Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN FILARIASIS

Posted on September 1, 2018by samoke2012


BAB 1
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Filariasis atau lebih dikenal elephaniatis (kaki gajah) adalah penyakit akibat nematode
yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugiya malayi dan brugiya timori yang
dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak- kanak dan
menifestasi yang dapat terlihat muncul belakangan, menetapkan dan menimbulkan
ketidakmampuan menetap (Elin, 2011 hal. 144).

Filariasis mengenai lebih dari 90 juta orang diseluruh dunia dan ditemukan di daerah
tropik dan subtropik. Sedikitnya 21 juta orang terinfeksi oleh filariasis di seperempat
bagian afrika dan berpusat di amerika tengah dan selatan. Sekitar 3 juta orang di afrika
tengah terinfeksi L loa. Pada tahun 1997, The World Health Organisation
(WHO)mencanangkan program secara global untuk mengeliminasi filariasis sebagai
kesehatan umum (Padila, 2013 hal. 416)

Sampai saat ini filariasis masih merupakan problem kesehatan diindonesia, distribusi
infeksinya luas tetapi prevalensi dan intensitas infeksi berbeda dari satu tempat ke
tempat lainnya,bahkan di beberapa daerah merupakan endemis. Di daerah endemis
biasanya banyak terdapat tempat berkembang biaknya nyamuk yang berdekatan
dengan hab itat manusia, sehingga manusia dapat berulang kali digigit oleh nyamuk
dan infeksi terjadi secara bertahap (Padila, 2013 hal. 412)

Faktor yang terpenting dalam penularan adalah densitas populasi nyamuk dan jumlah
mikrofilaria dalam darah, sehingga didaerah hipoendemis, nyamuk sangat sedikit
membawa larva infektif dengan sendirinya penularan filaria sangat berkurang,hal yang
perlu dilakukan untuk menghidari penyakit ini adalah menghidari gigitan nyamuk
seperti mengguanakan kelambu pada saat tidur atau meminum obat anti
filariasis (Pohan, 2014 hal. 769).

 Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan klien yang mengalami
filariasis

 Rumusan Masalah
Berdasarakan latar Belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien filariasis dan bagaiamana konsep penyakit dari
filariasis
 Tujuan Penulisan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui cara Melaksanakan Asuhan Keperawatn pada pasien filariasis (kaki gajah)

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mengkaji asuhan keperawatan tentang pasien dengan gangguan filariasis atau kaki
gajah.
2. Merumuskan diagnosa asuhan keperawatan tentang pasien dengan gangguan
filariasis atau kaki gajah.
3. Merencanakan asuhan keperawatan tentang pasien dengan gangguan filariasis atau
kaki gajah
4. Mengevaluasi asuhan keperawatan tentang pasien dengan gangguan filariasis atau
kaki gajah
1.5 Manfaat penulisan
1. Bagi Perawat
Mengetahui bagaimana cara untuk asuhan keperawatan yang komperhensif dan
memberikan perawatan yang optimal pada klien dengan asuhan keperawatan pada klien
filariasis atau kaki gajah

1. Bagi institusi Pendidikan


sebagai referensi untuk meningkatkan kulaitas asuhan keperawtan bagi tenaga didik
institusi.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Penyakit Filariasis
2. Definisi
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang
disebabkan oleh parasit kelompok nematode yang di sebut filariade,yang umumnya
disebut filaria (Padila, 2013 hal. 411)

Filariasis atau lebih dikenal elephaniatis (kaki gajah) adalah penyakit akibat nematode
yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugiya malayi dan brugiya timori yang
dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak- kanak dan
menifestasi yang dapat terlihat muncul belakangan, menetapkan dan menimbulkan
ketidakmampuan menetap (Elin, 2011 hal. 144).

Jadi, filariasis adalah penyakit yang mengenai manusia yang disebabkan oleh cacing
filaria, penyakit ini sering disebut juga kaki gajah.
2. Etiologi
Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti benang.
Cacing jantan berukuran 40mm x 0.1mm , sedangkan cacing betina berukuran 2 kali
cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. (Nurarif, et al., 2015 hal. 144). Manusia
merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Penularannya melalui proboscis
(labela) sewaktu gigitan nyamuk yang mengandung larva inefektif. Larva akan
terdeposit di kulit, berpindah ke pembuluh limpa berkembang menjadi cacing dewasa
selama 6-12 bulan , dan menyebabkan kerusakan dan pembesaran pembuluh limfa.
Filaria dewasa hidup beberapa tahun di tubuh manusia. Selama periode tersebut filarial
berkembang menghasilkan jutaan microfilaria (umur 3 – 36 bulan) yang belum masak,
beredar di daerah feriper dan dapat dihisap oleh nyamuk yang kemudian menularkan
ke manusia lain (Nurarif, et al., 2015 hal. 144)

Karena filariasis bancrofi dapat berlangsung selama bberapa tahun, maka dapat
mempunyai perputaran klinis yang berbeda – beda. Reaksi pada manusia terhadap
infeksi filarial berbeda – beda tidak mungkin stadium ini dibatasi dengan pasti, sehimga
seringkali pembagiannya atas dasar akibat infeksi filariasis yaitu :

