Anda di halaman 1dari 13

RMK AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN

Responsibility Accounting & Transfer Pricing

DISUSUN OLEH:
NURHIDAYAH BORAHIMA (A062182013)
ANDI HARDIANTI (A062182009)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
 Responsibility Accounting (Akuntansi Pertanggungjawaban)
A. Definisi Akuntansi Pertanggungjawaban
Secara umum akuntansi pertanggungjawaban dapat dikatakan sebagai suatu sistem yang
meliputi perencanaan, pengukuran dan evaluasi informatika atau laporan akuntansi dalam suatu
organisasi yang terdiri dari beberapa pusat pertanggungjawaban dimana tiap-tiap pusat
tanggungjawab dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab atas aktivitas yang
dipimpinnya. (Siegel & Marconi, 1989: 96).
B. Tujuan Akuntansi Pertanggungjawaban
Salah satu tujuan diterapkannya akuntansi pertanggungjawaban adalah untuk mengendalikan
biaya, dengan cara menggolongkan, mencatat, meringkas, dan menghubungkan langsung dengan
pejabat atau orang yang bertanggungjawab atas terjadinya biaya yang dikendalikan olehnya.
Tujuan lain diterapkannya akuntansi pertanggungjawaban adalah sebagai berikut :
a. Dengan akuntansi pertanggungjawaban, pengelompokkan dan pelaporan biaya dilakukan untuk
tiap tingkatan manajemen hanya dibebani dengan biaya-biaya yang berada dibawah
pengendaliannya atau yang berada dibawah tanggungjawabnya. Dengan demikian biaya dapat
dikendalikan dan diawasi secara efektif dan efisien.
b. Untuk pengendalian biaya, karena selain biaya-biaya dan pendapatan diklasifikasikan menurut
pusat pertanggungjawabanya, biaya dan pendapatan yang dilaporkan juga harus dibandingkan
dengan anggaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Sehingga akuntansi
pertanggungjawaban juga memungkinkan beroperasinya suatu sistem anggaran dengan baik.
c. Membantu manajemen dalam pengendalian dengan melihat penyimpangan realisasi
dibandingkan dengan anggaran yang ditetapkan.
d. Dapat digunakan sebagai salah satu alat perencanaan untuk mengetahui kriteria-kriteria
penilaian prestasi unit usaha tertentu.
e. Dapat digunakan sebagai pedoman penting langkah yang harus dibuat oleh perusahaan dalam
rangka pencapaian sasaran perusahaan.
f. Dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam rangka penilaian kinerja (performance) bagian-
bagian yang ada dalam perusahaan, karena secara berkala top manajemen menerima laporan
pertanggungjawaban dari setiap tingkatan manajemen dan top manajer dapat menilai
performance dari setiap bagian dilihat dari ditetapkan untuk setiap bagian yang menjadi
tanggungjawabnya.
C. Responsibility Accounting versus Conventional Accounting
Perbedaan mendasar akuntansi pertanggungjawaban dan akuntansi konvensional adalah
terletak pada perencanaan, klasifikasi, dan pengumpulan data. Akuntansi konvensional
mengklasifikasikan data berdasarkan pada sifat atau fungsi dari biaya, sedangkan akuntansi
pertanggungjawaban lebih menitikberatkan pada pertanggungjawaban atas kejadian dan kontrol
secara individual.
Akuntansi pertanggungjawaban memperbaiki hubungan antara informasi akuntansi yang
ditampilkan dari segi perencanaan, akumulasi data dan pelaporan setiap struktur organisasi dan
pertanggungjawaban secara hirarki.
Akuntansi pertanggungjawaban juga memperhatikan aspek manusia dalam perencanaan,
akumulasi data dan pelaporan, karena perencanaan biaya dilakukan dengan sistem anggaran dan
diakumulasikan berdasarkan pertanggungjawabannya, laporan setiap segmen sehingga manajer
dapat melakukan penilaian dan penghargaan secara lebih tepat. Dengan demikian akuntansi
pertanggungjawaban mendorong manajer untuk mencapai tujuan.
D. Responsibility Network (Jaringan Pertanggungjawaban)
Untuk tujuan pengendalian biaya, struktur organisasi diharapkan mampu menjelaskan
hubungan pusat-pusat pertanggungjawaban secara individu, jaringan organisasi, atau
pertanggungjawaban secara ideal menggambarkan bagaimana masing-masing fungsi mampu
mengelola input untuk menghasilkan output secara efisien.
Keselarasan hubungan antar fungsi dalam struktur organisasi dapat dipenuhi jika dilakukan
analisa struktur organisasi, juga penentuan pendapatan dan beban secara benar. Hal ini penting
mengingat akan berakibat pula pada penentuan tugas dalam susunan sebuah sistem.
E. Tipe-tipe Pusat Pertanggungjawaban
Istilah pusat pertanggungjawaban digunakan untuk menunjukkan unit organisasi yang
dikelola oleh seorang manajer yang bertanggungjawab (Supriyono, 2001). Penentuan pusat pusat
pertanggungjawaban memerlukan desentralisasi. Desentraliasi berarti pendelegasian wewenang
pembuatan keputusan pada tingkatan manajemen yang lebih rendah. Suatu organisasi merupakan
kumpulan pusat-pusat pertanggungjawaban. Umumnya pusat pertanggungjawban diklasifikasikan
kedalam :
a. Cost Center (Pusat Biaya); merupakan pusat pertanggungjawaban atau suatu unit
organisasi yang prestasi manajernya dinilai atas dasar biaya dalam pusat
pertanggungjawaban yang dipimpinya.
b. Revenue Center (Pusat Pendapatan); merupakan pusat pertanggungjawaban atau suatu unit
organisasi yang prestasi manajernya dinilai atas dasar pendapatan dalam pusat
pertanggungjawaban yang dipimpinya.
c. Profit Center (Pusat Laba); merupakan pusat pertanggungjawaban atau suatu unit
organisasi yang prestasi manajernya dinilai atas dasar selisih pendapatan dan biaya dalam
pusat pertanggungjawaban yang dipimpinya.
d. Investment Center (Pusat Investasi); merupakan pusat pertanggungjawaban atau suatu unit
organisasi yang prestasi manajernya dinilai atas dasar pendapatan, biaya dan sekaligus
aktiva atau modal atau investasi pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinya. Jadi
prestasi manajer ini dinilai atas dasar laba dan investasi yang diperlukan untuk memperoleh
laba.
F. Hubungan Tipe-Tipe Pusat Pertanggungjawaban
Dengan Struktur Organisasi Komunikasi sangat berperan didalam suatu
organisasi.Adapun organisasi sendiri merupakan kumpulan orang-orang yang selalu
membutuhkan berkomunikasi sesamanya (Miftah Thoha, 1983). Kalau dalam organisasi
dikenal adanya susunan organisai formal dan informal, maka komunikasinya pun dikenal
komunikasi formal dan non-formal. Komunikasi organisasi formal mengikuti jalur hubungan
formal yang tergambar dalam susunan atau struktur organisasi. Proses komunikasi dalam
struktur formal tersebut pada hakekatnya dapat dibedakan atas tiga dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi Vertical, adalah dimensi komunikasi yang mengalir dari atas kebawah dan
sebaliknya dari bawah keatas. Hal ini dilukiskan dengan hubungan kerja antara atasan dan
bawahan.
b. Dimensi Horizontal, yakni pengiriman dan penerimaan berita atau informasi yang
dilakukan antara berbagai pejabat yang mempunyai kedudukan sama. Tujuan dari
komunikasi adalah melakukan koordinasi.
c. imensi Luar Organisasi, dimensi komunikasi ini timbul akibat adanya kenyataan bahwa
suatu organisasi tidak bisa hidup sendirian. Ia merupakan bagian dari lingkungan. Dalam
dimensi ini informasi masuk kedalam suatu organisasi berasal dari luar, demikian pula
sebaliknya suatu informasi dikirim dari suatu organisasi ke pihak luar.
