Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

3.1 SEJARAH HIGIENE INDUSTRI

Kapan perkembangan Higiene Industri (HI) dimulai secara tepat tidak diketahui. Namun ada anggapan
bahwa HIgiene Industri (HI) mulain timbul sejak adanya pekerjaan dalam hubungan
pengupahan/penggajian. Menurut sejarah sangat sedikit perhatian terhadap perlindungan kesehatan
bagi pekerjaan sebelum tahun 1900. Pada abad ke-4 (tahun 460-397 SM) Bapak Ilmu kedokteran
HIPPOCRATES melakukan indentifikasi dan mencatat daya racun pada head (Timah) di industry tambang,
tetapi beliau tidak memperhatikan penyakit yang timbul pada pekerjaan. Kemudian kira-kira 500 tahun
kemudian, sarjan roma membuat referenceuntuk bahaya yang adapada Zinc dan Sulfur pada pekerja
berdasarkan besar dan jumlah debu atau uap.

Selanjutnya pada abad ke-16 muali ada keterangan-keterangan yang lebih jelas tentang gambaran
penyakit-penyakit yang diderita oleh para pekerjaan tambang, pengolahan biji timah, cat dan lain-lain.
Bahkan pada saat itu telah muncul gagasan upaya pencegahan seperti penyelenggaraan sistem
pertukaran udara dan pemakaian penutup muka. Tahun 1556 GEORGIUS AGRICOLA seorang jerman
menulis buku ‘’ Von Der Bergsucht Und anderen Bergkrankheiten’’ pada tahun 1569 beliau menguraikan
panjang lebar tentang bahan-bahan kimia, sehingga ia dianggap telah memulai toksikologi modern.

Kemudian pada abad ke-17 (Tahun 1633-1714) BERNARDINE RAMAZZINI (Bapak OccupationalHealth)
menulis buku “Demorbis Artificum Diatrika” (Diseases of Workers). Di dalam buku tersebut diuraikan
mengenai berbagai jenis penyakit yang berkaitan dengan pekejaan yang dilakukan oleh pekerja. Beliau
telah memperjelas persoalan bahwa pekerjaan dapat menimbulkan penyakit, yaitu penyakit akibat
kerja, disamping itu beliau juga menambahkan cara-cara mendiagnosa penyakit akibat kerja.

Pada abad ke-18 SIR GEORGE BAKER memeriksa tanda-tanda gejala “ Devonshire Colic”karena timah
(Pd) pada industri dan membuat alat pembersih. Kemudian pada pertengahan abad 18 (1760-1830)
dengan terjadinya revolusi industri di inggris, dimana saat itu mulai ditemukan cara-cara berproduksi
baru , mesin-mesin baru untuk industri seperti mesin tenun, generator serta untuk pengangkut,
demikian pula proses penemuan dab perubahan cara lama dengan yang baru itu tidak saja terjadi di
Inggris, namun Negara-negara lainnya, seperti di Perancis, Jerman, Amerika, Rusia, dan sebagainya.

Perubahan dan perkembangan teknologi di Negara-negara maju pada abad ke-20 ini, seperti teknologi
proses produksi di dalam industri teknologi komunikasi, teknologi pertambangan dan teknologi-
teknologi canggih lainnya merupakan tantangan bagi perkembangan Higiene Industri (HI). Bahkan pada
abad ini Higiene Industri (HI) dirasakan sebagai suatu keharusan oleh karena memiliki segi-segi
kesejahteraan tenaga manusia maupun segi produksi.

Sejarah Higiene Industri Di Indonesia

Seperti halnya perkembangan Higiene Industri (HI) di Negara-negara maju, perkembangan Higiene
Industri (HI) di indonesia tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya. Perkembangan di Indonesia yang
sesungguhnya baru terjadi beberapa tahun setelah Negara Indonesia merdeka, yaitu dengan munculnya
undang-undang kerja dan undang-undang kecelakaan (tahun 1950-an) meskipun awalnya belum berlaku
namun telah memuat pokok-pokok tentang Higiene Industri (HI).

Selanjutnya oleh Departemen (tahun 1957) didirikan lembaga kesehatan Buruh dan pada tahun 1965
berubah menjadi lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh. Pada tahun 1966 fungsi dan kedudukan
Higiene Industri (HI) dalam aparatur pemerintah menjadi lebih jelas yaitu dengan didirikannya Lembaga
Hyperkes di Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) dan Dinas Hygiene Perusahaan/Sanitas Umum dan
Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan (Depkes). Disamping itu juga tumbuh
organisasi swasta, yaitu Yayasan HIgiene Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya.

