PENDAHULUAN
1
alami hama tanaman, pakan hewan (burung) yang bernilai ekonomi tinggi, dan
penghasil madu.
Coleoptera berasal dari bahasa Latin coleos (perisai) dan pteron (sayap),
berarti insekta bersayap perisai. Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai
hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi
serangga lai. Ordo Coleoptera, yang berarti "sayap berlapis", dan berisi spesies
yang sering dilukiskan di dalamnya dibanding dalam beberapa ordo lain dalam
kerajaan binatang. Empat puluh persen dari seluruh spesies serangga adalah
kumbang (sekitar 350,000 spesies), dan spesies baru masih sering ditemukan.
Perkiraan memperkirkan total jumlah spesies, yang diuraikan dan tidak diuraikan,
antara 5 dan 8 juta. Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama
tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi
serangga lain. Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal
serta tidak memiliki vena sayap dan disebut elytra. Apabila istirahat, elytra seolah-
olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap
belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan. Alat
mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan
baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya
terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala.
2
larva hama. Beberapa family dari ordo ini adalah dynastidae, melolonthidae,
rutelidae, lampyridae, coccinellidae, curculionidae, histeridae, cerambycidae dan
scolytidae.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
serangan hama dari segi ekologi atau lingkungan adalah adanya ledakan populasi
serangga yang tidak terkontrol (Pranata, 1982).
Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki
yakni tumbuh pada areal pertanaman. Gulma secara langsung maupun tidak
langsung merugikan tanaman budidaya. Gulma dapat merugikan tanaman
budidaya karena bersaing dalam mendapatkan unsur hara, cahaya matahari, dan
air. Jenis gulma yang tumbuh biasanya sesuai dengan kondisi perkebunan,
misalnya pada perkebuanan yang baru diolah, maka gulma yang dijumpai
kebanyakan adalah gulma semusim, sedang pada perkebunan yang telah lama
ditanami gulma yang banyak terdapat adalah jenis tahunan. Gulma yang terdapat
5
pada dataran tinggi relatif berbeda dengan yang tumbuh di daerah dataran rendah,
Pada daerah yang tinggi terlihat adanya kecenderungan bertambahnya
keanekaragaman jenis, sedangkan jumlah individu biasanya tidak begitu besar.
Hal yang sebaliknya terjadi pada daerah rendah yakni jumlah individu sangat
melimpah, tetapi jenis yang ada tidak begitu banyak (Soekisman, T. dkk. 1984).
1. Zaman Prapestisida
6
2. Zaman Optimisme
Zaman optimisme terjadi pada tahun 1945-1962. Pada zaman itu dimulai
penggunaan insektisida diklor difenol trikloroetan (DDT), fungisida ferbam, dan
herbisida 2,4 D (Flint dan van den Bosch 1990). Selama lebih kurang 10 tahun,
penggunaan pestisida menjadi bagian rutin dari kegiatan budi daya tanaman,
seperti halnya pengolahan tanah dan pemupukan. Pada zaman optimisme,
pengendalian OPT tidak memerhatikan perkembangan pemahaman biologi hama.
Petani ingin pertanamannya bebas hama sehingga melakukan aplikasi pestisida
secara berjadwal dan berlebihan.
3. Zaman Keraguan
Zaman keraguan diawali dengan terbitnya buku Silent Spring oleh Carson
(1962) yang membuka mata dunia tentang seriusnya pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh DDT. Buku tersebut merupakan tangis kelahiran bayi dari
gerakan peduli lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan berbagai jenis pestisida
merusak kelestarian lingkungan biotik dan abiotik di daerah beriklim sedang
maupun tropik. Salah satu contoh adalah lalat rumah menjadi resisten terhadap
DDT sejak tahun 1946. Hal tersebut semakin menjadi perhatian pada era ini.
Kurang berhasilnya pengendalian hama secara konvensional mendorong
berkembangnya paradigma baru yang berusaha meminimalkan penggunaan
pestisida serta dampak negatifnya. Paradigma tersebut dikenal dengan istilah PHT
klasik atau PHT teknologi karena pendekatan paradigma ini berorientasi pada
teknologi pengendalian hama.
Tahun 1970 merupakan awal dari revolusi hijau pestisida, pupuk sintetis,
dan varietas unggul (IR5, IR8, C4, Pelita I-1 dan Pelita I-2), yang merupakan
paket produksi. Teknologi baru ini mendorong timbulnya permasalahan wereng
coklat, yaitu munculnya biotipe baru. Revolusi hijau telah mendorong petani
makin bergantung pada pestisida dalam mengendalikan OPT. Kondisi ini telah
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. PHT
diawali dengan terbentuknya Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika
7
Serikat pada tahun 1972 dan pengalihan wewenang registrasi pestisida dari
Departemen Pertanian ke EPA. Pada tahun 1980-1990, berbagai negara
menetapkan PHT sebagai kebijakan nasional. Zaman PHT diperkuat oleh
terbentuknya KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tanggal 14 Juni 1992, mengadopsi
seksi I Integrated Pest Management and Control in Agriculture dari Agenda 21
Bab 14 tentang Promoting Sustainable Agriculture and Rural Development. PHT
dicetuskan oleh Stern et al (1959). Selanjutnya, paradigma PHT berkembang dan
diperkaya oleh banyak pakar di dunia serta telah diterapkan di seluruh dunia. Di
Indonesia, PHT didukung oleh UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, Inpres No 3/1986 yang melarang 57 jenis insektisida, dan PP No. 6
tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Pada tahun 1996 keluar keputusan
bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian tentang batas
maksimum residu, serta UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan.
