Anda di halaman 1dari 27

AJIE - Asian Journal of Innovation and Entrepreneurship

(e-ISSN: 2477- 0574 ; p-ISSN: 2477-3824)


Vol. 02, No. 02, May 2017
IDENTIFIKASI PUSAT PERTUMBUHAN DAN WILAYAH
HINTERLAND
DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Unggul Priyadi, Eko Atmadji

Pusat Pengkajian Ekonomi, Program Studi Ilmu Ekonomi


Universitas Islam Indonesia
Jl. Prawiro Kuat, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta
Email: unggul.priyadi@uii.ac.id

ABSTRACT

In a local government, it is important to know the areas that have the potential to be the
center of growth. Because with the determination of the growth center, it will be easier in
accelerating regional development. The more advanced the growth center area hinterland area or
support area will also progress. This study aims to analyze the districts / city that became the center
of growth and hinterland area in the province of Yogyakarta Special Region. It can be analyzed using
regional concentration analysis, scalogram analysis and gravity analysis. The results of the research
show that in 2013 it was found Sleman Regency, Bantul Regency, Gunungkidul Regency, and
Yogyakarta City as the center of growth. While in the year 2016 which became the center of growth is
Sleman Regency, Bantul Regency and Yogyakarta City. In the analysis of geographical
concentrations it is known that the facilities have been equally distributed in the districts / city of the
Special Province of Yogyakarta. The research results have been in accordance with the Spatial Plan
(RTRW) of Yogyakarta Province.
Keywords: Growth Center, Hinterland, Geography Concentration, Skalogram, Gravity

ABSTRAK

Dalam suatu pemerintahan daerah, penting untuk mengetahui daerah yang memiliki potensi
untuk dijadikan pusat pertumbuhan. Karena dengan ditentukannya pusat pertumbuhan, maka akan
lebih mudah dalam mempercepat pembangunan daerah. Semakin majunya wilayah pusat
pertumbuhan maka wilayah hinterland atau wilayah pendukung juga akan semakin maju. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis kabupaten / kota yang menjadi pusat pertumbuhan dan wilayah
hinterland di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut dapat dianalisis menggunakan
analisis konsentrasi daerah, analisis skalogram dan analisis gravitasi. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa pada tahun 2013 didapati Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten
Gunungkidul, dan Kota Yogyakarta sebagai pusat pertumbuhan. Sedangkan pada tahun 2016 yang
menjadi pusat pertumbuhan adalah Kabupaten Sleman, kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.
Dalam analisis konsentrasi geografi diketahui bahwa fasilitas-fasilitas telah terdistribusi secara
merata di kabupaten / kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian telah sesuai
dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Yogyakarta.
Kata Kunci : Pusat Pertumbuhan, Hinterland, Konsentrasi Geografi, Skalogram, Gravitasi.

193
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

PENDAHULUAN Pasal 1 tentang Pemerintahan Daerah,


Hampir semua negara berkembang desentralisasi merupakan penyerahan
memiliki permasalahan yang sama seperti wewenang pemerintahan ke pemerintah
masalah kemiskinan, pengangguran, daerah otonom guna mengatur dan
tingkat kesehatan, rendahnya tingkat mengurus segala urusan pemerintah dalam
pendidikan, ketimpangan distribusi sistem NKRI.
pendapatan, dan kriminalitas (Todaro dan Data dalam LKJ Daerah Istimewa
Smith, 2009). Untuk meningkatkan Yogyakarta 2014 menunjukkan bahwa
kualitas negara, pertumbuhan ekonomi dan indeks gini dari tahun ke tahun cendenrung
perkembangan wilayah, diperlukan usaha mengalami peningkatan. Hal ini dapat
dan perencanaan yang matang dan diartikan bahwa kesenjangan pendapatan
terencana. Menurut UU No. 32 tahun 2004 di masyarakat semakin melebar.

Indeks gini menunjukkan capaian yang pertumbuhan, dalam meningkatkan


belum optimal. Hal tersebut dipengaruhi pembangunannya, bisa berupa
oleh belum meratanya distribusi pelengkapan fasilitas dan perbaikan
pendapatan masyarakat. Pelambatan infrastruktur. Diharapkan daerah pusat
pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa pertumbuhan dapat menimbulkan spillover
Yogyakarta tahun 2014 turut effect positif pada daerah hinterland dari
mempengaruhi pendapatatan masyarakat daerah pusat pertumbuhan. Pusat
terutama masyarakat berpendapatan pertumbuhan merupakan wilayah yang
rendah. Pada tahun 2016 nilai indeks gini dijadikan pusat perdagangan, pusat
sebesar 0,45 yang terus meningkat sejak industri, pusat pelayanan, dan pusat
tahun 2007 yang nilainya sebesar 0,36. perekonomian.
Solusi untuk mempercepat Infrastruktur dan fasilitas sangatlah
pembangunan adalah dengan menetapkan berperan dalam peningkatan perekonomian
pusat pertumbuhan pada wilayah tersebut. masyarakat maupun pembangunan
Hal tersebut dapat mengatasi keterbatasan wilayah. Juga berpengaruh terhadap
dana dalam melaksanakan pembangunan kesejahteraan masyarakat dan kesenjangan
dengan berfokus pada satu wilayah, yaitu antar wilayah. Semakin lengkap fasilitas
daerah yang berperan sebagai pusat yang dimiliki oleh suatu daerah maka

194
Priyadi, Atmadji

masyarakat dapat lebih mudah dalam pertumbuhan dengan kabupaten / kota


mengaksesnya sehingga dapat sebagai hinterland.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan kepuasan masyarakat terhadap Perumusan Masalah
pelayanan yang ada. Pertumbuhan 1. Bagaimana kesesuaian penetapan
ekonomi di wilayah pusat pertumbuhan Rencana Tata Ruang Wilayah
dapat memberikan manfaat atau spillover (RTRW) Daerah Istimewa
effect positif terhadap hinterland, sehingga Yogyakarta di masing-masing
gap yang ada tidak terlalu besar. Dengan kabupaten / kota dalam penetapan
menentukan pusat pertumbuhan dengan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
memfokuskan pertumbuhan terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta.
perekonomian pada daerah tersebut, akan 2. Bagaimana tingkat persebaran
menyebarkan efek yang menguntungkan geografis ketersediaan fasilitas
bagi wilayah-wilayah disekitarnya. publik pada masing-masing
Perkembangan wilayah pusat pertumbuhan kabupaten / kota di Daerah Istimewa
akan meningkatkan produksi daerah Yogyakarta.
hinterland sehingga daerah hinterland juga
akan mengalami perkembangan.
Banyaknya jumlah perguruan tinggi Tujuan Penelitian
di Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Menganalisis kesesuaian penetapan
menimbulkan tingginya tingkat imigran Rencana Tata Ruang Wilayah
yang datang untuk berkuliah di (RTRW) Daerah Istimewa
universitas-universitas di Daerah Istimewa Yogyakarta di masing-masing
Yogyakarta. Dengan makin banyaknya kabupaten / kota dalam penetapan
jumlah penduduk di Daerah Istimewa sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
Yogyakarta, perlu untuk melakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
peningkatan fasilitas sebagai pendorong 2. Menganalisis tingkat persebaran
kegiatan ekonomi maupun pelayanan geografis ketersediaan fasilitas
terhadap masyarakat. Fasilitas yang publik pada masing-masing
dimiliki oleh tiap kabupaten / kota pasti kabupaten / kota di Daerah Istimewa
berbeda-beda. Perbedaan fasilitas tersebut Yogyakarta.
akan menjadi hierarki penentuan wilayah
pusat pertumbuhan. Kabupaten / kota yang KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN
memiliki fasilitas yang paling lengkap TEORI
akan menjadi wilayah pusat pertumbuhan.
Dan kabupaten / kota yang fasilitasnya Kajian Pustaka
kurang, akan menjadi hinterland atau Dalam melakukan penelitian, selain
wilayah pendukung bagi wilayah pusat. menggunakan teori-teori, juga digunakan
Penentuan wilayah pusat pertumbuhan dan hasil-hasil penelitian sebelumnya sebagai
hinterland dapat diketahui dengan acuan dan gambaran dalam melakukan
menggunakan analisis skalogram. Serta penelitian ini.
analisis gravitasi digunakan untuk melihat Penelitian yang dilakukan oleh Gulo
keterkaitan atau interaksi pada tiap-tiap (2015). Penelitian tersebut bertujuan untuk
kabupaten / kota yang menjadi pusat mengidentifikasi kecamatan-kecamatan

195
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

yang berada di Kabupaten Nias. Dari hasil kelengkapan fasilitas yang tersedia yang
penelitian tersebut didapatkan hasil dari disesuaikan dengan pusat pertumbuhan
analisis dengan menggunalan skalogram Kota Yogyakarta. Penelitian menggunakan
bahwa di Kabupaten Nias yang menjadi alat analsisi skalogram. Dari hasil
pusat pertumbuhan utama adalah penelitian menunjukkan terdapat
Kecamatan Gido, pusat pertumbuhan ketidaksesuaian hasil analisis skalogram
kedua adalah Kecamatan Idanogawo dan dengan kecamatan yang diproyeksikan
pusat pertumbuhan ketiga yaitu Kecamatan untuk menjadi pusat kota dalam RTRW
Botomuzoi. Kecamatan Gido dapat Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota
dikatakan sebagai pusat pertumbuhan Yogyakarta memroyeksikan Kecamatan
utama karena memiliki fasilitas yang Gedongtengen, Kecamatan Gondomanan
paling lengkap serta memiliki fungsi yang dan Kecamatan Danurejan sebagai pusat
lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan. Namun hasil analisis
kecamatan-kecamatan lain. Semakin menunjukkan bahwa Kecamatan
lengkap fasilitas ekonomi dan sosial yang Umbulharjo dan Kecamatan
dimiliki maka akan menarik minat Gondokusuman memiliki fasilitas yang
masyarakat untuk untuk beraktivitas di lebih baik daripada kecamatan-kecamatan
wilayah tersebut. lain walaupun Kecamatan Umbulharjo dan
Penelitian oleh Nainggolan (2013), Kecamatan Gondokusuman bukanlah
bertujuan untuk menemukan pusat kecamatan yang diproyeksikan untuk
pertumbuhan di Kabupaten Simalungun menjadi pusat pertumbuhan di Kota
dan melihat hubungan antara daerah pusat Yogyakarta.
bertumbuhan dengan daerah pinggirannya Penelitian oleh Danastri (2011),
(hinterland). Hasil dari analisis skalogram bertujuan untuk mengetahui kekuatan
didapatkan 30 jenis fasilitas dari interaksi antar daerah di Kecamatan
keseluruhan fasilitas yang berada di Harjamukti, menganalisis kebutuhan-
Kabupaten Simalungan. Hasil analisis kebutuhan yang diperlukan dalam
yang digunakan dalam penelitian tersebut mengembangkan pusat pertumbuhan, serta
menunjukkan ada 5 kecamatan yang untuk mengetahui wilayah pembangunan
menjadi pusat pertumbuhan yaitu mana saja yang dapat ditetapkan sebagai
Kecamatan Siantar dengan Kecamatan kutub pertumbuhan untuk mendorong
Gunung Malela sebagai hinterlandnya, pembangunan wilayah Kecamatan
Kecamatan Bandar dengan hinterlandnya Harjamukti. Metode analisis yang
Kecamatan Pematang Bandar, Kecamatan digunakan dengan analisis basis ekonomi
Tanah Jawa dengan hinterlandnya secara survey primer, analisis gravitasi,
Kecamatan Hatonduhan, Kecamatan Raya analisis skalogram, dan metode overlay.
dengan Kecamatan Panei sebagai daerah Dari hasil analisis menggunakan gravitasi,
hinterland, dan Kecamatan Bosar Maligas dapat diketahui bahwa semua kelurahan
dengan Kecamatan Bandar. yang ada di Kecamatan Harjamukti
Penelitian lain yang dilakukan oleh memiliki interaksi kuat dengan pusat
Utari (2015), bertujuan untuk mengetahui Kecamatan Harjamukti, yaitu Kelurahan
karakteristik Kota Yogyakarta dan Kalijaga. Dengan analisis skalogram, dapat
mengetahui kecamatan-kecamatan yang diurutkan kelurahan dengan fasilitas
menjadi pusat pertumbuhan dilihat dari terlengkap adalah Kelurahan Kecapi,

196
Priyadi, Atmadji

Kelurahan Harjamukti, Kelurahan daerah perkotaan dan mendorong


Kalijaga, Kelurahan Larangan, dan perkembangan lanjut dari kegiatan
Kelurahan Argasunya sebagai kelurahan ekonomi melalui daerah pengaruhnya.
dengan jumlah fasilitas paling sedikit. Juga dikatakan bahwa “growth does not
Penelitian yang dilakukan oleh growth”, hal tersebut ditemukannya dalam
Habib (2016), bertujuan untuk mengetahui analisisnya terhadap industri kendaraan
kecamatan mana yang menjadi pusat yang cenderung terkelompok pada daerah
pertumbuhan di Kabupaten Tulang tertentu. Dengan begitu pertumbuhan
Bawang Barat dan hubungan interkasi ekonomi cenderung terkonsentrasi pada
antara pusat pertumbuhan dengan kawasan daerah tertentu yang didorong oleh adanya
hinterland. Penelitian dilakukan dengan keuntungan aglomerasi (Aglomeration
menggunakan skala ordinal dan indeks Economies) yang timbul karena adanya
gravitasi. Hasil yang dapat adalah konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut.
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Munculnya beberapa konsentrasi tersebut
sebagai ibukota dan pusat pemerintahan kegiatan ekonomi tersebut selanjutnya
dari Kabupaten Tulang Bawang Barat, mendorong pula pada peningkatan
menjadi pusat pertumbuhan dengan tiga efisiensi kegiatan ekonomi yang
daerah hinterland yaitu Kecamatan Tulang berdampak positif pada pembangunan
Bawang Udik, Kecamatan Tumijajar dan ekonomi nasional.
Kecamatan Pagara Dewa. Interkasi paling
kuat dengan pusat pertumbuhan Teori Tempat Sentral
didapatkan dari Kecamatan Tulang Bwang Teori tempat sentral dikemukakan
Udik yang lokasinya lebih dekat dengan oleh seorang ahli geografi Jerman yaitu
Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Walter Christaller. Hartono (2007)
dengan nilai interaksi sebesar menjelaskan teori Christaller tentang kota
6.943.036,09. Sedangakn kekuatan sentral yang merupakan pusat bagi daerah
interkasi dengan Kecamatan Tulang sekitarnya yang menjadi penghubung
Bawang Tengah dengan Kecamatan perdagangan dengan wilayah lainnya.
Tumijajar sebesar 5.084.954,9, dan Menurut Christaller setiap orde memiliki
kekuatan interaksi dengan Kecamatan wilayah heksagonal sendiri-sendiri. Bentuk
Pagar Dewa sebesar 51.360,47. pola pelayanan heksagonal ini secara
teoritis mampu memperoleh optimasi
dalam hal efisiensi transportasi, pemasaran
Landasan Teori dan administrasi (Hagget, 2001). Kota
Teori Pusat Pertumbuhan sebagai pusat pelayanan diharapkan
Teori pusat pertumbuhan atau memiliki fasilitas pelayanan seperti,
Growth Poles Theory diperkenalkan oleh a. Pusat dan pertokoan sebagai fokus
ekonom asal Perancis, Francis Perroux. point dari suatu kota.
Sjafrizal (2008) menjelaskan teori Perroux b. Saranan dan prasarana transportasi.
tentang pole croisanse atau pole de c. Tempat rekreasi dan olahraga.
development yang artinya pusat d. Sarana pendidikan, kesehatan, obyek
pertumbuhan sebagai perangkat industri- wisata.
industri yang sedang mengalami Dengan demikian kota menyediakan
perkembangan dan berlokasi di suatu segala fasilitas bagi kehidupan baik sosial

197
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

maupun ekonomi, sehingga baik tempat suatu wilayah sebagai benda dan jumlah
tinggal maupun bekerja dan berkreasi penduduk dari wilayah yang bersangkutan
dapat dilakukan didalam kota (Jayadinata, sebagai massanya. Besarnya kekuatan
1992). interaksi dapat diwujudkan dalam bentuk
besarnya perpindahan atau transportasi dan
Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional komunikasi antara dua wilayah. Wujud
Konsep teori Hirschman yang dari perpindahan tersebut dapat berbentuk
dipaparkan oleh Sjafrizal (2008), orang, barang, jasa, ataupun berupa
menyatakan bahwa lebih mengutamakan informasi (Hartono, 2007).
perhatiannya pada pertumbuhan wilayah
tidak seimbang. Dimana secara geografis Otonomi Daerah
pertumbuhan ekonomi wilayah akan Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004
dipengaruhi oleh kemajuan-kemajuan di Pasal 1 angka 5, otonomi daerah adalah
suatu wilayah pada satu titik tempat yang hak, wewenang dan kewajiban daerah
menimbulkan dorongan ke arah otonom untuk mengatur dan mengurus
perkembangan titik-titik atau tempat- sendiri urusan pemerintahan dan
tempat berikutnya. Teori Hirschman kepentingan masyarakat setempat sesuai
melihat tingkat pembangunan di suatu dengan peraturan perundang-undangan.
wilayah cenderung tercapai pada beberapa Haris memaparkan peranan Smith
titik pertumbuhan. Dimana kegiatan atau tentang pemerintah di daerah yang
aktivitas ekonomi lebih lebih berpusat dijalankan secara demokratis akan
pada daerah tersebut karena ketersediaan memberikan ruang yang lebih besar
dan kelengkapan fasilitas pelayanan kepada masyarakat untuk ikut menuangkan
dibandingkan tempat lainnya. Dampaknya kedaulatannya. Hal ini bukan saja akan
akan terjadi peningkatan migrasi dari memperkuat proses demokrasi lokal, tetapi
daerah luar ke daerah growing center. juga memberikan kontribusi bagi
demokrasi dan integrasi nasional (Haris
Teori Gravitasi dkk, 2006).
Teori gravitasi pertama kali
diperkenalkan dalam ilmu fisika oleh Sir Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah
Issac Newton. Utoyo (2007) memaparkan Istimewa Yogyakarta
inti dari teori gravitasi bahwa dua buah Menurut Peraturan Daerah Provinsi
benda yang memiliki massa tertentu akan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2
memiliki gaya tarik menarik antara tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
keduanya yang dikenal sebagai gaya Wilayah Provinsi Daerah Iatimewa
gravitasi. W. J. Reilly berpendapat bahwa Yogyakarta Tahun 2009 – 2029, bertujuan
bahwa kekuatan interaksi antara dua untuk:
wilayah yang berbeda dapat diukur dengan a. Terselenggaranya pemanfaatan
memerhatikan faktor jumlah penduduk dan ruang yang berlandaskan wawasan
jarak antara kedua wilayah tersebut. nusantara dan ketahanan nasional.
Teori gravitasi ini dapat digunakan b. Terselenggaranya pengaturan
untuk menganalisis besarnya pengaruh pemanfaatan ruang kawasan
interaksi antar wilayah yang berdekatan lindung dan kawasan budidaya.
secara kuantitatif, dengan asumsi bahwa

198
Priyadi, Atmadji

c. Tercapainya pemanfaatan ruang Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang,


yang berkualitas untuk Panjatan, Lendah, Pajangan, Pandak,
mewujudkan kehidupan bangsa Bambanglipuro, Sanden, Pundong,
yang cerdas dan sejahtera dan Jetis, Pleret, Seyegan, Turi,
berkelanjutan. Cangkringan, Patuk, Dlingo,
d. Mewujudkan perlindungan fungsi Panggang, Paliyan, Ngawen, Tepus,
ruang dan mengurangi dampak Ponjong, Mlati, Ngaglik,
negatif terhadap lingkungan. Prambanan, Piyungan, Srandakan,
e. Meningkatkan pemanfaatan sumber Godean.
daya alam dan sumber daya buatan
secara berdaya guna, berhasil guna
dan tepat guna. METODE PENELITIAN
f. Mencegah benturan kepentingan Jenis dan Pengumpulan Data
dalam penggunaan sumber daya. Pada penelitian ini digunakan
g. Meningkatkan kondisi alam dan metode analisis deskriptif untuk melihat
prasarana untuk mengembangkan wilayah kabupaten / kota yang menjadi
pariwisata pusat pertumbuhan di Provinsi Daerah
h. Meningkatkan prasarana dan Istimewa Yogyakarta, serta menganalisis
sarana untuk mengembangkan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh
pendidikan dan kebudayaan. masing-masing kabupaten / kota di
Arahan pengembangan sistem Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
perkotaan dalam sistem pelayanan Jenis data yang diteliti adalah data
Wilayah direncanakan sebagai berikut : sekunder, yaitu data yang didapatkan dari
a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) : sumber lain. Dalam penelitian ini data
Kawasan Perkotaan Yogyakarta yang didapatkan berasal dari Badan Pusat
(Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta), Statistik (BPS) Daerah Istimewa
meliputi Kota Yogyakarta, Yogyakarta dengan media internet. Untuk
Kabupaten / kota Depok, sebagian melakukan analisis pada penelitian ini,
Kabupaten / kota Ngaglik, sebagian data yang digunakan adalah data tentang
Kabupaten / kota Mlati, sebagian jumlah fasilitas-fasilitas sosial dan
Kabupaten / kota Godean, sebagian ekonomi yang dimiliki oleh 5 kabupaten /
Kabupaten / kota Gamping, sebagian kota yang berada di Provinsi Daerah
Kabupaten / kota Ngemplak, Istimewa Yogyakarta. Nama kabupaten /
sebagian Kabupaten / kota Kasihan, kota tersebut yaitu,
sebagian Kabupaten / kota Sewon, 1. Kabupaten Kulonprogo
sebagian Kabupaten / kota 2. Kabupaten Bantul
Banguntapan. 3. Kabupaten Gunungkidul
b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) : 4. Kabupaten Sleman
Kawasan Perkotaan Sleman, Bantul. 5. Kota Yogyakarta
c. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi : Dari tiap kabupaten / kota akan
Kawasan Perkotaan Wates dan dilihat apa saja fasilitas yang tersedia, serta
Wonosari. (PKWp). berapa banyak jumlahnya. Jenis-jenis
d. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) : fasilitas yang dilihat antara lain,
Kawasan Perkotaan Kokap,

