Cedera Kepala
Cedera Kepala
TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH METODOLOGI KEPERAWATAN
Kelas 2 C
Erni Ernawati
Muhimmatul laila
Anggit Fitriani
Heru Hartono
Didi Subendi
LAPORAN PENDAHULUAN
1. KASUS
1) Definisi :
1) Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala
yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91)
2) Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral
3) Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak(Arif
4) Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala tulang tengkorak atau otak
yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala, (Suriadi &
Yuliani 2001),
5) Sedangkan menurut Black & Jacobs, (1993) cedera kepala adalah trauma pada otak yang
diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa terputusnya
kontinuitas otak.
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank
berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang
dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan.
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari
30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi
1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap nyeri 1
Tidak ada
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Total 3 – 15
2) Etiologi/penyebab
2) Jatuh
4) Kecelakaan kerja
6) Kecelakaan olahraga
7) Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
3) Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan cedera kepala yaitu :
1) Gangguan kesadaran
2) Trias klasik :
3) Tekanan nadi yang lebar, berkurangnya denyut nadi dan pernafasan menandakan dekompensasi
4) Hipertermia
6) Perubahan bicara
7) Kejang
8) Hipovolemik syok
9) Konvulsi
II. PATOFISIOLOGI
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang
sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau
karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua
kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan
ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang
terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.
Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat
fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang
optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena
metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan
dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena
mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan
hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik
1. Kasus Kegawatdaruratan
A. Primary Survay
1) Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan
2) Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest,
gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.
3) Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral
4) Disability
5) Eksposure
B. Secondary survey
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani,
2) Leher
3) Neurologis
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain
1) Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral
2) Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak,
3) Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
4) Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas
6) Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
8) Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih
D. Nursing Care Plan
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral,
edema serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
Intervensi :
e. Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK
f. Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi
2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat
Intervensi :
a. Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas
c. Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala
d. Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik
e. Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi,
wheezing)
g. Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan
indikasi
3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot
pernafasan
intervensi :
4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi
d. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
e. Kolaburasi : monitor AGD
tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :
e. Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area
sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan
kesadaran
Intervensi :
a. Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan
makanan
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi
dan aspirasi
7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih
intervensi :
c. Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah
infeksi
IV.Literatur /Sumber
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gdl-ekapurnama-5391-2-babii.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-juarnig012-5275-2-bab2.pdf
http://eprints.ums.ac.id/21984/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Poskan Komentar
Mengenai Saya
Erni Ernawati
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
▼ 2015 (3)
o ► Desember (2)
o ▼ Oktober (1)
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA