Hukum Keperawatan
Hukum Keperawatan
b. Pasal 1 ayat 4
b) Pasal 9, ayat 1 :
SIK sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 2 diperoleh
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
c) Pasal 10 :
SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.
d) Pasal 12 :
SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 diperoleh
dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan
ahli madya keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan
dengaan kompetensi yang lebih tinggi.
Surat ijin praktek Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti
tertulis yang diberikan perawat untuk menjalankan praktek
perawat.
e) Pasal 13 :
Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan atau SIPP dilakukan
melalui penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan
bidang keperawatan, kepatuhan terhadap kode etik profesi serta
kesanggupan melakukan praktek keperawatan
f) Pasal 15 :
Perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang
untuk :
1) Melaksanakan asuhan keperawatan meliputi pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan.
2) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir (i)
meliputi: intervensi keperawatan, observasi keperawatan,
pendidikan dan konseling kesehatan.
3) Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana
dimaksudhuruf (i) dan (ii) harus sesuai dengan standar
asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
4) Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakuakn
berdasarkan permintan tertulis dari dokter.
g) Pasal 21 :
Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus
mencantum SIPP di ruang prakteknya.
Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak
diperbolehkan memasang papan praktek.
h) Pasal 31 :
Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :
1. Menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum
dalam izin tersebut.
2. Melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
3. Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan
darurat atau menjalankan tugas di daerah terpencil yang
tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a.