Anda di halaman 1dari 8

KERANGKA ACUAN KERJA


PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG
PENYELENGGARAAN DAN PERIZINAN KESEHATAN
DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG
TAHUN ANGGARAN 2014

DINAS KESEHATAN
KABUPATEN BANDUNG
Jalan Raya Soreang KM.17 Soreang
KERANGKA ACUAN KERJA

PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN DAN


PERIZINAN KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional,


pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah
sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam
menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Pembangunan daerah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu melalui
pendekatan sentralistis dan melalui pendekatan desentralisasi. Pendekatan
sentralistis mengandung arti bahwa wewenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan adalah pemerintah pusat. Sedangkan pendekatan
desentralisasi mengandung arti bahwa pembangunan daerah sebagian besar
merupakan wewenang daerah dan dilaksanakan sendiri oleh daerah (Pemerintah
Daerah) secara otonom. Pembangunan daerah melalui desentralisasi atau otonomi
daerah, memberikan peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintahan yang
bersih dan baik (good governance) di daerah.1

Berbagai pelayanan perizinan publik dilakukan oleh pemerintah


kabupaten/kota, sehingga selain menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan,
desentralisasi, dan kebijakan berbagai dinas di lingkungan pemerintah daerah
memberikan pelayanan perizinan publik. Semakin banyaknya tugas perizinan yang
didelegasikan kepada dinas-dinas ini tentu saja menambah beban kerja yang cukup
signifikan. Namun, kondisi pelayanan perizinan di tingkat kabupaten/kota saat ini
masih mengalami tumpang tindih dengan layanan perizinan yang diberikan instansi
serupa di tingkat provinsi, baik dari sisi persyaratan maupun prosedurnya. Hal ini
mengakibatkan pelayanan perizinan publik menjadi tidak efektif dan efisien,
sehingga diperlukan political will dari pemerintah untuk melakukan reformasi
birokrasi, pelayanan publik, yang diikuti dengan political action sebagai bentuk
perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik. Salah satu bentuk konkrit
pemerintah dalam kerangka political will dan political action guna melakukan
reformasi terhadap pelayanan peizinan publik, yaitu dengan melakukan inventarisasi
terhadap perizinan publik yang dilakukan di berbagai instansi pemerintahan.

Izin adalah suatu instrumen pemerintahan yang bersifat yuridis preventif,


yang digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku
masyarakat. Dengan fungsinya yang demikian maka sistem perizinan merupakan
sarana untuk mengendalikan kegiatan masyarakat. Untuk itu, agar izin tidak
melanggar hak-hak asasi manusia, maka setiap izin itu harus memenuhi asas
legalitas. Dengan demikian, tindak pemerintahan (bestuurshandeling) yang berkaitan
langsung dengan fungsi mengendalikan (stuuren) masyarakat adalah izin
(vergunning). Ini berarti pemerintah berwenang untuk mengatur, mengarahkan,
mengemudikan dan sekaligus pula melindungi masyarakat maupun sumber daya
alam dan sumber daya buatan. Dengan demikian izin hanya dapat diterbitkan atau
dikeluarkan oleh pemerintah saja sebagai badan hukum publik, tidak dapat
diterbitkan oleh pihak swasta maupun perorangan. Tidak ada delegasi atau mandat
apalagi atribusi kewenangan penerbitan izin kepada badan hukum swasta maupun
perorangan. Dengan demikian pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan
tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada
wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus
berdasarkan pada asas legalitas.

1
Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003,
hlm. 1.
Izin sebagai sebuah keputusan dapat digunakan untuk menjadi instrumen
perlindungan kepentingan, baik itu kepentingan pemohon, kepentingan pemerintah,
maupun kepentingan lain. Peran pemerintah daerah dalam pelayanan perizinan
yang terbesar dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat,
baik sebagai penyedia layanan maupun kepanjangan tangan pemerintah pusat di
daerah. Dalam pengertian sempit, pelayanan terpadu dapat berarti sebagai satu
instansi pemerintah yang memiliki semua otoritas yang diperlukan untuk memberi
pelbagai perizinan (licenses, permits, approvals dan clearances). Tanpa otoritas
yang mampu menangani semua urusan tersebut instansi pemerintah tidak dapat
mengatur pelbagai pengaturan selama proses. Oleh sebab itu, dalam hal ini instansi
tersebut tidak dapat menyediakan semua bentuk perizinan yang diperlukan dalam
berbagai tingkat administrasi, sehingga harus bergantung pada otoritas lain.

Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum


pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas.
Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu,
dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan karena tanpa adanya dasar
wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.Pada umumnya
wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Akan
tetapi, dalam penerapannya, menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah
dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas,
dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan atas
dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan
tentang:2
1. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan
suatu izin dapat diberikan kepada pemohon;
2. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-
kondisi tersebut;
3. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul
akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan
perundang-undangan; dan
4. Prosedur apa yang harus diikuti atau
dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan
maupun penolakan pemberian izin.

Berdasarkan hal tersebut, atas dasar kewenangannya Dinas Kesehatan Kabupaten


Bandung perlu menyusun perubahan peraturan daerah tentang penyelenggaran dan
perizinan kesehatan disesuaikan dengan kebjakan yang ada, agar memudahkan
pelaksanaan koordinasi, pelaksanaan serta pelayanan kepada masyarakat lebih
optimal.

2. Landasan Hukum

Landasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan dalam Harmonisasi Peraturan


Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung, adalah sebagai berikut:
a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Tahun
1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968
tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan
Mengubah Undang-Undang 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2851);

2
Marcus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana
Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional. Disertasi, Universitas
Padjadjaran, Bandung, 1996, hlm. 189.
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
d. Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang–undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4737);
f. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
g. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
h. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 49, Tambahan Lemabaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
j. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan
Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
k. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Men.Kes/Per/-XII/86 tentang Upaya
Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik;
l. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1363/MENKES/SK/XII/2001 tentang
Registrasi Dan Izin Kerja Fisioterapi;
m. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1392/MENKES/SK/XII/2001 tentang
Registrasi Dan Izin Kerja Perawat Gigi;
n. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 04/MENKES/SK/I/2002 tentang
Laboratorium Kesehatan Swasta;
o. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 544/MENKES/SK/VI/2002 tentang
Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis Optisien;
p. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1331/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 167/KAB/B.VIII/1972
tentang Pedagang Eceran Obat;
q. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotik;
r. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1424/MENKES/SK/XI/2002 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Optikal;
s. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/MENKES/SK/2003 tentang
Laboratorium Kesehatan;
t. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 679/MENKES/S/IV/2003 tentang
Registrasi Dan Izin Kerja Asisten Apoteker;
u. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional;
v. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1205/MENKES/PER/X/2004 tentang
Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA);
w. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 867/MENKES/PER/VIII/2004 tentang
Registrasi Dan Praktik Terapis Wicara;
x. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
357/MENKES/PER/V/2006tentangRegistrasi Dan Izin Kerja Radiografer;
y. Peraturan Menteri Kesehataan Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang
Apotek Rakyat;
z. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin
Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
aa. Peraturan Menteri Kesehataan Nomor 548/MENKES/PER/V/2007 tentang
Regristrasi Dan Izin Praktik Okupasi Terapis;
bb. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 666/MENKES/SK/VI/2007 tentang Klinik
Rawat Inap Pelayanan Medik Dasar;
cc. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
780/MENKES/PER/VIII/2008tentangPenyelenggaraan Pelayanan Radiologi;
dd. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat;
ee. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/149/I/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
ff. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 003/MENKES/PER/I/2010 tentang
Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan;
gg. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/MENKES/PER/I/2010 tentang
Perizinan Rumah Sakit;
hh. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 17 Tahun 2007 tentang Urusan
Pemerintahan Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung
Tahun 2007 Nomor 17);
ii. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun
2010 Nomor 8);

3. Maksud, Tujuan dan Sasaran

a. Maksud

Maksud dari pekerjaan ini adalah dapat menghasilkan Rancangan Peraturan


Daerah tentang Penyelenggaraan dan Perizinan Kesehatan di Lingkungan
Kabupaten Bandung.

b. Tujuan

1) Tersusunnya Naskah Akademik tentang Penyelenggaraan dan Perizinan


Kesehatan; dan
2) Tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan dan
Perizinan kesehatan.

c. Sasaran

Sasaran yang akan dicapai dalam rangka memenuhi tujuan tersebut adalah
tersusunnya Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan dan Perizinan Kesehatan di Lingkungan Kabupaten Bandung.