199
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

1. Sarana pendidikan Analisis Skalogram


2. Sarana kesehatan Alat analisis yang digunakan dalam
3. Tempat ibadah penelitian ini adalah model skalogram.
4. Sarana perekonomian Skalogram adalah alat analisis untuk
mengidentifikasi pusat pertumbuhan
wilayah berdasarkan fasilitas yang
Metode Analisis dimiliki, sehingga dapat ditentukan
Analisis Konsentrasi Geografi hierarki pusat-pusat pertumbuhan dan
Konsentrasi geografis mengukur aktivitas pelayanan suatu wilayah
tingkat persebaran fasilitas pertumbuhan (Rondinelli, 1985).
ekonomi di Provinsi Daerah Istimewa Analisis ini digunakan untuk melihat
Yogyakarta. Formulasi perhitungannya jumlah dan jenis fasilitas yang berada pada
adalah sebagai berikut tiap kecamatan di Kabupaten Sleman. Dari
= 100√∑ jumlah ketersediaan fasilitas tersebut dapat
Keterangan: ditentukan kecamatan yang menjadi pusat
GC : tingkat konsentrasi geografis pertumbuhan di Kabupaten Sleman adalah
xi : jumlah fasilitas pertumbuhan kecamatan yang paling lengkap
ekonomi di tiap kabupaten / kota fasilitasnya. Sedangkan kecamatan yang
xt : jumlah keseluruhan fasilitas ketersediaan fasilitasnya kurang lengkap
pertumbuhan di Kabupaten Sleman akan menjadi wilayah hinterland atau
wilayah pendukung. Rumus yang
Setelah dilakukan perhitungan GC, digunakan untuk mencari banyak kelas
dilanjutkan dengan membandingkan nilai pada setiap kecamatan sebagai pusat
GC batas tengah. Adapun GC batas tengah pertumbuhan sebagai berikut,
(GCBT) merupakan penjumlahan GC batas k = 1 + 3,3 log n
atas dan batas bawah dibagi dua. Keterangan:
Nilai GC batas atas ( GCBA) k = banyak kelas
merupakan besaran konsentrasi geografis n = banyak kecamatan
yang diasumsikan komoditi ekspor hanya
tertuju di satu wilayah. Adapun selanjutnya menentukan besarnya interval
konsentrasi geografis batas bawah (GCBB) kelas atau range dengan rumus sebagai
menunjukan besaran konsentrasi geografis berikut,
yang diasumsikan komoditi ekspor
tersebar secara merata.
Range =
Secara ringkas perhitungan GCBT adalah:
( + )
Keterangan:
2
Untuk menentukan suatu sarana A = jumlah fasilitas tertinggi
terkonsentrasi atau terdistribusi dilakukan B = jumlah fasilitas terendah
dengan cara membandingkan perhitungan k = banyak kelas
nilai GC dibandingkan nilai GCBT.
Langkah terakhir dalam melakukan
analisis skalogram adalah dengan
menghitung Coeffisien of Reproducibility

200
Priyadi, Atmadji

atau COR, yang memiliki fungsi untuk HASIL DAN ANALISIS


menguji kelayakan analisis skalogram.
Penelitian dengan analisis skalogram dapat Peran Danais (Dana Istimewa) dalam
dikatakan layak jika nilai COR sebesar 0,9 Menggerakkan Ekonomi
sampai dengan 1. Cor dihitung dengan Gambaran Umum Pelaksanaan Perdais
rumus seperti dibawah, 1. Arah Kebijakan Dana Keistimewaan
∑ DIY Tahun 2017
(CR)= 1 − a) Meningkatkan kualitas perencanaan
Keterangan: Dana Keistimewaan DI
CR : tingkat kesalahan Yogyakarta.aa
∑ : Jumlah kesalahan b) Meningkatkan pemantauan dan
N : Jumlah fasilitas evaluasi sesuai dengan peraturan
K : Jumlah kecamatan perundang-undangan.
c) Mendorong pelaporan atas
Analisis Gravitasi pelaksanaan kegiatan oleh
Analisis gravitasi digunakan untuk Pemerintah Daerah.
melihat besarnya daya tarik suatu potensi d) Mewujudkan ketepatan penggunaan
yang berada pada suatu lokasi, kaitan dana keistimewaan DI Yogyakarta
potensi suatu lokasi dengan besarnya dalam rangka mendukung efektivitas
wilayah pengaruh dari potensi tersebut penyelenggaraan keistimewaan DIY.
(Utoyo, 2007). 2. Dana Keistimewaan DIY (UU No.13
Rumus gravitasi adalah sebagai Tahun 2012)
berikut,
Kewenangan dalam urusan Keistimewaan
. yang dimiliki DIY:
=
a) Tata cara pengisian jabatan,
kedudukan, tugas, dan wewenang
Keterangan :
Gubernur dan Wakil Gubernur.
Aij = Besarnya interaksi wilayah i dengan
b) Kelembagaan
wilayah j
c) Kebudayaan
Pi = Jumlah penduduk di wilayah i, dalam
d) Pertanahan
ribuan jiwa
e) Tata Ruang.
Pj = jumlah penduduk di wilayah j, dalam
ribuan jiwa
Analisis Konsentrasi Geografi
dij = Jarak dari wilayah i dengan wilayah j,
Konsentrasi geografis mengukur
dalam kilometer
tingkat persebaran fasilitas pertumbuhan
k = Angka konstanta empiris, bernilai 1
ekonomi di Provinsi Daerah Istimewa
b = Pangkat dari dij yang sering digunakan
Yogyakarta.Perhitungan dengan analisis
b=2
konsentrasi geografi dipaparkan dalam
Untuk melihat keterkaitan atau interaksi
tabel. Dari analisis GC pada tabel
antara kecamatan sebagai pusat
ditemukan bahwa nilai perhitungn GC
pertumbuhan dengan kecamatan yang
lebih kecil dari nilai batas tengah. Dengan
menjadi hinterland atau wilayah
nilai GC sebesar 141,4214, dan nilai batas
pendukungnya.
tengah sebesar 72,36068, dengan nilai GC

201
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

lebih besar dari nilai tengah, berarti adalah Kabupaten Bantul yang memiliki
fasilitas yang tersedia untuk mendukung 19 jenis fasilitas dan 11.983 unit fasilitas.
pertumbuhan ekonomi sudah terdistribusi Pusat pertumbuhan kedua yaitu Kabupaten
secara merata di 5 kabupaten / kota yang Sleman dengan 19 jenis fasilitas dan unit
ada di Provinsi Daerah Istimewa fasilitas sebanyak 10.681. Dan pusat
Yogyakarta. Sehingga jika akan pertumbuhan ketiga adalah Kota
menambahkan fasilitas yang sudah ada di Yogyakarta dengan 19 jenis fasilitas dan
pusat pertumbuhan, jika ingin 4.682 unit fasilitas. Kabupaten / kota yang
ditambahkan di masing-masing kabupaten masuk dalam orde I merupakan kabupaten
/ kota, maka penambahan tersebut / kota dengan jumlah penduduk yang lebih
sebaiknya dilakukan secara proporsional. banyak dibandingkan kabupaten pada orde
II dan III.
Analisis Skalogram Pada orde II terdapat Kabupaten
Analisis skalogram digunakan untuk Gunungkidul dengan jumlah jenis fasilitas
menganalisis dan menentukan hierarki atau sebanyak 18 jenis, dan jumlah unit
kelasnya. Jumlah fasilitas tersebut sebanyak 10.244 buah, namun terdapat
digunakan sebagai penentuan dalam ketidaklengkapan data pada kategori
menempatkan suatu lokasi menjadi pusat sarana pendidikan yaitu tidak diketahuinya
pertumbuhan dan lokasi sebagai daerah jumlah perguruan tinggi yang terdapat di
hinterland atau daerah belakangnya. Kabupaten Gunungkidul. Jumlah unit
Setelah didapatkan jumlah total dari semua fasilitas yang dimiliki Kabupaten
fasilitas yang ada pada tiap kabupaten / Gunungkidul lebih banyak daripada
kota, selanjutnya adalah membuat tabel jumlah unit yang dimiliki oleh Kota
perhitungan yang memberikan angka “1” Yogyakarta. Namun karena jenis fasilitas
pada jenis fasilitas yang dimiliki oleh yang dimiliki Kota Yogyakarta lebih
kabupaten / kota, dan memberikan angka banyak daripada jenis fasilitas yang
“0” pada fasilitas yang tidak tersedia pada dimiliki Kabupaten Gunungkidul, maka
kabupaten / kota tersebut. Kota Yogyakarta berada pada orde I
Dari tabel hasil analisis dapat sedangkan Kabupaten Gunungkidul berada
dilihat jumlah fasilitas dari masing-masing di orde II. Karena untuk menentukan
kabupaten / kota pada empat kelompok daerah pusat pertumbuhan adalah dengan
fasilitas yang berbeda, serta jumlah total melihat banyaknya jenis fasilitas yang
dari semua unit fasilitas tiap kabupaten / dimiliki oleh daerah tersebut, bukan hanya
kota. Dapat diketahui yang termasuk dari jumlah unit yang dimilikinya. Jika
dalam orde I adalah kabupaten / kota melihat jumlah penduduk pada Kabupaten
dengan jumlah unit fasilitas terbanyak Gunungkidul, maka jumlah unit fasilitas
sehingga dapat dijadikan sebagai pusat yang dimiliki sudah cukup banyak untuk
pertumbuhan. Dalam hasil analisis memenuhi kebutuhan penduduk.
skalogram dalam tabel diketahui terdapat 3 Orde III diisi oleh Kabupaten
kabupaten / kota yang memenuhi syarat Kulonprogo dengan jumlah jenis 17
untuk masuk dalam orde I sebagai fasilitas, dan jumlah unit sebanyak 3.783.
kabupaten / kota pusat pertumbuhan di Kabupaten Kulonprogo memiliki jumlah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. penduduk sebanyak 412.198 jiwa,
Sebagai pusat pertumbuhan pertama merupakan jumlah penduduk paling

202
Priyadi, Atmadji

sedikit dibandingkan dengan kabupaten / Yogyakarta dengan 19 jenis fasilitas dan


kota lainnya. Jumlah tersebut terpaut tidak jumlah unit fasilitas sebanyak 7.400 unit.
terlalu jauh dengan jumlah penduduk Kota Pada hasil analisis skalogram tahun
Yogyakarta, namun jumlah unit fasilitas 2013 ini tidak terdapat kabupaten / kota
yang dimiliki oleh Kabupaten Kulonprogo yang masuk dalam orde II. Sedangkan
jauh lebih sedikit daripada Kota pada orde III terdapat Kabupaten
Yogyakarta. Begitu pula dengan jenis Kulonprogo dengan jumlah jenis fasilitas
fasilitas yang dimilikinya. sebanyak 18 jenis, dan jumlah unit fasilitas
Dari tabel hierarki pusat yang dimiliki ada 6.198 unit. Jumlah unit
pertumbuhan kabupaten / kota berdasarkan fasilitas yang dimiliki Kabupaten
analisis skalogram di provinsi daerah Kulonprogo tidak terlalu berbeda dengan
istimewa yogyakarta tahun 2013, dapat jumlah unit fasilitas yang dimiliki oleh
dilihat jumlah fasilitas dari masing-masing Kota Yogyakarta. Namun karena
kabupaten / kota pada empat kelompok perbedaan jumlah jenis fasilitas, maka
fasilitas yang berbeda, serta jumlah total Kabupaten Kulonprogo masuk dalam orde
dari semua unit fasilitas tiap kabupaten / III. Terdapat banyak perbedaan antara
kota di Provinsi Daerah Istimewa hasil analisis skalogram untuk melihat
Yogyakarta pada tahun 2013. Dapat daerah pusat pertumbuhan di Provinsi
diketahui yang termasuk dalam orde I daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun
adalah kabupaten / kota dengan jumlah 2013 dan tahun 2016.
unit fasilitas terbanyak sehingga dapat Di amati dari tabel kesimpulan hasil
dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. analisis skalogram, pada segi jumlah
Dalam hasil analisis skalogram dalam penduduk, semua kabupaten / kota
Tabel 4.19 diketahui bahwa terdapat 4 mengalami kenaikan jumlah penduduk dari
kabupaten / kota yang memenuhi syarat tahun 2013 ke tahun 2016. Dengana
untuk masuk dalam orde I sebagai daerah bertambahnya jumlah penduduk maka
pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan diperlukan peningkatan jumlah unit
pertama adalah Kabupaten Sleman dengan fasilitass maupun jumlah jenis fasilitas
jumlah jenis fasilitas ada 19, dan jumlah untuk melengkapi kebutuhan masyarakat.
unit fasilitas sebanyak 15.665 unit. Pusat Namun hal tersebut berbanding negatif
pertumbuhan kedua adalah Kabupaten terhadap jumlah unit fasilitas pada tiap-
Bantul dengan memiliki jenis fasilitas tiap kabupaten / kota. Semua kabupaten /
berjumlah 19, dan unit fasilitas yang kota mengalami penurunan jumlah unit
dimiliki sebannyak 12.404 unit. Kabupaten fasilitas yang dimiliki. Seperti Kabupaten
Gunungkidul sebagai pusat pertumbuhan Sleman yang jumlahnya turun dari 15.665
ketiga dengan jumlah jenis fasilitas ada 19 menjadi 10.681, Kabupaten Bantul dengan
jenis, dan jumlah unit fasilitas sebanyak unit fasilitas sebanyak 12.404 turun
11.480. Namun jumlah unit tersebut belum menjadi 11.983. Kabupaten Gunungkidul
lengkap karena terdapat ketidaklengkapan memiliki unit fasilitas 11.480 dengan
data yaitu pada sarana pendidikan, tidak ketidaklengkapan data, namun turun
diketahui jumlah perguruan tinggi yang menjadi 10.244 unit dengan
berada di Kabupaten Gunungkidul. Dan ketidaklengkapan data. Kota Yogyakarta
pusat pertumbuhan ke empat adalah Kota juga mengalami penurunan jumlah unit
fasilitas dari 7.400 menjadi 4.682 un it.

