliki kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab,
berperilaku dan bersikap positif terhadap lingkungan sehingga terwujudnya kelestarian dan
keharmonisan antara manusia dengan alam.

Peran Lingkungan Pendidikan dalam Membentuk Karakter Go Green Anak.


Pendidikan karakter menjadi isu utama pendidikan saat ini sebagai upaya
pembentukan akhlak anak bangsa. Begitu banyak persoalan kerusakan lingkungan hidup
menuntut agar generasi bangsa harus memiliki karakter cinta lingkunga atau ramah
lingkungan. Karakter ramah lingkungan diharapkan agar generasi bangsa memiliki
kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap keseimbangan alam. Dengan demikian sekolah
sebagai lingkungan belajar juga dituntut agar peserta didik memiliki karakter tersebut. Akan
tetapi pembentukan karakter go green harus dapat dilaksanakan secara terintegrasi dalam
International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into
Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

semua lingkungan pendidikan. Selama ini guru dan lembaga sekolah merupakan ujung
tombak pelaksana pembelajaran yang diharapkan mampu menerjemahkan dan
mengaplikasikan konsep pendidikan karakter go green di kelas. Oleh karena itu, guru dan
warga sekolah seakan-akan diserahkan tanggung jawab penuh untuk menumbuhkan dan
mengembangkan pendidikan karakter tersebut. Padahal dalam UU No 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur
pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya
memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan.
Besarnya kontribusi pendidikan informal dalam membentuk karakter anak tidak lain
adalah karena keberadaan anak dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya kurang lebih
sekitar 70%. Oleh karena itu, jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, maka pendidikan di
sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan anak.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga perannya
dirasakan sangat minim sekali sehingga dapat dikatakan belum memberikan kontribusi berarti
dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter anak. Tingginya
kesibukan dan aktivitas kerja orang tua, kurangnya perhatian dan pemahaman orang tua
dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, besarnya pengaruh pergaulan di lingkungan
sekitar, serta pengaruh media massa dan elektronik bisa berdampak negatif terhadap
perkembangan dan pencapaian hasil belajar anak. Salah satu alternatif untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan
mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan
formal di sekolah. Dalam hal ini, perhatian dan pemahaman orang tua terhadap pentingnya
pendidikan anak dalam keluarga dan waktu belajar anak serta pembiasaan-pembiasaan akan
nilai-nilai di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai,
terutama dalam pembentukan karakter anak .
Keluarga merupakan wadah utama dan pertama yang berperan sebagai penyelenggara
pendidikan bagi anak-anak baik dalam proses pembudayaan, pemenuhan pengetahuan
maupun keterampilan. Keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
berperan memberikan keyakinan akan nilai agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan
menuju pada proses pembentukan pribadi yang utuh. Dengan demikian maka, apabila
keluarga gagal untuk mengajarkan nilai-nilai tersebut, maka akan sulit sekali bagi institusi-
institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Setyowati (2013:3) mnjelaskan bahwa pengenalan nilai-nilai go green yang dilakukan
orang tua kepada anak-anaknya dalam rangka pembentukan watak atau karakter, merupakan
International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into
Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

pendidikan akhlak dan moraldalam awal kehidupannya. Kemauan yang teguh untuk ikut
melestarikan lingkungan merupakan karakter yang ditanamkan sejak dini sehingga lama
kelamaan terinternalisasi pada perilaku anak. Peran orang tua dalam kelurga sangatlah
penting sebagai penuntun, pendidik, dan sebagai pemberi contoh. Dengan demikian dari
tuntunan yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga, maka secara otomatis anak-anak
mempraktekkan dan belajar langsung dari apa yang dialami terkait dengan berbagai kegiatan
yang sangat berfaedah bagi pendidikan watak dan budi pekerti serta pengembangan perasaan
sosial seperti kejujuran, keberanian, ketenangan, hidup hemat, menghargai kebenaran,
tenggang rasa, tolong menolong, hidup damai dan lain sebagainya. Oleh karena itu, setiap
keluarga harus menyadari bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter
anak di rumah.
Selanjutnya sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang menjadi salah satu
lingkungan tempat siswa melakukan proses belajar. Di sekolah, guru merupakan teladan bagi
siswa dan mempunyai peran yang sangat besar dalam pembentukan karakter siswa. Guru
sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam menghasilkan
generasi yang berkarakter, berbudaya, bermoral dan cinta lingkungan. Undang-Undang No.
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru sebagai pendidik
professional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pada jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dengan demikian semakin jelas bahwa peran guru dalam dunia pendidikan sekarang
ini semakin meningkat, kompleks, dan berat. Sisi lain memberikan wacana bahwa guru bukan
hanya pendidik akademis, tetapi juga pendidik karakter, pendidik budaya, dan pendidik moral
bagi para peserta didiknya. Meylan Saleh (2012:7) menjelaskan peranan guru dalam
membangun karakter siswa di sekolah (1) guru sebagai teladan bagi siswa, merupakan faktor
mutlak yang harus digugu dan ditiru; (2) guru sebagai inspirator, merupakan pembangkit
semangat peserta didik untuk maju dalam mengembangkan potensi dirinya; (3) guru sebagai
motivator, merupakan pembangkit spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa pada peserta
didik; (4) guru sebagai dinamisator, merupakan pendorong pencapaian tujuan siswa dengan
penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas, dan menjunjung tinggi spiritualitas; (5) guru
sebagai evaluator, merupakan kemampuan dalam melakukan evaluasi terhadap sikap diri,
metode yang digunakan dalam membangun karakter anak sehingga dapat diketahui tingkat
keefektifannya”.
International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into
Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