B. RUANG LINGKUP

1. Substansi Pekerjaan

Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang


Penyelenggaraan dan Perizinan Kesehatan di Lingkungan Kabupaten Bandung,
sekurang-kurangnya meliputi:
a. asas;
b. tujuan;
c. sasaran;
d. fungsi;
e. penyelenggaraan kesehatan, yang meliputi:
1) hak dan kewajiban masyarakat;
2) kewajiban pemerintah daerah;
3) Kewenangan yang dilimpahkan ke Dinas Kesehatan
f. perizinan, yang meliputi:
1) wewenang;
2) objek dan subjek izin;
3) pengelompokan perizinan kesehatan;
4) persyaratan dan prosedur perizinan;
5) standar pelayanan perizinan;
6) pelayanan perizinan;
g. pembinaan dan pengawasan;
h. peran serta masyarakat;
i. sanksi administrasi;dan
j. ketentuan pidana.

2. Lingkup Pekerjaan

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam Kajian Prolegda Perizinan bidang


kesehatan ini mencakup :
a. Penyusunan Naskah Akademik; dan
b. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Perizinan
Bidang Kesehatan.

3. Tahapan Pekerjaan

Mengumpulkan dan menganalisa data sekunder sebagai acuan kaitannya dengan


penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Kesehatan Kabupaten Bandung.

C. SISTEM PELAKSANAAN PEKERJAAN

1. Kewajiban Konsultan

a. Konsultan berkewajiban melakukan penyusunan Naskah Akademik dan


Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Perizinan Bidang
Kesehatan berdasarkan ketentuan teknis yang ditetapkan dalam Kerangka
Acuan Kerja.
b. Konsultan dalam melaksanakan pekerjaan dinyatakan berakhir setelah
pekerjaan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Perizinan Kesehatan selesai secara keseluruhan.
c. Konsultan dalam melaksanakan pekerjaannya dapat meminta bantuan Tim
Teknis dan/atau para ahli/akademisi/pakar yang akan memberikan petunjuk dan
pengarahan kepada konsultan untuk mencapai hasil yang optimal. Di samping
itu, tim teknis akan memberikan bantuan dalam pemberian data dan fasilitas izin
untuk mendukung kelancaran kerja.
d. Dalam pelaksanaan diskusi terbatas, konsultan wajib menyediakan waktu untuk
hadir dalam forum tersebut, sesuai dengan yang tercantum dalam KAK ini dan
memaparkan hasil pekerjaannya kepada peserta.
e. Konsultan harus memperbaiki hasil pekerjaannya, jika dalam diskusi terdapat
masukan/saran maupun perbaikan yang disampaikan oleh peserta diskusi/tim
teknis/pakar/akademisi.

2. Pengerahan Tenaga

Konsultan berkewajiban membentuk tim untuk melaksanakan pekerjaan


Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan dan Perizinan Kesehatan di Lingkungan Kabupaten Bandung. Tim
ini secara fungsional dapat langsung berhubungan dengan pemberi tugas dalam
rangka penyelesaian pekerjaan ini. Dalam pelaksanaannya, tim ini akan mengisi
struktur organisasi yang akan disusun.
Tim yang dibentuk konsultan merupakan gabungan dari beberapa keahlian,
sekurang-kurangnya terdiri dari disiplin ilmu:

a. Team Leader: Ahli Hukum (1 orang)

Strata pendidikan minimal S2 dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun di


bidang pekerjaan yang terkait dengan latar belakang pendidikan S2 Hukum.