203
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

Begitu pula dengan Kabupaten Analisis Gravitasi


Kulonprogo yang jumlah unitnya turun Dalam melakukan pengamatan
dari 6.198 menjadi 3.783. Dalam dengan menggunakan analisis gravitasi
penelitian ini tidak diketahui penyebab dapat dilihat bahwa Kabupaten Bantul
turunnya jumlah unit fasilitas pada sebagai pusat pertumbuhan pertama
kabupaten / kota di Provinsi Daerah memiliki nilai interaksi yang paling besar
Istimewa Yogyakarta. terhadap Kabupaten Gunungkidul dan
Pada jumlah jenis fasilitas, Kabupaten Kulonprogo. Sehingga
Kabupaten Sleman, kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten
Kota Yogyakarta memiliki jumlah yang Kulonprogo merupakan hinterland bagi
tetap, yaitu 19 jenis fasilitas. Namun pada Kabupaten Bantul. Nilai interaksi
kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kabupaten Gunungkidul dengan
Kulonprogo terjadi penurunan jumlah jenis Kabupaten Bantul sebesar 407.568.522,
fasilitas. Pada tahun 2013 jumlah jenis sedangkan dengan Kabupaten Sleman
fasilitas di Kabupaten Gunungkidul adalah hanya sebesar 286.377.964, dan interaksi
19 jenis fasilitas, tetapi pada tahun 2016 dengan Kota Yogyakarta sebesar
jumlah jenis fasilitas turun menjadi 18 199.190.109. Nilai interaksi Kabupaten
jenis saja. Hal serupa juga terjadi pada Kulonprogo dengan Kabupaten Bantul
Kabupaten Kulonprogo dengan jumlah sebesar 620.706.322, dengan Kabupaten
jenis fasilitas pada tabun 2013 sebanyak 18 Sleman sebesar 293.434.959, dan dengan
jenis, pada tahun 2016 jumlah tersebut Kota Yogyakarta sebesar 156.212.822.
turun menjadi 17 jenis fasilitas. Untuk melihat wilayah hinterland
Hasil analisis menunjukkan dari kabupaten / kota yang menjadi pusat
perubahan orde pada dua kabupaten yaitu pertumbuhan pada tahun 2013, yaitu
Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman,
Kulonprogo. Sedangkan untuk Kabupaten Kabupaten Gunungkidul, dan Kota
Sleman, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta dapat dijelaskan pada tabel.
Yogyakarta berada pada orde yang sama Hasil analisis skalogram menyatakan
pada dua periode tahun yang berbeda yaitu bahwa pada tahun 2013 terdapat empat
berada pada orde I. Pata tahun 2013, kabupaten / kota yang menjadi wilayah
Kabupaten Gunungkidul berada pada orde pusat pertumbuhan, sehingga hanya ada
I dan dapat menjadi daerahh pusat satu kabupaten yang menjadi wilayah
pertumbuhan di Provinsi Daerah Istimewa hinterland, yaitu Kabupaten Kulonprogo.
Yogyakarta. Dengan terjadinya penurunan Pada diketahui bahwa nilai interaksi
jumlah jenis fasilitas, maka pada tahun tertinggi dari Kabupaten Kulonprogo
2016 Kabupaten Gununkidul menempati terhadap kabupaten / kota sebagai pusat
orde II dan lepas dari daerah pusat pertumbuhan adalah dengan Kabupaten
pertumbuhan. Kabupaten Kulonprogo pada Bantul. Sehingga Kabupaten Kulonprogo
tahun 2013 berada pada orde II, tetapi adalah wilayah hinterland bagi Kabupaten
penurunan yang terjadi pada jumlah jenis Bantul. Nilai interaksi Kabupaten
fasilitas menyebabkan Kabupaten Kulonprogo dengan Kabupaten Bantul
Kulonprogo menempati orde III pada adalah sebesar 591.883.954. angka
tahun 2016. tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai interaksi dengan Kabupaten

204
Priyadi, Atmadji

Sleman yaitu sebesar 280.689.276, dengan Kecamatan Depok, sebagian


Kota Yogyakarta sebesar 149.103.284, dan Kecamatan Ngaglik, sebagian
nilai interaksi terendah adalah dengan Kecamatan Mlati, sebagian
Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar Kecamatan Godean, sebagian
80.022.538. Kecamatan Gamping, sebagian
Jika mengamati kedua periode dari Kecamatan Ngemplak, sebagian
analisis, yaitu periode tahun 2013 dan Kecamatan Kasihan, sebagian
tahun 2016, terjadi perubahan pada nilai Kecamatan Sewon, sebagian
interaksi antara kabupaten / kota sebagai Kecamatan Banguntapan.
pusat pertumbuhan dengan kabupaten b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) :
sebagai hinterland. Pada periode tahun Kawasan Perkotaan Sleman, Bantul.
2013 terdapat empat pusat pertumbuhan c. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) :
yaitu Kabupaten Bantul, kabupaten Kawasan Perkotaan Kokap,
Sleman, Kabupaten Gunungkidul, dan Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang,
Kota Yogyakarta, dengan Kabupaten Panjatan, Lendah, Pajangan, Pandak,
Kulonprogo sebagai wilayah hinterland Bambanglipuro, Sanden, Pundong,
bagi Kabupaten Bantul. Namun pada tahun Jetis, Pleret, Seyegan, Turi,
2016, jumlah kabupaten / kota sebagai Cangkringan, Patuk, Dlingo,
pusat pertumbuhan menurun menjadi tiga Panggang, Paliyan, Ngawen, Tepus,
kabupaten / kota, yaitu Kabupaten Bantul, Ponjong, Mlati, Ngaglik,
Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Prambanan, Piyungan, Srandakan,
Kabupaten Gunungkidul berpindah Godean.
menjadi wilayah hinterland bagi Pada dapat dilihat perbandingan
Kabupaten Bantul bersama dengan hasil dari analisis skalogram, analisis
Kabupaten Kulonprogo yang dari tahun gravitasi, dan kebijakan RTRW.
2013 tetap menjadi wilayah hinterland Dari tabel hasil analisis
bagi Kabupaten Bantul. dibandingkan kebijakan rtrw dengan data
tahun 2015, dapat diketahui pencapaian
dari kondisi sebenarnya di masing-masing
Perbandingan dengan RTRW Provinsi kabupaten / kota jika dibandingkan dengn
Daerah Istimewa Yogyakarta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Menurut hasil analisis, terdapat kesesuaian
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang analisis setelah dibandingkan dengan
Wilayah Provinsi Daerah Iatimewa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Yogyakarta Tahun 2009 – 2029, arahan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
pengembangan sistem perkotaan dalam Kabupaten / kota yang dianalisis masuk
sistem pelayanan wilayah direncanakan dalam orde I yaitu sebagai wilayah pusat
sebagai berikut : pertumbuhan, seperti Kabupaten Bantul,
a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) : Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta,
Kawasan Perkotaan Yogyakarta telah diproyeksikan untuk masuk dalam
(Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta), wilayah Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
meliputi Kota Yogyakarta, dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).
Sedangkan untuk wilayah hinterland yaitu

205
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten masing-masing kabupaten / kota jika


Kulonprogo, dalam Rencana Tata Ruang dibandingkan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Provinsi Daerah Wilayah (RTRW) Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta masuk pada wilayah Istimewa Yogyakarta, terdapat kesesuaian
Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Hal tersebut antara proyeksi dengan hasil analisis
telah sesuai dengan hasil analisis skalogram dan analisis gravitasi.
menggunakan skalogram dan analisis
gravitasi.
Implikasi
Berdasarkan dari hasil analisis,
terdapat beberapa hal yang bisa dijadikan
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI masukan bagi pemerintah Provinsi Daerah
Kesimpulan Istimewa Yogyakarta. Keadaan tiap
Berdasarkan hasil dari analisis kabupaten / kota telah sesuai dengan
konsentrasi geografis Provinsi Daerah proyeksi Rencana Tata Ruang Wilayah
Istimewa Yogyakarta, diperoleh hasil (RTRW) Provinsi Daerah Istimewa
bahwa sarana – sarana yang tersedia untuk Yogyakarta, akan lebih baik jika
mendukung pertumbuhan ekonomi telah menambahkan fasilitas-fasilitas pada
terdistribusi secara merata di 5 kabupaten / kabupaten yang menjadi wilayah
kota yang berada di Provinsi Daerah hinterland agar tidak terjadi kesenjangan
Istimewa Yogyakarta. dengan wilayah kabupaten / kota sebagai
Untuk analisis skalogram, analisis pusat pertumbuhan.
gravitasi dan kesesuaian pencapaian
dengan Rencata Tata Ruang Wilayah DAFTAR PUSTAKA
(RTRW) Provinsi Daerah Istimewa Danastri, S. (2011). "Analisis Penetapan
Yogyakarta, dapat disimpulan bahwa Pusat-Pusat Pertumbuhan Baru di
adanya perbedaan kabupaten / kota yang Kabupaten / kota Harjamukti,
menjadi pusat pertumbuhan. Pada tahun Cirebon Selatan". Skripsi Sarjana,
2013 terdapat empat kabupaten kota yang Fakultas Ekonomi, Universitas
menjadi pusat pertumbuhan yaitu Diponegoro, Semarang.
Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Gulo, Y. (2015). "Identifikasi Pusat
Kabupaten Gunungkidul, dan Kota Pertumbuhan dan Hinterland
Yogyakarta, dengan Kabupaten Dalam Pengembangan Wilayah
Kulonprogo sebagai hinterland Kabupaten Kabupaten Nias". Widyariset,
Bantul memiliki nilai interaksi 591.883.954. Volume 18 Nomor 1, Halaman 37-
Sedangkan tahun 2016 ada tiga kabupaten 48.
/ kota yang menjadi pusat pertumbuhan
yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Habib, S. (2016). "Analisis Kabupaten /
Sleman dan Kota Yogyakarta, dengan kota Dalam Rangka Penentuan
hinterland dari Kabupaten Bantul adalah Kabupaten / kota Pusat
Kabupaten Gunungkidul yang memiliki Pertumbuhan Ekonomi di
nilai interaksi 407.568.522, dan Kabupaten Kabupaten Tulang Bawang Barat".
Kulonprogo dengan nilai interaksi Skripsi Sarjana, Fakultas Ekonomi
620.706.322. Untuk melihat pencapaian

