Anda di halaman 1dari 23

Makalah Antropologi Kesehatan

TRANSCULTURAL NURSING PADA SUKU JAWA DI


INDONESIA

Disusun oleh:
Kelompok VII
Edwin PO.62.20.1.17.221
Imelda Kristasia PO.62.20.1.17.229
Laela Agustinah PO.62.20.1.17.223
Nanada Fitri Arini PO.62.20.1.17.233

Dosen Pembimbing
H. Barto Mansyah, S.Pd, MH
NIP: 196308171985011001

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


PALANGKA RAYA
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2019
HALAMAN JUDUL

TRANSCULTURAL NURSING PADA SUKU JAWA DI


INDONESIA

Disusun oleh
Kelompok VII
Edwin PO.62.20.1.17.221
Imelda Kristasia PO.62.20.1.17.229
Laela Agustinah PO.62.20.1.17.223
Nanada Fitri Arini PO.62.20.1.17.233

Dosen Pembimbing
H. Barto Mansyah, S.Pd, MH
NIP: 196308171985011001

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


PALANGKA RAYA
PROGRA STUDI DIII-KEPERAWATAN
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kurnia-Nya
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah tentang pengetahuan bagi
mahasiswa/i keperawatan maupun para pembaca untuk bidang pengetahuan.
Makalah ini dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata
kuliah Antropologi Kesehatan dengan judul. “Proses Keperawatan Transcultural Nursing
pada Suku Jawa di Indonesia”
Di dalam penulisan laporan ini, penulis mendapat banyak bantuan dari pihak lain,
khususnya untuk dosen pembimbing kelompok kami yaitu Bapak H. Barto Mansyah, S.Pd,
MH yang telah membimbing kami. Karena itu kritik serta saran dari para pembaca sangat
diperlukan demi kemajuan pada pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk para pembaca serta institusi kesehatan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat memberikan balasan atas bimbingan dan bantuan
yang telah diberikan kepada penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2
A. Tinjauan Sosial Budaya ...................................................Error! Bookmark not defined.
B. Tinjauan Keperawatan.....................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keperawatan transkultural atau transcultural nursing adalah suatu area/wilayah
keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia. Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepada klien
sesuai dengan latar belakang budayanya. Tujuan dari transcultular nursing adalah untuk
mengidentifikasi, menguji,mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan
transkultural dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ragam etnik dengan jumlah
yang terbilang sangat banyak. Beragam etnik suku bangsa tersebut tersebar dan
mendiami seluruh kepulauan yang ada di Indonesia mulai dari Sabang hingga Merauke.
Begitu banyaknya etnik suku bangsa yang mendiami negara Indonesia ini menjadikan
negara ini juga memiliki begitu banyak varian kebudayaan dan bahkan beberapa budaya.
Salah satu varian kebudayaan yang ada di Indonesia berasal dari kebudayaan Suku Jawa.
Suku Jawa sendiri merupakan salah satu suku terbesar yang ada di Indonesia yang
mendiami wilayah aslinya di Jawa. Sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia, suku
Jawa memiliki karakteristik kebudayaan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana tinjauan sosial budaya pada suku Jawa?
2. Bagaimana tinjauan keperawatan pada suku Jawa?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut.
1. Mengetahui tinjauan sosial budaya pada suku Jawa.
2. Mengetahui tinjauan keperawatan pada suku Jawa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. TINJAUAN SOSIAL BUDAYA


Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh
masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa
secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa
Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan,
keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung
tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah,
DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta,
Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di
Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. (Wikipedia, 2016)
Untuk mempermudah pembahasan dalam kebudayaan jawa makalah ini
membahas mengenai tujuh unsur kebudayaan yang terdapat di Jawa diantarnya :
1. Bahasa
Meskipun Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi, umumnya sebagian besar
masyarakat Jawa menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Salah satu
contohnya adalah bahasa jawa Tegal yang sudah terkenal dengan logat yang ngapak,
hal ini disebabkan karena penekanan pada huruf g dan d. Dan bahasa jawa juga ada
tingkatannya, yang pertama yaitu jawangoko yang digunakan untuk berkomunikasi
kepada teman sebaya atau teman yang sudah benar-benar akrab. Yang kedua yaitu
jawa krama yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua atau
dengan orang yang baru dikenal. Dan yang ketiga yaitu kramainggil yang digunakan
pada acara-acara formal seperti pidato dan untuk berkomunikasi dengan orang lebih
tua.
Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa, namun secara umum
terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa
Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal, dialek ini memiliki
pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar.
Sedang Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas
Dialek Mataram (Solo-Jogja), Dialek Semarang, dan Dialek Pati. Di antara perbatasan
kedua dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek daerah
tersebut di antaranya adalah Pekalongan dan Kedu (wikipedia, 2016).
Berbagai macam dialek Bahasa Jawa yang terdapat di Jawa Tengah, yaitu:
a) Dialek Pekalongan (Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang)
b) Dialek Kedu (Kabupaten Magelang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten
Wonosobo, Kota Magelang)/
c) Dialek Bagelen (Kabupaten Purworejo)

2
d) Dialek Semarangan (Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kota
Salatiga, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak)
e) Dialek Muria/Pantura Timur (Kabupaten Jepara, Kabupaten Rembang,Kabupaten
Kudus, Kabupaten Pati)
f) Dialek Blora (Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora)
g) Dialek Surakarta (Kota Surakarta, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Sragen,Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali, Kabupaten
Sukoharjo,Kabupaten Karanganyar)
h) Dialek Banyumasan (Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara,Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap)
i) Dialek Tegal (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes,Kabupaten
Pemalang.

