Anda di halaman 1dari 14

KETUHANAN MENURUT ISLAM

Nama Kelompok :
1. Pramana Ammanullah
2. Daffa‘ Aun Adzanzie
3. Abdus Salam
MAHASISWA UNUSA
Kelompok 1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
―KETUHANAN MENURUT ISLAM‖. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Agama. Kami berharap dapat menambah wawasan dan pengetahuan
khususnya dalam bidang agama.
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala kekurangan
dan kesalahan dari makalah ini.

Surabaya, September 2018

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................
1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................................
1.3 TUJUAN....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................
2.1 KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM.............................................................
2.2 FILSAFAT KETUHANAN ISLAM..........................................................................
2.3 SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN.....................................
2.4 DALIL PEMBUKTIAN ADANYA TUHAN...........................................................
BAB III PENUTUP......................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN..........................................................................................................
3.2 SARAN......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan kontemplasi tentang
eksistensi Tuhan menempati tempat yang khusus dalam bidang pemikiran filsafat. Contoh
yang paling nyata dari usaha kajian filosofis tentang eksistensi Tuhan dapat dilihat bagaimana
filosof Aristoteles menggunakan gerak-gerak yang nampak di alam dalam membuktikan
adanya penggerak yang tak terlihat (baca: wujud Tuhan).

Tradisi argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini
kemudian secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia keimanan Islam.
Tapi tradisi ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin suci Islam
dan kemudian secara spektakuler melahirkan filosof-filosof seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina,
dan secara riil, tradisi ini juga mempengaruhi warna pemikiran teologi dan tasawuf (irfan)
dalam penafsiran Islam.

Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek permasalahan filsafat. Ketika
kita membahas tentang hakikat alam maka sesungguhnya kita pun membahas tentang
eksistensi Tuhan. Secara hakiki, wujud Tuhan tak terpisahkan dari eksistensi alam, begitu
pula sebaliknya, wujud alam mustahil terpisah dari keberadaan Tuhan. Filsafat tidak
mengkaji suatu realitas yang dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari ribuan
faktor yang berpengaruh atas alam. Pencarian kita tentang Tuhan dalam koridor filsafat
bukan seperti penelitian terhadap satu fenomena khusus yang dipengaruhi oleh faktor
tertentu.

Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yakni,
Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam, tetapi Dia
meliputi semua tempat dan segala realitas wujud.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud konsep tuhan?
2. Apa yang dimaksud filsafat ketuhanan?
3. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang tuhan?
4. Apa saja dalil pembuktian adanya tuhan?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep tuhan.
2. untuk mengetahui filsafat ketuhanan.
3. Untuk mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang tuhan.
4. Untuk mengetahui dalil pembuktian adanya tuhan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang
mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada
dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah
(tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan
sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai
berikut:

‫اا َو ْن ا َو َّن ِم ُذ ا ِم ْن ا ُذ ِموا َّن ِما َو ْنو َو ًد ا ُذ ِم ُّب وَو ُذ ْن ا َو ُذ ِّب ا َّناِم‬
‫َو ِم َو ا الَّن ِم‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap
Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik dalam do‘a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan
khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-
Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama
Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya
Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-
lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang
dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam
mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika
konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka
yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam
Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

‫اا َو ْناَو ْن َو َو َو َّن َو ا ا َّنل ْن َو ا َو ْنا َو َو َو ااَو َو ُذ اُذ َّن ا َّن ُذا َو َووَّن ا ُذ ْن َو ُذ وَوا‬
‫َو اَو ِم ْن ا َو َو ْنا َو ُذ ْن ا َو ْن ا َو َو َوا ا َّنل َو َو ِم‬

Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan
matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti
orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan
kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti
konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-
Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga
pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana


dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban
atas perintah yang dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus
terbayang dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai
Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

2.2 FILSAFAT KETUHANAN ISLAM

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos
yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau
hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya,
memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia
menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan
sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad
Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, Hlm. 45)

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah


mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal
sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di
atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta
terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.

Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus
dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan, pengharapan, ikhlas,
kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur
dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.

Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS.
Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi
didukung kecerdasan pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju
dan berada pada agama yang fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).
Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam
untuk menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.

Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan ―Tuhan‖, dalam Al-Quran dipakai untuk


menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS
: 45 (Al-Jatsiiyah) : 23, yaitu:

‫ا َو ْن ِم ِما‬ ‫َو َو ْن ِم ِماا َو َو َو َواا َو َو َو َو ْن َواا َو ِماا اَّن َو َواا ِإ َل َل ُه َل َل اُه َو َو َو َّن اُذا َّناُذا َوع َو ا ِمع ْن ٍماا َو َو َو َواا َوع َو‬
)٢٣(‫وا‬ ‫َوا‬ ‫َوع َو ا َو َو ِم ِماا ِم َول َو اًدا َو َو ْناا َو ْن ِم ِماا ِم ْناا َو ْن ِماا َّناِما َو َوالااَو َو َّن ُذ‬
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya
dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang
akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu
tidak mengambil pelajaran?
Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir‘aun untuk dirinya sendiri:

‫ُذ ْناا ِإ ْن ِإ َل ٍه َلغ ْني ِإري َو َو ْن ِم ْناا اِميا َو ا َو َو ُذا‬


‫وا َوع َو ا‬ ‫وا َو ا َو ُّب َو ا ْنا َو ألا َو ا َوع ِم ْن ُذاا اَو‬ ‫َو َو َوا‬
‫اا ِم ْن َوع ْن ُذا‬
)٣٨(‫اإِماَو ِماا ُذ َو ا َو إِموِّبيااألُذلُّب اُذا ِم َواا ْنا َو ِما ِم َواا‬ ‫ص ْن ًدح ااَو َو ِّبيا َو َّن ِم ُذااإِماَو‬
‫الِّب ِماا َو ْن َو ْناااِميا َو‬
dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain
aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan
yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar
yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta".
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung
arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir‘aun
atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam
bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama‘: aalihatun).
Derifasi makna dari kata ilah tersebut mengandung makna bahwa ‗bertuhan nol‘ atau
atheisme adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang
tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai,
diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan
termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-Ilah sebagai berikut:
Al-Ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri
di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada
dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta
perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut
cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989 : 56)
Atas dasar definisi ini, tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang
pasti, manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin tidak ber-tuhan. Berdasarkan logika Al-
Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang
komunis pada hakikatnya ber-tuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-
angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat ―laa ilaaha illa Allah‖. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu ―tidak ada Tuhan‖, kemudian baru diikuti dengan penegasan
―melainkan Allah‖. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari
segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu
Tuhan, yaitu Allah SWT.
Untuk lebih jelas memahami tentang siapakah Allah, DR. M. Yusuf Musa menjelaskan
dalam makalahnya yang berjudul “Al Ilahiyyat Baina Ibnu Sina wa Ibnu Rusyd” yang telah
di edit oleh DR. Ahmad Daudy, MA dalam buku Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam
Islam. Beliau mengatakan : Dalam ajaran Islam, Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu ;
tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa
pemeliharaan-Nya. Allah SWT mengetahui segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus
sekali pun. Ia yang menciptakan alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari
siapa pun. Ia memiliki berbagai sifat yang maha indah dan agung.

2.3 SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN

1. PEMIKIRAN BARAT
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang
bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal
teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith,
Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan
yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan
pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif
dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama
yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India).
b. Animisme
Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya
telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa
senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena
efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian
yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena
terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian
disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada
dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang
membidangi angin dan lain sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan, terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh
karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai
kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif
(tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun
manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu tuhan untuk satu bangsa
disebut dengan Henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk Henoteisme melangkah menjadi Monoteisme. Dalam
Monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional.
Bentuk Monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme,
panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max
Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka
mempunyai kepercayaan pada wujud yang agung dan sifat-sifat yang khas terhadap tuhan
mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan
evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat
mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah
agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan
bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam
penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah
monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993 :
26-27).
2. Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu
Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul beberapa periode setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Yakni pada saat terjadinya peristiwa tahkim antara kelompok Ali bin Abi
Thalib dengan kelompok Mu‘awiyyah. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal,
tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut
adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan
pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat
Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga
lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Aliran-aliran tersebut yaitu :
a. Mu‘tazilah
Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal
pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Dalam menganalisis
ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk
mempertahankan kedudukan keimanan. Mu‘tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok
Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.
b. Qodariah
Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat.
Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang
menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Jabariah
Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan
berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan. Aliran ini
merupakan pecahan dari Murji‘ah
d. Asy‘ariyah dan Maturidiyah
Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran Qadariah dan
Jabariah. Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat
Islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan
dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja
diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia
keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini,
umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa
dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.
2.4 DALIL PEMBUKTIAN ADANYA TUHAN

1. Dalil Ontologis
Tuhan ada dalam pikiran manusia. Karena mereka berfikir, tak ada manusia yang
sempurna, yang sempurna hanyalah Tuhan. Atas dasar itu , Bapak menasehati ―Jika kamu
membenci seseorang, cintai dia alakadarnya. ―

2. Dalil Kosmologis/ Kausalitas/ Sebab-Akibat


Tuhan ada karena ada bukti penciptaanNya.

3. Dalil Teleologis ( pendekatan tentang keteraturan)


Alam ini sangat teratur. Logikanya, jika sesuatu tercipta karena kebetulan, maka tidak
akan ada keteraturan. Alaam ini dibuat teratur untuk menjadi sarana bagi manusia.

4. Dalil Moral
Manusia tidak mungkin memberikan kode moral sebaik- baiknya, seadli adlinya,
susuai fitrah manusia, dan bersifat absolut — untuk manusia lainnya– kecuali datangnya dari
Allah.
contoh : anak tidak boleh menikahi ibunya. Sebab, sebelum Al Quran turun, istri seorang pria
itu akan diwariskan kepada anak laki lakinya.