206
Priyadi, Atmadji

dan Bisnis, Universitas Bandar Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Pasal


Lampung, Lampung. 1 Tentang otonomi Daerah. (t.thn.).
Departemen Dalam Negeri
Hagget. (2001). Geography: A Global Republik Indonesia.
Synthesis. New Jersey: Pearson
Education Ltd. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah.
Haris, S., Pabottingi, M., Hidayat, S., (t.thn.). Departemen Dalam Negeri
Salamm, A., Ratnawati, T., & Republik Indonesia.
Romli, L. (2006). Membangun
Format Baru Otonomi Daerah. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
Jakarta: LIPI Press. Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah. (t.thn.).
Hartono. (2007). Geografi: Jelajah Bumi Departemen Dalam Negeri
dan Alam Semesta. Bandung: Citra Indonesia.
Raya.
Utari, E. S. (2015). "Analisis Sistem Pusat
Jayadinata, J. (1992). Tata Guna Tanah Pelayanan Pemukiman di Kota
Dalam Perancanaan Pedesaan Yogyakarta Tahun 2014". Journal
Perkotaan dan Wilayah Bandung. of Economics and Policy, Volume
Bandung: ITB. 8 Nomor 1, Halaman 1-88.
Nainggolan, P. T. (2013). "Analisis Utoyo, B. (2007). Geografi: Membuka
Penentuan Pusat-Pusat Cakrawala Dunia. Bandung: PT.
Pertumbuhan Ekonomi di Setia Purna Inves.
Kabupaten Simalungun". Jurnal
Ekonomi dan Keuangan, Volume 1 Yani, A., & Ruhimat, M. (2007).
Nomer 12, Halaman 15-26. Geografi: Menyingkap Fenomena
Geosfer. Bandung: Grafindo Media
Rondinelli, D. A. (1985). Applied Methods Pratama.
of Regional Analysis, The Spatial
Dimensions of Development
Policy. Colorado: Westview Press.

Sjafrizal. (2008). Ekonomi Regional Teori


dan Terapan. Padang: Baduose
Media.

Tarigan, R. (2005). Ekonomi Regional:


Teori dan Aplikasi. Jakarta: Aksara
Bumi.

Todaro, & Smith. (2006). Pembangunan


Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

207
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

LAMPIRAN

Lampiran 1
Alokasi dan Usulan
Dana Keistimewaan di Yogyakarta

No. Bidang Kewenangan Alokasi (miliar Rupiah) Usulan (miliar


Rupiah)

2013 2014 2015 2016 2017

1. Tata Cara Pengisian Jabatan - 0,4 - - 3,8


Gubernur & Wakil
Gubernur

2. Kebudayaan 212,5 375,1 420,8 179,1 603,5

3. Pertanahan 6,3 23,0 10,6 13,9 15,2

4. Kelembagaan Pemerintahan 2,5 1,6 1,7 1,8 34,7

5. Tata Ruang 10.0 123,6 114,4 352,7 916,4

Jumlah 231,3 523,8 547,5 547,5 1.573,8

Lampiran 2

Usulan, Alokasi dan Realisasi Dana Keistimewaan DIY Tahun 2013 – 2017

TA USULAN ALOKASI REALISASI % Real thd


Alokasi
2013 535.214.033.670 231.392.653.500 54.562.180.053 23,58%
2014 787.703.769.500 523.874.719.000 272.056.608.289 51,93%
2015 1.023.273.302.700 547.450.000.000 477.494.515.166 87,22%
2016 1.397.466.516.999 547.450.000.000 ??? ???
2017 1.573.834.354.400 ??? ??? ???

208
Priyadi, Atmadji

Lampiran 3

Tabel Perhitungan Analisis Konsentrasi Geografis


Kabupaten / kota Jumlah GC Batas Batas Atas Nilai
Unit Bawah Tengah

Kabupaten 44,72136 100 72,36068


Kulonprogo 3783 0,182944

Kabupaten Bantul 11983 0,579491

Kabupaten
Gunungkidul 10244 0,495394

Kabupaten Sleman 10681 0,516527

Kota Yogyakarta 4666 0,225645

Jumlah 41357 2

Akar 1,414214

x100 141,4214

209
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

Lampiran 4

Tabel Kesimpulan Data Jumlah Fasilitas Provinsi Daerah Istimewa yogyakarta Tahun 2015

Kabupaten / Jumlah Unit Fasilitas Jumlah


Kota Total
Pendidikan Kesehatan Ibadah Perekonomian

Kabupaten 792 187 1144 1660


3783
Kulonprogo

Kabupaten 1075 249 1860 8799


11983
Bantul

Kabupaten 1238* 251 1992 6763


10244*
Gunungkidul

Kabupaten 1259 238 2125 7059


10681
Sleman

Kota 549 145 490 3498


4682
Yogyakarta

Sumber: Kabupaten / kota dalam Angka 2015, diolah


BPS Kabupaten Sleman

Keterangan *: Terdapat ketidaklengkapan data

210
Priyadi, Atmadji

Lampiran 5
Tahun 2015

Kabupaten / Jenis Fasilitas Jumlah


Kota
Pendidikan Kesehatan Tempat Ibadah Perekonomian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kabupaten 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 17
Kulonprogo

Kabupaten 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Bantul

Kabupaten 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18
Gunungkidul

Kabupaten 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Sleman

Kota 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Yogyakarta

211
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

Keterangan Tabel:
Sarana Pendidikan
1 : TK
2 : SD
3 : SLTP
4 : SMA
5 : Perguruan Tinggi
Sarana Kesehatan
6 : Rumah Sakit
7 : Puskesmas
8 : Puskesmas Pembantu
9 : RS. Bersalin
10 : Poliklinik
11 : Pos KB Desa
Tempat Ibadah
12 : Masjid
13 : Gereja Katolik
14 : Gereja Kristen
15 : Pura
16 : Wihara
Sarana Ekonomi
17 : Pasar Umum
18 : Pertokoan Kios / Warung
19 : KUD, Bank, BPR

Dari perhitungan tersebut menunjukkan tingkat kesalahan sebesar 0,936, berada


diantara 0,9 – 1 atau lebih dari 90%, sehingga analisis skalogram pada fasilitas-fasilitas di
tiap kabupaten / kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2016 ini dianggap
sudah layak.

