Anda di halaman 1dari 5

METANOL

MEKANISME
Methanol dapat diabsorbsi kedalam tubuh melalui saluran pencernaan, kulit dan paru-paru.
Methanol didistibusikan secara luas dalam cairan tubuh dengan volume distribusi 0,6 L/kg.
Methanol secara perlahan dimetabolisme di hati. Sekitar 3% dari methanol diekskresikan
melalui paru atau diekskresi melalui urin.
Methanol beracun melalui dua mekanisme. Pertama methanol yang telah masuk
kedalam tubuh baik melalui, menelan menghirup atau diserap melalui kulit dapat menekan
saraf pusat seperti yang terjadi pada keracunan etanol. Kedua methanol beracun setelah
mengalami pemecahan oleh enzim alcohol dehidrogenase di hati menjadi asam format dan
formaldehida. Dosis yang berbahaya dapat terjadi bila seseorang terekspos terus menerus
terhadap uap methanol atau cairan methanol tanpa menggunakan pelindung.
Cara kerja methanol sama dengan cara kerja etanol. Methanol lebih bersifat toksik
dibandingkan dengan etanol. Toksisitas methanol semakin meningkat disebabkan oleh
stukturnya yang tidak murni. metanol diekskresikan secara lambat di dalam tubuh dan
kemudian secara kumulatif methanol dapat bersifat toksik di dalam tubuh. Selama penelanan
methanol secara cepat diabsorbsi dalam traktus gastrointestinal dan dimetabolisme dihati.
Pada langkah pertama dari degradasi, methanol diubah menjadi formaldehid oleh ensim
alcohol dehidrogenase. Reaksi ini lebih lambat dari reaksi kedua, oksidasi dari formaldehid
menjadi asam format oleh ensim aldehid dehidrogenase. Oksidasi ini berlangsung cepat
sehingga hanya sedikit formaldehid yang terakumulasi dalam serum. Hal ini menjelaskan latensi
dari gejala antara penelanan dan timbulnya efek. Waktu paruh dari formaldehid adalah sekitar
1-2 menit.
Asam format kemudian dioksidasi menjadi karbondioksida dan air oleh tetrahidrofolat.
Metabolism dari asam format sangat lambat sehingga dapat terakumulasi di dalam tubuh yang
menimbulkan asidosis metabolic. Asam format juga menghambat respirasi seluler sehingga
terjadi asidosis laktat.
Kecepatan absorbsi dari methanol tergantung dari beberapa factor, dua factor yang
paling berperan adalah konsentrasi methanol dan ada tidaknya makanan dalan saluran cerna.
Methanol dalam bentuk larutan lebih lambat diserap dibanding dengan methanol yang murni
dan adanya makanan dalam saluran cerna terutama lemak dan protein akan memperlambat
absorbsi methanol dalam saluran cerna. Setelah diabsorbsi, methanol didistribusi ke seluruh
jaringan dan cairan tubuh kecuali jaringan lemak dan tulang, disini konsentrasi methanol paling
rendah. Konsentrasi methanol di dalam darah mencapai maksimum kira-kira setengah sampai
satu jam setelah methanol dikonsumsi. Konsentrasi methanol di dalam otak setelah tercapai
keseimbangan adalah lebih sedikit dibanding dengan konsentrasi di dalam darah.
Methanol yang telah diabsorbsi, dimetabolisme di dalam tubuh didalam hepar melalui
proses oksidasi. Secara normal, tubuh dapat memetabolisme 10 gms methanol murni. jika
dikonsumsi berlebihan, konsentrasi methanol dalam darah akan meningkat dan orang tersebut
akan mulai menunjukkan keluhan dan gejala keracunan alcohol, kecuali orang tersebut telah
mengalami toleransi terhadap methanol. Methanol dalam jumlah yang maksimum yaitu 300 ml
methanol murni, dapat dimetabolisme dalam tubuh dalam 24 jam. Keracunan methanol dapat
menyebabkan gangguan pada hepar dan ginjal.
DOSIS
Dosis yang mematikan adalah 100-125 ml (4fl oz).
GEJALA
Gejala awal yang timbul setelah keracunan methanol adalah gejala yang terjadi karena depresi
system saraf pusat seperti sakit kepala, pusing, mual, koordinasi terganggu, kebingungan dan pada
dosis yang tinggi tidak sadarkan diri dan kematian. Gejala awal ini lebih ringan dari yang terjadi
pada keracunan etanol.

Bila gejala awal telah dilalui rangkaian kedua dari gejala, terjadi 10-30 jam setelah paparan
awal terhadap methanol. Akumulasi asam format pada saraf optic dapat menyebabkan penglihatan
kabur. Hilangnya penglihatan secara total dapat disebabkan oleh berhentinya fungsi mitokondria
pada saraf optic dimana terjadi hiperemi, edema dan atropi saraf optic. Demielinisasi saraf optic
juga dapat terjadi karena penghancuran myelin oleh asam format. Akumulasi asam format didalam
darah dapat menyebabkan asidosis metabolic. Interval antara masuknya racun sampai timbulnya
gejala berhubungan dengan volume methanol yang tertelan. Kadar methanol dalam darah
mencapai puncaknya setelah 30-90 menit. Dosis letal minimal adalah 1 mg/kg bb. Asidosis
merupakan factor primer dari keracunan methanol dan depresi dari system saraf pusat adalah factor
yang minor.

Ketika metabolime methanol telah berlangsung asidosis metabolic dengan anion gap yang
berat akan terjadi. Asidosis metabolic yang berat yang berhubungan dengan gangguan penglihatan
adalah tanda dari keracunan methanol. Pasien biasanya mengalami penglihatan kabur, penglihatan
ganda, atau perubahan dari persepsi warna. Bisa juga terjadi pengecilan lapangan pandang dan
terkadang kehilangan penglihatan secara total. Tanda khas dari disfungsi penglihatan termasuk
dilatasi pupil dan hilangnya reflek pupil.

Tanda dan gejala lebih lanjut dapat terjadi pernafasan dangkal, sianosis, takipneu, koma,
kejang, gangguan elektrolit dan perubahan hemodinamik yang bervariasi termasuk hipertensi dan
cardiac arrest. Dapat juga terjadi gangguan memori yang ringan sampai berat, agitasi yang dapat
berlanjut menjadi stupor dan koma sejalan dengan memberatnya asidosis. Pada kasus yang berat
dapat terjadi kematian. Pasien yang bertahan dapat menderita gejala sisa seperti kebutaan yang
permanen atau deficit neurologis yang lain.

PENGOBATAN

Keracunan methanol berat biasanya dijumpai pada pecandu alcohol kronis dan mungkin tidak
dapat dikenal kecuali dijumpai gejala-gejala yang khas pada sejumlah pasien. Karena methanol
dan metabolit formatnya merupakan toksin yang lebih kuat dari etanol, maka penting bahwa pasien
yang keracunan methanol dikenali dan diobati secepat mungkin.

Gejala awal yang penting dari keracunan methanol ialah gangguan visual, sering kali
dijelaskan sebagai “berada dalam badai salju”. Gangguan visual merupakan keluhan umum
epidemis keracunan methanol. Keluhan penglihatan kabur dengan kesadaran relative baik
merupakan suatu petunjuk kuat untuk keracunan methanol untuk keracunan methanol. Dalam
kasus-kasus berat, bau formaldehid tercium melalui pernafasan dan urin. Timbul bradikardia,
koma yang lama, kejang, dan asidosis yang menetap.

Hasil pemeriksaan fisik pada keracunan methanol biasanya tidak spesifik. Midriasis yang
menetap merupakan tanda keracunan berat. Atropi saraf optic merupakan tanda lanjut. Penyebab
kematian dalam kasus fatal ialah berhentinya pernafasan secara mendadak. Merupakan hal yang
sangat perlu untuk menentukan kadar methanol dalam darah secepat mungkin bila diduga suatu
keracunan methanol. Bila dugaan klinik keracunan methanol cukup kuat, pengobatan tidak boleh
terlambat.