2. Ilmu Pengetahuan
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yang ada, berkembang, dan masih ada
hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa
adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil diciptakan
oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya yang terpengaruh unsur budaya
islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan sedikit budaya barat. Namun tetap
dipertahankan penggunaanya hingga saat ini, walaupun penggunaanya yang cukup
rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap dalam menggambarkan penanggalan, karena
didalamnya berpadu dua sistem penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem
matahari (sonar/syamsiah) dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan
(lunar/komariah).Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7
hari seperti yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari
pasaran. Sejarah penggunaan kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625,
dimana pada saat itu, sultan agung, raja kerajaan mataram, yang sedang berusaha
menytebarkan agama islam di pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah
kekuasaanya menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah tidak
digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah tahun 1025
hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547. Dalam sistem
kalender Jawa juga terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu nama bulan dalam
kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam sistem
kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya adalah suro, sapar, mulud, bakdamulud,
jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, sawal, sela, dan dulkijah. Namun,
pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan komariah dianggap tidak cocok
dijadikan patokan petani dalam menentukan masa bercocok tanam, maka Sri Paduka
Mangkunegaran IV mengesahkan sistem kalender berdasarkan sistem matahari.
Dalam kalender matahari pun terdapat dua belas bulan.(Suhendar, 2013 ).
Pendidikan menempati arti sangat penting bagi orang Jawa. Bahkan bapak
pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara adalah orang Jawa dan dia adalah

3
pelopor pendidikan Indonesia. School tot Opleiding van Indische Artsen atau
STOVIA sekolah kedokteran pertama di Indonesia adalah pendidikan modern
pertama bagi orang Indonesia termasuk orang Jawa. Pada masa modern pendidikan
tetap menempati peran penting bagi orang Jawa. Bahkan dalam Peringkat universitas
di Indonesia menurut Webometrics tercatat 30 perguruan tinggi dari Jateng-DIY dan
Jatim termasuk 50 perguruan tinggi terbaik di Indonesia. (Wikipedia, 2016)
Dari pendidikan ini masyarakat jawa mengenalkan beberapa tokoh nasional
maupun internasional, diantaranya :
j) Abdurrahman Wahid, Mantan Presiden Republik Indonesia.
k) Ahmad Dahlan, Ulama (Kyai) dan pendiri organisasi Muhammadiyah.
l) Boediono, Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia (2009-2014).
m) Hasyim Asyari, Pendiri Nahdatul Ulama.
n) H.M. Soeharto, Mantan Presiden Republik Indonesia.
o) Joko Widodo, Mantan Walikota Solo, Mantan Gubernur DKI, Presiden Republik
Indonesia.
p) Julius Darmaatmadja, Uskup Agung Jakarta dan Mantan Ketua KWI (Konferensi
Waligereja Indonesia) 2000-2006.
q) Khofifah Indar Parawansa, Politikus dan Mantan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan, Menteri Sosial Kabinet Kerja.
r) Megawati Soekarno Poetri, Mantan presiden republik indonesia dan sekaligus
presiden wanita pertama di Indonesia
s) Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan budayawan.
t) Paul Salam Soemohardjo, Ketua Parlemen Suriname dan Ketua Partai Pertjaja
Luhur di Suriname.
u) R.A. Kartini, Pahlawan Nasional.
v) Saifullah Yusuf, Mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal. Sekarang menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur.
w) Soekarno, Proklamator dan mantan Presiden Republik Indonesia.
x) Susilo Bambang Yudhoyono, Mantan Presiden Republik Indonesia.
y) Wage Rudolf Supratman, Pencipta lagu "Indonesia Raya".
z) Wahid Hasjim, Pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet
pertama Indonesia.