5. Dalil Al- Quran


Al Ankabut(29) : 61 Dan jika engkau bertanya kepada mereka ‖ Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi dan menundukan matahari dan bulan?‖ Pasti mereka akan
menjawab ―Allah‖. Maka mengapa mereka bisa dipalingkan (dari kebenaran)
Al Kahfi(18): 84 Sungguh, Kami telah memberi kedudukan kepadanya di bumi, dan
Kami telah Memberikan jalan kepadanya (untuk mencapai) segala sesuatu.
Ath Thur(52) : 35 Atau apakah mereka tercipta tanpa asal usul ataukah mereka yagn
menceptakan (diri mereka sendiri)?
Al Hijr (15): 21 Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kami-lah
khazanahnya; Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.

6. Dalil Cosmologi.
Bukti-bukti adanya Tuhan dapat diketahui dengan menggunakan dasar-dasar
cosmologi, sebagaimana diisayaratkan Al-Qur‘an Al-Qur‘an surat Al-Baqarah;164
Tuhan menyuruh manusia mempelajari cosmos dan kekuatannya yang merupakan
kumpulan alam semesta yang menggambarkan adanya kesatuan di balik penampilan yang
beragam sehingga dapat dipergunakan sebai-baiknya dalam menyimpulkan adanya Tuhan
Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Untuk memudahkan manusia menarik kesimpulan,
maka Al-Qur‘an mengungkapkannya dengan cara yang komunikatif dan dialogis. Perhatikan
QS.Asy-syura;23-24 dan an-naml;60
Al-Qur‘an memberikan dasar-dasar dan membimbing dasar-dasar dan membimbing
metode berpikir. Dalam usaha berpikir untuk mendapatkan kepastian kebenaran Tuhan,
khusunya di bidang cosmologi adalah menyelediki sebab (causa) terjadinya kosmos yang
mengharuskan akal kita mengambil keputusan, bahwa pasti ada penyebab yang menyebabkan
terjadinya cosmos itu.

7. Dalil Astronomi
Tuhan memperkenalkan diri-Nya bahwa Dia ada dengan cara menunjuk planet-planet
yang terdiri atas bintang, bulan dan matahari yang masing-masing beredar tetap pada garis
orbitnya. Tidak mungkin yang satu akan melampui yang lainnya dan tidak akan keluar pula
dari garis ukuran yang telah ditentukan untuknya. Semua itu sebagai bukti adanya
perhitungan yang sangat rapi.
Sebagaimana ditemukan Taufiq al-Hakim (intelektual terkemuka) tentang teori al-
Ta‘adduliyah (keserasian), bahwa ‖bumi merupakan bola (globe) yang hidup dengan
seimbang dan tawazun dengan bola terbesar di alam ini, yaitu matahari‖ (Yusuf
Qardlawi,1995,143). Fenomena tersebut sebagai hasil dan kecermatan ciptaan-Nya. Dalam
QS Ath-tahriq;1-3 dan asy-syams;1 dan 2 Allah menegaskan:
Semua penegasan tersebut mendapat jawaban yang jelas dan selaras dengan teori-teori ilmu
pengetahuan dan prinsip-prinsip kebenaran yang berdasarkan pada logika yaitu bahwa alam
yang luas dan indah ini pasti ada pengaturnya yang memiliki kepandaian agung, dan
penjaganya mestilah Maha Kuat dan Maha Kuasa yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan.

8. Dalil antropologi
Keistimewaan manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah terletak pada akal, ilmu
pengetahuan dan ruhnya. Bukti antropologi ini dibuktikan dalam Al-Qur‘an surat at-thariq;5-
7 dan ar-rum;20 berikut ini:
Manusia itu sebagai makhluk berkemauan, karena Allah menghendakinya. Inilah realisasi
dari makna la- haula walaa quwwata illa billah, atau, manusia itu mempunyai daya dan
kekuatan untuk mengambil manfaat dan menolak bahaya. Namun daya dan kekuatannya itu
bukan dari diri dan dengan dirinya sendiri, melainkan dengan dan dari Allah (Yusuf
Qardlawi, 1995;63)

9. Dalil Psikologi
Dibandingkan makhluk lain , manusia memiliki dua keistimewaan. Pertama, bentuk
tubuh yang indah, sempurna dan praktis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kedua, jiwa
yang memiliki perasaan dan kepandaian, untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapkan
kepadanya dengan berpikir dan memelihara ketahanan mental (sabar). QS.Ar-Rum;21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep Ketuhanan dapat
diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang dianggap penting oleh manusia
terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam
merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif.
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam
diajarkan kalimat ―la illaha illa Allah‖. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan.
Yaitu ―tidak ada Tuhan‖, kemudian baru diikuti dengan penegasan ―melainkan Allah‖. Hal
ini berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih
dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.

3.2 SARAN

Sebagai pemula di bangku perkuliahan, kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Karena saran dan kritik itu akan bermanfaat bagi kami untuk lebih
memperbaiki atau memperdalam kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA

 http://kita-mahasiswa.blogspot.com/2016/05/tugas-makalah-konsep-ketuhanan-
dalam.html
 http://ilmukomunic.blogspot.com/2015/09/dalil-dalil-tentang-adanya-allah.html
 http://kita-mahasiswa.blogspot.com/2016/05/tugas-makalah-konsep-ketuhanan-
dalam.html
 https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03
 https://www.mahasiswaunusa.com/

Anda mungkin juga menyukai