Perkembangan Hiperkes di Indonesia selain melalui institusi juga dilakukan upaya melalui penerbitan
buku seperti Ilmu Kesehatan Buruh (1965) Ilmu Hiperkes (1967), Ergonomi dan produktivitas Kerja,
Majalah Triwulan Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Jaminan Sosial yang
disebarkan ke seluruh pelosok tanah air.

Dari segi perundang-undangan yang berlaku, telah banyak ditertibkan seperti Undang-undang tentang
Keselamatan Kerja tahun 1970, peraturan menteri maupun surat Edaran Menteri.

Upaya pembinaan Lab. Hiperkes dimulai pada tahun 1973 dan sampai saat ini telah ada 14 lab. Yang
terletak di 14 propinsi di Indonesia.

3.2 DEFINISI HIGIENE INDUSTRI

1) Higiene Industri (HI) adalah :

Ilmu dan seni yang mencakup keseluruhan bidang pengawasa termasuk didalamnya identifikasi dan
evaluasi faktor-faktor yang berasal dari lingkungan dan tempat kerja yang mana diantara pekerja atau
masyarakat secara keseluruhan.

2) Industry Hygienist (IH) adalah :

Seorang yang mempunyai kemampuan dan mempunyai kualifikasi pendidikan teknik mesin, kimia, fisika,
kedokteran, atau dengan ilmu-ilmu biologi.

Kemampuanya dapat meliputi 3 bidang utama yaitu :

· Recognation (Identifikasi) : melihat faktor-faktor apa saja yang memungkinkan berpengaruh


terhadap kesehatan dan kenyamanandalam bekerja.

· Evaluation (Penilaian) : Melakukan penelitian tingkat bahaya melalui pengukuran.


· Recommendation, perumusan rekomendasi untuk mengurangi masalah-masalah yang terjadi
karena bekerja atau operasi kerja.

Higiene Industri adalah Ilmu dan seni yang mencurahkan perhatian pada pengenalan, evaluasi dan
control faktor lingkungan dan stress yang muncul di tempat kerja yang mungkin menyebabkan
kesakitan, gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau menimbulkan ketidaknyamanan pada tenaga
kerja maupun lingkungan. Faktor lingkungan kerja yang dapat menimbulkan bahaya di tempat kerja
(occupational health hazards) adalah bahaya faktor fisika, bahaya faktor kimia, bahaya faktor biologi,
faktor ergonomi dan psikilogi.

Agar pekerja bisa nyaman dan produktif perlu upaya untuk meminimalkan bahaya di tempat kerja.
Upaya untuk melakukan pengendalian bahaya tersebut melipitu: eliminasi, substitusi, isolasi dan
rekayasa engineering, upaya administrasi dan menggunakan Alat pelindung Diri (APD).

3.3 TUJUAN HIGIENE INDUSTRI

· Meningkatkan derajat kesehatan karyawan setinggi-tingginya melalui pencegahan dan


penanggulangan penyakit dan kecelakaan akibat kerja serta pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
dan gizi karyawan.

· Meningkatkan produktivitas karyawan dengan memberantas kelelahan kerja,meningkatkan


kegairahan kerja dan memberikan perlindungan kepada karyawan dan masyarakat sekitarnya
thd.bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh perusahaan.

3.4 TUGAS INDUSTRIAL HYGIENIST (IH)

Tugas utama seorang IH : melakukan upaya Recognation, Evaluation, Recommendation & design :

a) Pada waktu melakukan Recognation (Pengenalan) harus melihat / mengidenfitikasi masalah-


masalah kesehatan yang timbulkan dalam atmosphere / lingkungan industri seperti pengenalan /
pengidentifikasisian terhadap bahan - bahan baku yang digunakan di perusahaan (lihat MSDM bahan
yang terbaru) dan bahan sampingan yang dihasilkan. Melihat semua penyebab-penyebab yang
kemngkinan dapat menimbulkan masalah-masalah di lingkungan kerja seperti :

- Penyebab kimia (Liquid, dist, fume, must, vapour/gas)

- Energi fisik (elektromagnetik & ionizing radiasi, bising, getaran,temperature tinggi & tekanan
tinggi)

- Penyebab biologi (bakteri & jamur, insects, virus dll)

- Ergonomic (monotony, getaran berulang, gelisah, kelelahan, dll)


Termasuk juga didalamnya melihat & mengenal bekas buangan berbahaya yang ada dalam lingkungan
Industri (bagaimana penyimpanannya).

- Possible points of release or emission of hazardous agents

- Posture and movements of the operatives

- Hours and duration of rest periods at work ( Pengaturan shift kerja )

- Nature of protective aquipment provided ( Penyediaan peralatan medis )

b) Pada waktu melakukan Evaluatian (penilaian) harus melakukan : Suasana kerja harus dievaluasi
dalam masa jangka panjang atau pendek berpengaruh terhadap kesehatan. Hal ini dapat diselesaikan
dengan gabungan pengetahuan, pengalaman dan data kualitatif.

- Mengukur kadar/konsentrasi penyebab bahaya

- Membandingkan hasil pengukuran dengan standard yang ada (Research toxicological data)

- Mengetahui efek fisiologi pekerja melalui uji medis/memonitor manusia/pekerjaanya yang


terpapar, misalnya dengan melakukan pengukuran darah, urine, fungsi paru, syaraf, dll

- Mendiagnosa bahan-bahan berbahaya kemudian melakukan perbaikan pada kondisi lingkungan


tempat kerjanya (Forming Judgment)

c) Pada waktu melakukan Recommendation (Rekomendasi) & Design dilakukan pengembangan untuk
perbaikan dan pengukuran untuk mengurangi masalah-masalah yang ada, misalnya dengan memasukan
prosedur pengawasan :

1. Penurunan jumlah orang-ornag yang terpapar masalh

2. Mengganti bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakan

3. Mengubah proses kerja untuk mengirangi paparan pekerja

4. Pemakaian prosedur ventilasi baru

5. Meningkatka jarak& waktu diantara paparan radiasi

6. Pengenalan udara untuk mrngurangi debu emisi pada industri tambang

7. House keeping yang baik


8. Memasukan fasilitas pembersih hotel & metode yang tepat untuk membuang limbah

9. Ketentuan yang tepat tentang perlindunagn tenaga kerja.

Program K3 komprehensif yang harus diterapkan :

1) Physical environment

a) Mengenal, evaluasi, kontrol

b) Safety

2) Medical problems

a) Physical examination (Pemeriksa fisik)

b) Emergency care (Perawatan keadaan darurat)

c) Info. Hubungan dengan RS, PMI, pelatihan, penentuan tempat berkumpul bila ada bahaya.

d) Rehabititation (pemulihan)

e) Health maintenance (pemeliharaan kesehatan)

3) Increasing knowledge & chage behavior occupational health education & occupational health
psychology

a) Risk perception (Pemahaman resiko)

b) Communication (komunikasi)

c) Behavior approach (pendekatan perilaku/tingkah laku)

4) Role of management

a) Management commitment & involvement (keterlibatah/keikitsertaan)

b) Management Worker interaction

c) Management Training.

3.5 HAMBATAN PENERAPAN K3 & PEMECAHAN MASALAH


Hambatan-hambatan yang menyebabkan penerapan K3 tidak berkembang :

1. Sumber tersedia terbatas : SDM, biaya, dll

2. Perhatian masyarakat masih beragam terhadap penerapan K3

3. Hiperkes begitu luas tanggung jawabnya sehingga tak tahu harus memulai darimana

4. Manusia dengan keterbatasan (fisik, mental, biologi)

Walaupun K3 belum berkembang sebagaimana mestinya namun di era globalisasi penerapannya sangat
dikehendaki. Dalam era global menghendaki penerapa K3 yang baik

Seorang IH haruslah bekerja secara teliti dan cermat, bila dalam pengukuran terdapat kelainan pada
pekerja (misalnya kelainan pada paru), maka IH harus melaporkan pada dokter agar dokter membuat
rekomendasi secara medis pada pekerja yang tidak sehat tersebut untuk tidak menggunakan APD
seperti respirator dan harus melakukan pemeriksaan ulang dalam jangka waktu tertentu.

Perlu juga diidentifikasi penyebab gangguan kesehatan pada pekerja apakah penyakit yang dideritanya
sebagai Penyakit Akibat kerja (PAK) atau Bukan Penyakit Akibat Kerja (Non PAK) penyakit
turunan/bawaan, PAK dapat terbagi lagi :

1. PAK karena pekerjaan sambilan : di bengkel pribadi, penyakit karena hobi menembak, ke diskotik

2. Ataukah memang benar-benar penyakit karena berkeja di perusahaan / lingkungan kerja.

Untuk mengetahui adanya PAK taupun NON PAK , maka perusahaan harus memiliki data Periodic
Medical Examination (PME) meliputi :

· Pemeriksaan Umum (PU) : Rontgen, darah, urine, feces dll

· Pemeriksaan Khusus (PK) : Spirometri, avdometer, hematplurgi (darah)

Pada karyawan/pekerja harus pula diketahui :

· Riwayat Penyakit Dulu (RPD)

· Riwayat Penyakit Dini (RPD)

Perlu juga melakukan :

· Preplacement Medical Examination


· Preemployment Medical Exmination.
DAFTAR PUSTAKA

Soeripto, M.2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Subaris, Heru.2008.Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendika Press.

Wahyu, Atjo.2003. Higiene Perusahaan. Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai