Anda di halaman 1dari 6

KESEHATAN REPRODUKSI

A. Pengertian Kesehatan Reproduksi


Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,
mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan
prosesnya. Sedangkan menurut Depkes RI (2000), kesehatan reproduksi adalah
suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan
sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran
kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan
bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan
memuaskan sebelum dan sesudah menikah.
Dalam Konferensi kependudukan di Kairo 1994, disusun pula defenisi
kesehatan reproduksi yang dilandaskan kepada defenisi sehat menurut WHO :
keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, dan hanya tidak adanya
penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-prosesnya. Oleh karena itu, kesehatan
reproduksi berarti bahwa setiap orang dapat mempunyai kehidupan seks yang
memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk
bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin
melakukannya, bilamana dan berapa sering. Termasuk keadaan akhir ini
adalah hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai
akses terhadap cara keluarga berencana yang aman, efektif, terjangkau, dan dapat
diterima yang menjadi pilihan mereka, serta metode lain yang mereka pilih untuk
pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum, dan hak untuk memperoleh
pelayanan pemeliharaan kesehatan yang tepat, yang akan memungkinkan para
wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan
memberikan kesempatan yang terbaik kepada pasangan-pasangan untuk memiliki
bayi yang sehat.
B. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Secara luas, ruang lingkup kesehatan reproduksi meliputi :
1. Kesehatan bayi dan anak.
2. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi, termasuk
PMS HIV/AIDS.
3. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi.
4. Kesehatan reproduksi remaja.
5. Pencegahan dan penanganan infertilitas.
6. Kanker pada usia lanjut dan osteopororosis.
7. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks,
mutilasi genital, fistula, dan lain-lain.
Kesehatan reproduksi ibu dan bayi beru lahir meliputi perkembangan
berbagai organ reproduksi mulai dari sejak dalam kandungan hingga meninggal.
Permasalahan kesehatan reproduksi remaja termasuk pada saat pertama anak
perempuan mengalami haid/menarche, hingga menyakut kehidupan remaja
memasuki masa perkawinan. Selain itu seseorang berhak terbebas dari
kemungkinan tertulari penyakit infeksi menular seksual yang bias berpengaruh
pada fungsi reproduksi. Penerapan pelayanankesehatan reproduksi oleh
Departemen Kesehatan RI dilaksanakan secara integratif memprioritaskan pada
empat komponen kesehatan reproduksi yang menjadi masalah pokok di Indonesia
yang disebut paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial
(PKRE), yaitu :
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
2. Keluarga berencana.
3. Kesehatan reproduksi remaja.
4. Pencegahan dan penanganan infeksi saluran reproduksi, termasuk
HIV/AIDS.
Sedangkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) terdiri
dari PKRE ditambah kesehatan reproduksi pada usia lanjut (Widyastuti dkk,
2009).
C. Hak Reproduksi Wanita
1. Pengertian Hak Reproduksi Wanita
Menurut Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang
sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat
sesuatu. Reproduksi berasal dari kata re = kembali dan produksi = membuat atau
menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia
dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup. Sedangkan menurut UU
Kesehatan No 36 Tahun 2009 pada bagian keenam tentang Kesehatan Reproduksi
dinyatakan bahwa setiap orang berhak:
1. Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat,
aman, serta bebas dari paksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan
yang sah.
2. Menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi,
paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang
tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
3. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat
secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama.
4. Memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan
reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada International Conference on Population and Development (ICPD) Kairo
1994, hak reproduksi dinyatakan sebagai berikut : “ Hak-hak reproduksi
berlandaskan pada pengakuan terhadap hak asasi pasangan atau individu untuk
secara bebas dan bertanggung jawab menetapkan jumlah, jarak dan waktu
kelahiran anaknya dan hak untuk memperoleh informasi serta cara untuk
melakukan hal tersebut, dan hak untuk mencapai standar kesehatan reproduksi
dan seksual yang setinggi mungkin.” Sedangkan menurut BkkbN (2011) hak-hak
reproduksi adalah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan kapan
akan melahirkan, berapa jumlah anak dan jarak anak yang dilahirkan serta
memilih upaya untuk mewujudkan hak-hak tersebut (pemakaian kontrasepsi).
Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh
informasi dan mempunyai akses terhadap berbagai metode keluarga berencana
yang mereka pilih, aman, efektif, terjangkau, serta metode-metode pengendalian
kelahiran lainnya yang mereka pilih dan tidak bertentangan dengan hukum serta
perundang-undangan yang berlaku. Hak-hak ini mencakup, hak untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai sehingga para wanita mengalami
kehamilan dan proses melahirkan anak secara aman, serta memberikan
kesempatan bagi para pasangan untuk memiliki bayi yang sehat (Kusmiran,
2012).
Hak reproduksi wanita secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh
individu dalam hal ini perempuan yang berkaitan dengan keadaan reproduksinya.
Hak-hak reproduksi wanita merupakan hak asasi manusia. Hak-hak reproduksi
menurut kesepakatan dalam International Conference on Population and
Development (ICPD) 1994 di Kairo bertujuan untuk mewujudkan kesehatan bagi
individu secara utuh, baik kesehatan jasmani maupun rohani, meliputi :
1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
2. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
3. Hak kebebasan berfikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi.
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan.
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan
seksual.
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
9. Hak atas pelayanan dan kehidupan reproduksinya.
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga.
11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan
berkeluarga dan kehidupan reproduksi.
12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
2. Pemenuhan Hak-hak Reproduksi Wanita
Berdasarkan UU No. 7/1984 tentang pengesahan konvensi mengenai
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan dokumen Kairo
dapat disimpulkan hak reproduksi (dan implikasinya pada kesehatan reproduksi)
selalu menyangkut dua komponen dasar. Komponen pertama, kebebasan dalam
menentukan jumlah anak dan waktu/jarak kelahiran. Arti “kebebasan” ini tidak
dapat dilepaskan dari dokumen-dokumen hak asasi manusia lainnya dan bersifat
mutlak. Ia harus berdasarkan rasa tanggungjawab, baik terhadap kehidupannya,
anaknya maupun masyarakatnya. Tanggung jawab seperti ini hanya akan bisa
terwujud kalau perempuan menempati posisi yang kuat, posisi dimana ia dapat
bernegosiasi dengan lingkungannya (keluarga, suami serta masyarakat) dan
pemerintah.
Komponen berikutnya adalah entitlement yang menyangkut erat masalah
memperoleh informasi serta pelayanan keluarga berencana. Entitlement
merupakan manifestasi dari rasa tanggung jawab masyarakat dan negara, terhadap
kehidupan reproduksi perempuan dan memiliki nilai sosial (Adrina dkk, 1998).
DAFTAR PUSTAKA

Kusmiran, E. 2001. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta : Salemba


Medika.

Widyastuti, Y., dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitrimaya.

Anda mungkin juga menyukai