Filariasis mengenai lebih dari 90 juta orang diseluruh dunia dan ditemukan di daerah
tropik dan subtropik. Sedikitnya 21 juta orang terinfeksi oleh filariasis di seperempat
bagian afrika dan berpusat di amerika tengah dan selatan. Sekitar 3 juta orang di afrika
tengah terinfeksi L loa. Pada tahun 1997, The World Health Organisation
(WHO)mencanangkan program secara global untuk mengeliminasi filariasis sebagai
kesehatan umum (Padila, 2013 hal. 416)
Sampai saat ini filariasis masih merupakan problem kesehatan diindonesia, distribusi
infeksinya luas tetapi prevalensi dan intensitas infeksi berbeda dari satu tempat ke
tempat lainnya,bahkan di beberapa daerah merupakan endemis. Di daerah endemis
biasanya banyak terdapat tempat berkembang biaknya nyamuk yang berdekatan
dengan hab itat manusia, sehingga manusia dapat berulang kali digigit oleh nyamuk
dan infeksi terjadi secara bertahap (Padila, 2013 hal. 412)
Faktor yang terpenting dalam penularan adalah densitas populasi nyamuk dan jumlah
mikrofilaria dalam darah, sehingga didaerah hipoendemis, nyamuk sangat sedikit
membawa larva infektif dengan sendirinya penularan filaria sangat berkurang,hal yang
perlu dilakukan untuk menghidari penyakit ini adalah menghidari gigitan nyamuk
seperti mengguanakan kelambu pada saat tidur atau meminum obat anti
filariasis (Pohan, 2014 hal. 769).
Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan klien yang mengalami
filariasis
Rumusan Masalah
Berdasarakan latar Belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien filariasis dan bagaiamana konsep penyakit dari
filariasis
Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui cara Melaksanakan Asuhan Keperawatn pada pasien filariasis (kaki gajah)
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Penyakit Filariasis
2. Definisi
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang di sebut filariade,yang umumnya
disebut filaria (Padila, 2013 hal. 411)
Filariasis atau lebih dikenal elephaniatis (kaki gajah) adalah penyakit akibat nematode
yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugiya malayi dan brugiya timori yang
dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak- kanak dan
menifestasi yang dapat terlihat muncul belakangan, menetapkan dan menimbulkan
ketidakmampuan menetap (Elin, 2011 hal. 144).
Jadi, filariasis adalah penyakit yang mengenai manusia yang disebabkan oleh cacing
filaria, penyakit ini sering disebut juga kaki gajah.
2. Etiologi
Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti benang.
Cacing jantan berukuran 40mm x 0.1mm , sedangkan cacing betina berukuran 2 kali
cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. (Nurarif, et al., 2015 hal. 144). Manusia
merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Penularannya melalui proboscis
(labela) sewaktu gigitan nyamuk yang mengandung larva inefektif. Larva akan
terdeposit di kulit, berpindah ke pembuluh limpa berkembang menjadi cacing dewasa
selama 6-12 bulan , dan menyebabkan kerusakan dan pembesaran pembuluh limfa.
Filaria dewasa hidup beberapa tahun di tubuh manusia. Selama periode tersebut filarial
berkembang menghasilkan jutaan microfilaria (umur 3 – 36 bulan) yang belum masak,
beredar di daerah feriper dan dapat dihisap oleh nyamuk yang kemudian menularkan
ke manusia lain (Nurarif, et al., 2015 hal. 144)
Karena filariasis bancrofi dapat berlangsung selama bberapa tahun, maka dapat
mempunyai perputaran klinis yang berbeda – beda. Reaksi pada manusia terhadap
infeksi filarial berbeda – beda tidak mungkin stadium ini dibatasi dengan pasti, sehimga
seringkali pembagiannya atas dasar akibat infeksi filariasis yaitu :
Karena filariasis bancrofti dapat berlangsung selama beberapa tahun, maka ia dapat
mempunyai perputaran klinis yang berbeda – beda. Reaksi pada manusia terhadap
infeksi filaria berbeda – beda sehingga mungkin stadiumnya tidak dapat dibatasi
dengan pasti. Oleh karena itu seringali kita membaginya berdasarkan gejala infeksi
filaria yaitu : 1). Bentuk tanpa gejala; 2). Filariasis dengan peradangan; 3). Filariasis
dengan penyumbatan.
Demam pada filaria terjadi karena adanya inflamasi yang berawal dari kelenjar getah
bening (biasanya inguinal) dengan perluasan retrogard kebawah aliran getah bening
dan di sertai edema. Di sini inflamasi tampaknya diperantarai oleh imun dan kadang
(10-20% kasus) beberapa episode inflamasi di awali dengan infeksi kulit.
Salah satu kepustakaan menyebutkan bahwa demam yang murni di timbulkan oleh
filaria jarang terjadi. Demam yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh adanya
infeksi sekunder bakteri. Gejalanya yang timbul biasanya demam tinggi, menggigil,
mialgia, dan sakit kepala. Dapat juga timbul plak edematosa yang mudah dibedakan
dengan jaringan sehat disekitarnya, biasanya disertai dengan vesikel, ulkus dan yang
steril dan mengeluarkan cairan serosanguineous. Kadang disertai dengan riwayat
trauma, terkena api, radiasi, digigit serangga, dan juga terkena bahan kimia.
Serangan akut ini dapat berlangsung selama satu bulan atau lebih. Pengobatan dengan
berbagai antibiotik tidak memberikan hasil. Bila keadaanya berat dapat menyebabkan
abses pelvis ginjal, pembengkakan epididimis, jaringan retroperitoneal, kelenjar ari-ari
dan otot iliopsoas. Hal ini dapat terjadi karena cacing yang mati mengalami degenerasi.
Abses ini steril, tetapi dapat mengandung bakteri piogen. Reaksi ini bersifat setempat
dan menyebabkan perttumbuhan jaringan pengikat yang berlebihan. Reaksi yang
menahun akan menimbulkan penyumbatan saluran limfe disertai dengan elefaniasis.
Pemeriksaan darah pada proses menahun itu pada biasanya menunjukkan leukositosis
dengan eosinofilia sebesar 6-26%
Salah satu gejala lain yang kadang timbul pada fiariasis adalah hematuria. Sekitar
40% pasien dengan mikrofilaremia mengalami hematoria dan proteunoria yang
menunjukkan adanya kerusakan ginjal derajat terendah. Hematoria yang terjadi dapat
makroskopik, namun lebih sering mikroskopik dan ditemukan pada saat dilakukan
pemeriksaan urine rutin. Kelainan ginjal ini lebih mungkin disebabkan oleh adanya
mikrofilaria yang beredar dalam darah dibandingkan dengan oleh adanya cacing
dewasa. Hal ini ditunjukkan dengan perbaikan fungsi ginjal bila mikrofilaria hilang dari
peredaran darah.
Fenomena lain yang dapat terjadi pada filariasis adalah suatu keadaan yang
disebut senagai tropikal pulmonary eoshinopilia. Hal ini disebkan oleh respon
imunologik yang berlebihan terhadap infeksi filaria. Sindrom ini ditandai denagn :
Penyumbatan duktus thorscikus atau saluran limfe perut bagian tengah turut
mempengaruhi scrotum dan penis pada laki – laki dan bagian luar alat kelamin pada
wanita. Infeksi kelenjar inguinal dapat mempengaruhi tungkai dan bagian alat laur
kelamin. Elephantiatis pada umumnya mengenai tungkai serta alat kelamin dan
menyebabkan pembesaran.
Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila
tungkai diangkat.
Tingkat 2. Edema pitting/ non-pitting yang tidak dapat kembali normal (ireversibel)
bila tungkai diangkat.
Tingkat 3. Edema non- pitting, tidak dapat kembali normal bial tungkai diangkat,
kulit menjadi tebal.
Tingkat 4. Edema non-pitting dengan jaringa fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephaniatis) (Pohan, 2014 hal. 770 – 771)
4. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewsa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa
hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan
menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh.
Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag didalam dan sekitar pembuluh getah
bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan
penunjang, menyebabkan berliku – likunya sistem limfatik dan kerusakan atau
kompetensi katup pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi
pada kulit yang mendasarinya. Perubahan – perubahan yang terjadi akibat filariasis ini
disebabkan oleh efek langsung dari cacing dan oleh respon imun pejamu terhadap
parasit. Respons imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan poliferasi
yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening. Diduga bahwa pembuluh –
pembuluh tersebut tetap paten selama cacing tetap hidup dan bahwa kematian
cacingtersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian
terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik. (Pohan, 2014 hal. 769 –
770)
5. Pathway
Mengisap microfilaria dari darah/jaringan oleh serangan penghisap darah
Metamorphosis microfilaria didalam horpes perantara serangga ( nyamuk)
Membentuk larva rabditiform
Penularan larva infektif kedalam kulit hospes baru, melalui proboscis gigitan nyamuk
Menuju pembuluh darah dan kelenjar limfe
Larva masuk kedalam tubuh lewat luka gigitan
Kerusakan getah bening
Proses inflamasi
Menjadi cacing dewasa
Microfilaria berkembang biak dan meninggalkan induk
Demam
Hipertermi
Menembus dinding pembuluh limfe
Menuju pembuluh darah/terbawa saluran limfe kedalam aliran
Salah satunya menuju ke ginjal
Nyeri
Penyumbatan saluran
Penekanan syaraf oleh granulasi mikrofilaria
Stadium menahun
Granulasi yang proliverative serta terbentuk varises saluran limfe yang luas
proteinuria
Gangguan eliminasi urine
Gangguan aktivitas
Hambatan mobilitas fisik
hematuria
Anemia
Gangguan citra tubuh
Proses penyakitdestruksi gangguan syaraf
Kandungan protein dalam saluran limfe
Terbentuk jaringan ikat dan kolagen disalurkan limfe yang terinfeksi
Semakin membesar (elephantiasis)
Perubahan pada status kesehatan
Fungsi peran
tergantung pada orang lain
Resiko ketidakberdayaan
(Nurarif, et al., 2015 p. 148)
6. Klasifikasi
7. Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi. Periodisitasmikrofilaria
B. Malayi aalah periodik nokturna, sub perodik nokturna, atau non periodik.
Perodisitasmikrofilaria yang bersarung dan berbentuk kasini, tidak senyata periodisitas
W.Bansofti. Sebagai hospes sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles, amigeres.
Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam waktu 6-12
hari. Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya di dalam nyamuk
kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Didalam tubuh manusia
dan nyamuk perkembangan parasit ini juga sama dengan perkembangan W. Bansofti.
1. Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini terdapat di timor,
pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing dewasa hidup di dalam
saluran dan dikelenjar limfe . pagetornya adalah anopeles barberostis. Mikro filarianya
menyerupai mikro filaria brugiamalayi, yaitu lekuk badanya patah-patah dan susunan
intinya tidak teratur, perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala = 3 x lebar kepala;
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukuranya lebih kecil daripada inti-inti
lainya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan B.
Maalayi; 3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan gamesa; . ukuranya lebih
panjang daripada mikrofilaria berugiamalayi. Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal.
(Idrus, 2014 hal. 774)
7. Komplikasi
Jika tidak ditangan dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel membesar,
adapun dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.
Klien merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah ujung
kaki dengan skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang – ulang
Inspeksi : Bentuk dada simetris tidak ada lesi, pasien tidak ada batuk dan terdapat
penggunaan otot bantu pernafasan
Palpasi :Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil premitus klien normal
Inspeksi : Bentuk jantung tidak simetris, tidak ada lesi, pasien tidak ada lesi
Palpasi : Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil fremitus klien normal
Sistem motorik : pemeriksaan tonus otot, pasien mengalami kesulitan untuk menekuk
dan meluruskan sendi lutut
5555 5555
2222 2222
Ket:
0 : Pilariasis sempurna
4 : Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh
5 : kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan
tahanan penuh
1. Pemeriksaan Penunjang
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
darah, sampai saaat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena
microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam
hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity).
Selain itu, berbagai method pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa
penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai
penjaringan membran, metode konsentrasi knott dan teknik pengendapan.
Metode pemeriksaan yang mendekati kearah diagnose dan diakui oleh WHO dengan
pemeriksaan system “tes kartu”, hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk
mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan mengambil sample darah
system tusukan jari droplests diwaktu kapanpun, tidak harus dimalam hari.(Nurarif,
et al., 2015 p. 144)
1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya penyakit.
(Nurarif, et al., 2015 p. 145)
Terapi medikamentosa
1. Diethycarbamazine citrate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari
berturut-turut. Di Indonesia, dosis 6 mg/kgBB memberikan efek samping yang berat,
sehingga pemberian DEC dilakukan bedasarkan usia dan dikombinasi dengan
albendazol.
1. Ivermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid yang berfungsi sebagai
agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200-400µg/kgdapat menurunkan
microfilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat belum digunakan di
Indonesia.
1. Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selam bertahun-tahun dan baru-
baru ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Albendazole hanya mempunyai sedikit
efek untuk mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan sendiri. Dosis tunggal 400
mg dikombinasi dengan DEC atau intermectin efektif menghancurkan microfilaria.
Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan penyakit filariasis yaitu :
1. Nyeri akut (PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 172)
2. Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti kerusakan
.
1. Batasan karakteristik
Subjektif
Melaporkan (nyeri) denagn isyarat (misalnya, mengguanakan skala nyeri.
Objektif
Respon ototnom (misalnya diaforesis, perubahan tekana darah, pernafasan, atau denyut
jantung; dialtasi pupil)
Perilaku distraksi (misalnya mondar – mandir, mencari orang, dan aktivitas lain.)
1. Batasan karakteristik
2. Objektif
3. Kulit merah
4. Kejang
5. Takikardi
6. Takipnea
7. Kulit terasa hangat
8. Faktor yang berhubungan
9. Proses infeksi
10. Hipertiroid
11. Stroke
12. Dehidrasi
13. Trauma
14. prematuritas
15. Gangguan citra tubuh(PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 186)
16. Definisi
Konfusi pada gambaran mental fisik diri seseorang.
1. Batasan karakteristik
Subjektif (mayor)
1. Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
Subjektif (minor)
1. Tidak mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
2. Menghubungkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
3. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
4. Mengungkapkan perubahan gaya hidup
5. Objektif (mayor)
6. Kehilangan bagian tubuh
7. Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
Objektif (minor)
1. Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
3. Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
4. Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
5. Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
6. Hubungan sosial berubah
7. Faktor yang berhubungan
8. Mastektomi
9. Amputasi
10. Jerawat
11. Parut atau luka bakar yang terlihat
12. Obesitas
13. Hiperpigmentasi
14. Gangguan eliminasi urine(PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 96)
15. Definisi
Disfungsi eliminasi urine
1. Batasan karakteristik
Subjektif (mayor)
1. desakan berkemih (urgency)
2. urine menetes ( dribbling)
3. sering buang air kecil
4. nokturia
5. mengompol
6. enoresis
Objektif (mayor)
1. dispensi kandung kemih
2. berkemih tidak tuntas ( hesytancy)
3. volume residu urine meningkat
Faktor yang berhubungan
1. infeksi ginjal dan saluran kemih
2. hiperglikeni
3. trauma
4. kanker
5. cedera/ tumor/ infeksi medulla spinalis
6. neuropati diabatikum
7. neuropati alkoholik
8. stroke
9. parkimson
10. sukeloris multiple
11. obat alpha adrenergik
12. Hambatan imobilitas fisik(PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 124)
13. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari suatu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
1. Batasan karakteristik
Subjektif (mayor)
1. Mengeluh saat menggerakan ekstermitas
Subjektif (minor)
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif (mayor)
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Objektif (minor)
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Faktor yang berhubungan
1. Stroke
2. Cedra medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthkritis
6. Osthemalasia
7. Keganasan
8. Resiko ketidakberdayaan(PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 224)
9. Definisi
Persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil secara signifikan,
persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.
5.Intervensi
6.Nyeri akut (Wilkinson, 2014 hal. 296)
7.Tujuan/kriteria Evaluasi
8.Memperliahtakan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oelh indikator sebagai
berikut ( sebutkan 1 – 5: tidak pernah, jarang, kadang – kadang , sering, atau selalu)
:
Mengenali awitan nyeri
Gelisah
1. Aktivitas keperawatan
2. Pengakajian
Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk menguimpulkan
informasi pengkajian
Minta pasien untuk meniali nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0
= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10 = nyeri hebat)
Guanakan bagan alir nyeri untuk memamntau peredaran nyeri oleh analgesik dan
kemungkinan efek sampingnya
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkunagn terhadap nyeri atau
respons pasien
Dalam mengakaji nyeri pasein, gunakan kata – kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien
Manajement nyeri (NIC)
Lakukan pengakajian nyeri yang komperhensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan
dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presepitasinya
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyaman, khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi dengan baik
Berikan perawatan dengan tidak terburu – buru, dengan sikap yang mendukung.
bantu pasien untuk lebih berfokus pada ktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak
nyaman dengan melakukan pengalihan melaui televisi, radio, tape , dan interaksi
dengan pengunjung
Gunakan pendekatan positif untuk mengoptimalkan respons pasien terhadap
analgesik ( misalnya, obat ini akan mengurangi nyeri anda)
Manajemen nyeri (NIC) : libatkan keluarga dalam modalitas peredaran nyeri, jika
memungkinkan
4. Aktivitas kolaboratif
Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misalnya
,setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
Manajement nyeri (NIC): gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat, laporkan kepada dokter jiak tindakan tidak berhasil atau jika
keluahan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri
pasien dimasa lalu.
1. Hipertermia(Wilkinson, 2014 hal. 216)
2. Tujuan /kriteria evaluasi
pasien akan menunjukkan termoregualsi, yng dibuktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut (1 -5 : gangguan ekstim , berat, sedang , ringan, atau tidak ada
gangguan) :
peningkatan suhu kulit
hipertermia
dehidrasi mengantuk
pasien akan menujukkan termoregualsi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut ( sebutkan 1 – 5 : gangguan ekstrim , berat, sedang ,ringan , dan tidak ada
gangguan ) :
berkeringat saat panas
frekunsi pernafasan
1. aktivitas keperawatan
2. pengakajian
pantau aktivitas kejang
pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
pantau tekana darah, denyut nadi, frekuensi pernafasan
kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan.
Untuk pasien bedah :
1. Dapatkan riwayat hipertermia maligna, kematian akibat anastesi, atau demam pasca
bedah pada individu dan keluarga
2. Pantau tanda hipertermia(misalanya, demam, takepmia, aritmia, perubahan
tekanan darah, bercak pada kulit, kekakuan, dan berkeringat banyak)
3. Regulasi Suhu (NIC)
Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan
Guanakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh,
jika perlu.
Aktivitas keperawatan
1. Pengkajian
Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasiean terhada tubuh
pasien.
Identifikasi mekanisme kopimh yang biasa digunakan pasien
Peningkatan citra tubuh ( NIC) :
Tentukan harapan pasien tentang citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
Tentukan apaka perubahan fisik saat ini telah dikaitkan dalam citra tubuh pasien
Identifikasi pengaruh budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia pasien menyangkut
citra tubuh
1. Aktivitas keperawatan
2. Pengkajian
Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi bau, volume dan warna jika
perlu
Kumpulkan spesmen urine porsi tengah untuk urinalisis, jika perlu
2. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Ajarkan pada pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
Intruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat keluaran urine, bila diperlukan
Intruksikan pasien untuk berespons segera terhadap kebutuhan eliminas, jika perlu
Ajarkan pasien untuk minum 200ml cairan pada saat makan, diantara waktu
malam, dan diawal petang
3. Aktifitas kolaboratif
Rujuk ke dokter jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih
Bibliography
Alwi, Idrus. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing, 2014.
—. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Pablishing, 2014.
Bararah, Taqiyah and Jauhar, Mohammad. 2013. asuhan keperawatan
perawat professional. jakarta : prestasi pustaka, 2013.
Elin, Yuliana. 2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Dan Nanda Nic – Noc. Jogjakarta : Medication Jogjakarta, 2011.
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika, 2010.
Nurarif, Amin Huda; Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Medication
Publishing, 2015.
—. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA
NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction Publishing, 2015.
Padila. 2013. Asuhan Keperawtan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika, 2013.
Pohan, Herdiman T. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing,
2014.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta : Dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia,
2016.
Wilkinson, Judith M. 2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC, 2014
PatofisiologiParasit
↓
Menuju pemb. Limfa
↓
Perubahan dari larvaStadium3
↓
Parasit DewasaBerkembang biak
↓
Menyebabkan antigen
↓
Meyebabkan dilatasi ParasitKumpulan Pemb. Limfa MengangktifkanCacing filaria
↓
Mengaktifkan Sel T DewasaPenyebab Pembengkakan pemb. LimfaPenyumbatan Pemb. Limfa
↓
Kerusakan struktur IgE berikatan NYERI
↓
↓
KERUSAKAN INTEGRITAS Mediator InflamasiKULIT
↓
Kelenjar getah bening
↓
HIPERTERMIHARGA DIRI RENDAH