Anda di halaman 1dari 10

Kajian Pengelolaan dan Pelayanan Angkutan Umum

Untuk Memperbaiki Kinerja Persimpangan


Studi Kasus : Persimpangan Lenteng Agung, Jakarta
Mochamad Ibrahim Dzikri Nahry Heddy Rohandi Agah
Departemen Teknik Sipil Departemen Teknik Sipil Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Fakultas Teknik Fakultas Teknik
Universitas Indonesia Universitas Indonesia Universitas Indonesia
ibrahim.dzikri@yahoo.com nahry@eng.ui.ac.id agah@eng.ui.ac.id

Abstrak
Persimpangan Lenteng Agung sebagai titik transit antar moda dilalui oleh beberapa moda
transportasi angkutan umum, salah satunya adalah angkutan perkotaan (angkot). Kemacetan yang
terjadi di persimpangan tersebut antara lain disebabkan oleh kinerja angkot yang tidak optimal.
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja angkot yang melalui persimpangan Lenteng
Agung, mengidentifikasi ketersediaan fasilitas angkutan umum dan menganalisa upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi permasalahan terkait angkutan umum di persimpangan tersebut.
Parameter kinerja angkot yaitu load factor, jumlah penumpang yang diangkut, waktu tunggu
penumpang, waktu antara (headway), kecepatan perjalanan, ketersediaan angkutan dan sebab-
sebab kelambatan. Parameter tersebut didapatkan dari survei statis di persimpangan Lenteng
Agung dan survei dinamis pada angkot trayek D.83 dan S.02. Hasil survei menunjukkan kinerja
angkot yang belum optimal, dimana Load factor rata-rata angkot di persimpangan Lenteng Agung
kurang dari 70%, waktu tunggu penumpang dan headway rata-rata kurang dari 2 menit dan
kecepatan perjalanan rata-rata kurang dari 20 km/jam. Tidak tersedianya fasilitas khusus angkutan
umum juga mengakibatkan angkot berperilaku sering berhenti di sembarang tempat. Rekomendasi
yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di Lenteng Agung ini yaitu pengurangan
jumlah armada angkot D.83 dari 47 unit menjadi 31 unit dan angkot S.02 dari 70 unit menjadi 46
unit, perubahan rute trayek dan pembangunan bus bay.

Kata kunci : Titik transit, kinerja angkot, fasilitas angkutan umum.

Abstract
Lenteng Agung Intersection is known as transit point. It is passed by many public transportation
modes, such as minibus (angkot). The existence of the angkot has made serious problem on
Lenteng Agung Intersection. This study aims to identify the performance of angkot, to identify the
availability of public transportation facilities and to analyze some efforts to solve problems at
Lenteng Agung Intersection.Performance of angkot is represented by load factor, quantity of
passenger, passenger’s waiting time, headway, vehicle speed, availability of angkot and causes of
delay. These parameters are obtained through static survey at the intersection and dinamic survey
on angkot D.83 and S.02 route.The result shows that performance of angkot is not optimal, in
which the average load factor at the intersection is less than 70%, passenger’s waiting time and
average headway are less than 2 minutes and average angkot’s speed is less than 20 km/hour. The
absence of public transportation facilities at the intersection has made the angkot frequently stop at
any arbitrary points. Some recommendation to solve problems at Lenteng Agung Intersection are
proposed, those are the reduction of fleet size of Angkot D.83 from 47 units to 31 units and
Angkot S.02 from 70 units to 46 units, route change and perform bus bay.

Keyword : Transit point, performance of angkot, public transportation facility.

PENDAHULUAN
Kemacetan di Jakarta disebabkan oleh berbagai permasalahan kompleks, yang tak
kunjung dapat diselesaikan dari akarnya hingga tuntas. Kemacetan lalu lintas
disebabkan oleh jumlah kendaraan yang melampaui kapasitas jalan. Tingginya
laju pertumbuhan kendaraan di Jakarta menunjukkan bahwa masyarakatnya
cenderung masih memilih bepergian menggunakan kendaraan pribadi
dibandingkan dengan menggunakan angkutan umum. Padahal, secara konsep
angkutan umum merupakan suatu solusi dalam menyelesaikan permasalahan
kemacetan di Jakarta. Di sisi lain, pengelolaan angkutan umum yang kurang baik
justru mengakibatkan timbulnya permasalahan baru seperti kemacetan, potensi
kecelakaan dan tindak kejahatan. Oleh karenanya, diperlukan suatu pengaturan
untuk meningkatkan kinerja angkutan umum namun dengan tetap tidak
mengganggu arus lalu lintas atau kapasitas jalan.

Di DKI Jakarta, salah satu jalan yang seringkali terjadi kemacetan adalah di Jl.
Raya Lenteng Agung arah dari Depok menuju Jakarta, tepatnya di persimpangan
Lenteng Agung. Persimpangan Lenteng Agung merupakan persimpangan strategis
yang dilalui oleh berbagai moda transportasi seperti KRL Jabodetabek, bus dan
angkot. Kemacetan di titik ini antara lain disebabkan oleh banyaknya angkot yang
sering berhenti sembarangan. Terdapat dua trayek angkot yang menjadikan titik
ini sebagai terminal mereka yaitu angkot D.83 dan S.02. Oleh karena itu tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kinerja angkot di persimpangan
Lenteng Agung, mengidentifikasi ketersediaan fasilitas angkutan umum di titik
tersebut dan menganalisa upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan terkait angkutan umum di persimpangan Lenteng Agung (Gambar
2).

METODA PENELITIAN
Alur Penelitian
A
Mulai

Data Instansi Resmi Survei Statis Survei Dinamis


Identifikasi Masalah  Armada angkot  Headway  Waktu perjalanan
 Jaringan trayek  Durasi angkot berhenti  Jumlah penumpang
 Jumlah penumpang  Sebab-sebab kelambatan
Perumusan Masalah
 Wawancara  Rute Trayek
 Kondisi geometrik  Kondisi-kondisi lain
Penetapan Tujuan Penelitian

Studi Pustaka Perhitungan Parameter Kinerja Angkutan


Umum

Pemilihan Variabel Penelitian  Load Factor


 Jumlah penumpang
 Headway
 Waktu tunggu penumpang
A  Kecepatan
 Sebab-sebab kelambatan
 Ketersediaan angkutan
 Tingkat konsumsi bahan
bakar

B
B

Menganalisa karakteristik angkutan umum,


penumpang dan kondisi persimpangan

Menentukan kebijakan optimasi, baik berupa


sistem maupun infrastruktur

Kesimpulan dan Rekomendasi

Selesai

Gambar 1 Bagan Alir Penelitian


Survei statis dilakukan di tiga titik di persimpangan Lenteng Agung yaitu di Jl.
Lenteng Agung, Jl. Jagakarsa dan di Jl. Moh. Kafhi II (Gambar 2). Survei statis
ini mencatat jumlah penumpang, waktu berhenti dan headway angkot. Pada survei
statis juga dilakukan wawancara kepada orang-orang yang berlalu lalang di
persimpangan Lenteng Agung untuk mengetahui karakteristik calon penumpang
maupun moda transportasi yang digunakan. Survei dinamis dilakukan dengan ikut
serta dalam angkot D.83 dan S.02. Dalam survei dinamis dicatat jumlah
penumpang sepanjang trayek, waktu tempuh dan hal-hal lain yang terkait. Data
yang sudah dikumpulkan diolah dan dihitung untuk mendapatkan parameter-
parameter kinerja angkutan umum yang meliputi : faktor muat (load factor),
jumlah penumpang yang diangkut, waktu antara (headway), waktu tunggu
penumpang, kecepatan perjalanan, sebab-sebab kelambatan dan ketersediaan
angkutan. Berikut ini merupakan persamaan-persamaan yang digunakan untuk
mendapatkan parameter kinerja angkutan umum:
a. Volume penumpang merupakan selisih dari jumlah penumpang yang naik
kendaraan (boarding) dengan yang turun dari kendaaraan (alighting).
(Vuchic, 2005):
( ) ∫ ( ) dan ( ) ∫ ( ) (1)
( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ( ) ( ) (2)
Dimana,
B(s) : total jumlah penumpang yang naik kendaraan (penumpang/jam)
A(s) : total jumlah penumpang yang turun dari kendaraan
(penumpang/jam)
b(s) : jumlah penumpang yang naik kendaraan (penumpang/jam)
a(s) : jumlah penumpang yang turun dari kendaraan (penumpang/jam)
s : jarak (km)
P(s) : volume penumpang (penumpang/jam)
b. Faktor muat (load factor) merupakan perbandingan antara kapasitas terjual
dan kapasitas tersedia untuk satu perjalanan yang biasa dinyatakan dalam
persen (%) (Vuchic, 2005):
(3)
Dimana
α : load factor (penumpang/ruang)
P : volume penumpang (penumpang/jam)
C : kapasitas (ruang/jam)
c. Kapasitas kendaraan adalah daya muat penumpang pada setiap kendaraan
angkutan umum. Kapasitas setiap jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Kapasitas Kendaraan

Sumber: SK.687 Dirjen Perhubungan Darat tahun 2002


d. Waktu sirkulasi adalah waktu kendaraan umum dalam menempuh trayeknya
dari tempat asal menuju ke tempat tujuan kemudian kembali ke tempat asal.
Waktu sirkulasi ini digunakan untuk menghitung kecepatan rata-rata dan
perhitungan evaluasi armada. Dalam perencanaan ditetapkan kecepatan
kendaraan rata-rata 20 km/jam dan deviasi sebesar 5% dari waktu perjalanan
(Dirjen Perhubungan Darat, 2002):
( ) ( ) ( ) (4)
Dimana:
CTABA : Waktu sirkulasi dari A ke B kembali ke A
TAB : waktu perjalanan rata-rata dari A ke B
TBA : waktu perjalanan rata-rata dari B ke A
σAB : deviasi waktu perjalanan dari A ke B
σBA : deviasi waktu perjalanan dari B ke A
TTA : waktu henti kendaraan di A
TTB : waktu henti kendaraan di B
e. Waktu henti kendaraan di asal atau tujuan (TTA atau TTB) ditetapkan sebesar
10% dari waktu perjalanan antara A dan B.
f. Waktu antara kendaraan (headway) ditetapkan berdasarkan persamaan 5
berikut ini (Dirjen Perhubungan Darat, 2002):
(5)
Dimana,
H : waktu antara (headway) (menit)
P : jumlah penumpang per jam pada seksi terpadat
C : kapasitas kendaraan
Lf : faktor muat, diambil 70% (pada kondisi dinamis)
Catatan :
H ideal = 5-10 menit
H puncak = 2-5 menit
g. Jumlah armada per waktu sirkulasi yang diperlukan dihitung dengan
persamaan 6 berikut ini (Dirjen Perhubungan Darat, 2002):
(6)
Dimana,
K : jumlah kendaraan
CT : waktu sirkulasi (menit)
H : waktu antara (menit)
fA : faktor ketersediaan kendaraan (100%)
Titik 2: Jl. Jagakarsa

Titik 1: JPO Lenteng Agung

Titik 3 : Jl. Moh. Kahfi II

Gambar 2 Denah Lokasi Pengamatan


Berdasarkan karakteristik kinerja saat ini, dilakukan evaluasi, yaitu evaluasi
terhadap pelayanan angkutan umum dan evaluasi jumlah armada yang beroperasi.
Selain itu, dilakukan juga pengamatan terhadap kondisi geometrik persimpangan
Lenteng Agung. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi
persimpangan tersebut sebagai titik transit antar moda transportasi.

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


Hasil dan Analisa Survei Statis
Dari uraian data hasil survei statis angkot D.83 dan S.02 di atas terlihat bahwa
kedua angkot tersebut mempunyai nilai load factor yang tidak optimal.
Dibandingkan dengan pagi hari, nilai load factor pada sore hari kedua angkot
tersebut lebih besar. Hal ini disebabkan oleh orientasi pergerakan penumpang
pada sore hari memang menuju ke arah Jagakarsa (Tabel 2).
Tabel 2 Statistik Deskriptif Load Factor, Waktu Berhenti dan
Headway Jl. Jagakarsa
Load Factor
No. Angkot Waktu Mean Std Dev. Min Max
Pagi 27,0% 28,2% 0,0% 115,4%
1 D.83
Sore 55,9% 38,0% 0,0% 146,2%
Pagi 31,4% 29,8% 0,0% 108,3%
2 S.02
Sore 48,6% 37,3% 0,0% 108,3%
Waktu Berhenti
No. Angkot Waktu Mean Std Dev. Min Max
Pagi 0:02:16 0:03:08 0:00:00 0:17:25
1 D.83
Sore 0:03:56 0:05:43 0:00:00 0:22:01
Pagi 0:02:00 0:05:19 0:00:00 0:28:32
2 S.02
Sore 0:04:53 0:08:24 0:00:00 0:38:53
Headway
No. Angkot Waktu Mean Std Dev. Min Max
Pagi 0:01:14 0:00:55 0:00:02 0:04:37
1 D.83
Sore 0:01:28 0:01:18 0:00:00 0:08:28
Pagi 0:01:05 0:00:52 0:00:00 0:05:26
2 S.02
Sore 0:01:22 0:01:21 0:00:00 0:05:56
40 40