Selanjutnya kaitannya dengan pertanggungjawaban, Siegel (1989), menyatakan
pendekatan yang digunakan untuk mendesain struktur organisasi dan pemberian
tanggungjawab pada perusahaan tergantung kepada pilihan manajemen puncak dan gaya
kepemimpinan. Beberapa struktur organisasi meliputi :
a. Vertical Structure : Organisasi di bentuk berdasarkan fungsi-fungsi yang ada. Misalnya
terdapatnya fungsi produksi, penjualan, dan keuangan. Masing-masing fungsi yang ada
dapat dibagi dalam beberapa pusat pertanggungjawaban. Fungsi produksi menggunakan
cost center, fungsi penjualan menggunakan revenue center, sedangkan top manajemen
berfungsi sebagai control dan pembuat kebijakan terhadap investasi.
b. Horizontal Structure : Organisasi di bentuk berdasarkan area geografis. Setiap pimpinan
bagian melakukan control terhadap pusat laba ataupun investasi. Mereka
bertanggungjawab terhadap produksi, penjualan, dan keuangan dan semua fungsi yang
ada di grup/wilayah masing-masing.
Akuntansi pertanggungjawaban sebagai kontrol perusahaan dengan diciptakannya
jaringan kerja yang bersamaan dengan struktur organisasi. Top manajemen membaginya
dalam struktur organisasi dan ditetapkan otoritas dan pertanggungjawabannya. Setiap
manajer pusat pertanggungjawaban hendaknya berusaha untuk mengendalikan berbagai
aktivitas yang berada di bawahnya dan mengkomunikasikannya kepada bagian yang
terkait.
G. Fixing Responsibility
Setelah menyeleksi tipe struktur organisasi tugas yang penting dalam membuat
konstruksi sistem perilaku pertanggungjawaban yang efektif adalah menggambarkan
pertanggungjawaban itu sendiri. Setiap orang memiliki pertanggungjawaban dan
tantangan, untuk merasa tanggungjawab maka setiap orang harus merasa memiliki
keahlian dan merasa diperlukan. Hal tersebut terimplikasikan dengan memilliki
kewenangan dalam membuat keputusan dan termotivasi untuk memperbaiki kinerjanya.
Dalam menetapkan pertanggungjawaban perlu adanya tugas yang spesifik untuk
tugas individu. Setiap orang diberi tanggungjawab dan ditentukan pula aktivitas dan
fungsinya, dalam kenyataannya adalah berarti tugas dengan atasan. Setiap individu
mempunyai tanggungjawab pada satu direksi, agar tidak terjadi overlapping
tanggungjawab.
Faktor terpenting dalam menggambarkan tanggungjawab adalah persetujuan
dengan direksi dan pertanggungjawaban atas sumber daya yang didelegasikan berdasarkan
fungsi atau tugas. Dalam hal ini manajer harus memiliki kemampuan untuk memprediksi
perubahan yang signifikan, misalnya manajer marketing seharusnya dapat mengontrol
biaya advertising dan promosi.
Kontrol merupakan pelengkap dalam lingkungan kerja yang perlu
dipertimbangkan. The Comitte on Cost Concept and Standard American Accounting
Association, pada tahun 1956, merekomendasikan hal berikut:
a. Setiap orang dengan otoritas baik perolehan dan penggunaan barang atau service
seharusnya dapat ditentukan dengan cost tertentu.
b. Orang yang signifikan mempengaruhi besarnya cost dalam tindakan mungkin dapat
ditentukan dengan cost.
c. Pada saat tindakan tidak ada orang yang secara signifikan mempengaruhi cost maka
dapat diketahui dengan melihat elemen dalam manajemen yang berperan, maka orang
tersebut yang dapat membantu siapa yang bertanggungjawab.
H. Responsibility Reporting (Akuntansi Pelaporan)
Hasil akhir dari sistem akuntansi pertanggungjawaban adalah pelaporan
pertanggungjawaban secara periodik atau laporan kinerja. Laporan merupakan media
untuk melaporkan biaya yang dikontrol, pengukuran efisiensi manajemen serta pencapaian
tujuan.
Untuk efisiensi laporan hendaknya berbentuk piramid artinya manajer
pertanggungjawaban menerima hanya satu laporan, laporan yang sifatnya detail ada pada
level tingkat paling bawah yang diterbitkan pertama lalu yang dilaporkan pada level yang
lebih tinggi, hasil yang dilaporkan pada level yang lebih tinggi isinya semakin ringkas.