 Bentuk tanpa gejala


 Filariasis dengan peradangan
 Filariasis dengan penyumbatan (Nurarif, et al., 2015 p. 144)
3. Tanda atau Gejala
4. Gejala Klinis
Menifestasi dini penyakit ini adalah peradangan, sedangkan bila sudah lanjut akan
menimbulkan gejala obstruksi. Mikrofilaria yang tampak dalam darah pada stadium
akut akan menimbulkan peradangan yang nyata, seperti limfangitis, limfadentis,
funikulitis, epididimitis dan orkitis. Namun adakalanya peradangan tidak menimbulkan
gejala sama sekali terutama bagi pendudk yang sejak kecil sudah berdia di daerah
endemik. Gejala peradangan tersebut sering timbul setelah bekerja berat dan dapat
berlangsung antara beberapa hari hingga beberapa minggu (2-3 minggu). Gejala dari
limfadentis adalah nyeri lokal , keras di daerah kelenjar limfe yang terkena dan biasanya
disertai demam, sakit kepala dan badan, muntah – muntah, lesu , dan tidak nafsu
makan.

Karena filariasis bancrofti dapat berlangsung selama beberapa tahun, maka ia dapat
mempunyai perputaran klinis yang berbeda – beda. Reaksi pada manusia terhadap
infeksi filaria berbeda – beda sehingga mungkin stadiumnya tidak dapat dibatasi
dengan pasti. Oleh karena itu seringali kita membaginya berdasarkan gejala infeksi
filaria yaitu : 1). Bentuk tanpa gejala; 2). Filariasis dengan peradangan; 3). Filariasis
dengan penyumbatan.

1. Bentuk tanpa gejala


Umumnya bentuk ini didapatkan di daerah endemik. Pada pemeriksaan fisik hanya
ditemukan pembesaran kelenjar limfe terutama di daerah inguinal. Pada pemeriksaan
darah ditemukan mikrofilaria dalam jumlah besar disertai adanya eosinofilia. Pada saat
cacing dewasa mati, mikrofilia menghilang tanpa pasien menyadari adanya infeksi.
1. Filariasis Dengan Peradangan
Manifestasi terakhir yang biasanya trerlihat di awal infeksi pada penderita dengan
infeksi primer adalah limfangitis, limfangitis terjadi disekitar larva dan cacing dewasa
muda yang sedang berkembang,mengakibatkan inflamasi eosinofil akut. Gejala ini
disebabkan oleh fenomena alergik terhadap metabolisme cacing dewasa yang hidup
atau mati, atau akibat infeksi sekunder olekh streptokokus dan jamur. Demam,
menggigil, sakit kepala, muntah dan kelemahan menyertai serangan tadi. Gejala-gejala
ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, dan saluran limfe yang
terutama terkena adalah saluran limfe ketiak, tungkai, epitroklear serta alat genital.
Pada laki-laki umumnya terdapat funikulitis disertai dengan penebalan dan rasa nyeri,
epididimitis, orkitis dan pembekakan skrotum.

Demam pada filaria terjadi karena adanya inflamasi yang berawal dari kelenjar getah
bening (biasanya inguinal) dengan perluasan retrogard kebawah aliran getah bening
dan di sertai edema. Di sini inflamasi tampaknya diperantarai oleh imun dan kadang
(10-20% kasus) beberapa episode inflamasi di awali dengan infeksi kulit.

Salah satu kepustakaan menyebutkan bahwa demam yang murni di timbulkan oleh
filaria jarang terjadi. Demam yang sering terjadi biasanya disebabkan oleh adanya
infeksi sekunder bakteri. Gejalanya yang timbul biasanya demam tinggi, menggigil,
mialgia, dan sakit kepala. Dapat juga timbul plak edematosa yang mudah dibedakan
dengan jaringan sehat disekitarnya, biasanya disertai dengan vesikel, ulkus dan yang
steril dan mengeluarkan cairan serosanguineous. Kadang disertai dengan riwayat
trauma, terkena api, radiasi, digigit serangga, dan juga terkena bahan kimia.

Serangan akut ini dapat berlangsung selama satu bulan atau lebih. Pengobatan dengan
berbagai antibiotik tidak memberikan hasil. Bila keadaanya berat dapat menyebabkan
abses pelvis ginjal, pembengkakan epididimis, jaringan retroperitoneal, kelenjar ari-ari
dan otot iliopsoas. Hal ini dapat terjadi karena cacing yang mati mengalami degenerasi.
Abses ini steril, tetapi dapat mengandung bakteri piogen. Reaksi ini bersifat setempat
dan menyebabkan perttumbuhan jaringan pengikat yang berlebihan. Reaksi yang
menahun akan menimbulkan penyumbatan saluran limfe disertai dengan elefaniasis.
Pemeriksaan darah pada proses menahun itu pada biasanya menunjukkan leukositosis
dengan eosinofilia sebesar 6-26%

Salah satu gejala lain yang kadang timbul pada fiariasis adalah hematuria. Sekitar
40% pasien dengan mikrofilaremia mengalami hematoria dan proteunoria yang
menunjukkan adanya kerusakan ginjal derajat terendah. Hematoria yang terjadi dapat
makroskopik, namun lebih sering mikroskopik dan ditemukan pada saat dilakukan
pemeriksaan urine rutin. Kelainan ginjal ini lebih mungkin disebabkan oleh adanya
mikrofilaria yang beredar dalam darah dibandingkan dengan oleh adanya cacing
dewasa. Hal ini ditunjukkan dengan perbaikan fungsi ginjal bila mikrofilaria hilang dari
peredaran darah.
Fenomena lain yang dapat terjadi pada filariasis adalah suatu keadaan yang
disebut senagai tropikal pulmonary eoshinopilia. Hal ini disebkan oleh respon
imunologik yang berlebihan terhadap infeksi filaria. Sindrom ini ditandai denagn :

1. Kadar eosinofil darah tepi yang sangat tinggi


2. Gejala mirip asma
3. Penyakit paru restriktif (dan kadang obstruktif)
4. Kadar antibodi spesifik antifilari sangat tinggi
5. Respon pengobatan yang baik dengan terapi antifilaria (DEC)
Angka kejadian syndrom ini rendah (<1% dari seluruh kasus filaria), namun syndrom
ini merupakan keadaan berat yang dapat mengakibatkan fibrosis intertisisal kronik dan
gagal nafas.

1. Filariasis dengan penyumbatan


Pada stadium yang menahun ini terjadi jaringan granulasi yang proliferatif serta
terbentuknya farises saluran limpe yang luas. Kadar protein yang tinggi dalam saluran
limfe merangsang pembentukan jaringan ikat dan kolagen. Lama – lama kelamaan
bagian yang membesar menjadi luas dan timbul elephantiasis menahun.

Penyumbatan duktus thorscikus atau saluran limfe perut bagian tengah turut
mempengaruhi scrotum dan penis pada laki – laki dan bagian luar alat kelamin pada
wanita. Infeksi kelenjar inguinal dapat mempengaruhi tungkai dan bagian alat laur
kelamin. Elephantiatis pada umumnya mengenai tungkai serta alat kelamin dan
menyebabkan pembesaran.

Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema


tungkain ini dapat diabagi dalam 4 tingkat, yaitu:

Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila
tungkai diangkat.
Tingkat 2. Edema pitting/ non-pitting yang tidak dapat kembali normal (ireversibel)
bila tungkai diangkat.
Tingkat 3. Edema non- pitting, tidak dapat kembali normal bial tungkai diangkat,
kulit menjadi tebal.
Tingkat 4. Edema non-pitting dengan jaringa fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephaniatis) (Pohan, 2014 hal. 770 – 771)

4. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewsa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa
hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan
menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh.
Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag didalam dan sekitar pembuluh getah
bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan
penunjang, menyebabkan berliku – likunya sistem limfatik dan kerusakan atau
kompetensi katup pembuluh getah bening.

Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi
pada kulit yang mendasarinya. Perubahan – perubahan yang terjadi akibat filariasis ini
disebabkan oleh efek langsung dari cacing dan oleh respon imun pejamu terhadap
parasit. Respons imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan poliferasi
yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening. Diduga bahwa pembuluh –
pembuluh tersebut tetap paten selama cacing tetap hidup dan bahwa kematian
cacingtersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan demikian
terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik. (Pohan, 2014 hal. 769 –
770)

5. Pathway
Mengisap microfilaria dari darah/jaringan oleh serangan penghisap darah
Metamorphosis microfilaria didalam horpes perantara serangga ( nyamuk)
Membentuk larva rabditiform
Penularan larva infektif kedalam kulit hospes baru, melalui proboscis gigitan nyamuk
Menuju pembuluh darah dan kelenjar limfe
Larva masuk kedalam tubuh lewat luka gigitan
Kerusakan getah bening
Proses inflamasi
Menjadi cacing dewasa
Microfilaria berkembang biak dan meninggalkan induk
Demam
Hipertermi
Menembus dinding pembuluh limfe
Menuju pembuluh darah/terbawa saluran limfe kedalam aliran
Salah satunya menuju ke ginjal
Nyeri
Penyumbatan saluran
Penekanan syaraf oleh granulasi mikrofilaria
Stadium menahun
Granulasi yang proliverative serta terbentuk varises saluran limfe yang luas
proteinuria
Gangguan eliminasi urine
Gangguan aktivitas
Hambatan mobilitas fisik
hematuria
Anemia
Gangguan citra tubuh
Proses penyakitdestruksi gangguan syaraf
Kandungan protein dalam saluran limfe
Terbentuk jaringan ikat dan kolagen disalurkan limfe yang terinfeksi
Semakin membesar (elephantiasis)
Perubahan pada status kesehatan
Fungsi peran
tergantung pada orang lain

Resiko ketidakberdayaan
(Nurarif, et al., 2015 p. 148)

6. Klasifikasi
7. Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi. Periodisitasmikrofilaria
B. Malayi aalah periodik nokturna, sub perodik nokturna, atau non periodik.
Perodisitasmikrofilaria yang bersarung dan berbentuk kasini, tidak senyata periodisitas
W.Bansofti. Sebagai hospes sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles, amigeres.
Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam waktu 6-12
hari. Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya di dalam nyamuk
kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Didalam tubuh manusia
dan nyamuk perkembangan parasit ini juga sama dengan perkembangan W. Bansofti.

1. Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini terdapat di timor,
pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing dewasa hidup di dalam
saluran dan dikelenjar limfe . pagetornya adalah anopeles barberostis. Mikro filarianya
menyerupai mikro filaria brugiamalayi, yaitu lekuk badanya patah-patah dan susunan
intinya tidak teratur, perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala = 3 x lebar kepala;
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukuranya lebih kecil daripada inti-inti
lainya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan B.
Maalayi; 3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan gamesa; . ukuranya lebih
panjang daripada mikrofilaria berugiamalayi. Mikrofilaria bersifat periodik nokturnal.
(Idrus, 2014 hal. 774)

7. Komplikasi
Jika tidak ditangan dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel membesar,
adapun dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.

 Hidrokel yang besar sehingga menekan pembuluh darah


 Indikasi kosmetik
 Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan sehari – hari.
 Chyluria (terdapat lemak pada urine)
 TPE (topical pulmonary eosinifilia)
 Hematuria
 Kelumpuhan saraf (Pohan, 2014 hal. 2935)
8. Menifestasi klinis
 Gejala tampak setalah 3 bulan infeksi
 Umumnya masa tunas 8 – 12 bulan
 Fase akut menimbulkan peradangan seperti limfagtis, limfadentis, funikulitis,
epididmitis, dan orkitis.
 Gejala dari limfadentis nyeri lokal, keras didaerah kelenjar limfe, demam, sakit
kepala dan badan, mual muntah, lesuh dan tidak nafsu makan
 Fase akut dapat sembuh spontan setelah beberapa hari dan beberapa kasus
mengalami kekambuhan tidak teratur selama berminggu – mingu atau bulan
sebelum sembuh.
 Fase kronik terjadi dengan gejala hidrokel, kiluria, limfedema, dan
elephanitis.(Nurarif, et al., 2015 p. 144)
9. Pencegahan
Pencegahan massal. Kontrol penyakit pada populasi adalah melaui kontrol vektor
(nyamuk). Namun hal ini terbukti tidak efektif karena panjangnya masa hidup parasit
(4 – 8 tahun). Baru – baru ini, khususnya dengan dikenalnya pengobatan dosis tunggal,
( satu kali pertahun), dua regimen obat yaitu Albendazol 400 mg dan Ivermectin 200
mg/kgBB cukup efektif. Hal ini merupakan pendekatan alternatif dalam menurunkan
jumlah mikrofilaria dalam populasi.
Pada pengobatan massal (program pengendalian filariasis) pemberian DEC dosis
standar tidak dianjurkan lagi meningat efek sampingnya. Untuk itu, DEC diberikan
dengan dosis lebih rendah (6mg/kg/BB), dengan jangka wakti pemberian yang lebih
lama untuk mencapai dosis total yang sama misalnya dalam bentuk garam DEC 0,2 –
0,4% selama 9 – 12 bulan. Atau pemberian obat dilakukan seminggu sekali, atau dosis
tunggal setiap 6 bulan atau 1 tahun.

Pencegahan individu. Kontak dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui


penggunaan obat oles anti nyamuk, kelambu, atau insektisida. (Pohan, 2014 hal. 773)

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.Pengkajian
1. Identitas
Penyakit filariasis pada umumnya ditemukan didaerah endemik rural dan urban seperti
india,srilanka dan myanmar. Penyakit ini menginfeksi sekitar 10-50% pria dan 10%
wanita, penyakit ini lebih banyak terinfeksi pada pria daripada wanita, jiak pada pria
akan menyebabkan kerusakan genital,terutama hydrocel (pembesaran kantung
disekitar testis yang berisi cairan) dan pembesaran bruto dari penis dan buah zakar.
Pembesaran pada keseluruhan kaki atau tangan, kemaluan dan payudaradapat terjadi
pada sampai 10% pria dan wanita (Muttaqin, 2010 hal. 7)

1. Status kesehatan saat ini


 Keluhan utama
Pasien mengalami keluhan Bengkak awalnya muncul dari telapak kaki

sampai ke tungkai kaki bawah (Muttaqin, 2010 hal. 8)

 Riwayat penyakit sekarang (PQRST)


P : segala sesuatu yang memperberat atau meringankan keluhan

Q : Keluhan yang dirasakan pasien

R : keluhan yang dirasakan di kaki

S : keluhan tersebut mengganggu pergerakan kaki

T : keluhan yang dirasakan pasien secara mendadak (Muttaqin, 2010 hal. 7 – 8)

Klien merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah ujung
kaki dengan skala nyeri 7. Nyeri terasa berulang – ulang

 Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak pernah mengalami gejala penyakiyt yang sama sebelumnya (Muttaqin,
2010 hal. 8)

 Riwayat penyakit keluarga


1. Penyakit yang pernah diderita : ada/tidak ada
2. Kesehatan orang tua : Baik/buruk
3. Kesehatan saudara kandung : Baik/buruk
4. Hubungan keluarga dengan Klien : baik/buruk
5. Faktor resikio penyakit tertentu dalam keluarga : ada/tidak (Muttaqin, 2010 hal. 8)
6. Pemeriksaan fisik
7. Keadaan umum(Muttaqin, 2010 hal. 30)
Tampak sakit sedang

2. Kesadaran (Muttaqin, 2010 hal. 32 – 33)


Pasien kompos mentis dengan skala 10.

3. Tanda-tanda vital (Muttaqin, 2010 hal. 36 – 37)


Pasien dengan penyakit filariasis tekakanan darahnya 120/80, nadi 88 x/menit,
pernapasan 22 x/menit, suhu 37ᵒC

1. Pemeriksaan body system :


2. System pernafasan (Bararah, et al., 2013 hal. 234)
biasanya tidak ditemukan gangguan pada system pernafasan.

Inspeksi : Bentuk dada simetris tidak ada lesi, pasien tidak ada batuk dan terdapat
penggunaan otot bantu pernafasan

Palpasi :Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil premitus klien normal

Perkusi :Disaat perkusi sonor

Auskultasi :Suara nafas vesikuler

2. System kardiovaskular (Bararah, et al., 2013 hal. 234)


Pada penyakit filariasis biasanya Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer,
perpanjangan pengisisan kapiler.