Frekuensi
30 30

Frekuensi
20
10 20
0 Pagi 10 Pagi

123,1 -…
69,2 - 75%
0,0%
23,1 - 25%
46,2 - 50%

92,3 - 100%
Sore 0 Sore

100,0%
16,7%
33,3%
50,0%
66,7%
83,3%
0,0%
Load Factor (%) Load Factor (%)

Gambar 3 Distribusi Frekuensi Load Factor D.83 (Biru) dan S.02 (Merah)

60 100
Frekuensi

Frekuensi
40
50
20
0 Pagi 0 Pagi
Sore Sore

Waktu (detik) Waktu (detik)

Gambar 4 Distribusi Frekuensi Waktu Berhenti D.83 (Biru) dan S.02 (Merah)
150 200
Frekuensi

Frekuensi

100
100
50 Pagi Pagi
0 0
Sore Sore
0-2 2-5 5-10 >10 0-2 2-5 5-10 >10
Waktu (menit) Waktu (menit)

Gambar 5 Distribusi Frekuensi Headway D.83 (Biru) dan S.02 (Merah)


Waktu berhenti kedua angkot pada pagi hari dominan mempunyai waktu yang
lebih singkat dibandingkan dengan sore hari dimana keduanya mempunyai
frekuensi waktu berhenti yang cukup tinggi yaitu lebih dari 10 menit. Hal ini
disebabkan pada pagi hari Aparat Kepolisian yang berjaga mempunyai personel
yang lebih banyak dan melakukan penjagaan yang lebih ketat. Hal ini juga yang
menyebabkan angkot lebih banyak berhenti di ujung Jl. Jagakarsa. Sedangkan
headway rata-rata kedua angkot bernilai kecil karena berlebihnya jumlah armada
(Gambar 4 dan 5).
Hasil dan Analisa Survei Dinamis
Berikut ini adalah grafik-grafik hasil pengolahan data survei dinamis.

Gambar 6 Load Factor Sepanjang Trayek D.83 (Kiri) dan S.02 (Kanan)

Gambar 7 Grafik Kecepatan Angkot D.83 (Kiri) dan S.02 (Kanan)


Load factor rata-rata sepanjang trayek angkot D.83 pada pagi dan sore hari adalah
17,5% dan 25,1%. Rata-rata kecepatan angkot D.83 pagi dan sore hari berturut-
turut adalah 15,09 km/jam dan 14,73 km/jam. Load factor rata-rata sepanjang
trayek angkot S.02 pada pagi dan sore hari berturut-turut adalah 36,2% dan
26,5%. Rata-rata kecepatan angkot S.02 pagi dan sore hari berturut-turut adalah
12 km/jam dan 16 km/jam. (Gambar 6 dan 7)

Berdasarkan survei dinamis nilai load factor angkot D.83 dan S.02 dapat
dikatakan tidak optimal. Besarnya nilai load factor yang terlihat dari masing-
masing grafik menunjukan karakteristik jumlah penumpang pada dua trayek
tersebut secara umum. Kedua trayek tersebut juga memiliki segmen terpadat yang
sama yaitu pada segmen Jl. Jagakarsa, sesuai dengan pengamatan langsung,
tepatnya di permulaan Jl. Jagakarsa. Yang cukup menjadi perbedaan adalah
jumlah penumpang menuju Lenteng Agung memang lebih banyak yang
menggunakan angkot S.02, terlihat dari grafik load factor menuju Lenteng Agung
yang relatif lebih besar dibandingkan dengan load factor angkot D.83.

Analisa Waktu Tunggu Penumpang dan Sebab-sebab Kelambatan


Waktu tunggu penumpang aktual adalah waktu tunggu selama angkot berhenti
untuk mengisi kendaraan hingga penuh. Namun, waktu tunggu penumpang dalam
menunggu kedatangan angkot di persimpangan Lenteng Agung tidak lama karena
terjaminnya ketersediaan armada angkot. Sebab-sebab kelambatan yang terjadi
terutama adalah kemacetan. Sebab-sebab kelambatan ini lebih terjadi pada trayek
S.02 dimana titik-titik kemacetan yang dilalui adalah di Jl. Paso – Jl. Moh. Kahfi
dan di Jl. Lenteng Agung arah Jakarta.

