ASKEB PERSALINAN
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini membahas tentang “ASUHAN IBU BERSALIN KALA III” agar
mahasiswa dapat memahaminya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah”Askeb
Persalinan” yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberikan kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.
2
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para ibu hamil,
sebuah waktu yang menyenangkan namun di sisi lain merupakan hal yang paling
mendebarkan. Persalinan terasa akan menyenangkan karena si kecil yang selama
sembilan bulan bersembunyi di dalam perut ibu akan muncul terlahir ke dunia. Di sisi
lain persalinan juga menjadi mendebarkan khususnya bagi calon ibu baru, dimana
terbayang proses persalinan yang menyakitkan, mengeluarkan energi yang begitu
banyak, dan sebuah perjuangan yang cukup melelahkan.
Ada baiknya para calon ibu mengetahui proses atau tahapan persalinan seperti
apa, sehingga para calon ibu dapat mempersiapkan segala halnya guna menghadapi
proses persalinannya.
Proses persalinan terbagi ke dalam empat tahap, yaitu :
1. Kala I Tahap Pembukaan
2. Kala II Tahap Pengeluaran Bayi
3. Kala III Tahap Pengeluaran Plasenta
4. Kala IV Tahap Pengawasan
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana fisiologi kala III?
2. Apa Definisi Manajemen Aktif Kala III?
3. Bagaimana Langkah Utama Manajemen Aktif Kala III?
4. Bagaimana pemantauan kala III?
5. Bagaimana Pemeriksaan pada kala III?
6. Bagaimana kebutuhan ibu pada Kala III?
7. Bagaimana dokumentasi manajemen aktif kala III?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui fisiologi Kala III.
2. Untuk Mengetahui Definisi Manajemen Aktif Kala III.
3. Untuk Mengetahui Langkah Utama Manajemen Aktif Kala III.
4. Untuk Mengetahui pemantauan pada kala III.
5. Untuk Mengetahui pemeriksaan kala III.
6. Untuk Mengetahui kebutuhan ibu pada Kala III.
7. Untuk Mengetahui dokumentasi manajemen aktif kala III
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Cara-cara Pelepasan Plasenta :
a. Metode Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau dari pinggir plasenta.
Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina (tanda ini
dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih besar
kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
b. Metode Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas.
Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih hal ini
patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi,
pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada
keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah
anak lahir lengkap.
Tanda – tanda pelepasan plasenta.
Adapun tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu :
a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus
berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk
segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat
dan
b. Tali pusat memanjang.
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
c. Semburan darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong
plasenta keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah
(retroplasental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan
dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar
7
dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat dalam
waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
Pengawasan Perdarahan
Empat prasat yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
a. Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri
menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali ke dalam
vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap atau tidak
masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta lepas dari dinding uterus.
Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian
plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
b. Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus uterus dengan tangan
kiri dan tangan kanan meregangkan tali pusat sambil merasakan apakah ada
getaran yang ditimbulkan dari gerakan tangan kiri, jika terasa ada getaran
berarti plasenta sudah lepas.
c. Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk meneran, jika tali pusat
tampak turun atau bertambah panjang berarti plasenta telah lepas, begitu juga
sebaliknya.
d. Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan
kanan memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik
berlawan.
8
meningkat apabila kala tiga lebih dari 30 menit, terutama antara 30-60 menit.
(Sumarah, 2009)
Pentalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian oksitosin segera setelah
pelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera setelah pelahiran bayi, dan
menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta. Penelitian
selanjutnya mengonfirmasi kehilangan darah yang jauh lebih sedikit pada
penatalaksanaan aktif kala III, bahkan pada populasi yang beresiko rendah mengalami
perdarahan post-partum. (Varney, 2007)
Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang
praktik menejemen aktif kala tiga (Active Managemen of Third Stage of
Labour/AMTSL) di 20 rumah Sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30%
Rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan
dengan praktik menejemen aktif ditingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau
Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN. Dimana sekitar 70% melaksanakan
manajemen aktif kala tiga bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin
menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menejemen aktif
kala tiga tidak hanya dilatihkankan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standart
asuhan persalinan. (APN, 2008)
Keuntungan-keuntungan manajemenaktif kala III
Tujuan Manajemen Aktif Kala III :
Untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
mempersingkat waktu
mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika
dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III :
Persalinan kala III yang lebih singkat
Mengurangi jumlah kehilangan darah
Mengurangi kejadian Retensio Plasenta
9
C. Langkah Utama Manajemen Aktif Kala III
Tiga langkah utama manajemen aktif kala III yaitu :
1. Pemberian oksitosin/uterotonika segera mungkin
Pemberian oksitosin 10 U
Sebelum memberikan oksitosin, melakukan pengkajian dengan melakukan
palpasi pada abdomen untuk meyakinkan hanya ada bayi tunggal.