8
6. Pengendalian Hama Terpadu
Sejak satu abad yang lalu, para pakar perlindungan tanaman telah
mengetahui bahwa pengendalian hama dapat dilakukan dengan memanfaatkan
musuh alami, tanaman resisten, dan pengelolaan lingkungan (rotasi tanaman,
sanitasi, dan pengelolaan tanah). Pengertian PHT atau integrated pest control ata
integrated pest management adalah system pengambilan keputusan dalam
memilih dan menerapkan taktik pengendalian OPT yang dipadukan ke dalam
strategi pengelolaan usaha tani dengan berdasarkan pada analisis biaya/manfaat,
dengan mempertimbangkan kepentingan dan dampaknya pada produsen,
masyarakat, dan lingkungan.
9
memberikan kerugian yang besar apabila terjadi secara massive. Namun serangan
hama umumnya tidak memberikan efek menular, terkecuali apabila hama tersebut
sebagai vektor suatu penyakit. Vektor penyakit atau biasa disebut sebagai faktor
pembawa penyakit adalah organisme yang memberikan gejala sakit, menurunkan
imunitas, atau mengganggu metabolisme tanaman sehingga terjadi gejala
abnormal pada sistem metabolisme tanaman tersebut. Beberapa penyakit masih
dapat ditanggulangi dan tidak memberikan efek serius apabila imunitas tanaman
dapat ditingkatkan atau varietas tersebut toleran terhadap penyakit yang
menyerangnya. Namun terdapat pula penyakit yang memberikan efek serius pada
tanaman dan bahkan menyebabkan kematian. Beberapa vektor penyakit tanaman
adalah virus, bakteri, dan cendawan. Umumnya gejala penyakit memiliki efek
menular yang sangat cepat dan sulit dibendung. Gulma adalah tumbuhan liar yang
tidak dikehendaki tumbuhnya dan bersifat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dibudidayakan. Gulma memberikan pengaruh yang
cukup signifikan pada pertumbuhan tanaman, meskipun biasanya tidak
menimbulkan kematian. Gulma bisa disebut juga sebagai kompetitor penyerap
nutrisi daerah perakaran tanaman. Apabila pertumbuhan gulma lebih cepat
dibandingkan tanaman, maka sudah dapat dipastikan tanaman yang dibudidayakan
akan mengalami pertumbuhan yang tidak optimal. Beberapa jenis gulma bahkan
ada yang memberikan efek racun pada perakaran tanaman, seperti kandungan
metabolit sekunder (cairan) pada akar alang-alang.
Penyakit tumbuhan telah ada sejak dahulu kala, mungkin sejak munculnya
dunia tumbuh-tumbuhan di atas bumi ini. Gejala bercak daun ditemukan pada
fosil daun yang berasal dari zaman purba. Orang Yunani dan Yahudi (500 – 280
SM) meyakini bahwa penyakit tanaman merupakan hukuman atas dosa yang
dilakukannya. Pada saat itu, penyakit tumbuhan juga sudah dihubungkan dengan
cuaca atau iklim yang buruk. Sekitar Tahun 875 hingga beberapa tahun kemudian,
penyakit ergot pada rye (sejenis gandum) yang disebabkan oleh cendawan
Claviceps purpurea mengalami epidemi di berbagai negara di Eropa. Sklerotium
cendawan, yang tercampur butir rye, mengandung senyawa alkaloid dan
menyebabkan ergotisme pada manusia, yaitu menyebabkan jari tangan dan kaki,
kadang-kadang hidung dan telinga penderita membengkak, dan dapat
10
menyebabkan kematian. Penyakit tumbuhan terhebat yang tercatat dalam sejarah
adalah hawar daun kentang yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora
infestans. Sejak Tahun 1845 penyakit tersebut telah tersebar di hampir semua
pertanaman kentang di Eropa yang meliputi luas jutaan hektar. Selain kisaran
serangan yang sangat luas, penyakit dengan intensitas serangan yang sangat hebat
ini menyebabkan pertanaman kentang di Eropa binasa. Di Irlandia, di mana
makanan pokok rakyatnya adalah kentang, timbul paceklik yang sangat
menyedihkan dan dikenal sebagai ”The Irish Famine”. Hal tersebut menyebabkan
kelaparan dan kematian, sehingga banyak rakyat Irlandia terpaksa merantau ke
negara lain dan sebagian besar menjadi emigran ke Amerika Serikat
11
Pengendalian Hama Terpadu atau PHT adalah cara pengendalian yang
digunakan untuk mencapai stabilitas produksi, dengan kerugian seminimal
mungkin bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Timbulnya PHT merupakan
koreksi terhadap sistem pengendalian hama secara konvensional yang selalu
mengutamakan penggunaan pestisida untuk memberantas hama tanaman.
Penggunaan pestisida secara berlebihan untuk membunuh hama, sering kali juga
membunuh organisme selain hama dalam suatu ekosistem. Apabila yang terbunuh
justru organisme yang menguntungkan bagi pengendalian hama maka pada suatu
saat akan terjadi ledakan hama sekunder yang besar sehingga penggunaan
pestisida kurang efektif lagi (Budi 2007).
12
Faktor yang cukup penting dari metode tradisional perlindungan tanaman adalah
memanfaatkan perilaku hama, dengan demikianperkembangnya dapat dihambat,
dan mengurangi kemungkinan hama menyerang tanaman utama. Perlindungan
selanjutnya dengan memanfaatkan musuh alami. Perlindungan tanaman
merupakan proses yang bersifat kompleks sehingga memerlukan pemahaman
peranan masing-masing komponen lingkungan, system usaha tani, dan system
pertanaman yang dilaksanakan. Dengan demikian perlindungan tanaman tidak
dapat dilaksanakan hanya dengan mengandalkan satu tindakan saja, tetap
memerlukan kombinasi tindakan yang menyesuaikan dalam melaksanakan
tindakan sepadan dalam melindungi tanamannya. Kelebihan PHT memang tidak
sebanding dengan pestisida namun jika system ini berlangsung dalam jangka
panjang dapat dilihat kelebihannya :
13
2. Pengendalian Secara Fisik/Mekanik Dilakukan dengan cara sanitasi secara
selektif terhadap tanaman yang terserang OPT, sanitasi terhadap tumbuhan
pengganggu yang kemungkinan menjadi inang lain dari OPT, Pengambilan
kelompok telur/ulat dari tanaman yang diserang, dan pemasangan penghalang
berupa kelambu, rumah kaca, atau plastic transparan.
4. Pengendalian Dengan Bahan Kimia Ditinjau dari bahan aktifnya dibagi dalam 2
macam, yakni pestisida hayati dan pestisida sintesis. Pestisida hayati adalah
pestisida yang dibuat dari makhluk hidup yang bahhan aktifnya dapat
mengendalikan OPT, dapat berupa umbuhan dan agen hayati. Sedang kan
pestisida sintesis memiliki bahan aktif dari hasil sintesa kimia yang terdiri atas
beberapa golongan. Untuk meningkatkan efektivitasnya dalam aplikasi, maka
perlu memperhatikan pemilihan jenis pestisida yang sesuai dengan OPT sasaran.
Jenis pestisida yang dipilih dan digunakan juga harus bersifat tidak persisten
(mudah terurai pada kondisi lapang) atau mempunyai paruh waktu yang pendek.
Biasanya penggunaan pestisida hanya dilakukan jika berdasarkan hasil
pengamatan terhadap OPT telah melebihi ambang batas pengendalian Aplikasi
pestisida dilakukan ketika sebagian besar OPT pada stadium yang peka terhadap
pestisida tersebut. Penggunaan pestisida dilakukan dengan dosis minimum (tidak
berlebihan), namun efektif terhadap OPT sasaran. Bagian yang disemprot
pestisida bukan bagian tanaman yang akan dikonsumsi, tetapi bagian tanaman
yang terserang secara spot atau pada populasi hama (OPT) saja (Surachman &
Widodo 2007).
14
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995,
tentang perlindungan tanaman (LAMPIRAN 1), Perlindungan tanaman adalah
segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan
oleh organisme pengganggu tumbuhan. Organisme pengganggu tumbuhan adalah
semua organisme yang dapatmerusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
kematian tumbuhan. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya. Eradikasi adalah tindakan pemusnahan
terhadaptanaman, organisme pengganggu tumbuhan, dan benda lain yang
menyebabkan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan di lokasi tertentu.
Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh danperangsang
tumbuh, bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk
melakukan perlindungan tanaman (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia).
15
Setford (2005), menyatakan bahwa ada lebih dari 300.000 jenis kumbang
diseluruh dunia. Kebanyakan kumbang memiliki dua pasang sayap. Sepasang
sayap depan bersifat keras dan berfungsi untuk menutupi sayap belakang yang
lebih halus. Sultoni (2004), menyatakan bahwa ordo coleoptera sayap depan
menanduk,sayap belakang membranaceus dan melipat dibawah sayap depan saat
tidak digunakan. Bentuk tubuh bulat, oval, oval memanjang, oval melebar,
ramping memanjang, pipih. Beberapa mempunyai moncong. Alat mulut bertipe
penggigit pengunyah. Dewasa ditemukan hampir disemua tempat terdapat
melimpah di pertanaman, dibawahbatu, kulit kayu, dalam tanah, jamur. Sedikit
yang hidup di air. Banyak bertindak sebagai hama tanaman dan biasanya akan
menyerang hampir semua bagian tanaman.
Aryulina (2004), menyatakan bahwa endopterigota terdiri dari beberapa
ordo yaitu coleoptera, hymenoptera, diptera, dan lepidoptera. Coleoptera memiliki
dua pasang sayap dengan sayap depan yang keras dan tebal. Misalnya kumbang
tanduk (Orycies rhinoceros) dan kutu gabah (Rhyzoperta dominica).
Kumbang adalah salah satu binatang yang memiliki penampilan seperti
kebanyakan spesies serangga. Ordo Coleoptera, yang berarti “sayap berlapis”, dan
berisi spesies yang sering dilukiskan di dalamnya dibanding dalam beberapa ordo
lain dalam kerajaan binatang. Empat puluh persen dari seluruh spesies serangga
adalah kumbang (sekitar 350,000 spesies), dan spesies baru masih sering
ditemukan. Perkiraan memperkirkan total jumlah spesies, yang diuraikan dan
tidak diuraikan, antara 5 dan 8 juta. Kumbang dapat ditemukan hampir di semua
habitat, namun tidak diketahui terjadi di lautan atau di daerah kutub. Interaksi
mereka dengan ekosistem mereka dilakukan dengan berbagai cara.
(www.wikipedia.com)
Coleoptera adalah kelas serangga atau yang biasanya disebut sebagai
“KUMBANG”. Nama Coleoptera diambil dari bahasa Yunani koleos-“pelindung”
dan pteron-“sayap”. Kumbang merupakan jenis serangga paling unik di dunia.
Mereka mempunyai kemampuan spesial masing-masing (tergantung dari
jenisnya). (www.kaskus.blogspot.com).
16
III. MENGENAL ORDO COLEOPTERA
Ordo Coleoptera adalah ordo yang terbesar dari serangga dengan sekitar
40% dari spesies heksapoda yang diketahui. Lebih dari seperempat juta spesies
kumbang sudah dideskripsikan dan 30.000 terdapat di Amerika dan Canada.
Sangat beragam dari segi ukuran mulai dari 75 mm di Amerika sampai 125 mm
di daerah Tropis. Kumbang dapat ditemui pada berbagai habitat dimana saja.,
dapat beradaptasi dengan baik pada habitat subcortical (di bawah kulit kayu
pepohonan) dan fungi. Coleoptera adalah insekta yang bersayap perisai, ordo
coleoptera sayap depan menanduk,sayap belakang membranaceus dan melipat
dibawah sayap depan saat tidak digunakan. Anggota-anggotanya ada yang
bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator
(pemangsa) bagi serangga lain.
17
3.2. Klasifikasi Ordo Coleoptera
*Familia Cicindelidae
18
*Familia Carabidae
Fase imago Carabidae berbentuk pipih dengan warna logam dan memiliki
mandibula yang kuat. Larva maupun imago Carabidae merupakan musuh dari
banyak serangga terutama ulat dan kepompongnya. Antena biasanya berbentuk
filiform, ada pula yang moniliform. Carabidae biasanya hidup dalam tanah atu
dekat tanah. Carabidae biasanya aktif pada malam hari (nokturnal), pada siang
hari serangga ini bersembunyi di bawah daun atau di bawah batu ataupun di
bawah batang tanaman. Beberapa spesies yang berwarna terang aktif di siang
hari (diurnal). Larva biasanya hidup sebagai predator, beberapa bersifat
fitofag (pemakan tumbuhan) atau bersifat omnivora. Beberapa serangga
dewasa dan larva dari Familia Carabidae merupakan predator hama yang
penting. Contoh: Calosoma scrutator (fabricius).
19
*Familia Hydroscaphidae
*Familia Lepiceridae
20
*Familia Sphaeriusidae
Ciri khas Polyphaga terletak pada coxa (dasar) kaki belakang, yaitu tidak
membagi plat abdominal/ventral pertama dan kedua yang dikenal sebagai sternit.
Juga, tidak mempunyai notopleural suture (biasanya ditemukan di bawah pronotal
shield). Polyphaga terdiri dari 144 familia dalam 16 superfamilia, dan
menunjukkan keragaman luas varietas dalam hal spesialisasi dan adaptasi, dengan
lebih dari 300.000 spesies yang tercatat, atau sekitar 90% seluruh spesies
kumbang yang pernah ditemukan. Beberapa sub familia Diantaranya yaitu
Hydrophiloidea, Staphylinoidea, Scarabaeoidea, Scirtoidea, Dascilloidea,
Buprestoidea, Byrrhoidea, Elatoriedea, Derodontoidea, Bostrichoidea,
Lymexyloidea, Cleroidea, Cucujoidea dll. Berikut penjelasan beberapa sub
familianya;
*Familia Hydrophilidae
21
Hydrophilidae adalah famili kumbang air yang memiliki bentuk tubuh
lonjong atau bulat. Sebagian besar spesies yang tergolong familia ini adalah
berukuran kecil, tetapi ada juga yang sangat besar, misalnya sampai 50 mm.
Spesies dalam subfamili Hydrophilinae hidup di air, sedangkan perwakilan dari
subfamili Sphaeridiinae biasanya ditemukan pada tanah, di kotoran, atau sisa-sisa
sayuran. Sebuah fitur yang membedakan dari kumbang pemulung adalah antena
6-9 dan bagian palps maxillar lebih panjang.Hal tersebut yang dirancang untuk
melakukan tugas antena yaitu berbau dan mencicipi. Antena juga digunakan untuk
respirasi. Setelah permukaan udara segar maka antena kemudian akan disimpan.
Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2000 spesies yang tergolong familia ini yang
telah dijelaskan dan di Jerman ada 110 spesies yang telah ditemukan. Habitat
hewan ini sebagian besar adalah di air. Subfamily Sphaeridiinae hidup di daerah
terestrial seperti di kotoran, kompos, bangkai, dan bahan organik yang membusuk
lainnya. Makanan famili serangga ini adalah tanaman dan hewan yang telah mati
dan ada pula yang predator. Beberapa spesies yang hidup di darat memakan
berbagai bahan yang telah membusuk dan belatung.
*Familia Scarabaeoidea
22
*Familia Staphylinidae
23
4. Sub Ordo Archostemata
*Familia Crowsoniellidae
*Familia Cupedidae
24
*Familia Jurodidae
Jurodidae pada awalnya digambarkan dari fosil, namun pada tahun 1996,
satu spesies dari Timur Jauh Rusia, digambarkan sebagai Sikhotealinia zhiltzova,
ditemukan dan kemudian dikenali sebagai perwakilan familia yang tidak punah ini
(sebuah "fosil hidup" ). Sejak saat itu, kumbang ini, yang diketahui hanya dari
satu spesimen tunggal, telah menjadi bahan perdebatan, karena dilaporkan
memiliki tiga ocelli di dahi, suatu kondisi yang tidak diketahui secara keseluruhan
di seluruh ordo Coleoptera, apakah punah atau hidup. umumnya dianggap sebagai
karakter dasar untuk serangga neopteran. Jika benar, spesies ini mungkin
mewakili kumbang hidup yang paling lama. Namun, pihak berwenang lain telah
menantang penafsiran ini, dan selanjutnya menyarankan agar kumbang ini bukan
bagian dari Archostemata. Ini mungkin tidak dapat diselesaikan sampai spesimen
tambahan dikumpulkan, dan tetap dibutuhkan analisis genetika.
*Familia Ommatidae
*Familia Micromalthidae
25
dari kedua sisinya. Larva tersebut adalah penggerek kayu yang memakan kayu
kastang dan kayu ek yang lembab dan membusuk. Mereka juga telah dilaporkan
menyebabkan kerusakan pada bangunan dan tiang. Siklus hidup tidak biasa karena
tahap larva cerambycoid dapat berkembang menjadi induk dewasa, atau
melahirkan larva caraboid. Spesies ini telah menyebar ke berbagai belahan dunia
oleh perdagangan manusia, mungkin di kayu.
-Kumbang memiliki sayap depan yang keras, tebal dan merupakan penutup bagi
sayap belakang dan tubuhnya. Sayap depan disebut elitron. Ketika terbang sayap
depan kumbang tidak berfungsi hanya sayap belakang yang digunakan untuk
terbang. Sayap belakang berupa selaputdan pada waktu istirahat dilipat dibawah
elitra.
-Tipe alat mulut kumbang yaitu tipe penggigit dan pengunyah, kumbang juga
memiliki kepala yang bebas dan kadang memanjang ke depan atau ke bawah
sehingga berubah menjadi moncong.
26
-Kumbang memiliki mata majemuk (facet) besar, tanpa mata tunggal (ocellus).
Abdomen memiliki 10 ruas dan pada daerah sternum ruas-ruas ersebut tidak
semua terlihat.
27
*Sistem Sirkulasi pada Ordo Coleoptera
Sistem saraf insekta terdiri dari pasangan tali saraf ventral dengan
beberapa ganglia segmental. Beberapa segmen ganglia anterior menyatu
membentuk otak yang terletak dekat dengan anten, mata, dan organ indera lain
yang terpusat dikepala.
Sebagian besar serangga membiak secara seksual, bagian yang lain secara
aseksual atau partenogenetik. Sistem reproduksi jantan berfungsi memproduksi
dan menyampaikan atau mengantarkan spermatozoa. Sistem reproduksi betina
berfungsi memproduksi dan menyimpan telur, menyimpan spermatozoa, sebagai
tempat pembuahan, dan meletakkan telur atau melahirkan larva atau nimfa.
28
3.4. Ciri-Ciri Ordo Coleoptera
Memiliki dua pasang sayap, yaitu sayap depan dan sayap belakang. Sayap
depan tebal dan permukaan luarnya halus yang mengandung zat tanduk sehingga
disebut elytra, sedangkan sayap belakang tipis seperti selaput.
29
Kingdom Animalia
Filum Arthropoda
Kelas Insecta
Ordo Coleoptera
Famili Scarabaeidae
Genus Oryctes
Spesies : Oryctes rhinoceros L.
Tabel 3.4.1. Klasifikasi Kumbang Kelapa
Kingdom Animalia
Filum Antropoda
Kelas insecta
Ordo Coleoptera
Family Brostrichidae
Genus Rhyzoperta
Spesies : Rhyzoperta dominica
Tabel 3.4.2. Klasifikasi Kutu Gabah
30
*Kumbang janur kelapa (Brontispa longissima Gestr)
Kingdom Animalia
Filum Arthropoda
Kelas Hexapoda
Ordo Coleoptera
Famili Chrysomelidae
Genus Brontispa
Spesies Longissima
Tabel 3.4.3. Klasifikasi Kumbang Janur Kelapa
Kingdom Animalia
Filum Antropoda
Kelas Insecta
Ordo Coleoptera
Family Cureulionidae
Genus Sitophilus
Spesies Sitophilus oryzae
Tabel 3.4.4. Klasifikasi Kutu Beras
31
3.5. Gejala Serangan Hama Coleoptera
Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari dan mulai
bergerak ke bagian salah satu ketiak pelepah daun paling atas. Kumbang merusak
pelepah daun yang belum terbuka dan dapat menyebabkan pelepah patah.
Kerusakan pada tanaman baru terlihat jelas setelah daun membuka 1-2 bulan
kemudian berupa guntingan segitiga seperti huruf ”V”. Gejala ini merupakan ciri
khas kumbang O. rhinoceros (Purba, dkk. 2008). Serangan hama O. rhinoceros
dapat menurunkan produksi tandan buah segar pada panen tahun pertama hingga
60 % dan menimbulkan kematian tanaman muda hingga 25 % (Pusat Penelitian
Kelapa Sawit, 2009)
32
memakan daun yang masih terlipat, maka bekas gigitan akan menyebabkan daun
seakan-akan tergunting yang baru jelas terlihat setelah daun membuka. Bentuk
guntingan ini merupakan ciri khas serangan kumbang kelapa Oryctes (Anonim,
1989).
Serangan kumbang janur biasanya terjadi pada pelepah daun yang masih
muda. Kumbang mulai menyerang pucuk melalui jalan masuk pelepah muda yang
belum terbuka penuh. Larva dan imago Brontispa longissima memakan
permukaan dalam janur kelapa yang belum membuka, menimbulkan bercak-
bercak berwarna coklat memanjang dan menyatu sehingga janur kelapa menjadi
keriput seperti terbakar. Kumbang betina akan bertelur dan menghasilkan larva,
kemudian larva berkembang menjadi pupa dan imago. Seluruh tahap
perkembangan hama tersebut dapat ditemukan di satu tanaman. Kumbang dan
larva merupakan tahap perkembangan hama yang merusak. Gejala serangan yang
ditimbulkan oleh kumbang sama dengan gejala yang dihasilkan akibat gerekan
larva. Hama ini tidak menyukai cahaya sehingga pada saat daun terbuka, larva dan
imago akan berpindah menyerang daun yang lebih muda. Pada serangan berat
anak daun tidak membuka sempurna, asimilasi daun terhambat, buah mudah
gugur, dan dapat mematikan tanaman.
Hama kumbang janur ini merupakan jenis hama yang tidak menyukai
cahaya, sehingga habitatnya sangat menyukai daun muda yang belum terbuka.
Karakter ini membuat hama Brontispa longissima ini sangat sulit untuk dideteksi
keberadaannya oleh petani atau yang belum mengetahui tentang hama ini
sehingga hama bisa berkembang biak dengan leluasa menghasilkan populasi
33
dalam jumlah besar. Musuh alamipun tidak dengan mudah bisa menyerang hama
yang berada di dalam lipatan pinak daun apalagi lipatan yang masih berlekatan
erat satu dengan lainnya.
34
cara pengendalian pada satuan luas perkebunan kelapa sawit pada saat yang
bersamaan. Beberapa cara pengendalian tersebut adalah sebagai berikut:
*Bahan aktif marshal 5 G bersifat kontak dan sistemik, sehingga dapat lebih cepat
mengendalikan kumbang tanduk.
35
mengendalikan kumbang tanduk pada stadium Larva. Metarizeb selain
mengandung jamur metarizium anishopale juga mengandung berbagai bahan aktif
diantaranya adalah:
*Bacillus thuringiensis.
*Beuvaria Basianna.
*Cordicep sp.
36
Aplikasi insektisida hayati difokuskan untuk mengendalikan larva
kumbang tanduk yang keberadaannya terkonsentrasi utamanya di bawah
rumpukan – rumpukan di antara barisan tanaman sawit, terutama pada rumpukan
rumpukan yang masih relatif baru yang usianya masih dibawah 2 tahun. Kondisi
bawah rumpukan yang dingin dan lembab dan relatif terlindung menjadi tempat
yang sesuai bagi kumbang tanduk untuk bermetamorfosa. Populasi Larva
kumbang tanduk biasanya cukup banyak pada rumpukan ex vegetasi pohon
Nipah, berdasarkan hasil pengamatan dilapangan di beberapa perkebunan kelapa
sawit, populasi larva kumbang tanduk sangat tinggi di rumpukan lahan ex vegetasi
nipah. Sehingga problem utama perkebunan kelapa sawit yang vegetasi awalnya
pohon Nipah adalah tingkat serangan hama kumbang tanduk pada TBM relatif
tinggi.
Cara aplikasi insektisida hayati Metarizeb dan BT-Plus adalah dengan cara
injeksi rumpukan menggunakan nosel injeksi (Nosel khusus) pada kedua sisi
rumpukan dengan jarak masing masing injeksi 3 meter. Injeksi dilakukan selama
4 detik setara dengan 300 ml larutan (perlu kalibrasi ulang di Lapangan). Bila
menggunakan Knapsack Sprayer dengan kapasitas 15 liter maka 1 sprayer akan
bisa menghasilkan (15.000/300) = 50 injeksi. Untuk 1 jalur rumpukan sepanjang
300 meter total injeksi yang diperlukan [(300/3)x2] = 200 injeksi setara dengan 4
Knapsack Sprayer.Penyemprotan dan Injeksi Rumpukan BT-Plus dan Metarizeb
dimaksudkan untuk mengendalikan larva kumbang tanduk dan berdasarkan
pengamatan lapangan mortalitas larva akan semakin meningkat dimulai pada 2
Bulan setelah aplikasi (BSA) s/d 6 BSA.
37
Feromonas dilapangan di pasang pada Ferotrap (Perangkap) dan di
letakkan di lapangan pada tiang gantungan khusus dengan ketinggian berkisar 1,5
– 2,0 meter di atas permukaan tanah. Pemasangan ferotrap utamanya dilakukan
untuk upaya pencegahan terhadap serangan kumbang tanduk. Hanya saja yang
sering terjadi di lapangan, ferotrap baru dipasang setelah tingkat serangan
kumbang tanduk berada pada tingkatan yang sudah sangat tinggi.
4. Pemasangan Jaring
38
3.8. Spesies Terbaru Ordo Coleoptera
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Familia : Stapilinidae
Genus : Paederini
Biasanya, setelah 24-48 jam akan muncul gelembung pada kulit dengan
sekitar berwarna merah (erythemato-bullous lession) yang menyerupai lesi akibat
terkena air panas atau luka bakar. Pada kasus yang jarang tidak menimbulkan
gejala kulit yang berarti. “Kulit yang terkena racun paederin (biasanya daerah
kulit yang terbuka) dalam waktu singkat akan terasa panas”, Perlu dipastikan
bahwa tidak ada riwayat terkena bahan kimia atau luka bakar. Lesi pada mata
menyebabkan periorbital conjunctivitis atau keratoconjunctivitis dan dikenal
dengan Naerobi’s Eye. Dermatitis terjadi bila bersentuhan secara langsung dengan
serangga ini, atau secara tidak langsung, misalkan melalui handuk, baju atau
barang lain yang tercemar racun paederin
39
IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
40
DAFTAR PUSTAKA
Rahmank James. 2017. Ordo coleopter; anggota subordo coleopteran; dan familia
coleoptera. Dikutip dari petanibangga.blogspot.com/2017/12/ordo-
41
coleoptera-anggota-sub-ordo.html. (Diakses pada tanggal 15 September
2019 jam 09.00 WIB).
42
Lampiran 1
43
Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3215);
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
44
2. Organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang
dapatmerusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan;
3. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya;
5. Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh danperangsang
tumbuh, bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk
melakukan perlindungan tanaman;
Pasal 2
(1) Perlindungan tanaman dilaksanakan pada masa pra tanam, masa pertumbuhan
tanaman, dan atau masa pasca panen.
(2) Perlindungan tanaman pada masa pra tanam sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan sejak penyiapan lahan atau media tumbuh lainnya sampai
dengan penanaman.
(4) Perlindungan tanaman pada masa pasca panen sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan sejak sesudah panen sampai dengan hasilnya siap
dipasarkan.
45
Pasal 3
Pasal 4
BAB II
PENCEGAHAN PENYEBARAN
Pasal 5
46
(2) Pemasukan mediapembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina baik
berupatumbuhan maupun bagian-bagian tumbuhan ke dalam wilayah negara
Republik Indonesia wajib: a. dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan
negara transit; b. dilakukan melalui tempat-tempat pemasukan yang telah
ditetapkan; c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-
tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.
(4) Jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina, tempat serta tata cara
pemasukan dan atau pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat
(3) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 6
(1) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) berupa: a.
pemeriksaan; b. pengasingan; c. pengamatan; d. perlakuan; e. penahanan; f.
penolakan; g. pemusnahan; h. pembebasan.
(2) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang karantina
tumbuhan.
Pasal 7
(1) Dalam hal ditemukan atau terdapat petunjuk terjadinya serangan organisme
pengganggu tumbuhan karantina di suatu area tertentu, Menteri dapat menetapkan
area yang bersangkutan untuk sementara waktu sebagai kawasankarantina.
47
dalam dan dari kawasan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat (3).
BAB III
Pasal 8
Pasal 9
(2) Apabila dari hasil pemantauan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)diperkirakan akan timbul kerugian, maka dilakukan tindakan pengendalian
terhadap organisme pengganggu tumbuhan dengan memperhatikan faktor ekologi,
sosial dan efisiensi,
Pasal 10
48
manipulasi gen baik terhadap organisme pengganggu tumbuhan maupun terhadap
tanaman; f. cara kimiawi, melalui pemanfaatan pestisida; dan atau g. cara lain
sesuai perkembangan teknologi.
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
49
(3) Alat dan mesin yang dimanfaatkan secara tidak langsung
sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung
penggunaan musuh alami atau pestisida dalam rangka pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan mengenai alat dan mesin serta tata
cara penggunaannyasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 14
(2) Dalam hal musuh alami yang dibutuhkan harus didatangkan dari luar negeri,
maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. musuh alami tersebut belum
ada di Indonesia; b. musuh alami yang ada di Indonesia belum cukup untuk
mengendalikan serangan organisme pengganggu tumbuhan; atau c.
untukkeperluan penelitian dalam rangka perlindungan tanaman.
(3) Pemasukan musuh alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat
dilakukan oleh instansi Pemerintah dan atau badan hukum Indonesia berdasarkan
izin Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pemasukan musuh alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur oleh
Menteri.
Pasal 15
50
Pasal 16
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penggunaan
pestisida dengan pesawat terbang dalam rangka perlindungan tanaman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 17
Pasal 18
(1) Perorangan atau badan hukum, kelompok dalam masyarakat dan instansi
Pemerintah yang menggunakan pestisida dalam rangka pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan wajib memantau, mencegah dan atau menanggulangi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan pestisida.
Pasal 19
51
Pasal 20
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan, persyaratan, dan tata
cara penunjukan petugas pemawasan pestisida sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 21
Pasal 22
BAB IV
ERADIKASI
Pasal 23
52
Pasal 24
(2) Pelaksanaan eradikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
selektif atau secara keseluruhan dengan tetap memperhatikan kelestaruan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara eradikasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 25
(1) Pelaksanaan eradikasi dilakukan oleh: a. perorangan atau badan hukum, yang
memiliki dan atau menguasai tanaman atau benda lain yang harus dieradikasi; dan
atau b. kelompok masyarakat yang berkepentingan, atas dasar musyawarah.
(2) Dalam hal perorangan atau badan hukum yang memiliki atau menguasai
tanaman, atau kelompok masyarakat yang berkepentingan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak mampu melakukan eradikasi, maka Pemerintah dapat
melakukan eradikasi.
Pasal 26
(1) Kepada pemilik yang tanaman dan atau benda lainnya dimusnahkan dalam
rangka eradikasi dapat diberikan kompensasi atau bantuan.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan atas
tanaman dan atau benda lainnya yang tidak terserang organisme pengganggu
tumbuhan tetapi harus dimusnahkan dalamrangka eradikasi.
53
(3) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan atas tanaman
dan atau benda lainnya yang dimusnahkan karena terserang organisme
pengganggu tumbuhan.
(4) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa uang,
penggantian sarana produksi, dan atau kemudahan untuk melakukan usaha lain.
(5) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat berupa sarana produksi.
(6) Kompensasi atau bantuansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh
Pemerintah dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat dilakukan
eradikasi, serta upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat dalam
meringankan beban pemilik yang tanaman dan ataubenda lainnya dimusnahkan
dalam rangka eradikasi.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
Pasal 28
54
ini, dinyatakan tetap berlakusepanjang tidak bertentangan dengan dan belum
diatur yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Peraturan Pemerintah ini mulai erlakupada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatanya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Pebruari 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MOERDIONO
55