Lampiran 6

Hierarki Pusat Pertumbuhan Kabupaten / Kota berdasarkan Analisis Skalogram di Provinsi


Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Peringkat Kabupaten / Jumlah Jumlah Jumlah Orde Kota


Hierarki kota Penduduk Jenis Unit
Fasilitas Fasilitas

1 Kabupaten
11983
Bantul 971.511 19 Orde I

2 Kabupaten
10681 Orde I
Sleman 1.167.481 19

212
Priyadi, Atmadji

3 Kota
4682 Orde I
Yogyakarta 412.704 19

4 Kabupaten
10244* Orde II
Gunungkidul 715.282 18

5 Kabupaten
3783
Kulonprogo 412.198 17 Orde III

Keterangan *: Terdapat ketidaklengkapan data

Lampiran 7

Tabel Kesimpulan Data Jumlah Fasilitas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013

Kabupaten / Jumlah Unit Fasilitas Jumlah


Kota Total
Pendidikan Kesehatan Ibadah Perekonomian

Kabupaten 788 183 1110 4117


6198
Kulonprogo

Kabupaten 1062 214 1721 9407


12404
Bantul

Kabupaten 1235* 239 1896 8110


11480*
Gunungkidul

Kabupaten 1249 230 2064 12122


15665
Sleman

Kota 555 142 548 6155


7400
Yogyakarta

Sumber: Kabupaten / kota dalam Angka 2015, diolah


BPS Kabupaten Sleman
Keterangan *: Terdapat ketidaklengkapan data

213
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

Lampiran 8
Tabel Skalogram Tahun 2013
Kabupaten / Jenis Fasilitas Jumlah
Kota
Pendidikan Kesehatan Tempat Ibadah Perekonomian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kabupaten 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 18
Kulonprogo

Kabupaten 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Bantul

Kabupaten 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Gunungkidul

Kabupaten 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Sleman

Kota 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19
Yogyakarta

214
Priyadi, Atmadji

Keterangan Tabel:
Sarana Pendidikan 11 : Pos KB Desa
1 : TK Tempat Ibadah
2 : SD 12 : Masjid
3 : SLTP 13 : Gereja Katolik
4 : SMA 14 : Gereja Kristen
5 : Perguruan Tinggi 15 : Pura
Sarana Kesehatan 16 : Wihara
6 : Rumah Sakit Sarana Ekonomi
7 : Puskesmas 17 : Pasar Umum
8 : Puskesmas Pembantu 18 : Pertokoan Kios / Warung
9 : RS. Bersalin 19 : KUD, Bank, BPR
10 : Poliklinik

Selanjutnya adalah menghitung dengan menggunakan metode Struges untuk


menentukan orde-orde dari pusat pertumbuhan.

Jumlah Orde = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 5

= 1 + 3,3 (0,6989700043)

= 1 + 2,3066010143

= 3,306601014

Jumlah orde dalam penelitian ini sebesar 3,3066010143 yang dibulatkan menjadi 3
kelas atau orde untuk kabupaten / kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya
adalah menentukan interval kelas atau range untuk 3 orde yang telah dihitung sebelumnya.
Yaitu dengan rumus,

Range =

Range =

Range = 0,3

Didapatkan interval kelas atau range sebesar 0,3, dengan jumlah kelas atau orde
sebanyak 3, maka dapat dibuat tabel orde seperti dibawah,

215
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

Tabel Orde dan Range

Orde Range

Orde I 18,7 - 19

Orde II 18,3 – 18,6

Orde III 17,9 – 18,2

Langkah terakhir dalam melakukan analisis skalogram adalah dengan menghitung


tingkat kesalahan atau disebut Coefficient of Redductbility (COR).

(CR)= 1 −
(CR) = 1 −
(CR) = 1 – 0,021
(CR) = 0,979

Dari perhitungan tersebut menunjukkan tingkat kesalahan sebesar 0,979, berada


diantara 0,9 – 1 atau lebih dari 90%, sehingga analisis skalogram pada fasilitas-fasilitas di
tiap kabupaten / kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini dianggap sudah layak.

216
Priyadi, Atmadji

Lampiran 9

Hierarki Pusat Pertumbuhan Kabupaten / kota berdasarkan Analisis Skalogram di Provinsi


Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013

Peringkat Kabupaten / Jumlah Jumlah Jumlah Orde Kota


Hierarki kota Penduduk Jenis Unit
Fasilitas Fasilitas

1 Kabupaten
15665 Orde I
Sleman 1.141.684 19

2 Kabupaten
12404
Bantul 947.066 19 Orde I

3 Kabupaten
11480* Orde I
Gunungkidul 700.192 19

4 Kota
7400 Orde I
Yogyakarta 402.709 19

5 Kabupaten
6198
Kulonprogo 403.203 18 Orde III

Keterangan *: Terdapat ketidaklengkapan data

Lampiran 10

Kesimpulan Hasil Analisis Skalogram

Kabupaten / Tahun 2013 Tahun 2016


Kota
Jumla Jumla Jumlah Orde Jumlah Jumlah Jumlah Orde
h h Unit Kota Pendudu Jenis Unit Kota
Pendu Jenis Fasilita k Fasilita Fasilita
duk Fasilit s s s
as

Kabupaten 1.141. Orde 1.167.48


15665 10681 Orde I
Sleman 684 19 I 1 19

Kabupaten 947.0 Orde


12404 11983
Bantul 66 19 I 971.511 19 Orde I

Kota 402.7 Orde


7400 4682 Orde I
Yogyakarta 09 19 I 412.704 19

Kabupaten 700.1 Orde 10244 Orde


11480*
Gunungkidul 92 19 I 715.282 18 * II

217
AJIE – Vol. 02, No. 02, May 2017

Kabupaten 403.2 Orde Orde


6198 3783
Kulonprogo 03 18 III 412.198 17 III

Keterangan *: Terdapat ketidaklengkapan data

Lampiran 11

Hasil Nilai Interaksi Wilayah antara Pusat Pertumbuhan dan Hinterland


Tahun 2015

Kabupaten / Kabupaten / Penduduk Penduduk Jarak (Jarak i- Angka


Kota Asal KotaTujuan daerah asal daerah j)b Interaksi
Tujuan i-j

(i) (j) (Pi) (Pj) (dij)/km (dij)2 (Aij)

Kabupaten Kabupaten 971.511 41,3 1.705 407.568.522


Bantul Gunungkidul 715.282

Kabupaten 971.511 25,4 645,16 620.706.322


Kulonprogo 412.198

Kabupaten Kabupaten 1.167.481 54 2.916 286.377.964


Sleman Gunungkidul 715.282

Kabupaten 1.167.481 40,5 1.640 293.434.959


Kulonprogo 412.198

Kota Kabupaten 412.704 38,5 1.482 199.190.109


Yogyakarta Gunungkidul 715.282

Kabupaten 412.704 33 1.089 156.212.822


Kulonprogo 412.198

218
Priyadi, Atmadji

Lampiran 12

Hasil Nilai Interaksi Wilayah antara Pusat Pertumbuhan dan Hinterland

Kabupaten / Kabupaten / Penduduk Penduduk Jarak (Jarak i- Angka


Kota Asal KotaTujuan daerah asal daerah j)b Interaksi
Tujuan i-j

(i) (j) (Pi) (Pj) (dij)/km (dij)2 (Aij)

Kabupaten Kabupaten 403.203 40,5 1.640 280.689.276


Sleman Kulonprogo 1.141.684

Kabupaten Kabupaten 403.203 25,4 645,16 591.883.954


Bantul Kulonprogo 947.066

Kota Kabupaten 403.203 33 1.089 149.103.284


Yogyakarta Kulonprogo 402.709

Kabupaten Kabupaten 403.203 59,4 3.528 80.022.538


Gunungkidul Kulonprogo 700.192

Lampiran 13

Tabel Hasil Analisis dibandingkan Kebijakan RTRW dengan Data Tahun 2015

No. Kecamatan Hasil Analisis Hasil Analisis Kebijakan RTRW


Skalogram Gravitasi

1. Kabupaten Orde III Hinterland Pusat PKL


Kulonprogo Pertumbuhan (Bantul)

2. Kabupaten Orde I Pusat Pertumbuhan PPK, PKW, PKL


Bantul Pertama

3. Kabupaten Orde II Hinterland Pusat PKL


Gunungkidul Pertumbuhan (Bantul)

4. Kabupaten Orde I Pusat Pertumbuhan PKN, PKW, PKL


Sleman Kedua

5. Kota Orde I Pusat Pertumbuhan PKN, PKL


Yogyakarta Ketiga

219

Anda mungkin juga menyukai