Anda di halaman 1dari 5

Perjuangan Bangsa Indonesia Merebut Irian Barat

1. Latar belakang pengembalian Irian Barat


Salah satu keputusan dalam KMB antara lain bahwa masalah Irian Barat
akan dibicarakan antara Indonesia dengan Belanda satu tahun setelah Pengakuan
Kedaulatan. Dalam perjalanan waktu, Belanda tidak mau membicarakan masalah
Irian Barat ke dalam konstitusinya pada tanggal 19 Februari 1952. Dengan
demikian Belanda sendiri telah melanggar isi KMB yang telah disepakati dengan
RIS
2. Perjuangan Diplomasi
a. Perundingan Bilateral Indonesia Belanda
Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri
Uni Belanda-Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi
yang anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah
Irian Barat.

Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri
II di Den Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat
ini menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun
1952-1954, namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan
Irian Barat kepada Indonesia sesuai hasil KMB.
b. Melalui Forum PBB
Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952,
dan 1954 mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian
Barat dalam forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah
Irian Barat dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Siding ini gagal untuk
mendapatkan 2/3 suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak Belanda.
Indonesia secara berturut-turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat
dalam Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis
Umum XII tahun 1957. Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak
dapat memperoleh 2/3 suara yang diperlukan.
c. Dukungan Negara-Negara Asia Afrika (KAA)
Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi
secara regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika.
Konferensi Asia Afrika diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29
negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa
Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah di RI.
Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak
dapat menarik dukungan internasional dalam siding Majelis Umum PBB
3. Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi
Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik
secara bilateral, Forum PBB dan jalur dukungan Asia Afrika, membuat
pemerintah RI menempuh jalan lain pengembalian Irian Barat, yaitu jalur
konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia mengembalikan Irian melalui
jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.
a) Pembatalan Uni Indonesia Belanda
Pada tahun 1956 pemerintahan RI mulai bertindak tegas dengan tidak
lagi memakai Uni Indonesia Belanda dan diikuti pembatalan secara sepihak
persetujuan KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan
masyarakat luas, partai-partai dan berbagai organisasi politik, yang menganggap
bahwa kemerdekaan RI belum lengkap/sempurna selama Indonesia masih menjadi
anggota UNI yang dikepalai oleh Ratu Belanda
b) Pembentukan Pemerintahan Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu (Maluku
Utara)
Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk
propinsi Irian Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu
diresmikan tanggal 17 Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat
yang masih diduduki Belanda dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta
Wasile di Maluku Utara
c) Pemogokan Total Buruh Indonesia
Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun.
Maka pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian
Barat di seluruh Indonesia. Pada tanggal 2 Desember 1957 dilancarkan aksi
pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan
milik Belanda, pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi beredarnya semua
terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM dilarang
mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.
d) Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda
Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler
Belanda di Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi
pengambil alihan modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang
semula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada
perusahaan-perusahaan Belanda ini. Namun kemudian ditampung dan dilakukan
secara teratur oleh pemerintah
e) Pemutusan Hubungan Diplomatik
Hubungan Indonesia-Belanda bertambah tegang dan mencapai
puncaknya ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatic dengan
Belanda. Dalam pidato Presiden yang berjudul “Jalan Revolusi Kita Bagaikan
Malaikat Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT Proklamasi
Kemerdekaan RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkan
pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda
4. Tri Komando Rakyat (TRIKORA)
Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia
ternyata belum mampu memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Bahkan
dalam Sidang umum PBB September 1961, Belanda mengumumkan berdirinya
Negara Papua. Untuk mempertegas keberadaan Negara Papua, Belanda
mendatangkan kapal induk “Karel Doorman” ke Irian Barat.
Tindakan Belanda dengan mendirikan negara “Boneka” Papua itu merupakan
sikap yang menantang kepada bangsa Indonesia untuk bertindak cepat. Oleh
karena itu pemerintah segera mengambil tindakan guna membebaskan Irian
Barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekarno dalam suatu rapat
raksasa di Yogyakarta mengeluarkan komando yang terkenal sebagai Tri Komando