3. Sistem Kemasyarakatan
Manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu pergaulan dalam masyarakat
merupakan suatu gejala lahir yang terjadi karena adanya interaksi antar individu
dengan individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.
Adanya interaksi yang baik dengan saling memahami tata kelakuan setiap individu
menghasilkan sistem kemasyarakatan yang baik.
Sistem kemasyarakatan meliputi sistem kekerabatan dan organisasi sosial.
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam stuktur sosial.
4
Kekerabatan adalah unit –unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang
memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Pada sistem kemasyarakatan Jawa salah satu contoh di Desa Serenan di
pengaruhi oleh adat keraton. Akan tetapi, derajat kekerabatan ditentukan oleh derajat
dari garis ayah. Misalnya, jika ayahnya bergelar bangsawan seperti “Raden”, maka
anak-anak keturunannya berhak memakai gelar kebangsawanan itu. Sebaliknya, jika
ibu keturunan bangsawan sedang ayah tidak, maka keturunannya tidak berhak
memakai gelar kebangsawanan dari ibunya. Kemudian masih dijunjung tinggi derajat
keturunan dari satu keluarga. Hal ini dibuktikan bahwa lurah (kepala desa) tersebut
selain dipilih dari garis keturunan bekas lurah /Demang pada zaman dahulu juga
memiliki kadar derajat kekerabatan yang tinggi. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.13).
Selanjutnya kita mengenal dua macam hubungan kekeluargaan yaitu yang
berdasarkan perkawinan dan keturunan. Ikatan keturunan tersebut lebih bersifat
langgeng daripada ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan bersifat lebih labil karena
mudah terancam oleh situasi perpecahan keluarga disebakan oleh kematian suami istri
ataupun perceraian. Dalam keadaan yang demikian, ikatan kekeluargaan dapat pecah.
Sedangkan ikatan keturunan,kesatuan keluarga keturunan teap berdiri walaupun
terjadi kematian ataupun perceraian. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.18).
Keluarga dapat dikategorikan menjadi tiga bagian : keluarga inti, keluarga
luas, dan di luar keluarga inti. Keluarga inti (keluarga batih) adalah bentuk keluarga
yang terdiri dari suami,isteri dan anak yang belum menikah. Sedangkan kurang dari
itu disebut keluarga yang tidak lengkap. Keluarga batih dalam masyarakat Jawa
merupakan suatu kelompok sosial yang mandiri. Kepala keluarga disebut “kepala
somah”, biasanya seorang laki-laki (suami), namun dapat pula kepala somah ini
seorang wanita (isteri) apabila suami telah meninggal dunia. Reksodihardjo dkk
(1991, hlm.19)
Keluaraga luas adalah pengelompokan dari dua-tiga keluarga atau lebih dalam
satu tempat tiinggal. Meskipun mereka tinggal bersama, namun masing-masing
mewujudkan suatu kelompok sosial yang berdiri sendiri-sendiri, baik dalam anggaran
belanja maupun dapurnya. Walaupun demikian tidak semua keluarga luas ini
mempunyai tempat memasak atau pawon sendiri, sehingga ada yang bersamaan.
Harus diperhatikan bahwa suatu keluarga luas tetap dikepalai oleh satu kepala somah,
yaitu kepala somah yan terdahu. Suatu keluarga luas biasa terjadi dengan adanya
perkawinan antara seorang anak laki-laki ataupun wanita yang kemudian tinggal
menetap dalam rumah orang tua. Bila kepala somah meningggal dunia, maka ia
diganti oleh salah seorang dari keluarga pertama, juga kalau anggota ini tidak ada
barulah salah satu keluarga kedua yang mondok tadi menggantikannya atas
permufakatan anggota-anggota lainnya. (Koentjaraningrat, 1993, hlm.341 ).
Keluarga di luar keluarga inti adalah hubungan kekerabatan yang terjadi
berdasarkan keturunan dari perkawinan tetapi berada di luar konsep keluarga inti dan
keluarga luas. Dalam masyarakat Jawa biasanya disebut dengan sebutan “anak

5
sedulur”. Kelompok kekerabatan ini terdiri dari orang-orang kerabat keturunan dari
seorang nenek moyang sampai pada derajat ketiga.Jadi, merupakan gabungan dari
kerabat yang terdiri dari saudara-saudara kandung, saudara sepupu dari pihak ayah-
ibu dan kerabat baik satu tingkat ke atas maupun kebawah dari ayah dan ibu.
Keluarga “anak sedulur” ini berkumpul dan bertemu pada suatu peristiwa penting
keluarga inti maupun keluarga luas misalnya kematian dan perkawinan.
Reksodihardjo dkk (1991, hlm.19).
Masih ada bentuk kelompok kekerabatan yang disebut alurwaris. Kelompok
ini terdiri dari semua kerabat sampai tujuh turunan sejauh masih dikenal tempat
tinggalnya. Adapun tugas terpenting dari para anggotaalurwaris adalah memelihara
makam lelurur. Biasanya salah seorang dari warga alurwaris yang tinggal di desa
dimana terletak makan leluhur, ditunjuk untuk menghubuni anggota alurwaris lain
yang telah tersebar kemana-mana guna bersama-sama ikut merawat atau
menyumbang untuk perawatan makam nenek moyang itu. (Koentjaraningrat, 1993,
hlm.342 ).
Perkawinan merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam proses
pengintergrasian manusia dan tata alam. Hal ini harus memenuhi semua syarat yang
ditetapkan oleh tradisi untuk masuk ke dalam tata alam sakral (suci). Upacara
perkawina bukan saja proses meninggalkan taraf hidup yang lama dan menuju yang
baru dalam diri seseorang melainkan merupakan penegasan dan pembaharuan seluruh
tata alam dan seluruh masyarakat. Biasanya seluruh acara perkawinan berlangsung
sekitar 60 hari, yaitu (Bratawidjaja, 2000, hlm. 16) :
a) Nontoni : Melihat dari dekat keadaan keluarga dan gadis yang sesungguhnya.
Dilakukan oleh seorang congkak (wali) atau wakil dari keluarga pemuda yang
akan mencari jodoh. Dalam hal ini dibicarakan sekitar kebutuhan untuk biaya
perkawinan.
b) Meminang : Disebut juga melamar, setelah taraf nontoni berakhir diteruskan
dengan taraf meminang. Apakah rencana perkawinan dapat dilanjutkan atau tidak.
Apabila ada kecocokan, maka congkak meneruskan tugasnya untuk mengadakan
perundingan lebih lanjut dengan istilah ngebenebun esuk, anjejaweh sonten.
c) Peningset : Bila pinangan tersebut berhasil, ditentukan dengan upacara pemberian
peningset. Biasanya berupa pakaian lengkap, kadang-kadang disertai cincin kawin
(tukar cincin).
d) Serahan : Disebut pasok tukon. Bila hari perkawinan sudah dekat, keluarga calon
pengantin putra memberikan hadiah kepada keluarga calon pengantin putri
sejumlah hasil bumi, peralatan rumah tangga kadang-kadang disertai sejumlah
uang. Barang-barang dan uang tersebut dipergunakan untuk menambah biaya
penyelenggraan perkawinan nantinya.
e) Pingitan : Menjelang saat perkawina, kurang lebih tujuh hari sebelumnya calon
pengantin putri dilarang keluar rumah dan tidak boleh menemui calon pengantin