Dilakukan sepertiga paha bagian luar
Bila 15 menit plasenta belum lahir, maka berikan oksitosin ke-2, evaluasi
kandung kemih apakah penuh. Bila penuh lakikan kateterisasi.
Bila 30 menit belim lahir, maka berikan oksitosin ke-3, sebanyak 10 mg
dan rujuk pasien
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali(PTT)
Klem dipindahkan 5-10 cm dari vulva
Tangan kiri diletakkan di atas perut memeriksa kontraksi uterus. Ketika
menegangkan tali pusat tahan uterus.
Saat ada kontraksi uterus, tangan di atas perut melakukan gerakan dorso
cranial dengan sedikit tekanan. Cegah agar tidak terjadi inversion uteri
Ulangi lagi bila plasenta belum lepas
Pada saat plasenta belum lepas, ibu dianjurkan sedikit meneran dan
penolong sambil terus mengangkat tali pusat.
Bila plasenta sudah tampak lahir di vulva, lahirkan dengan kedua tangan.
Perlu diperhatikan bahwa selaput placenta mudah tertinggal maka plasenta
ditelungkupkan dan diputar dengan hati-hati searah dengan jarum jam
3. Rangsangan taktil pada dinding uterus atau fundus uteri (Masase Fundus
Uteri).
Tangan diletakkan diatas fundus uteri.
10
Gerakan tangan dengan pelan, sedikit ditekan, memutar searah jarum jam.
Ibu diminta bernafas dalam untuk mengurangi ketegangan atau rasa sakit.
Kaji kontraksi uterus 1-2 menit, bombing pasien dan keluarga untuk
melakukan masase uterus.
Evaluasi kontraksi uterus setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan 30
menit pada jam ke-2.
11
Selama melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan melakukan
pengkajian terhadap robekan jalan lahir dan perinium. Pengkajian yang
dilakukan seawal mungkin sehingga bidan dapat segera menentukan derajat
robekan dan teknik jahitan yang tepat yang akan digunakan sesuai dengan
kondisi pasien. Bidan memastikan jumlah darah yang keluar adalah akibat
robekan jalan lahir atau karena pelepasan plasenta yaitu :
Robekan yang terjadi bisa ringan ( lecet , laserasi), luka episiotomi,
Robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perineum
totalitas ( sfingter ani terputus)
Robekan pada dinding vagina, forniks teri, serfviks, daerah sekitar
klitoris dan uretra dan bahkan terberat ruptura teri.
Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang
teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang
terajadi pada kontraksi uterus baik, biasanya karena adanya robekan atau
sisanya plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan
inspeksi pada vulva, vagina, dan servis dengan memakai spekulum untuk
mencari sumber perdarahan dengan irik warna darah yang merah segar dan
pulsatif sesuai dengan denyut nadi.
3. Robekan perinium
Robekan perinium di bagi atas 4 tingkat :
Tingkat 1
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium.
Penangannya : Robekan perineum yang melebihi derajat 1 harus di
jahit dengan penderita berbaring secara litotomi dilakukan pembersihan
luka dengan cairan anti septic dan luas robekan ditentukan dengan
seksama.
Tingkat 2
12
Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis,
tetapi tidak mengenai sfingter ani.
Penanganannya : Pada derajat 2, setelah diberi anastesi local otot-otot
diafragma urogenetalis dihubungkan digaris tengah dengan jahitan dan
kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan
mengikutsertakan jaringan dibawahnya.
Tingkat 3
Robekan menganai perinium dengan otot sfingter ani.
Penanganannya : Pada tingkat 3 ini dilakukan dengan teliti yaitu
dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal
ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Lakukan
penutupan robekan.
Tingkat 4
Robekan mengenai perinium sampai dengan otot sfingter ani dan
mukosa rectum.
Penanganannya : dilakukan rujukan.
4. Tanda –tanda vital dan Hygiene
Tanda vital ibu diperiksa 2 sampai 3 kali dalam 10 menit pertama, setiap 15
menit pada satu jam pertama, setiap 20 sampai 30 menit pada jam ke dua.
5. Hygiene
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama didaerah Genetalia sangat penting
dilakukan untuk menggurangi kemungkinan kontaminasi terhadap luka
robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intrauterus. Pada kala III
kondisi pasien sangat kotor akibat pengeluaran air ketuban, darah, atau feces
saat proses kelahiran janin. Setelah plasenta lahir lengkap dan dipastikan
tidak ada perdarahan, segera keringkan bagian bawah pasien dari air ketuban
dan darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai
penampung dara ( underped) jika memang dipertimbangkan untuk
13
menampung darah yang keluar untuk kepentingan penghitungan volume
darah, maka pasang bengkok dibawah bokong pasien.
14
F. Kebutuhan Ibu Pada Kala III
1. Dukungan mental dari bidan atau keluarga atau pendamping.
2. Penghargaan terhadap proses kelahiran janin yang telah dilalui.
3. Informasi yang jelas mengenai keadaan pasien sekarang dan tindakan apa
yang akan dilakukan
4. Penjelasan mengenai apa yang harus ia lakukan untuk membantu
mempercepat kelahiran plasenta, yaitu kapan saat meneran dan posisi apa
yang mendukung untuk plepasan dan kelahiran plasenta.
5. Bebas dari rasa risih akibat bagian bawah yang basah oleh darah dan air
ketuban.
6. Memberian kesempatan pada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui
segera.
7. Memberitahu setiap tindakan yang dapat dilakukan.
8. Pencegahan infesi pada kala III.
9. Memantau keadaan ibu (TTV, kontraksi dan pendarahan).
10. Melakukan kolaborasi atau rujukan bila terjadi kegawat daruratan.
11. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
12. Memberikan motifasi dan pendampingan kala III
15
Perdarahan vagina
TFU
Kontraksi uterus: itensitasnya ( kuat, sedang, lemah, atau tidak ada )
selama 15 menit pertama.
b. Interpretasi Data
Pastikan bahwa saat ini pasien berada pada kala III beserta kondisi normalnya
dan mengkaji adanya diagnosis masalah atau tidak.
c. Diangnosa Potensial
Pada langkah ini bidan memprediksi apakah kondisi pasien sebelumnya
mempunyai potensi untuk meningkat ke arah kondisi yang semakin buruk.
d. Tindakan segera
Dilakukan jika ditemuka diagnosis potensial
e. Perencenaan
1. Berikan pujian kepada pasien atas keberhasilannya dalam melahirkan
janinnya
2. Lakukan manajemen aktif kala III
3. Pantau kontraksi uterus
4. Beri dukungan metal pada pasien
5. Berikan informasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh pasien dan
pendamping agar pres pelahiran plasenta lancar.
6. Jaga kenyamanan pasien dengan menjaga kebersihan tubuh bagian bawah (
perinium)
f. Evaluasi
Menggambarkan hasil pengamatan terhadap keefektifan asuhan yang
diberikan. data yang tertulis pada tahap ini merupakan data fokus untuk kala
berikutnya yang mencakup data subjektif dan objektif.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III
adalah pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali
pusat, segera setelah pelahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali
untuk pelahiran plasenta.
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:
Persalinan kala III yang lebih singkat
Mengurangi jumlah kehilangan darah
Mengurangi kejadian Retensio Plasenta
Manajemen aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:
Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
Melakukan penegangan tali pusat terkendali
Masase Fundus Uteri.
Dalam melaksanakan Manajemen Aktif kala III terdapat beberapa kekeliruan
ataupun kesalahan tindakan yang mungkin dilakukan oleh bidan. Pemeriksaan
plasenta meliputi selaput ketuban, bagian plasenta dan tali pusat.
B. Saran
Seluruh tenaga penolong persalinan (bidan, dokter) diharapkan dapat melakukan
Manajemen Aktif kala III pada setiap asuhan poersalinan normal sebagai upaya
percepatan penurunan angka kemnatian ibu di Indonesia. Dalam melaksanakan
Manajemen Aktif kala III bidan harus memperhatikan setiap tindakan agar tidak
terjadi kekeliruan ataupun kesalahan yang dapat membahayakan keselamatan ibu.
Setiap tindakan juga harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku sehingga
perdarahan postpartum dapat dikurangi.
17
DAFTAR PUSTAKA
18