Inspeksi : Bentuk jantung tidak simetris, tidak ada lesi, pasien tidak ada lesi

Palpasi : Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil fremitus klien normal

Perkusi : Perkusi terdapat bunyi pekak


Auskultasi : bunyi jantung normal Lub Dub

3. Sistem Persyarafan (Muttaqin, 2010 hal. 335)


Syaraf kranial : atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius bilateral dan unilateral

Sistem motorik : pemeriksaan tonus otot, pasien mengalami kesulitan untuk menekuk
dan meluruskan sendi lutut

4. Sistem perkemihan (Muttaqin, 2010 hal. 259)


Pada sistem perkemihan pasien tidak memiliki perubahan

5. System pencernaan(Muttaqin, 2010 hal. 209)


` Inspeksi :

1. Warna feses :kuning


2. Bentuk feses : lunak
3. Bau feses : khas
Auskultasi :

1. Bunyi abnormal saat BAB : tidak ada


2. System integumen(Muttaqin, 2010 hal. 75)
Sistem integumen tidak mengalami kelainan

7. Abdomen(Muttaqin, 2010 hal. 209)


Inspeksi : tidak terdapat lesi, dan perut pasien tidak membuncit.

Auskultasi : bising usus normal ( 6 – 12 x/ menit)

Palpasi : tidak teraba masa

Perkusi : perkusi terdengar tympani

8. System endokrin (Bararah, et al., 2013 hal. 234)


Tidak ada perubahan

9. System reproduksi(Muttaqin, 2010 hal. 245)


Tidak ada perubahan
10. System musculoskeletal(Muttaqin, 2010 hal. 287)
Tonus otot buruk, terdapat ke kakuan sendi dan dan kekuatan otot 2 yaitu gerakan otot
penuh melawan gravitasi, dengan topangan

5555 5555

2222 2222

Ket:

0 : Pilariasis sempurna

1 : tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dilihat atau dipalpasi

2 : gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan.

3 : Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 : Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan penuh

5 : kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan
tahanan penuh

11. System sensorik dan motoric(Muttaqin, 2010 hal. 235)


Pada pasien filariasis biasaanya terjadi ketidakefektifan ekstremitas bawah

1. Pemeriksaan Penunjang
 Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
darah, sampai saaat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena
microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam
hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity).
 Selain itu, berbagai method pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa
penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai
penjaringan membran, metode konsentrasi knott dan teknik pengendapan.
 Metode pemeriksaan yang mendekati kearah diagnose dan diakui oleh WHO dengan
pemeriksaan system “tes kartu”, hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk
mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan mengambil sample darah
system tusukan jari droplests diwaktu kapanpun, tidak harus dimalam hari.(Nurarif,
et al., 2015 p. 144)
1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya penyakit.
(Nurarif, et al., 2015 p. 145)
 Terapi medikamentosa
1. Diethycarbamazine citrate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari
berturut-turut. Di Indonesia, dosis 6 mg/kgBB memberikan efek samping yang berat,
sehingga pemberian DEC dilakukan bedasarkan usia dan dikombinasi dengan
albendazol.

1. Ivermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid yang berfungsi sebagai
agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200-400µg/kgdapat menurunkan
microfilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat belum digunakan di
Indonesia.

1. Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selam bertahun-tahun dan baru-
baru ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Albendazole hanya mempunyai sedikit
efek untuk mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan sendiri. Dosis tunggal 400
mg dikombinasi dengan DEC atau intermectin efektif menghancurkan microfilaria.

1. Pemberian benzopyrenes, termasuk flavonoids dan coumarin dapat menjadi terapi


tambahan.
 Pembedahan
Tindakan bedah pada limfadema bersifat paliatif, indikasi tindakan bedah adalah jika
tidakterdapat perbaikan dengan terapi konservatif, limfadema sangat besar sehingga
mengganggu aktivitas dan pekerjaan dan menyebabkan tidak berhasilnya terapi
konsevatif

 Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan penyakit filariasis yaitu :

1. Nyeri akut (PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 172)
2. Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti kerusakan
.

1. Batasan karakteristik
 Subjektif
Melaporkan (nyeri) denagn isyarat (misalnya, mengguanakan skala nyeri.

 Objektif
Respon ototnom (misalnya diaforesis, perubahan tekana darah, pernafasan, atau denyut
jantung; dialtasi pupil)
Perilaku distraksi (misalnya mondar – mandir, mencari orang, dan aktivitas lain.)

Bukti nyeri yang dapat diamati

Posisi untuk menghidari nyeri

[erilaku menjaga atau sikap melindungi

 Faktor yang berhubungan


1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma
6. Hipertermia (PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 284)
7. Definisi
Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal

1. Batasan karakteristik
2. Objektif
3. Kulit merah
4. Kejang
5. Takikardi
6. Takipnea
7. Kulit terasa hangat
8. Faktor yang berhubungan
9. Proses infeksi
10. Hipertiroid
11. Stroke
12. Dehidrasi
13. Trauma
14. prematuritas
15. Gangguan citra tubuh(PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 186)
16. Definisi
Konfusi pada gambaran mental fisik diri seseorang.

1. Batasan karakteristik
 Subjektif (mayor)
1. Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
Subjektif (minor)
1. Tidak mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
2. Menghubungkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
3. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
4. Mengungkapkan perubahan gaya hidup
5. Objektif (mayor)
6. Kehilangan bagian tubuh
7. Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang
Objektif (minor)
1. Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
3. Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
4. Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
5. Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
6. Hubungan sosial berubah
7. Faktor yang berhubungan
8. Mastektomi
9. Amputasi
10. Jerawat
11. Parut atau luka bakar yang terlihat
12. Obesitas
13. Hiperpigmentasi
14. Gangguan eliminasi urine(PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 96)
15. Definisi
Disfungsi eliminasi urine

1. Batasan karakteristik
 Subjektif (mayor)
1. desakan berkemih (urgency)
2. urine menetes ( dribbling)
3. sering buang air kecil
4. nokturia
5. mengompol
6. enoresis
 Objektif (mayor)
1. dispensi kandung kemih
2. berkemih tidak tuntas ( hesytancy)
3. volume residu urine meningkat
 Faktor yang berhubungan
1. infeksi ginjal dan saluran kemih
2. hiperglikeni
3. trauma
4. kanker
5. cedera/ tumor/ infeksi medulla spinalis
6. neuropati diabatikum
7. neuropati alkoholik
8. stroke
9. parkimson
10. sukeloris multiple
11. obat alpha adrenergik
12. Hambatan imobilitas fisik(PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 124)
13. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari suatu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
1. Batasan karakteristik
 Subjektif (mayor)
1. Mengeluh saat menggerakan ekstermitas
Subjektif (minor)
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
 Objektif (mayor)
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Objektif (minor)
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
 Faktor yang berhubungan
1. Stroke
2. Cedra medulla spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthkritis
6. Osthemalasia
7. Keganasan
8. Resiko ketidakberdayaan(PPNI, Tim Pokja SDKI DPP, 2016 hal. 224)
9. Definisi
Persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil secara signifikan,
persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.

1. Faktor yang berhubungan


2. Diagnosis yang tidak terduga atau baru
3. Peristiwa traumatis
4. Diagnosis penyakit kronis
5. Diagnosis penyakit terminal
6. Rawat inap

5.Intervensi
6.Nyeri akut (Wilkinson, 2014 hal. 296)
7.Tujuan/kriteria Evaluasi
8.Memperliahtakan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oelh indikator sebagai
berikut ( sebutkan 1 – 5: tidak pernah, jarang, kadang – kadang , sering, atau selalu)
:
Mengenali awitan nyeri

Mengguanakn tindakan pencegahan

Melaporkan nyeri dapat dikendalian


1. Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut :
(sebutkan 1 – 5 :sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada):
Ekspresi nyeri pada wajah

Gelisah atau ketegangan otot

Durasi episode nyeri

Merintih dan menangis

Gelisah

1. Aktivitas keperawatan
2. Pengakajian
 Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk menguimpulkan
informasi pengkajian
 Minta pasien untuk meniali nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0
= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10 = nyeri hebat)
 Guanakan bagan alir nyeri untuk memamntau peredaran nyeri oleh analgesik dan
kemungkinan efek sampingnya
 Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkunagn terhadap nyeri atau
respons pasien
 Dalam mengakaji nyeri pasein, gunakan kata – kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien
 Manajement nyeri (NIC)
Lakukan pengakajian nyeri yang komperhensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan
dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presepitasinya

Observasi isyarat nonverbal ketidaknyaman, khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi dengan baik

2. Penyuluhan untuk pasien/ keluarga


 Seratakan dala instruksi pemulangan pasien obat khusus yang diminum, frekuensi
pemberian, kemungkian efek samping, kemungkian interaksi obat, kewaspadaan
khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan aktivitas fisik,
pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila mengakami nyeri
membandel
 Instruksi pasien untuk mengonfirmasikan kepada perawat jika peredaran nyeri tidak
dapat dicapai.
 Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan
 Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgetik narkotik atau opioid (misalnya resiko
ketergantungan ata overdosis)
 Manajement nyeri (NIC): berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
 Manajement nyeri (NIC): ajarkan pengguanaan teknik nonfarmakologis(misalnya
umpan – balik biologis, transcutaneus eletrical nerve stimulation (TENS), hipnosis,
reaksi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi terapi bermain, terapi aktivitas.
3. Aktivitas lain
 Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan efek samping
 Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif dimasa lalu,
seperti, distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/dingin
 Hadir didekat pasien untuk memenuhi kebetuhan rasa nyaman dan aktivitas lain
untuk membantu relaksasi, meliputi tindakan sebagai berikut :
Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi.

Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan

Berikan perawatan dengan tidak terburu – buru, dengan sikap yang mendukung.

Libatkan oasien dalam mengambil keputusan yang menyangkut aktivitas perawatan

 bantu pasien untuk lebih berfokus pada ktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak
nyaman dengan melakukan pengalihan melaui televisi, radio, tape , dan interaksi
dengan pengunjung
 Gunakan pendekatan positif untuk mengoptimalkan respons pasien terhadap
analgesik ( misalnya, obat ini akan mengurangi nyeri anda)
 Manajemen nyeri (NIC) : libatkan keluarga dalam modalitas peredaran nyeri, jika
memungkinkan
4. Aktivitas kolaboratif
 Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misalnya
,setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
 Manajement nyeri (NIC): gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat, laporkan kepada dokter jiak tindakan tidak berhasil atau jika
keluahan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri
pasien dimasa lalu.
1. Hipertermia(Wilkinson, 2014 hal. 216)
2. Tujuan /kriteria evaluasi
 pasien akan menunjukkan termoregualsi, yng dibuktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut (1 -5 : gangguan ekstim , berat, sedang , ringan, atau tidak ada
gangguan) :
peningkatan suhu kulit

hipertermia

dehidrasi mengantuk
 pasien akan menujukkan termoregualsi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut ( sebutkan 1 – 5 : gangguan ekstrim , berat, sedang ,ringan , dan tidak ada
gangguan ) :
berkeringat saat panas

denyut nadi radialis

frekunsi pernafasan

1. aktivitas keperawatan
2. pengakajian
 pantau aktivitas kejang
 pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
 pantau tekana darah, denyut nadi, frekuensi pernafasan
 kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan.
 Untuk pasien bedah :
1. Dapatkan riwayat hipertermia maligna, kematian akibat anastesi, atau demam pasca
bedah pada individu dan keluarga
2. Pantau tanda hipertermia(misalanya, demam, takepmia, aritmia, perubahan
tekanan darah, bercak pada kulit, kekakuan, dan berkeringat banyak)
3. Regulasi Suhu (NIC)
Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai dengan kebutuhan

Pasang alat pantau suhu continue, jiak perlu

Pantau warna kulit dan suhu

3. Penyuluhan untuk pasien/ keluarga


 Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali
secara dini hipertermia (misalnya,stroke bahang dan keltihan akibat panas )
 Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan
kedaruratan yang diperlukan, jika perlu
4. Aktivitas Lain
 Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja
 Gunakan waslap ( atau kantung es yang dibalut dengan kain) di axilla, kening,
tengkuk, dan lipat paha
 Anjurkan asupan cairan oral, sediktnya dua liter sehari, dengan tambahan cairan
selama aktivitas yang berlebihan atau kativitas sedang dalam cuaca panas
 Gunakan kipas yang berputar dalam ruangan pasien
 Gunakan selimut pendingin
 Untuk hipertermia maligna :
Lakukan perawatan kedaruratan sesuai dengan protokol

Sediakan peralatan kedaruratan diarea operasi


5. Aktivitas kolaboratif
 Regulasi suhu (NIC) :
Berikan obat antipiretik,jika perlu

Guanakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh,
jika perlu.

1. Gangguan citra tubuh (Wilkinson, 2014 hal. 69)


2. Tujuan / kriteria Evaluasi
 Gangguan citra tubuh berikut yang dibuktikan oleh selalu menunjukkan adaptasi
dengan kegunaan daya fisik, citra tubuh positif, tidak mengalami keterlambatan
dalam perkembangan anak, dan harga diri positif.
 Menunjukkan citra tubuh, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan
1 – 5 : tidak pernah, jarang , kadang – kadang, sering, atau selalu ditampilkan ) :
Kesesuaian antara realitas tubuh, ideal tubuh, dan perwujudan tubuh,

Lepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.

Keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.

Aktivitas keperawatan
1. Pengkajian
 Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasiean terhada tubuh
pasien.
 Identifikasi mekanisme kopimh yang biasa digunakan pasien
 Peningkatan citra tubuh ( NIC) :
Tentukan harapan pasien tentang citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan

Tentukan apakah persepsi ketidaksuakaan terhadap karakteristik fisik tertentu


membuat disfungsi paralisis sosial bagi remaja dan pada kelompok resiko tinggi lainnya

Tentukan apaka perubahan fisik saat ini telah dikaitkan dalam citra tubuh pasien

Identifikasi pengaruh budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia pasien menyangkut
citra tubuh

Pantau frekuensi pernyataan kritik diri

2. Penyuluhan untuk pasien / keluarga


 ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri, termasuk komplikasi kondisi
medis
3. Aktivitas kolaboratif
 Rujuk ke layanan sosial untuk merencanakan perawatn dengan pasien dan keluarga
 Rujuk pasien untuk latihan kekuatan dan fleksibilitas, membantu dalam berpindah
tempat dan ambulasi, atau pengguanaan prostesi
 Tawarkan untuk menghubungi sumber – sumber komunitas yang tersedia untuk
pasien / keluarga
 Rujuk ketika interdisipliner untuk klien yang memilki kebutuhan kompleks
(misalnya komplikasi pembedahan).
1. Gangguan eliminasi urine(Wilkinson, 2014 hal. 841)
2. Tujuan/ kriteria evaluasi
 Menunjukkan konsistensi urine, yang dibuktikan oleh indikator berikut ( sebutkan 1
– 5 : selalu, sering, kadang – kadang, sering, atau selalu ditunjukkan) :
Infeksi saluran kemih (SDP [sel darah putih] < 100.000)

Kebocoran urine diantara berkemih

 Menunjukkan konsistensi urine, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1


– 5: tidak pernah, jarang, kadang – kadang, sering, atau selau ditunjukkan):
Eliminasi secara mandiri

Mempertahankan pola berkemih yang dapat diduga

1. Aktivitas keperawatan
2. Pengkajian
 Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi bau, volume dan warna jika
perlu
 Kumpulkan spesmen urine porsi tengah untuk urinalisis, jika perlu
2. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
 Ajarkan pada pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
 Intruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat keluaran urine, bila diperlukan
 Intruksikan pasien untuk berespons segera terhadap kebutuhan eliminas, jika perlu
 Ajarkan pasien untuk minum 200ml cairan pada saat makan, diantara waktu
malam, dan diawal petang
3. Aktifitas kolaboratif
Rujuk ke dokter jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih

1. Hambatan imobiltas fisik(Wilkinson, 2014 hal. 476)


2. Tujuan/kriteria evaluasi
 Memperlihatkan mobilitas, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1 – 5:
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami gangguan):
 Keseimbangan
 Koordiansi
 Performa posisi tubuh
 Pergerakan sendi dan otot
 Berjalan
 Bergerak dengan mudah
1. Aktivitas keperawatan
2. Pengkajian
 Pengkajian merupakan proses yang kontnu untuk menentukan tingkat performa
hambatan mobilitas pasien
1. Aktivitas keperawatn tingkat 1
2. Kaji kenutuhan terhadap bantuan pelayan kesehatan dirumah dan kebutuhan
terhadap peraltan pengobatan yang tahan lama
3. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas ( misalnya,
tongkat, walker, kruk, atau kursu roda)
4. Ajarkan dan bantu pasien berpindah ( misalnya dari tempat tidur ke kursi)
5. Rujuk keahli terapi fisik untuk program latihan
6. Berikan penguatan positif selama aktivitas
7. Aktivitas keperawatn tingkat 2
8. Kaji kebutuhan belajar pasien
9. Kaji terhadap bantuan pelayanan kesehatan dari lembaga kesehatan dirumah dan
alat kesehatan yang tahan lama
10. Ajarkan dan dukung pasien dalam latiha ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahan otot
11. Intruksikan dan dukung pasien untuk mengguanak trapeze atau pemberat untuk
meningkatkan serta mempertahankan kekuatan ekstermitas atas
12. Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang aman
13. Intruksikan pasien untuk menyangga berat badannya
14. Intruksikan pasien untuk memperhatikan kesejararan tubuhnya dengan benar
15. Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4
16. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mepertahankan atau mengembalikan
mobilitas sendi dan otot
17. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas
perawatan pasien
18. Dukung pasien dan keluarga untuk memandan keterbatasan dengan realistis
19. Berikan penguatan positif selama aktivitas
20. Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik
21. Resiko ketidakberdyaaan(Wilkinson, 2014 hal. 587)
22. Tujuan/kriteria evaluasi
 Mendemonstrasikan pengendalian diri terhadap depresi; partispasi keluarga dalam
perwatan professional; kepercayaan kesehatan: persepsi kemampuan untuk
melakukan, persepsi kendali, dan persepsi sumber, harapan; partisiapasi dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan kesehatan, otonomi personal (sebutkan
tingkat 1 – 5)
 Menunjukkan partisipasi dalam pengambilan keputusan keperawatan kesehatan,
yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut ( sebutkan 1 – 5: tidak pernah,
jarang, kadang – kadang, sering, atau selalu)
1. Aktivitas keperawatan
2. Pengkajian
 Peningkatan harga diri
 Tentukan lokus kontrol pasien
 Tentukan kepercayaan diri pasien terhadap keputusannya sendiri
 Pantau tingkat harga diri sepanjang waktu
 Fasilitas tanggung jawab diri
 Pantau tingkat tanggung jawab yang diemban pasien
 Tentukan apakah pasien memilki pengetahuan yang adekuat tentang kondisi
keperawatan kesehatan
2. Aktivitas kolaboratif
 Adakan suatu konferensi multidisiplin untuk mendiskusikan atau mengembangkan
rutinitas perawatn pasien
3. Aktivitas lain
 Bantu pasien mengidentifikasi faktor – faktor yang dapat menimbulkan
ketidakberdayaan
 Diskusikan dengan pasien tentang pilihan yang realistis dalam perwatan, berikan
penjelasan untuk pilihan tersebut
 Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang perawtaan
 Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepada pasien
DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
Alwi, Idrus. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing, 2014.
—. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Pablishing, 2014.
Bararah, Taqiyah and Jauhar, Mohammad. 2013. asuhan keperawatan
perawat professional. jakarta : prestasi pustaka, 2013.
Elin, Yuliana. 2011. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Dan Nanda Nic – Noc. Jogjakarta : Medication Jogjakarta, 2011.
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika, 2010.
Nurarif, Amin Huda; Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Medication
Publishing, 2015.
—. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA
NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction Publishing, 2015.
Padila. 2013. Asuhan Keperawtan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika, 2013.
Pohan, Herdiman T. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing,
2014.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta : Dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia,
2016.
Wilkinson, Judith M. 2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC, 2014
PatofisiologiParasit

Menuju pemb. Limfa

Perubahan dari larvaStadium3

Parasit DewasaBerkembang biak

Menyebabkan antigen

Meyebabkan dilatasi ParasitKumpulan Pemb. Limfa MengangktifkanCacing filaria

Mengaktifkan Sel T DewasaPenyebab Pembengkakan pemb. LimfaPenyumbatan Pemb. Limfa

Kerusakan struktur IgE berikatan NYERI


KERUSAKAN INTEGRITAS Mediator InflamasiKULIT

Kelenjar getah bening

Adanya inflamasi pada kulit



HIPERTERMIHARGA DIRI RENDAH

Anda mungkin juga menyukai