Kadar methanol lebih dari 50 mg/dL, merupakan indikasi mutlak untuk hemodialis dan
pengobatan dengan etanol meskipun kadar format dalam darah merupakan indikasi yang lebih
baik. Hasil laboratorium tambahan termasuk asidosis metabolic dengan peningkatan anion gap dan
osmolar gap. Etilen glikol, paraldehid, dan salisilat juga dapat menyebabkan anion gap. Penurunan
serum bilirubin merupakan gambaran yang seragam dari keracunan methanol berat. Toksisitas
etilen glikol biasanya menyebabkan eksitasi susunan saraf pusat, peningkatan enzim-enzim otot,
dan hipokalsemia tetapi tidak ada gejala visual. Keracunan salisilat dapat segera ditentukan dari
kadar salisilat dalam darah.

Pengobatan pertama untuk keracunan methanol, seperti pada keadaan kritis keracunan,
ialah untuk menyelenggarakan pernafasan, dengan melakukan trakeotomi bila perlu. Muntah dapat
dibuat pada pasien yang tidak koma, tidak mengalami kejang, dan tidak kehilangan reflex muntah.
Bila salah satu dari kontraindikasi ini ada, maka harus dilakukan intubasi endotrakeal dan bilasan
lambung dengan selang berdiameter besar setelah saluran nafas terlindungi.

Ada tiga cara yang spesifik untuk keracunan methanol berat; penekanan metabolism oleh
alcohol dehidrogenase untuk pembentukan produk-produk toksiknya, dialysis untuk
meningkatkan bersihan methanol dan produk toksiknya, serta alkalinasi untuk menetralkan
asidosis metabolic.

Karena etanol berkompetisi untuk alcohol dehidrogenase, yang bertanggung jawab untuk
memetabolisme methanol menjadi asam format, perlu untuk menjenuhkan enzim ini dengan etanol
yang kurang toksik. Metabolism etanol yang dicirikan tergantung pada dosis dan variabilitas yang
disebabkan oleh asupan etanol kronis memerlukan pemantauan yang berulang-ulang untuk
meyakinkan konsentrasi yang alcohol yang tepat. Etanol diberikan secara intravena sebagai larutan
10%. 4-Metilpirazol, suatu penghambat alcohol dehidrogenase yang kuat, dapat berguna sebagai
penunjang dalam keracunan methanol bila tersedia penuh untuk digunakan manusia. Akhir-akhir
ini, obat ini tergolong sebagai orphan drug.

Dengan dimulainya prosedur dialysis, maka etanol akan hilang dalam dialisat. Dialysis
direkomendasikan untuk pasien yang mengalami gangguan penglihatan, kadar methanol dalam
darah 50 mg % atau lebih, menelan lebih dari 60 ml methanol dan asidosis berat yang tidak dapat
dikoreksi dengan bikarbonat.

Alkalinisasi adalah terapi yang paling lama dipakai bertujuan untuk mengatasi asidosis dan
diperlukan dosis yang sangat besar dari sodium bikarbonat. Karena sistem-sistem yang bergantung
pada folat bertanggung jawab dalam oksidasi pembentukan asam format menjadi CO2 pada
manusia, maka mungkin berguna untuk memberikan asam folat kepada pasien-pasien yang
keracunan methanol, meskipun belum pernah diuji secara lengkap dalam uji klinik.

Daftar Pustaka

1. Modi’s.Medical Jurisprudence and Toxicology. In:Alcohol Intoxication 18th edition

2. Bertram G Katzung (1998), Alkohol. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, EGC,
PP.369-379

3. “Methanol Poisoning Overview”.Available: http://www.antizol.com/mpoisono.htm


(accesed:2008, jan 18)

4. “Methanol”. Available : http//www.wikipedia.com/ (accesed:2008, jan 3)

5. “Methanol Intoxication” Available: http://www.emedicine.com/NEURO/topic217htm


(accesed: 2008, jan 3)

6. “Methyl Alcohol Poisoning”. Available :


http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-
3859;year=1984;volume=30;issue=2;spage=69;epage=74;aulast=Ravichandran (accesed:
2008 jan 18)

Anda mungkin juga menyukai