Major akuntansi pertanggungjawaban memberikan kontribusi bagi manajemen dalam
mengontrol biaya dan efisiensi dari pertanggungjawaban yang telah ditetapkan.
Prosedur penyusunan pelaporan pertanggungjawaban adalah sebagai berikut:
a. Tiap-tiap pusat pertanggungjawaban setiap periodenya (bulan/triwulan) menyusun
laporan atas biaya yang terjadi dan menjadi tanggungjawab departemen atau
bagiannya. Biaya yang dilaporkan oleh tiap-tiap pusat pertanggungjawaban adalah
biaya yang sesungguhnya terjadi (actual cost).
b. Laporan atas biaya yang seungguhya terjadi ini, diserahkan kepada penyusun laporan
perusahaan keseluruhan (biasanya departemen/staff controller/bagian akuntansi).
c. Bagian penyusunan laporan perusahaan keseluruhan (controller/bagian akuntansi)
mengolah data-data yang berasal dari laporan tiap-tiap pusat pertanggungjawaban.
d. Kemudian bagian penyusunan laporan perusahaan menyusun
(controller/pengawas/bagian akuntansi) membandingkan antara anggaran yang
tersedia dan biaya yang sesungguhnya terjadi.
e. Terakhir, controller atau pengawas intern mengirimkan laporan pertanggungjawaban
tersebut ke masing-masing pusat pertanggungjawaban yang dinilai dan kepada atasan
dari pusat pertanggungajawaban tersebut.
I. Acceptance of Responsibility
Unsur yang terpenting dalam keberhasilan penerapan sistem akuntansi
pertanggungjawaban adalah bahwa manajer pusat pertanggungjawaban menerima
tanggungjawab dan tugas yang diberikan kepadanya dengan layak dan kesediaan mereka
melaksanakannya.
Para manajer akan merasa bersedia menerima tugas dan tanggungjawab tersebut
dengan baik jika mereka merasa dibutuhkan secara fisik dan sumber daya. Mereka akan
melaksanakannya dengan baik jika budaya organisasi dimana tempat mereka menjalankan
tugas memberikan kebebasan untuk melaksanakan tugas dengan cara-cara mereka sendiri.
Budaya organisasi yang ada juga harus dapat memberikan toleransi jika mereka mengalami
kegagalan. Dan para manajer hendaknya diberikan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat dan pandangan mereka sendiri tanpa adanya rasa takut.
Ketika sistem akuntansi pertanggungjawaban mengukur keberhasilan mereka atau
kegagalan mereka, ada suatu kepercayaan bahwa mereka diawasi dan dikendalikan oleh
para atasannya. Penentuan pencapaian sasaran yang dihubungkan dengan akuntansi
pertanggungjawaban akan meningkatkan komunikasi diantara mereka dengan terbuka, dan
mereka dapat menentukan ukuran dan strategi yang hendak dicapai.
J. Capability of Inducing Cooperation
Akuntansi pertanggungjawaban mampu meningkatkan kerjasama organisasi yang
memperlihatkan para manajer bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Akuntansi
pertanggungjawaban juga menunjukan tingkat loyalitas mereka, kemampuan mereka
dalam membuat keputusan mereka sendiri di dalam kerangka tanggungjawab yang
didelegasikan kepada mereka. Mereka merasa menjadi bagian penting dalam organisasi
sehingga mereka merasa dihargai dan akan bersama-sama mempunyai keinginan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Semangat kerjasama mereka akan tercipta dan
meningkat dan menyakinkan mereka bahwa mereka sedang mencapai tujuan yang
dirumuskan bersama. Mereka merasa menjadi sesuatu hal yang penting, dan tentu saja
mereka akan berpikir bahwa jika terjadi kegagalan tentulah akan mempengaruhi masa
depan.
Tekanan yang berlebihan dalam pencapaian tujuan, meski diperbolehkan akan
menghancurkan manfaat yang diperoleh dari kerjasama yang harmonis. Sebagai gantinya,
mungkin adalah kompetisi yang tidak sehat diantara bagian dan adanya tekanan yang
ekslusif dalam jangka pendek.

 Transfer Pricing
A. Pengertian Transfer Pricing
Transfer pricing (harga transfer) adalah harga yang dibebankan satuan usaha
individual dalam suatu perseroan multisatuan usaha atas transaksi di antara mereka sendiri.
Konsep ini digunakan bila setiap satuan usaha dikelola sebagai suatu pusat laba, yang masing-
masing bertanggung jawab atas laba dari modal yang diinvestasikan. Dengan praktek transfer
pricing, perusahaan akan melaporkan rugi sehingga tidak perlu membayar pajak.
Bukan rahasia umum untuk meminimalisasi pajak, perusahaan sering melakukan
transfer pricing guna memaksimalkan keuntungan. Bagi kalangan pebisnis, pajak tetap saja
dipandang sebagai beban yang mengurangi kecil keuntungan. Atas dasar itu wajar jika mereka
merekayasa suatu transaksi untuk meminimalisasi beban pajak dengan transfer pricing.
Transfer pricing merupakan terminologi yang secara umum merujuk pada upaya rekayasa
alokasi keuntungan antarbeberapa perusahaan dalam satu grup perusahaan multinasional.
Secara keseluruhan yang terpenting dari akhir kegiatan adalah laba setelah pajak dari grup.
Transfer pricing menyebabkan ketidakadilan dalam perpajakan karena perbedaan
struktur perusahaan. Perusahaan yang dipecah-pecah menjadi suatu grup dapat merekayasa
laba sehingga meminimalkan pajak. Sementara itu, perusahaan tunggal harus membayar pajak
seperti apa adanya. Untuk menegakkan keadilan perpajakan dimaksud, buku Tax Law Design
and Drafting terbitan IMF 1996, merekomendasikan dua pendekatan. Pertama, dengan
merumuskan dalam ketentuan domestik, suatu negara dapat mengambil laba global grup dan
mengalokasikan sebagian laba tersebut berdasar formula tertentu kepada sumber yang berada
di negaranya dan kemudian memajaki bagian laba dimaksud.
Kedua, suatu negara dapat menentukan laba dari cabang usaha (bentuk usaha tetap)
atau anak perusahaan yang beroperasi di negaranya terpisah dari grup berdasar harga yang
wajar yang seharusnya terjadi apabila transaksi dilakukan dengan pihak di luar grupnya (arm's
length price).
Dari kedua pendekatan tersebut, UU Pajak Penghasilan (PPh) menyebut pendekatan
kedua (pendekatan harga dan laba wajar- arm's length profits). Hal ini sejalan dengan praktik
pemajakan internasional yang berterima umum dan dianjurkan untuk negara-negara anggota
OECD.
Pasal 18 ayat (2) UU PPh menegaskan pemberlakuan arm's length price dan profit
tersebut dengan memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menghitung kembali
laba fiskal dan menentukan utang sebagai modal, apabila terdapat transaksi antara pihak yang
terdapat hubungan istimewa. Untuk operasionalisasi Pasal 18 ayat (2) dimaksud. diterbitkan
SE No.04/PJ.7/1993. Nampaknya Surat Edaran ini merujuk pada Pedoman Transfer Pricing
OECD tahun 1979.
Subtansi dalam Surat Edaran tersebut lebih bersifat normatif, sehingga
operasionalisasi dalam praktik mengalami kesulitan. Hal ini dapat dimaklumi karena kondisi
dan istrumen pendukung upaya mengatasi transfer pricing di Indonesia masih langka. Data
pembanding harga, biaya dan laba kotor dari dunia perdagangan, industri dan sektor lainya
sulit didapatkan. Sehingga kebanyakan koreksi dari pemeriksaan atas transfer pricing dengan
mudah dapat dipatahkan oleh wajib pajak di Pengadilan Pajak.
B. Prinsip Dasar Transfer Pricing
a. Bahwa harga transfer sebaiknya serupa dengan harga pasar yang dikenakan seandainya
produk tersebut dijual ke konsumen luar/dibeli dari pemasok luar.
b. Bagi divisi penjualan, harga transfer merupakan pendapatan dan akan diper-hitungkan
adanya laba untuk pusat laba penjualan.
c. Bagi pusat laba pembelian, harga transfer merupakan biaya atau harga pokok sehingga
diharapkan masih dapat dijual dengan memperoleh keuntungan.
C. Tujuan Penentuan Transfer Pricing
Harga transfer harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan
berikut ini:
a. Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk
menentukan imbal balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan.
b. Menghasilkan keputusan yang selaras dengan cita-cita maksudnya, sistem harus
dirancang sedemikian rupa sehingga keputusan yang meningkatkan laba unit usaha
juga akan meningkatkan laba perusahaan.
c. Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari unit usaha individual.
d. Sistem tersebut harus mudah dimengerti dan dikelola.
D. Kondisi yang Mempengaruhi Transfer Pricing
Suatu transfer barang dan jasa dalam suatu transaksi setidaknya salah satu dari kedua
pihak adalah pusat laba. Harga semacam itu biasanya melibatkan suatu elemen laba
karena suatu perusahaan yang independen tidak akan mentransfer barang dan jasa ke
perusahaan lain sebesar biaya produksi atau lebih rendah dari itu. Kondisi-kondisi
yang mempengaruhi harga transfer adalah:
a. Prinsip Dasar
Harga transfer sebaiknya serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya
produk tersebut dijual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar.
b. Situasi Ideal
Harga transfer berdasarkan harga pasar akan menghasilkan keselarasan cita-cita jika
kondisi-kondisi di bawah ini ada.
c. Orang-orang yang Kompeten
Idealnya, para manajer harus memperhatikan kinerja jangka panjang dari pusat
tanggung jawab mereka, sama seperti kinerja jangka pendeknya. Staf yang terlibat
dalam negosiasi dan arbitrase harga transfer juga harus kompeten.
d. Atmosfer yang Baik
Para manajer harus menjadikan profitabilitas, sebagaimana diukur dalam laporan laba
rugi mereka, sebagai cita-cita yang penting dan pertimbangan yang signifikan dalam
penilaian kinerja mereka.
e. Harga Pasar
Harga transfer yang ideal adalah berdasarkan harga pasar normal dan mapan dari
produk identik yang sedang ditransfer maksudnya, harga pasar mencerminkan kondisi
yang sama (kuantitas, waktu pengiriman, dan kualitas) dengan produk yang dikenakan
harga transfer.
f. Kebebasan Memperoleh Sumber Daya
Alternatif dalam memperoleh sumber daya haruslah ada, dan para manajer sebaiknya
diizinkan untuk memilih alternatif yang paling baik untuk mereka. Manajer pembelian
harus bebas untuk membeli dari pihak luar, dan manajer penjualan harus bebas untuk
menjual ke pihak luar.
g. Informasi Penuh
Para manajer harus mengetahui semua alternatif yang ada, serta biaya dan pendaparan
yang relevan dari masing-masing alternatif tersebut.
h. Negosiasi
Harus ada mekanisme kerja yang berjalan lancar untuk melakukan negosiasi “kontrak”
antar unit usaha. Jika semua kondisi di atas terpenuhi, maka sistem harga transfer
berdasarkan harga pasar dapat menghasilkan keselarasan cita-cita, dan tidak
membutuhkan administrasi pusat.
E. Pricing Corporate Services
Manajer unit usaha tidak dapat mengendalikan efisiensi kinerja dari kegiatan jasa-jasa
unit usaha, namun ia dapat mengendalikan jumlah jasa yang diterimanya. Tiga teori
pemikiran mengenai jasa-jasa.
a. Suatu unit usaha harus membayar biaya variable standar dari jasa yang diberikan. Jika
membayar kurang dari itu, maka unit usaha akan termotivasi untuk menggunakan jasa-
jasa dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang dibenarkan secara ekonomis. Dan
sebaliknya, jika membayar melebihi dari biaya variable standard, maka mereka
mungkin tidak akan menggunakan jasa-jasa yang dipandang perlu oleh manajer senior.
b. Suatu unit usaha harus membayar harga yang sama dengan biaya variable standard
ditambah bagian yang wajar dan biaya tetap standard (biaya penuh/fullcost).
Pendukung teori ini berpendapat jika unit usaha tidak mempercayai bahwa jasa
tersebut bernilai sebesar itu, maka ada sesuatu yang salah dalam kualitas atau efisiensi
dari unit jasa tersebut. Biaya penuh mencerminkan biaya jangka panjang perusahaan,
dan inilah yang harus dibayar.
c. Suatu unit usaha harus membayar harga yang sama dengan harga pasar, atau biaya
penuh standard (standard full cost) ditambah margin labanya. Harga pasar digunakan
jika memungkinkan, jika tidak, maka harga sebesar biaya penuh ditambah ROI yang
akan digunakan. Logikanya adalah modal yang digunakan oleh unit jasa sebaiknya
memperoleh tingkat pengembalian atas modal yang digunakan sebagaimana dengan
unit produksi.
F. Administrasi Transfer Pricing
Bagaimana pelaksanaan dari kebijakan harga transfer yang dipilih khususnya dalam
tingkat negosiasi yang diizinkan untuk menentukan harga transfer, metode
penyelesaian konflik dalam menentukan harga transfer, dan klasifikasi produk yang
sesuai dengan metode yang paling tepat.
a. Negosiasi
Jika harga transfer tidak ditentukan oleh kelompok staf pusat maka unit usaha dapat
menegosiasikan harga transfer satu sama lain. Dengan kata lain, bahwa kepercayaan
dengan menetapkan harga jual dan mencapai kesepakatan atas harga pembelian yang
paling sesuai merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen lini (Line
Management).
Beberapa kelemahan jika harga transfer ditentukan oleh staf pusat, diantaranya adalah:
- Jika kantor pusat mengendalikan penentuan harga, maka kemampuan manajemen lini
untuk memperbaiki profitabilitas akan semakin berkurang.
- Unit bisnis biasanya memiliki informasi yang paling baik mengenai pasar dan biaya-
biaya yang ada, sehingga merupakan pihak yang paling tepat untuk mencapai harga
yang pantas.
b. Arbitrase dan Penyelesaian Konflik
Suatu prosedur harus dibuat untuk menengahi arbitrase harga transfer, prosedur dalam
menengahi arbitase harga transfer bisa diserahkan tugas kepada seorang eksekutif saja,
atau membentuk suatu komite yang memiliki tiga tanggung jawab yaitu menyelesaikan
arbitase harga transfer, meninjau alternative perolehan sumber daya yang mungkin ada
dan mengubah peraturan harga transfer bila perlu.
Arbitrase dapat dilakukan dengan beberapa cara.
1) Secara formal. Dengan menyerahakan kasus secara tertulis kepada pihak penengah /
pendamai (arbitrator).
2) Secara informal atau secara lisan saja.
c. Klasifikasi Produk
Semakin besar jumlah transfer dan ketersediaan harga pasar, maka semakin formal dan
spesifik peraturan yang ada. Jika harga pasar selalu siap sedia, maka perolehan
seumber daya dapat dikendalikan dengan peninjauan kantor pusat atas keputusan buat
atau beli (make or buy decision) yang melebihi jumlah tertentu.
Beberapa perusahaan membagi produknya kedalam dua kelas :
- Kelas I
Meliputi seluruh produk dimana manajemen senior ingin mengendalikan perolehan
sumber daya. Produk ini biasanya merupakan produk-produk yang bervolume besar,
produk-produk yang tidak memiliki sumber dari luar, dan produk-produk yang
produksinya tetap ingin dikendalikan oleh pihak manajemen demi alas an kualitas atau
alasan tertentu.
- Kelas II
Meliputi seluruh produk lainnya. Secara umum, ini merupakan produk-produk yang
dapat diproduksi di luar perusahaan tanpa adanya ganggguan terhadap operasi yang
sedang berjalan, produk-produk yang relative kecil, diproduksi dengan peralatan
umum (general purpose equipment). Produk-produk kelas II ditransfer pada harga
pasar.

Anda mungkin juga menyukai