Mengingat begitu kompleknya peran guru dalam membangun karakter anak, maka
secara kelembagaan semua pengembangan sekolah harus mengarah pada pencapaian tujuan
tersebut, termasuk di dalamnya adalah pencapaian karakter go green. Sampai saat ini
memang sudah banyak lembaga yang berkecimpung dalam pelestarian lingkungan, akan
tetapi sekolah tetap menjadi tumpuan utama dalam melahirkan generasi sebagimana yang
diharapkan. Melalui proses pembelajaran, anak harus dilibatkan pada program yang
terintegrasi dengan lingkungan dan juga harus didukung oleh pembiasaan-pembiasaan yang
dapat dilakukan dilingkungan keluarga dan masyarakat. Keterpaduan program sekolah,
keluarga dan masyarakat, menurut hemat penulis sangatlah penting untuk dicoba agar
keluarga dan masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap keterampilan apa yang semestinya
dimiliki oleh anak untuk diaplikasikan di lingkungannya. Mengingat begitu sibuknya orang
tua di rumah sehingga ketika anaknya pulang sekolah hampir tidak sempat mengontrol apa
yang telah dipelajari oleh anaknya di sekolah. Oleh karena itu, karakter go green anak dapat
ditumbuhkan secara optimal apabila semua arah pengembangan sekolah diupayakan pada
pelestarian lingkungan dengan melibatkan orang tua, siswa dan warga sekolah ke dalam
masyarakat melalui kegiatan yang sudah terprogram.
Sejalan dengan upaya membentuk karakter anak yang cinta lingkungan, menurut
Ninik Hidayati, dkk. 2013:4-5) menyebutkan bahwa baik pengembangan sekolah,
pengembangan kurikulum, pengembangan kegiatan sekolah, pengembangan dan pengelolaan
sarana pendukung sekolah semuanya harus berbasis partisifatif dan berwawaswan
lingkungan. Mungkin sudah banyak sekolah yang mencoba untuk mengarahkan programnya
pada pelestarian lingkungan, akan tetapi menurut hemat penulis mungkin masih sedikit
sekolah berupaya melibatkan lingkungan pendidikan secara terpadu dan terprogram (sekolah,
keluarga, dan masyarakat) melalui kegiatan yang sudah dirintis di sekolah. Oleh karena itu
sekolah harus lebih intensif melakukan interaksi dengan orang tua siswa dan masyarakat
sebagai wujud kontrol aktivitas anak, baik yang berhubungan dengan pelajaran di sekolah
maupun kegiatan-kegiatan sosial lainnya.

PENUTUP
Pendidikan merupakan tumpuan utama dalam membentuk anak didik yang syarat
dengan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai karakter bangsa. Kegiatan pendidikan dapat
berlangsung pada jenis, jalur, jenjang dan lingkungan yang beragam. Proses pendidikan anak
dewasa ini terlihat lebih dominan pada lingkungan pendidikan formal, sementara lingkungan
pendidikan keluarga dan masyarakat sedikit terkikis perannya sehingga jika terjadi masalah
International Seminar Procedeengs: The Social Studies Contribution to Reach Environmental Education into
Stunning Generation 2045. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung.

pada dimensi moral anak, maka yang harus bertanggung jawab adalah guru dan sekolahlah.
Oleh karena itu ruh pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat harus dibangkitkan
kembali agar semua lingkungan pendidikan ikut bertanggung jawab terhadap proses
pendewasaan anak. Sekolah harus mencoba menyusun program-program tertentu yang dapat
melibatkan orang tua, siswa dan masyarakat terutama program-program yang berwawasan
lingkungan. Dengan demikian maka interaksi sekolah, keluarga dan masyarakat harus dapat
dilakukan secara lebih baik sehingga kontrol terhadap berbagai kegiatan dan aktifitas anak
dapat dilakukan secara terpadu.

Daftar Pustaka:

Damon, William. 2002. Bringing In A New Era In Character Education. Stanford University:
CA. hoover institution press.

Gene Klann. 2007. Building Character. Strengthening The Heart Of Good Leadership. San
Francisco: Jossey bass.

Meylan Saleh. 2012. Peran Guru dalam Menanamkan Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
di PAUD Se-Kecamatan Limboto. Jurnal Pedagogika. Ilmu Pendidikan.
Volume 3/No 24. Desember 2012.

Ninik Hidayati, dkk. 2013. Perilaku Warga Sekolah dalam Program Adiwiyata di SMK 2
semarang. UNDIP Semarang: Proseding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

Peter Smagorinsky & Joel Taxel. 2005. The Discourse of Character Education. Culture Wars
in the Classroom. London. Laurence Erlbaum Associates Publishers.

Rachmat Mulyana. 2009. Penanaman etika lingkungan melalui sekola peduli dan berbudaya
lingkungan. Jurnal tabularasa PPs Unimed. Volume 6 no 2 Desember 2009.

Rifki Afandi. 2013. Integrasi Pendidikan Lingkungan Hidup Melalui Pembelajaran IPS di
SD Sebagai Alternative Sekolah Hijau. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo:
Jurnal vedagogika volume 2 no 1, Februari 2013.

Tsabit Azinar Ahmad. 2013. Pembelajaran Sejarah Berwawasan Lingkungan.Indonesian


Jurnal Conservation. Volume 2 No 1-Juni 2013.

Udin Saripudin Winataputra. 2010. Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan


Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Karakter. Konsep, Kebijakan dan
Kerangka Pragmatik. PPs UT.

Anda mungkin juga menyukai