Analisa Ketersediaan Fasilitas Angkutan Umum Persimpangan Lenteng


Agung
Tabel 3 Kondisi Geometrik Persimpangan Lenteng Agung
Lebar Bahu Jalan Fasilitas Pejalan
Jalan Damija Median
Jalan (m) (m) Kaki
Jl. Raya Lenteng Hanya sebelah
9 - - -
Agung kanan
Jl. Jagakarsa 5 - - - -
Ada
Jl. Moh. Kahfi II 6,5 - - -
sebagian
Di persimpangan Lenteng Agung tidak tersedia fasilitas angkutan umum yang
memadai. Fasilitas pejalan kaki hanya tersedia di sisi kanan Jl. Lenteng Agung. Di
sisi kiri Jl. Lenteng Agung, bangunan yang berdiri tidak punya jarak yang jelas
terhadap badan jalan. Sebagian ruang yang tersedia di sisi tersebut juga digunakan
oleh ojek untuk menunggu penumpang. Bahkan di Jl. Jagakarsa, badan jalan
diapit oleh bangunan di kedua sisinya. Hal tersebut semakin mengurangi kapasitas
jalan yang sudah digunakan oleh angkot untuk berhenti (Tabel 3).

Analisa Hasil Wawancara


Hasil wawancara melalui kuisioner menunjukkan bahwa moda yang paling
banyak dipilih dari Lenteng Agung menuju ke destinasi responden adalah KRL
Jabodetabek (41,22%). Dari tabulasi silang data pengguna KRL Jabodetabek
tersebut didapatkan bahwa sebesar 35,2% responden adalah penumpang angkot
D.83 dan sebesar 14,8% responden adalah penumpang angkot S.02 (Gambar 8)
atau sekitar 50% responden pengguna KRL Jabodetabek merupakan pengguna
angkot D.83 dan S.02 (Gambar 8).

Angkot D.83
Moda 35%
Transportas
i Lain 50%
Angkot S.02
15%
Gambar 8 Diagram Tabulasi Silang Pengguna KRL Jabodetabek
Dari data tersebut juga menyebutkan bahwa 87% pengguna KRL Jabodetabek
merupakan pengguna yang rutin (menggunakan setiap hari). Dari analisa tabulasi
silang ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas orang yang lalu lalang di
persimpangan Lenteng Agung merupakan pengguna angkot D.83, S.02 dan KRL
Jabodetabek.

Rekomendasi Perbaikan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya terlihat bahwa nilai load factor angkot tidak
optimal dan fasilitas khusus angkutan umum tidak tersedia. Dalam perencanaan
penyelenggaraan angkutan umum Dirjen Perhubungan Darat Tahun 2002
disebutkan bahwa load factor direncanakan mencapai angka 70%. Oleh karena
itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap jumlah armada dan juga rute serta
kelengkapan fasilitas. Dari hasil evaluasi, tiga rekomendasi yang diajukan yaitu
evaluasi armada, perubahan rute perjalanan dan pembangunan fasilitas angkutan
umum.
a. Evaluasi Armada
Reduksi jumlah armada untuk mencapai angka load factor sekitar 75% untuk
angkot D.83 dan S.02 adalah 31 unit dan 46 unit. Armada angkot D.83
direduksi dari 47 unit menjadi 31 unit, serta armada angkot S.02 direduksi
dari 70 unit menjadi 46 unit. Penerapan evaluasi ini dapat berupa
penjadwalan hari operasi dalam seminggu yaitu sebagian unit angkot hanya
beroperasi pada hari-hari tertentu (misalnya beroperasi pada hari senin, rabu
dan jumat) dan sebagian lainnya beroperasi pada sisa hari berikutnya (selasa,
kamis, sabtu dan minggu).
b. Perubahan Rute Perjalanan
Dari rute eksisting trayek S.02 terlihat bahwa sangat memungkinkan untuk
sedikit mengubah rute perjalanannya. Terutama untuk menghindari
permulaan Jl. Jagakarsa tetapi tetap tidak menghilangkan potensi penumpang
dari Lenteng Agung. Rute alternatif yang direkomendasikan yaitu dari Jl.
Lenteng Agung kemudian belok ke Jl. Moh. Kahfi II – Jl. Jeruk dan kembali
ke Jl. Jagakarsa. Dengan menerapkan hal ini calon penumpang angkot S.02
kini dapat naik di awal Jl. Moh. Kahfi II dan diharapkan volume angkot yang
melewati Jl. Jagakarsa arah Jagakarsa setidaknya akan terbagi. Perpindahan
titik naik angkot ini juga tidak begitu jauh yaitu sekitar 100 m.
c. Pembangunan Fasilitas Angkutan Umum
Fasilitas yang diajukan dalam hal ini adalah jalur bus bay khusus untuk
mengakomodasi kegiatan naik turun penumpang di Lenteng Agung. Sketsa
bus bay ditunjukkan pada Gambar 9. Jenis tempat perhentian bus yang
digunakan ini adalah Standar Tempat Henti Kelompok 6 Tunggal (Dirjen
Perhubungan Darat, 1996).

Gambar 9 Rekomendasi Tempat Henti (Bus Bay)

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan ada tiga kesimpulan utama yang
didapatkan yaitu:
a. Merujuk pada Standar Penyelenggaran Angkutan Umum Perkotaan Dirjen
Perhubungan Darat Tahun 2002, secara umum kinerja angkot D.83 dan S.02
masih belum optimal. Tabel 4 menunjukkan ringkasan parameter kinerja
angkot hasil dari survei.
Tabel 4 Ringkasan Parameter Kinerja Angkot D.83 dan S.02
Angkot D.83 Angkot S.02
No. Parameter Keterangan
Pagi Sore Pagi Sore
1 Load Factor Rata-rata 27,0% 55,9% 31,4% 48,6% Tidak Optimal
Jumlah Penumpang pada Melampaui Penumpang
2 184 277 221 250
Jam Puncak (pnp/jam) Harian Minimum
Headway Rata-rata
3 1,23 1,47 1,08 1,37 Sangat Singkat
(menit)
Kecepatan Rata-rata
4 15,09 14,73 12 16 Tidak ≥ 20 km/jam
(km/jam)
Nilai headway yang kecil ini berdampak pada waktu tunggu penumpang yang
relatif sebentar untuk menunggu datangnya angkot. Sebab-sebab kelambatan
yang terjadi secara umum adalah kemacetan.
b. Fasilitas khusus angkutan umum seperti halte, fasilitas pejalan kaki, Damija
dan tempat perhentian kendaraan umum (bus bay) tidak tersedia. Sebagai titik
transit antar moda transportasi, persimpangan Lenteng Agung seharusnya
dapat mengakomodasi segala kebutuhan transportasi.
c. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan terkait
angkutan umum di persimpangan Lenteng Agung adalah sebagai berikut:
- Reduksi unit armada angkot D.83 dari 47 unit menjadi 31 unit dan angkot
S.02 dari 70 unit menjadi 46 unit untuk meningkatkan load factor hingga
75% per unit angkot selama jam puncak.
- Perubahan rute trayek angkot S.02 yang semula rutenya adalah Jl. Lenteng
Agung – Jl. Jagakarsa menjadi Jl. Lenteng Agung – Jl. Moh. Kahfi II – Jl.
Jeruk – Jl. Jagakarsa.
- Membangun bus bay khusus untuk angkot D.83 dan S.02 di Jl. Jagakarsa.

Saran
- Mengevaluasi kembali jumlah armada untuk meningkatkan load factor.
- Perlu dipertimbangkan lebih lanjut tentang pembangunan fasilitas-fasilitas
angkutan umum seperti halte dan (bus bay).

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perhubungan Prov. DKI Jakarta. (2013). Dinas Perhubungan Dalam Angka
Tahun 2012. Jakarta: Dinas Perhubungan Prov. DKI Jakarta.
Dirjen Perhubungan Darat. (1996). Pedoman Teknis Perekayasaan Tempat
Perhentian Kendaraan Penumpang Umum. Jakarta: Dirjen Perhubungan
Darat.
Dirjen Perhubungan Darat. (2001). Panduan Pengumpulan Data Angkutan Umum
Perkotaan. Jakarta: Dirjen Perhubungan Darat.
Dirjen Perhubungan Darat. (2002). Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan
Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan
Teratur. Jakarta: Dirjen Perhubungan Darat.
Vuchic, V. R. (2005). Urban Transit: Operations, Planning, and Economics. New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai