Alfan Azizi (16/393206/EK/20750) Pengaturan hubungan keuangan (sistem transfer pusat ke daerah) pada prinsipnya dilakukan mengikuti penyerahan kewenangan oleh pemerintah kepada daerah (money follows function). Kebijakan yang berkaitan dengan penetapan bantuan pemerintah pusat biasanya bersifat kebijakan ad-hoc. Di Indonesia, terdapat 2 jenis bantuan pusat yang dianggap berhasil : INPRES (instruksi presiden) SD dan kesehatan. Transfer khusus sebelum era desentralisasi mengalami permasalahan : a. Pemerintah telah menetapkan jenis bantuan kepada pemda, yang kadang – kadang secara realita tidak dibutuhkan pemda; b. Setiap jenis bantuan, pemerintah pusat melakukan alokasi berdasarkan kriteria tertentu, dan beberapa alokasi didasarkan pada variabel yang tidak berkaitan dengan tujuan bantuan sehingga menambah kesenjangan baik vertikal maupun horizontal. Di Indonesia, kontribusi transfer dana dari Pusat terhadap pengeluaran Pemerintah Daerah sebesar 72-86%. Secara umum transfer pusat ke daerah dibagi manjadi 2 : a. Bagi Hasil Pendapatan (Revenue Sharing); b. Bantuan (grants). Dana transfer atau dana perimbangan meliputi : 1. Bagian daerah dari penerimaan PBB, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, serta penerimaan dari SDA; 2. DAU; 3. DAK. Bagi Hasil Pendapatan berfungsi mengurangi kesenjangan vertikal sedangkan DAU lebih berfungsi mengurangi kesenjangan horizontal. Terdapat 5 alasan perlu adanya transfer dana : 1. Mengatasi masalah kesenjangan fiskal vertikal; 2. Mengatasi masalah mengurangi kesenjangan horizontal; 3. Menjamin dan menjaga standar pelayanan minimum tiap daerah terpenuhi; 4. Mengatasi permasalahan yang timbul akibat pelayanan publik (inter-jurisdictional spillover effects); 5. Menjaga stabilitas pemerintahan. Dana Alokasi Khusus : dana yang bersumber dari APBN dialokasikan kepada daerah tertentu degan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan uusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pada tahun 2015 DAK terbagi menjadi 3 : 1. DAK Reguler; 2. DAK Tambahan (DAK Afirmasi, DAK P3K2); 3, DAK Usulan Daerah yang disetujui DPR. Sedangkan pada tahun 2016, DAK terdiri atas : 1. DAK Fisik (DAK Reguler (10 Bidang DAK), DAK Infrastruktur Publik Daerah, dan DAK Afirmasi); 2. DAK Non-Fisik (BOS (Bantuan Operasional Sekolah), BOP (Bantuan Operasional Penyelenggaraan) PAUD, TPG (Tunjanagan Profesi Guru) PNSD, Tamsil (Tambahan Penghasilan Guru) PNSD, P2D2 (Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi), BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dan BOKB (Bantuan Operasional Keluarga Berencana)). 10 bidang DAK Reguler : 1. Bidang Pendidikan Dialokasikan untuk pemenuhan secara bertahap, yaitu pemenuhan sarana penunjang mutu dan prasarana pendidikan sesuai SPM minimal ; a. Mencapai 7% dari total satuan pendidikan SD Negeri; b. 10% dari total satuan pendidikan SMP Negeri; c. 15% dari totsl satuan pendidikan SMA Negeri; d. 20% dari total satuan pendidikan SMK Negeri. Lingkup kegiatan : 1. Membiayai peningkatan prasarana pendidikan (rehabilitasi ruang belajar, pembangunan ruang kelas baru dan perabotnya, pembangunan ruang perpus dan perabotnya dan pembangunan asramadi daerah 3T); 2. Membiatai peningkatan sarana mutu pendidikan (peralatan IPS, peralatan Matematika, Komputer, laboratorium bahasa, peralatan praktik, buku dan kesenian). 2. Bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana Dialokasikan untuk meningkatkan akses dan kualitas kegiatan bidang kesehatan pelayanan dasar, kefarmasian, KB, dan pelayanan rujukan. Lingkup bidang kesehatan pelayanan dasar : Pembangunan baru puskesmas/Puskesmas perawatan, rumah dinas dr, rumah dinas tenaga kesehatan, rehabilitasi puskesmas, penyediaan peralatan kesehatan. Pelayanan rujukan : Pembangunan/rehabilitasi sarana, prasarana dan penyediaan tempat tidur kelas III, Peralatan IGD, ICU, PONEK, IPL, UTD, BDRS dan kalibrasi di RS. Kefarmasian : Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dasar, dan pembangunan batu/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana pendukung Instalasi Farmasi. KB : Meningkatka akses dan kualitas pelaynan KB berupa daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan program KB. 3. Bidang Infrsastruktur Perumahan, Pemukiman, Air Minum, dan Sanitasi Dialokasikan untuk memperkuat konektivitas nasionall dalam mencapai keseimbangan pembangunan serta pemerataan peningkatan standar hidup. Melalui peningkatan : 1. Kualitas perumahan dan pemukiman Masyarakat Berpendapatan Rendah; 2. Cakupan pelayanan air minum layak dalam pemenuhan 100% akses air minum terutama bagi MBR; 3. Cakupan pelayanan sanitasi dalam pemenuhan 100% akses sanitasi. 4. Bidang Kedaulatan Pangan Terdiri dari sub-bidang pertanian, dan irigasi. Pertanian : pembangunan/perbaikan prasarana dan sarana fisik dasar pembangunan pertanianguna meningkatkan produksi dan ekspor komoditas. Irigasi : mengembalikan/meningkatkan pelayanan jaringan irigasi guna mendukung program kedaulatan pangan. 5. Bidang Energi Skala Kecil (Energi Perdesaan) : Dialokasikan untuk membantu mendanai kegiatan pembangunan energi terbarukan & rehabilitasi perbaikannya 6. Bidang Kelautan dan Perikanan : meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran dan pengawasan serta penyediaan saerana dan prasarana di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil. 7. Bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup : Kehutanan : alokasi untuk membiayai kegiatan di bidang kehutanan yang telah menjadi kewenangan daerah. Lingkungan hidup : mendorong pelaksanaan SPM bidang lingkungan hidup serta mendorong penguatan kapasitas kelembagaan di daerah. 8. Bidang Transportasi : menodrong percepatan pembangunan daerah dalam penyediaan fasilitas keselamatan penunjang transportasi yang baik dan aman 9. Bidang Sarana Perdagangan, Industri Kecil & Menengan, dan Pariwisata : meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan dalam rangka menjamin ketersediaan barang 10. Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah : membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pemerintahan di daerah terutama kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat. UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antaraPem.Pusat dan Pemda Pasal 41, dan PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan Pasal 61 : DAK wajibmenyediakan dana perimbangan minimal 10% dari nilai DAK yang diterima. DAK tidak membiayai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas. Mekanisme penyaluran DAK (PMK 241/2014 & PMK 147/2015) : 1. Penyaluran dilakukan secara triwulanan (Triwulan I sebesar 30% dterima paling cepat Februari, paling lambat 31 Juli; Triwulan II sebesar 25% dari pagu alokasi diterima maksimal 2 bulan setelah triwulan I; Triwulan III sebesar 25%; Triwulan IV sebesar 20%); 2. Penyaluran tiap triwulan dilaukan setelah diterimanya Laporan Realisasi Penyerapan oleh DJPK sampai triwulan sebelumnya dari Kepala Daerah; 3. Laporan Penyerapan Penggunaan tiap triwulan disampaikan setelah triwula bersangkutan berakhir; 4. Laporan Realisasi Penyerapan Triwulan I, II, III diterima maksimal 7 hari kerja sebelum tahun anggaran berakhir; 5. Apabila Laporan Realisasi Penyerapan belum disampaikan hingga batas akhir penyaluran, maka tidak disalurkan.Sisa DAK digunakan untuk mendanai kegiatan pada bidang yang sama di tahun anggaran berikutnya, dan tidak dapat digunakan sebgai dana pendamoing DAK. Optimalisasi pelaksanaan anggaran DAK pada SKPD (Permendagri 20/2009 – 59/2010 tentang Pedoman Keuangan DAK di daerah) : 1. Pelaksanaan anggaran DAK belum selesai, dilanjutkan DPA-L, (dengan kriteria : Sisa DAK disalurkan dari kas negara ke kas daerah; adanya ikatan perjanjian kontrak dan memungkinkan adanya adedum kontrak; Diakibatkan karena force majeur); 2. Untuk melanjutkan DAK, diperlukan dokumen pelaksanaan (tahapan : a. Kepala SKPD menyampaikan laporan akhir realisasi pelaksanaan kegiatan fisik/non-fisik maupun keuangan DAK kepada PPKD; b. PPKD melakukan pengujian terhadap (sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau SP2D; sisa SPD yang belum diterbitkan SP2D; SP2D yang belum diuangkan); c. PPKD mengesahkan DPA-SKPD; d. Sisa DAK akhir tahun anggaran dicatat sebagai SILPA dan dicantumkan pada Lampiran 1.9 Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; e. DPA-L SKPD yang telah disahkan dapat dijadikan dasar pelaksaaan penyelesaian pekerjaan dan pembayaran; f. Dapat langsung dilaksanakan tanpa menunggu penetepan APBD tahun selanjutnya; g. Kegiatan lebih lanjut tercantum pada perda Perubahan APBD.); 3. Apabila terjadi sisa tender atas pelaksanaan kegiatan DAK, maka sisa tender tersebut digunkaan untuk kegiatan bersifat fisik; 4. Sisa tender yang akan dimanfaatkan dalam tahun anggaran berjalan dilaksanakan mendahului perubahan APBD setelah disetujui pimpnan DPRD; 5. Untuk dasar pelaksanaan sisa tender, SKPD menyusuk RKA-SKPD dan DPA-SKPD; 6. Sisa tender yang belum silaksanakan setelah Perda perubahan APBD, dapat langsung dilaksanakan dan disesuaikan dalam LRA; 7. SKPD menyelesaikan administrasi paling lambat awal oktober; 8. Pengadaan dilaksanakan secara swakelola maupun mekaniswa kontrak. Ketentuan Penggunaan DAK : 1. Memberikan dukungan untuk percepatan penyediaan infrastruktur publik daerah dengan pengalokasian DAK Fisik yang lebih besar; 2. Memberlakukan ketentuan maksimal 5% dari alokasi DAK infrastruktur per daerah dapat digunakan untu penunjang kegiatan fisik; 3. Memperkuat kebijakan DAK Afirmasi untuk mempercepat pembangunan daerah perbatasan, tertinggal, dan kepulauan; 4. Meniadakan ketentuan pnyediaan dana pendamping guna memberikan dukungan bagi daerah tertinggal yang memiliki kapasitas fiskal yang rendah. DAK Infrastruktur Publik Daerah : berfungsi sebagai komplementer DAK reguler, dengan pengaturan pengalokasiannya : a. Besaran alokasi max Rp100 miliar per Kb/Kota; b. Digunakan untuk membangun/rehabilitasi infrastruktur pelayanan publik di daerah yang belum didanai DAK Reguler; c. Pilihan penggunaan untuk Bidang Infrastruktur Publik disesuaikan dengan kebutuhan daerah; d. Sebagai dasar alokasi, Daerah wajib menyampaikan usulan kepada Pemerintah; e. Besaran alokasi mempertimbangkan usulan percepatan pembangunan infrastruktur dari daerah, diluar yang didanai DAK Reguler dan belanja murni APBD; f. Tidak ada kewajiban penyediaan dana pendamping; g. Max. 5% dari alokasi DAK Infrastruktur per daerah dapat digunakan untuk penunjang kegiatan fisik. Pelaksanaan dan Permasalahannya: Hasil pengawasan oleh BPKP dapat diuraikan bahwa realisasi penyerapan DAK, tidak seluruhnya dana yang dicairkan dari kas negara diserap atau dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk pendanaan kegiatan DAK, sehingga tersisa dana di kas daerah. Jika dibandingkan antara pencairan DAK ke pihak ketiga dengan prestasi kerjanya masih terdapat pencairan yang tidak sesuai dengan prestasi kerjanya yang disebabkan karena kekurangan pelaksanaan kegiatan fisik atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi teknis dalam kontrak. Selain itu, masih terdapat hasil kegiatan DAK yang belum dimanfaatkan (contoh : DAK Pendidikan, air minum, dan kelautan perikanan), disebabkan adanya perubahan mekanisme pelaksanaan dan keterbatasan waktu kegiatan, dan menyebabkan pembuat kebijakan gamang untuk melaksanakan kegiatan (khususnya bidang pendidikan).
Sumber : Halim, Abdul. 2016. Manajemen Keuangan Sektor Publik : Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah. Jakarta : Salemba Empat.