Rakyat (Trikora) yang isinya sebagai berikut :
 Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
 Kibarkan sang Merah Putih di Irian Jaya tanah air Indonesia
 Bersiap melaksanakan mobilisasi umum
 Pembentukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu
komando operasi, yang diberi nama “Komando Mandala Pembebasan Irian Barat”.
Sebagai panglima komando adalah Brigjend. Soeharto yang kemudian pangkatnya
dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Komando Mandala yang bermarkas di Makassar ini mempunyai dua tujuan :
1) Merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk
mengembalikan Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia
2) Mngembangkan situasi militer di wilayah Irian Barat sesuai dengan perkembangan
perjuangan di bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah
bebas de facto atau unsure pemerintah RI di wilayah Irian Barat
Dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat strategi
dengan membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase, yaitu :
1) Fase infiltrasi
Dimulai pada awal Januari tahun 1962 sampai akhir tahun 1962, dengan
memasukkan 10 kompi ke sekitar sasaran tertentu untuk menciptakan daerah
bebas de facto
2) Fase eksploitasi
Sampai akhir tahun 1963, dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk
militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang penting
3) Fase konsolidasi
Dilaksanakan pada tanggal Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI
secara mutlak di seluruh Irian Barat
Sebelum Komando Mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung
dalam Motor Boat Torpedo (MTB) telah melakuan penyusupan ke Irian Barat.
Namun kedatangan pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah
pertempuran di Laut Arafura. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB
Macan Tutul berhasil ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan gugurnya
komandan MTB Macan Tutul Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora).
Sementara itu Presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih John
Fitzgerald Kennedy merasa risau dengan perkembangan yang terjadi di Irian
Barat. Dukungan Uni Sovyiet kepada perjuangan RI untuk mengembalikan Irian
Barat dari tangan Belanda, akan sangat membahayakan posisi Amerika Serikat di
Asia dan dikhawatirkan Indonesia akan jatuh dalam pengaruh Uni Soviet. Untuk
itu, dengan meminjam tangan Sejend PBB U Than, Kennedy mengirim diplomatnya
yang bernama Elsworth Bunker untuk mngadakan pendekatan kepada Indonesia-
Belanda. Elsworth Bunker mengajukan usulan yang dikenal dengan “Proposal
Bunker”. Adapun isi Proposal Bunker adalah Belanda harus menyerahkan
kedaulatan atas Irian Barat kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu
paling lambat dua tahun.
Usaha ini menimbulkan aksi :
 Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek
 Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua
Merdeka
5. Persetujuan New York
Setelah operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di
Irian Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak
main-main untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat,
Belanda bersedia menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan
New York/New York Agreement.
Isi pokok persetujuan :
 Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan
menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu
bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat
 Pada tanggal 31 Desember 1962 bendera merah putih berkibar disamping bendera
PBB
 Pemulangan anggota-anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai tanggal
1 Mei 1963
 Selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima
penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB
 Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat
rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir 1969
Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung
upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara
berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan
dan berkibarlah bendera merah putih yang menandai resminya Irian Barat
menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya (sekarang
Papua)
6. Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)
Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut
persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan
pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. Pepera ini untuk
menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri.
Penentuan pendapat rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai
dengan 4 Agustus 1969. Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI
atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan
bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan
bagian dari Republik Indonesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk
dilaporkan dalam siding umum PBB ke 24 bulan November 1969. Sejak saat itu
secara de yure Irian Jaya sah menjadi milik RI.
Pepera mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia,
yaitu :
I. Bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui
konfrontasi bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi/penjajahan kepada
bangsa lain, karena secara sah dipandang dari sgi de facto dan de jure Irian
Barat merupakan bagian dari wilayah RI
II. Upaya keras pemerintah RI merebut kembali Irian Barat bukan
merupakan tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat
Irian Barat. Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung
dengan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai