KAJIAN TEORI
A. Perspektif Teori
1. Pengertian Perspektif
Perspektif adalah suatu kerangka konseptual (conceptual framework), suatu
perangkat asumsi, nilai, atau gagasan yang mempengaruhi persepsi kita, dan pada
gilirannya mempengaruhi cara kita bertindak dalm suatu situasi. Oleh karena itu, tidak ada
seorang ilmuwan yang berhak mengklaim, bahwa perspektifnya yang benar atau sah,
sedangkan perspektif lainnya salah. Meskipun suatu perspektif mungkin lebih mendekati
realitas yang dimaksud, tapi pada dasarnya perspektif itu mungkin hanya menangkap
sebagian dari realitas tersebut. Tidak satupun perspektif dapat menangkap leseluruhan
realitas yang diamati, jadi suatu perspektif bersifat terbatas, karena hanya memungkinkan
manusia melihat satu sisi saja dari realitas “di luar sana”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perspektif itu merupakan suatu pandangan dari suatu dasar
pemikiran atau yang menjadi dasar pemikiran.
2. Pengertian Teori
Teori adalah seperangkat gagasan (konsep), defenisi-defenisi dan proposisi-
proposisi yang berhubungan satu sama lain yang menunjukkan fenomena-fenomena yang
sistematis dengan menetapkan hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan tujuan
untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena.
Arti lain dari teori, diambil dari kamus istilah pendidikan dan umum yaitu:
1. Pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu pristiwa.
2. Ajaran tentang kaidah-kaidah dasar atau azas-azas tentang sesuatu.
3. Pengetahuan tentang sesuatu masalah yang hanya bersifat perenungan saja.
Teori dapat juga disebut sebagai data yang tersusun dalam suatu sistem pemikiran.
Kerlinger mengatakan bahwa teori adalah:
“Seperangkat konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang berfungsi untuk
melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel sehingga
dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Dengan kata lain, teori
adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunanakan untuk menjelaskan
berbagai fenomena secara sistematik.”
Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel pada tahun 1991 mengemukakan bahwa:
“Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, defenisi,
dan komposisi yang disusun secara sitematis.”
Model tersebut menempatkan posisi anak atau keluarga inti pada pusat di dalam model
yang secara langsung dapat berinteraksi dengan lingkungan yang berada di sekitarnya,
yaitu lingkungan mikrosistem (the microsystem) yang merupakan lingkungan terdekat
dengan anak berada, meliputi keluarga, sekolah, teman sebaya, dan tetangga. Model ini
juga dapat diterapkan berdasarkan perspektif gender, yaitu lingkungan yang dapat
mendorong/ menghambat interaksi lingkungan dengan kaum laki-laki atau perempuan,
mulai dari masa bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa sampai lanjut usia. Lingkungan
yang lebih luas disebut lingkungan mesosistem (the mesosystem) yang berupa hubungan
antara lingkungan mikrosistem satu dengan mikrosistem yang lainnya, misalnya hubungan
antara lingkungan keluarga dengan sekolahnya, dan hubungan antara lingkungan keluarga
dengan teman sebayanya. Lingkungan yang lebih luas lagi disebut dengan lingkungan
exosystem yang merupakan lingkungan tempat anak tidak secara langsung mempunyai
peranan secara aktif, misalnya lingkungan keluarga besar (extended family) atau
lingkungan pemerintahan. Akhirnya lingkungan yang paling luas adalah lingkungan
makrosistem (the macrosystem) yang merupakan tingkatan paling luas yang meliputi
struktur sosial budaya suatu bangsa secara umum.
Berikut ini menyajikan berbagai landasan Teori Keluarga dari lingkup makro (terdiri
atas Teori Struktural Fungsional/ Sistem, Teori Konflik Sosial, Teori Gender dan Teori
Perkembangan multilineal dengan tingkatan masyarakat) dan lingkup mikro (terdiri atas
Teori Pertukaran Sosial, Teori Interaksi Simbolik dan Teori Perkembangan Unilineal
(Individu dan Keluarga).
Menurut perspektif Teori konflik sosial, hubungan yang penuh konflik terjadi juga dalam
keluarga. Peran yang dilembagakan oleh institusi keluarga, menurut persepsi konflik sosial telah
menciptakan pola relasi yang opresif. Menurut teori ini, situasi konflik dalam kehidupan sosial
tidak dianggap sebagai sesuatu yang abnormal atau disfungsional, tetapi bahkan dianggap sesuatu
yang alami dalam setiap proses sosial. Adanya konflik bersumber dari struktur dan fungsi keluarga
itu sendiri. Seorang suami dengan kedudukannya sebagai kepala keluarga akan menimbulkan
konflik terbuka dengan istrinya yang mempunyai kedudukan ibu rumahtangga.
Teori sosial konflik menawarkan keluarga sebagai wahana alternatif efektif untuk
pengembangan sumberdaya manusia tanpa resiko penolakan dan tantangan. Pendukung teori dan
ideologi konflik justru menganggap keluarga sebagai sumber malapetaka, kesengsaraan dan
ketidakadilan, terutama bagi perempuan.
Contoh perbedaan praksis/ aplikasi Teori Struktural-Fungsional dan Sosial-Konflik dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat.
9. Perbedaan Pendekatan