DISUSUN OLEH:
NURHIDAYAH BORAHIMA (A062182013)
ANDI HARDIANTI (A062182009)
Transfer Pricing
A. Pengertian Transfer Pricing
Transfer pricing (harga transfer) adalah harga yang dibebankan satuan usaha
individual dalam suatu perseroan multisatuan usaha atas transaksi di antara mereka sendiri.
Konsep ini digunakan bila setiap satuan usaha dikelola sebagai suatu pusat laba, yang masing-
masing bertanggung jawab atas laba dari modal yang diinvestasikan. Dengan praktek transfer
pricing, perusahaan akan melaporkan rugi sehingga tidak perlu membayar pajak.
Bukan rahasia umum untuk meminimalisasi pajak, perusahaan sering melakukan
transfer pricing guna memaksimalkan keuntungan. Bagi kalangan pebisnis, pajak tetap saja
dipandang sebagai beban yang mengurangi kecil keuntungan. Atas dasar itu wajar jika mereka
merekayasa suatu transaksi untuk meminimalisasi beban pajak dengan transfer pricing.
Transfer pricing merupakan terminologi yang secara umum merujuk pada upaya rekayasa
alokasi keuntungan antarbeberapa perusahaan dalam satu grup perusahaan multinasional.
Secara keseluruhan yang terpenting dari akhir kegiatan adalah laba setelah pajak dari grup.
Transfer pricing menyebabkan ketidakadilan dalam perpajakan karena perbedaan
struktur perusahaan. Perusahaan yang dipecah-pecah menjadi suatu grup dapat merekayasa
laba sehingga meminimalkan pajak. Sementara itu, perusahaan tunggal harus membayar pajak
seperti apa adanya. Untuk menegakkan keadilan perpajakan dimaksud, buku Tax Law Design
and Drafting terbitan IMF 1996, merekomendasikan dua pendekatan. Pertama, dengan
merumuskan dalam ketentuan domestik, suatu negara dapat mengambil laba global grup dan
mengalokasikan sebagian laba tersebut berdasar formula tertentu kepada sumber yang berada
di negaranya dan kemudian memajaki bagian laba dimaksud.
Kedua, suatu negara dapat menentukan laba dari cabang usaha (bentuk usaha tetap)
atau anak perusahaan yang beroperasi di negaranya terpisah dari grup berdasar harga yang
wajar yang seharusnya terjadi apabila transaksi dilakukan dengan pihak di luar grupnya (arm's
length price).
Dari kedua pendekatan tersebut, UU Pajak Penghasilan (PPh) menyebut pendekatan
kedua (pendekatan harga dan laba wajar- arm's length profits). Hal ini sejalan dengan praktik
pemajakan internasional yang berterima umum dan dianjurkan untuk negara-negara anggota
OECD.
Pasal 18 ayat (2) UU PPh menegaskan pemberlakuan arm's length price dan profit
tersebut dengan memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menghitung kembali
laba fiskal dan menentukan utang sebagai modal, apabila terdapat transaksi antara pihak yang
terdapat hubungan istimewa. Untuk operasionalisasi Pasal 18 ayat (2) dimaksud. diterbitkan
SE No.04/PJ.7/1993. Nampaknya Surat Edaran ini merujuk pada Pedoman Transfer Pricing
OECD tahun 1979.
Subtansi dalam Surat Edaran tersebut lebih bersifat normatif, sehingga
operasionalisasi dalam praktik mengalami kesulitan. Hal ini dapat dimaklumi karena kondisi
dan istrumen pendukung upaya mengatasi transfer pricing di Indonesia masih langka. Data
pembanding harga, biaya dan laba kotor dari dunia perdagangan, industri dan sektor lainya
sulit didapatkan. Sehingga kebanyakan koreksi dari pemeriksaan atas transfer pricing dengan
mudah dapat dipatahkan oleh wajib pajak di Pengadilan Pajak.
B. Prinsip Dasar Transfer Pricing
a. Bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan harga pasar yang dikenakan seandainya
produk tersebut dijual ke konsumen luar/dibeli dari pemasok luar.
b. Bagi divisi penjualan, harga transfer merupakan pendapatan dan akan diper-hitungkan
adanya laba untuk pusat laba penjualan.
c. Bagi pusat laba pembelian, harga transfer merupakan biaya atau harga pokok sehingga
diharapkan masih dapat dijual dengan memperoleh keuntungan.
C. Tujuan Penentuan Transfer Pricing
Harga transfer harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan
berikut ini:
a. Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk
menentukan imbal balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan.
b. Menghasilkan keputusan yang selaras dengan cita-cita maksudnya, sistem harus
dirancang sedemikian rupa sehingga keputusan yang meningkatkan laba unit usaha
juga akan meningkatkan laba perusahaan.
c. Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari unit usaha individual.
d. Sistem tersebut harus mudah dimengerti dan dikelola.
D. Kondisi yang Mempengaruhi Transfer Pricing
Suatu transfer barang dan jasa dalam suatu transaksi setidaknya salah satu dari kedua
pihak adalah pusat laba. Harga semacam itu biasanya melibatkan suatu elemen laba
karena suatu perusahaan yang independen tidak akan mentransfer barang dan jasa ke
perusahaan lain sebesar biaya produksi atau lebih rendah dari itu. Kondisi-kondisi
yang mempengaruhi harga transfer adalah:
a. Prinsip Dasar
Harga transfer sebaiknya serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya
produk tersebut dijual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar.
b. Situasi Ideal
Harga transfer berdasarkan harga pasar akan menghasilkan keselarasan cita-cita jika
kondisi-kondisi di bawah ini ada.
c. Orang-orang yang Kompeten
Idealnya, para manajer harus memperhatikan kinerja jangka panjang dari pusat
tanggung jawab mereka, sama seperti kinerja jangka pendeknya. Staf yang terlibat
dalam negosiasi dan arbitrase harga transfer juga harus kompeten.
d. Atmosfer yang Baik
Para manajer harus menjadikan profitabilitas, sebagaimana diukur dalam laporan laba
rugi mereka, sebagai cita-cita yang penting dan pertimbangan yang signifikan dalam
penilaian kinerja mereka.
e. Harga Pasar
Harga transfer yang ideal adalah berdasarkan harga pasar normal dan mapan dari
produk identik yang sedang ditransfer maksudnya, harga pasar mencerminkan kondisi
yang sama (kuantitas, waktu pengiriman, dan kualitas) dengan produk yang dikenakan
harga transfer.
f. Kebebasan Memperoleh Sumber Daya
Alternatif dalam memperoleh sumber daya haruslah ada, dan para manajer sebaiknya
diizinkan untuk memilih alternatif yang paling baik untuk mereka. Manajer pembelian
harus bebas untuk membeli dari pihak luar, dan manajer penjualan harus bebas untuk
menjual ke pihak luar.
g. Informasi Penuh
Para manajer harus mengetahui semua alternatif yang ada, serta biaya dan pendaparan
yang relevan dari masing-masing alternatif tersebut.
h. Negosiasi
Harus ada mekanisme kerja yang berjalan lancar untuk melakukan negosiasi “kontrak”
antar unit usaha. Jika semua kondisi di atas terpenuhi, maka sistem harga transfer
berdasarkan harga pasar dapat menghasilkan keselarasan cita-cita, dan tidak
membutuhkan administrasi pusat.
E. Pricing Corporate Services
Manajer unit usaha tidak dapat mengendalikan efisiensi kinerja dari kegiatan jasa-jasa
unit usaha, namun ia dapat mengendalikan jumlah jasa yang diterimanya. Tiga teori
pemikiran mengenai jasa-jasa.
a. Suatu unit usaha harus membayar biaya variable standar dari jasa yang diberikan. Jika
membayar kurang dari itu, maka unit usaha akan termotivasi untuk menggunakan jasa-
jasa dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang dibenarkan secara ekonomis. Dan
sebaliknya, jika membayar melebihi dari biaya variable standard, maka mereka
mungkin tidak akan menggunakan jasa-jasa yang dipandang perlu oleh manajer senior.
b. Suatu unit usaha harus membayar harga yang sama dengan biaya variable standard
ditambah bagian yang wajar dan biaya tetap standard (biaya penuh/fullcost).
Pendukung teori ini berpendapat jika unit usaha tidak mempercayai bahwa jasa
tersebut bernilai sebesar itu, maka ada sesuatu yang salah dalam kualitas atau efisiensi
dari unit jasa tersebut. Biaya penuh mencerminkan biaya jangka panjang perusahaan,
dan inilah yang harus dibayar.
c. Suatu unit usaha harus membayar harga yang sama dengan harga pasar, atau biaya
penuh standard (standard full cost) ditambah margin labanya. Harga pasar digunakan
jika memungkinkan, jika tidak, maka harga sebesar biaya penuh ditambah ROI yang
akan digunakan. Logikanya adalah modal yang digunakan oleh unit jasa sebaiknya
memperoleh tingkat pengembalian atas modal yang digunakan sebagaimana dengan
unit produksi.
F. Administrasi Transfer Pricing
Bagaimana pelaksanaan dari kebijakan harga transfer yang dipilih khususnya dalam
tingkat negosiasi yang diizinkan untuk menentukan harga transfer, metode
penyelesaian konflik dalam menentukan harga transfer, dan klasifikasi produk yang
sesuai dengan metode yang paling tepat.
a. Negosiasi
Jika harga transfer tidak ditentukan oleh kelompok staf pusat maka unit usaha dapat
menegosiasikan harga transfer satu sama lain. Dengan kata lain, bahwa kepercayaan
dengan menetapkan harga jual dan mencapai kesepakatan atas harga pembelian yang
paling sesuai merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen lini (Line
Management).
Beberapa kelemahan jika harga transfer ditentukan oleh staf pusat, diantaranya adalah:
- Jika kantor pusat mengendalikan penentuan harga, maka kemampuan manajemen lini
untuk memperbaiki profitabilitas akan semakin berkurang.
- Unit bisnis biasanya memiliki informasi yang paling baik mengenai pasar dan biaya-
biaya yang ada, sehingga merupakan pihak yang paling tepat untuk mencapai harga
yang pantas.
b. Arbitrase dan Penyelesaian Konflik
Suatu prosedur harus dibuat untuk menengahi arbitrase harga transfer, prosedur dalam
menengahi arbitase harga transfer bisa diserahkan tugas kepada seorang eksekutif saja,
atau membentuk suatu komite yang memiliki tiga tanggung jawab yaitu menyelesaikan
arbitase harga transfer, meninjau alternative perolehan sumber daya yang mungkin ada
dan mengubah peraturan harga transfer bila perlu.
Arbitrase dapat dilakukan dengan beberapa cara.
1) Secara formal. Dengan menyerahakan kasus secara tertulis kepada pihak penengah /
pendamai (arbitrator).
2) Secara informal atau secara lisan saja.
c. Klasifikasi Produk
Semakin besar jumlah transfer dan ketersediaan harga pasar, maka semakin formal dan
spesifik peraturan yang ada. Jika harga pasar selalu siap sedia, maka perolehan
seumber daya dapat dikendalikan dengan peninjauan kantor pusat atas keputusan buat
atau beli (make or buy decision) yang melebihi jumlah tertentu.
Beberapa perusahaan membagi produknya kedalam dua kelas :
- Kelas I
Meliputi seluruh produk dimana manajemen senior ingin mengendalikan perolehan
sumber daya. Produk ini biasanya merupakan produk-produk yang bervolume besar,
produk-produk yang tidak memiliki sumber dari luar, dan produk-produk yang
produksinya tetap ingin dikendalikan oleh pihak manajemen demi alas an kualitas atau
alasan tertentu.
- Kelas II
Meliputi seluruh produk lainnya. Secara umum, ini merupakan produk-produk yang
dapat diproduksi di luar perusahaan tanpa adanya ganggguan terhadap operasi yang
sedang berjalan, produk-produk yang relative kecil, diproduksi dengan peralatan
umum (general purpose equipment). Produk-produk kelas II ditransfer pada harga
pasar.