6
putra kadang-kadang dianjurkan untuk puasa. Selama masa pingitan calon
pengantin putri melulur seluruh badan.
f) Tarub : Seminggu sebelum upacara perkawinan dimulai pihak calon pengantin
putri memasang tarub dan tratak. Kalau di kota-kota besar dua atau tiga hari
sebelum upacara perkawinan dimulai.
g) Siraman : Setelah memandikan calon penganti, calon pengantin
putri dipaesdilanjutkan dengan selametan. Menjelang malam hari pengantin putri
mengadakan malam midodareni.
h) Panggih : Setelah melaksanakan akad nikah, disusul dengan upacara panggihyaitu
pengantin putra dan pengantin putri dipertemukan secara adat. (balangan/gantal,
wiji dadi, sindur binayang, timbang, tanem, tukar kalpika, kacar-kucur, dhahar
kembul, minum air degan, mertui, dan sungkem)
i) Ngunduh Pengantin : Selesai upacara adat yang siselenggarakan di rumah orang
tua pengantin putri, beberapa hari kemudian orang tua pengantin putra ingin
mengundak sanak saudara dengan maksud memperkenalkan pengantin baru.
Baisanya orang tua putra ingin merayakan pesta perkawinan putranya.

4. Sistem Kepercayaan
Kepercayaan berasal dari kata “percaya” adalah gerakan hati dalam menerima
sesuatu yang logis dan bukan logis tanpa suatu beban atau keraguan sama sekali
kepercayaan ini bersifat murni. Kata ini mempunyai kesamaan arti dengan keyakinan
dan agama akan tetapi memiliki arti yang sangat luas. (Astianto, 2006)
Membahas mengenai kepercayaan orang jawa sangatlah luas dan meliputi
berbagai aspek yang bersifat magic atau ghaib yang jauh dari jangkauan kekuatan dan
kekuasaan mereka. Masyarakat jawa jauh sebelum agama-agama masuk, mereka
sudah meyakini adanya Tuhan yang maha esa dengan berbagai sebutan diantaranya
adalah “gusti kang murbeng dumadi” atau tuhan yang maha kuasa yang dalam seluruh
proses kehidupan orang jawa pada waktu itu selalu berorientasi pada tuhan yang
maha esa. Jadi, orang jawa telah mengenal dan mengakui adanya tuhan jauh sebelum
agama masuk ke jawa ribuan tahun yang lalu dan sudah menjadi tradisi sampai saat
ini yaitu agama kejawen yang merupakan tatanan “pugaraning urip” atau tatanan
hidup berdasarkan pada budi pekerti yang luhur. (Astianto, 2006)
Keyakinan terhadap Tuhan yang maha esa pada tradisi jawa diwujudkan
berdasarkan pada sesuatu yang nyata, riil atau kesunyatan yang kemudian
direalisasikan pada tata cara hidup dan aturan positif dalam kehidupan masyarakat
jawa, agar hidup selalu berlangsung dengan baik dan bertanggung jawab
Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama
yang terutama yang dianut di pulau jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di
jawa.Agama kejawen sebenarnya adalah nama sebuah kelompok kepercayaan-
kepercayaan yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama yang terorganisir
seperti agama islam atau agama kristen. (Astianto, 2006)

7
Ciri khas dari agama kejawen adalah adanya perpaduan antara animisme,
agama hindu dan budha.Nampak bahwa agama ini adalah sebuah kepercayaan
sinkretisme. (Astianto, 2006)
Bagi sistem keagamaan jawa slametan, merupakan hasil tradisi yang menjadi
perlambang kesatuan mistis dan sosial di mana mereka berkumpul dalam satu meja
menghadirkan semua yang hadir dan ruh yang gaib untuk memenuhi setiap hajat
orang atas suatu kejadian yang ingin diperingati, ditebus atau dikuduskan.

5. Sistem Perekonomian
Yang dimaksud dengan kehidupan perekonomian adalah kegiatan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pertanian merupakan sektor utama
perekonomian Jawa Tengah, di mana mata pencaharian di bidang ini digeluti hampir
separuh dari angkatan kerja terserap. Kawasan hutan meliputi 20% wilayah provinsi,
terutama di bagian utara dan selatan. DaerahRembang, Blora, Grobogan merupakan
penghasil kayu jati. Jawa Tengah juga terdapat sejumlah industri besar dan menengah.
Daerah Semarang-Ungaran-Demak-Kudus merupakan kawasan industri utama di
Jawa Tengah. Kudusdikenal sebagai pusat industri rokok. Di Cilacap terdapat
industri semen.Solo, Pekalongan, Juwana, dan Lasem dikenal sebagai kota Batik yang
kental dengan nuansa klasik. Blok Cepu di pinggiran Kabupaten Blora (perbatasan
Jawa Timur dan Jawa Tengah) terdapat cadangan minyak bumi yang cukup
signifikan, dan kawasan ini sejak zaman Hindia Belanda telah lama dikenal sebagai
daerah tambang minyak. (Wikipedia, 2014).
Kehidupan perekonomian di Desa Serenan (Klaten) dirinci menjadi 3 bagian
yaitu di pasar, industri rumah, serta kegiatan ekonomi yang lain. Dalam ketiga
kehidupan tersebut akan tampak bagaimana tata kelakuan serta tindakan orang-orang
dalam bertemu serta bergaul satu sama lain. Dalam tata kelakuan serta tindakan yang
dilakukan dalam pergaulan di arena ekonomi akan tampak nilai budaya, gagasan serta
keyakinan yang terkandung di dalamnya. Dari nilai budaya, gagasan serta keyakinan
tersebut akan diketahui peraturan-peraturan yang seyogyanya berlaku dalam
kehidupan dalam masyarakat. Reksodihardjo dkk (1991, hlm.24).
Pasar Desa Serenan terletak di Dusun Gondangsari. Dalam pasar tersebut
dijual bermacam-macam kebutuhan hidup sehari-hari seperti: beras, sayur-mayur,
buah-buahan, kain batik, pakaian, dan alat-alat rumah tangga. Industri rumah di Desa
serenan berupa usaha pembuatan ukir-ukiran kayu (meja, kursi, dan almari) dan batik.
Reksodihardjo dkk (1991, hlm.25).

6. Sistem Kesenian
Pada bidang kesenian tentu saja Suku Jawa ini memiliki berbagai macam
kesenian, seperti seni musik, seni tari, seni peran dan lain sebagainya. Kesenian
tradisional dari Jawa ada berbagai macam, tetapi secara umum dalam satu akar

8
budaya kesenian Jawa ada 3 kelompok besar yaitu Banyumasan (Ebeg), Jawa Tengah
dan Jawa Timur (Ludruk dan Reog).
a) Seni tari
Tari Jawa memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakatnya. Selain
sebagai hiburan, beberapa tarian yang lainnya juga memiliki fungsi sakral yaitu
disajikan dalam pelantikan dan penghormatan raja-raja. Tarian Jawa itu berwujud seni
tari yang sakral , dan religius.Tari Jawa tersebut banyak jenisnya di antaranya sebagai
berikut: (1) tari Srimpi, (2) tari Bedaya Ketawang, (3) wireng, (4)prawirayudha, (5)
dan (6) tari Kuda-Kuda. Khusus di Mangkunegaran disebut tari Langendriyan , yang
mengambil kisah Damarwulan .
Tari yang terkenal di Kraton Solo di antaranya adalah Srimpi dan Bedaya
Ketawang. Tari ini tidak hanya ditampilkan saat pelantikan raja namun juga
ditampilkan setahun sekali ketika hari-hari besar dan upacara kraton. Sementara
Kraton Kasunanan Pakubuwono juga menciptakan tarian, yaitu tari Srimpi. Tarian ini
menggambarkan perang antara dua satria. Jenis tari srimpi di antaranya: Srimpi
Padelori, Andhong-andhong, Arjuna Mangsah, Dhempel Sangopati, Elo-elo, Dempel,
Gambir Sawit, Muncar, Gandokusuma, dan Srimpi Lobong. Selain itu juga terdapat
tarian Jawa modern yang biasanya disajikan saat hajatan, di antaranya : (1) tari
Gambyong, (2) tari Merak, (3) tari Golek, (4) tari Gambiranom, (5) tari Minak
Jingggo, (6) tari Karonsih, (7) tari Gatotkaca Gandrung, dan lain-lain. Tayub juga
merupakan salah satu tarian Jawa yang biasa ditampilkan dalam hajatan.
b) Seni Peran
- Ketoprak
Ketoprak adalah salah satu kebudayaan daerah Jawa Tengah, yang mana
kesenian ini diperankan oleh sekelompok orang dengan membawakan peran dan
karakter dari tokoh-tokoh dari kisah-kisah cerita rakyat dari Jawa. Cerita yang sering
diangkat dalam ketoprak adalah Ramayana dan Mahabarata, yang kesemuanya
bercerita tentang kebaikan akan selalu menang melawan keangkaramurkaan. Karena
itulah sebabnya mengapa masyarakat Jawa memiliki sikap “andap asor”, lemah-
lembut, ramah-tamah, sopan-santun, dan penuh filosofi.
- Wayang
Di Indonesia terdapat beberapa jenis wayang seperti ; wayang kulit, wayang
orang, dan wayang golek. Cerita wayang biasanya di ambil dari cerita-cerita
Hindu kuno, dalam cerita wayang selalu terdapat nilai nilai moral.Contoh cerita
yang biasa di bawakan wayang yaitu cerita Mahabarata dan cerita Ramayana.
Pada umunya para pakar seni pertunjukkan branggapan, bahwa wayang adalah
asli kesenian Indonesia terutama berdasarkan kepada adanya beberapa tokoh
wayang seperti punakawan (Gareng, Petruk, Semar, Bagong, Togog, Mbilung)
yang tidak terdapat, atau tidak pernah disebut-sebut dalam cerita epos Mahabarata
dan Ramayana.
c) Seni Musik

9
Musik Jawa yang disebut gamelan sering digunakan untuk mengiringi
gendhing-gendhing dan tari , terdiri atas gender,demung, bonang, bonang penerus,
gambang, gong, kempul, kethuk, kenong, saron, peking, siter, rebab, suling, dan
kendhang. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, yang menuntun suara
adalah rebab sementara yang menuntun “sampak” (Tempo) adalah kendhang.Musik
gamelan Jawa berbeda dengan gamelan dari daerah lainnya. Jika gamelan Jawa pada
umumnya mempunyai nada lembut dan menggunakan tempo lebih lambat, berbeda
dengan gamelan Bali yang mempunyai tempo lebih cepat dan gamelan Sundha yang
mana musiknya mendayu-dayu serta didominasi dengan suara seruling.
Gamelan Jawa juga mempunyai aturan-aturan yang sudah baku di antaranya
terdiri atas beberapa “puteran danpathet” (tinggi rendahnya nada). Juga ada aturan
“sampak” (tempo) dan “gongan” (melodi) yang kesemuanya terdiri atas empat nada.
Sementara yang memainkan gamelan disebut “Panayagan” atau “nayaga” dan yang
menyanyi disebut “pesinden” .
7. Makanan kebudayaan
Keluarga jawa memiliki beragam jenis makanan khas. Hampir di setiap
kabupaten di provinsi jawa tengah mempunyai makanan tradisional yang khas.
Contoh makanan yang khas di beberapa kabupaten :
Kabupaten kudus makanan khasnya dodol ,semarang makanan khasnya wingko babat
, yogyakarta makanan khasnya gudek ,malang makanan khasnya getuk ,bantul
makanan khasnya geplak banyumas makanan khasnya kripik tempe, dan brebes
makanan khasnya telor asin. Keluaga jawa era tahun 60-70an membedakan makanan
untuk orang tua dan anak-anak .
8. Kebiasaan yang dilakukan keluarga jawa
Ketika keluarga jawa membangun rumah dan akan menaikan kuda-kuda
rumah,mereka mengadakan upacara sedekah bumi yang bertujuan untuk memberi
keselamatan kepada yang menghuni rumah. Makanan yang disediakan pada acara
tersebut ,antara lain pisang satu tandan ,buah kelapa muda,padi satu ikat, dan kain
merah putih yang akan diikatkan di atas kuda-kuda rumah tersebut. Ada jga upacara
adat jawa yang dilakukan orang-orang betawi: sedekah bumi,mitoni atau tujuh
bulanan,aqiqah atau patang puluh dino
9. Kesehatan menurut keluarga jawa
Sejak jaman dahulu , praktik keperawatan dalam keluarga jawa di pengaruhi
oleh nilai-nilai pra-islam dan islam. Dominasi pra- islam sangat berpengaruh terhadap
praktik keperawatan keluarga jawa . praktik mengunakan orang pintar (dukun)masih
mendominasi dalam menolong angota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
,terutama dipelosok-pelosok desa.Mereka masih percaya dan yakin bahwa orang
menjadi sakit karena disebabkan gangguan makhluk halus (setan), untuk mengusir
mahluk tersebut dukun mengunakan mantra-mantra dalam bahasa sansekerta atau
bahasa jawa kuno.selain itu jga dukun mengunakan sesaji yang berupa kembang
setaman dan makanan serta membakar dupa (kemenyan).selain itu, banyak keluarga

10
jawa yang masih mempertahankan cara pengobatan warisan leluhur yang berupa
jamu/ramuan tradisional.

B. TINJAUAN KEPERAWATAN
Disini budaya jawa yang sering kami ketahui cara dan adat yang mereka
percayai untuk mengobati diri saat sakit adalah dengan kerokan, kerokan bukan hal
yang asing bagi budaya jawa, lebih dari banyak orang jawa yang masih menggunakan
kerokan untuk mengobati sakit mereka sampai saat ini. Mereka mempercayai adat dan
budaya secara turun temurun. Mereka meyakini bahwa dengan kerokan dapat
mengeluarkan angin yang ada didalam tubuh, serta dapat menghilangkan nyeri atau
sakit badan yang dialami dan dengan hal tersebut dapat membantu penyembuhan
yang mungkin telah dirasakan sebelumnya, hal tersebut banyak dilakukan oleh suku
jawa. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan muncul dan berada didalam
rumah sakit, meski mereka telah mendapatkan penangan dari tim kesehatan ada saja
yang melakukan tradisi tersebut, Telah diketahui akibat dari kerokan yaitu
penyebabkan pori-pori kulit semakin melebar, lalu warna kulit memerah menujukkan
adanya pembuluh darah dibawah permukaan kulit pecah, sehingga menambah arus
darah kepermukaan kulit.
Ketika melakukan komunikasi untuk memberikan informasi tentang akibat
yang terjadi dari kerokan tidak membuat para klien atau pasien tidak berhenti
melakukan tradisi seperti hal tersebut karena itu telah menjadi kebiasaan yang secara
terus menerus dilakukan. Sehingga asuhan keperawat yang mungkin akan diberikan
kepada klien tidak dapat dilakukan karena adanya penolakan yang terjadi terhadap
anggapan akan hal tersebut. Disini kita tidak dapat mengkritik keyakinan dan praktik
budaya kesehatan tradisional yang dilakuakan. Budaya merupakan factor yang dapat
mempengaruhi asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan harus terus dilakukan
bagaimana caranya menagani klien tanpa menyinggung perasaan klien dan mengkritik
tradisi yang telah ada yang mungkin sulit untuk kita tentang dan ubah. Karena tujuan
kita bukanlah untuk mengubah atau mengkritik tradisi tersebut, namun bagaimana
perawat mampu melakukan semua tugasnya dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Menurut masyarakat Jawa, banyak adat atau ketentuan tertentu dalam
menjalani kehidupan yang berhubungan degan kesehatan. Diantaranya adalah:

11
a) Jika seseorang sedang mengalami Haid atau menstruasi, lalu ia menginjak ibu jari
kaki temannya secara sengaja. Maka temannya itu akan mengalami menstruasi juga,
tidak lama setelah ibu jari kakinya diinjak. Hal ini menyatakan bahwa adanya
kepercayaan oleh orang-orang Yogyakarta. Karena percaya atau tidak percaya,
biasanya kejadian ini sungguh-sungguh terjadi. Karena ada pengalaman yang telah
banyak orang alami. Namun secara ilmu kesehatan itu tidak dibenarkan, karena
menstruasi sendiri terjadi secara alamiah, dan tiap-tiap orang berbeda.
b) Orang tua dulu sering mengatakan bahwa tidak boleh jika makan tebu saat hamil.
Karena saat proses melahirkan nanti, sang ibu akan mengeluarkan darah dari
kandungannya. Namun secara ilmu kesehatan itu tidak dibenarkan. Justru zat gula
yang ada pada tebu dapat menambah tenaga.
c) Tidak boleh memakan kerak saat hamil. Karena saat melahirkan nanti, plasenta bayi
akan sulit diambil.
d) Saat seorang istri sedang hamil, sebaiknya suami tidak membunuh hewan apa pun.
Karena bisa jadi anaknya nanti akan terlahir mirip dengan hewan yang dibunuhnya.
Menurut pengalaman, ada seorang gadis yang mirip dengan kera. Karena saat ibunya
mengandung gadis tersebut, ayahnya membunuh kera secara kejam di Tawangmangu,
Jawa Tengah.
e) Tidak boleh berbicara atau banyak bergerak saat membersihkan telinga. Karena
telinga akan mengalami gangguan, seperti congekan (otitis). Hal ini dikarenakan, jika
terlalu banyak bergerak takutnya akan terjadi goresan, dan dari goresan tersebut bisa
memicu infeksi.
f) Anak laki-laki sehabis khitanan tidak boleh makan telur. Karena lukanya tidak cepat
kering. Namun secara ilmu kesehatan itu tidak benar, justru telur itu banyak
mengandung protein yang bagus untuk mempercepat pengeringan luka.
g) Ibu yang setelah melahirkan tidak boleh makan ayam. Karena lukanya tidak akan
cepat kering. Sama seperti mitos telur tadi, itu tidak benar, karena daging ayam kaya
akan protein dan lemak yang mempercepat proses pengeringan luka.
h) Saat masih kecil, jika gigi patah di bagian bawah, harusnya dibuang di atas. Seperti di
genting atau atap rumah. Jika gigi yang patah di bagian atas, maka dibuangnya di
bawah (tanah). Hal ini dilakukan supaya gigi berikutnya jadi cepat tumbuh. Namun

12
secara ilmu kesehatan ini tidak dibenarkan, tumbuh atau tidaknya gigi seseorang
tergantung pada zat kalsium yang dimiliki orang tersebut.
i) Ibu yang menyusui tidak boleh makan yang pedas-pedas, karena nanti ASInya jadi
pedas juga. Hal ini tidak dibenarkan dalam kesehatan, karena dalam cabai banyak
mengandung vitamin c yang bagus untuk bayi. Dan apa yang dmakan Ibu sama sekali
tidak berpengaruh pada ASI.
j) Tidak boleh makan sambil berdiri, karena nanti bisa sakit perut. Secara ilmu
kesehatan ini dibenarkan, karena jika makan dengan berdiri, makanan akan cepat
turun, sehingga proses mengolah makanan tidak berjalan sempurna.
k) Jangan meludah didalam sumur, nanti bibir bisa sumbing. Hal ini tidak dibenar dan
tidak salah juga, jika meludah dalam sumur tidak membuat bibir sumbing, namun air
ludah kita mengandung bakteri, jika dikonsumsi dapat menyebabkan diare.
l) Anak kecil tidak boleh keluar malam hari, karena nanti ketemu setan. Dalam ilmu
kesehatan ini tidak dibenarkan, tapi udara malam itu tidak sehat untuk anak-anak.
m) Kebudayaan yang menganjurkan ibu hamil minum air kacang hijau agar rambut
bayinya lebat. Kacang hijau sangat baik bagi kesehatan karena banyak mengandung
vitamin B yang berguna bagi metabolisme tubuh. Petugas kesehatan mendukung
kebiasaan minum air kacang hijau tetapi meluruskan anggapan bahwa bukan
membuat rambut bayi lebat tetapi karena memang air kacang hujau banyak
vitaminnya.
n) Ada juga kebudayaan yang menganjurkan ibu menyusui untuk amakan jagung goring
(di Jawa disebut “marning”) untuk melancarkan air susu. Hal ini tidak bertentangan
dengan kesehatan. Bila ibu makan jagung goring maka dia akan mudah haus. Karena
haus dia akan minum banyak. Banyak minum inilah yang dapat melancarkan air
susu.
o) Jika seseorang mengalami mimisan, bisa diobati dengan menggunakan daun sirih. Hal
ini dibenarkan karena sirih mengandung vitamin K yang berguna untuk mengikat
darah.
p) Jika ada seseorang yang terkena cacar air, maka disarankan untuk mandi dengan air
bekas rebusan ayam. Niscaya bisa sembuh, hal ini secara ilmu kesehatan tidak
dibenarkan, justru air bekas rebusan itu banyak mengandung bakteri.

13
Teori Transkultural (Transcultural Nursing) adalah suatu area/wilayah
keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus
memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan,
sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan
ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

Tujuan dari keperawatan transkultural adalah untuk mengidentifikasi, menguji,


mengerti dan menggunakan pemahaman keperawatan transkultural untuk meningkatkan
kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.

Proses KeperawatanTranskultural

Teori yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan


keperawatan dalam konteks budaya menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew andBoyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada yaitu :
a. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors). Agama
adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama
yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan.
b. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors). Perawat pada
tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan

14
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan
dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
c. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-nilai budaya
adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang
dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu
dikaji pada faktor ini adalah :posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala
keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang
dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.
d. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors).
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew andBoyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang
boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
e. Faktor ekonomi (economical factors). Klien yang dirawat di rumah sakit
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya
agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya :
pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau
patungan antar anggota keluarga.
f. Faktor pendidikan (educational factors) tentang pengalaman sakitnya sehingga
tidak terulang kembali. Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien
dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah
yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini
adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiri.
2. Diagnosa keperawatan

15
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam
asuhan keperawatan transkultural yaitu :
1) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur.
2) Gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural.
3) Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih
strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai
dengan latar belakang budaya klien (GigerandDavidhizar, 1995). Ada tiga pedoman
yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew andBoyle, 1995) yaitu :
1) Mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan,
2) Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan dan
3) Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.
(a) Cultural care preservation/maintenance 1) Identifikasi perbedaan konsep
antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi 2)
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien 3)
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
(b) Cultural care accomodation/negotiation1) Gunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh klien 2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 3)
Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
(c) Cultural care repartening/reconstruction1) Beri kesempatan pada klien
untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya. 2)
Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu. 4) Terjemahkan terminologi gejala
16
pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan
keluarga. 5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan
kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing
melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak
memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan
terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien
amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien
yang bersifat terapeutik.
4. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya
baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun hasil karya ini , maka dapat di simpulkan bahwa :
1) Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang
berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya
41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. [1] Selain di ketiga
propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten,
Jakarta, dan Sumatera Utara.
2) Pemerintahan di yang berada di sekitar Jawa Tengah, Jawa
Timur,hingga Jawa Barat mengakui betul adanya kekayaan budaya
yang mereka miliki di daerah itu. Perhtian pemerintah terbukti dngan
diadakannya perlombaan antar sekolah dalam memainkan alat-alat
musik tradisional adat jawa. Terbukti dengan usaha keras pemerintah
dalam pemeliharaan budaya ini adalah para pelajar yang saat ini
mengenal betul cotak budaya Jawa khususnya para pelajar yang ada
di daerah itu sendiri.
3) Perkembangan yang terjadi dalam ruang lingkup adat jawa adalah
suatu kolaborasi antara kentalnya suatu adapt istiadat yang di anut
masyarakatnya dan era modernisasi.

B. Saran

4.2 Saran

1) Agar selurh masyarakat baik dari lapisan manapun agar memperhatikan


betapa penting melesatrikan budaya Indonesia khusunya budaya Jawa.
2) Agar para pemerintah daerah menggalang kerjasama yang baik mengenai
pemberdayaan suku Jawa kepada para mahasiswa dan lapisan masyarakat
yang lain.
3) Mengingat betapa pentingnya pengaruh generasi muda dalam
pengembangan budaya maupun adat istiadat suku Jawa, para pelajar
diharapkan di berikan penyulihan-panyulahan mengenai betapa pentingnya
penjagaan budaya sa

18
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, Kozier. 2010. Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta: EGC

Nvts, Ikak. 2014. Transkultural Nursing. Diunggah pada 7 Oktober 2014, diunduh pada 9
Maret 2019. Tersedia: http://perawathealthcare.blogspot.com/2014/10/transkultural-
nursing.html?m=1

Rheva, Maharani. 2017. Apa Yang Dimaksud Dengan Teori Transkultural Atau Transcultural
Nursing. Diunggah 17 November 2017, diunduh pada 11 Maret 2019. Tersedia:
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-transkultural-atau-transcultural-
nursing/5873/2

Christian, Febri. 2015. Transcultular Nursing. Diunduh pada 11 Maret 2019. Tersedia:
https://www.academia.edu/6525238/Makalah_transcultural_nursing

Dian, Sri. 2016. Makalah Kebudayaan Jawa. Diunduh pada 11 Maret 2019. Tersedia:
http://diansri2402.blogspot.com/2016/04/makalah-kebudayaan-jawa_4.html

19

Anda mungkin juga menyukai