b. Ahli Hukum Administrasi Negara


Strata pendidikan minimal S2 dengan pengalaman kerja minimal 2 tahun di
bidang pekerjaan yang terkait dengan latar belakang pendidikan S2 Ilmu
Hukum.

c. Ahli Hukum Kesehatan


Strata pendidikan minimal S2 dengan pengalaman kerja minimal 2 tahun di
bidang pekerjaan yang terkait dengan latar belakang pendidikan S2Ilmu Hukum.

d. Asisten Ahli Hukum


Strata pendidikan minimal S1 dengan pengalaman kerja minimal 5 tahun di
bidang pekerjaan yang terkait dengan latar belakang pendidikan S1 Ilmu
Hukum.

e. Tenaga Pendukung
1) Staf Administrasi 1 orang
Pendidikan minimal SMA dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun.
2) Staf Keuangan
Pendidikan minimal SMK dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun.

3. Penyusunan Usulan Teknis dan Biaya

Sebelum melaksanakan pekerjaan, konsultan diwajibkan membuat usulan teknis


dan biaya, yang terdiri atas:
a. Usulan Teknis dengan penjelasan terinci tentang metode teknis,
pelaksanaan kegiatan, waktu penyelesaian dan lain-lain;
b. Usulan Biaya dengan perincian biaya pada tiap-tiap kegiatan
yang dilakukan; dan
c. Program kerja, daftar tenaga ahli dan lain-lain.

Pelaksanaan Penyusunan Naskah Akademik dan Raperda tentang


Penyelenggaraan dan Perizinan Kesehatan di Lingkungan Kabupaten Bandung ini
menggunakan dana yang bersumber dari APBD Kabupaten Bandung tahun
anggaran 2014. Usulan biaya yang diusulkan oleh konsultan mencakup:
a. Biaya langsung; dan
b. Biaya tidak langsung.

4. Waktu Penyelesaian Pekerjaan

Pekerjaan sebagaimana yang diuraikan di atas harus diselesaikan seluruhnya dalam


waktu 3 (tiga) bulan atau 45 (empat puluh lima) hari kalender atau waktu yang
ditetapkan sesuai dengan hasil rapat penjelasan umum terhitung sejak
penandatanganan kontrak.
Mengingat volume pekerjaan, tenaga dan instansi yang terlibat, maka konsultan
dalam pelaksanaan pekerjaan harus menguraikan lebih lanjut jadwal tersebut
dengan lebih terinci.

D. SISTEM PELAPORAN

1. Sistem Pelaporan
Laporan yang harus diserahkan dalam pelaksanaan pekerjaan ini meliputi:
a. Laporan Pendahuluan sejumlah 4 buku, diserahkan paling lambat 30 hari
kalender terhitung penandatanganan kontrak, laporan harus dibahas dan
mendapat persetujuan dari Tim Teknis dan dibuatkan Berita Acara.
b. Laporan Akhir sejumlah 4 buku, diserahkan paling lambat 60 hari kalender
terhitung penandatanganan kontrak, laporan harus dibahas dan mendapat
persetujuan dari Tim Teknis dan dibuatkan Berita Acara.
c. Laporan Akhir sejumlah 4 buku, diserahkan paling lambat 90 hari kalender
terhitung penandatanganan kontrak, laporan harus dibahas dan mendapat
persetujuan dari Tim Teknis dan dibuatkan Berita Acara.

2. Pembahasan Laporan/Diskusi

Pembahasan laporan/diskusi dilengkapi dengan proceeding (setiap produk laporan


kecuali laporan akhir).

3. Teknik Penyajian Laporan

a. Pengetikan 2 (dua) spasi dengan kertas HVS putih polos.


b. Sampul buku warna dengan disain bebas.
c. Ukuran kertas, Laporan berukuran A4.

4. Ketentuan Lain
Konsultan diwajibkan menjelaskan/menguraikan setiap klausul/point yang tercantum
dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) ini secara terperinci, inovatif dan logis.

Pejabat Pembuat Komitmen


Program Standarisasi Pelayanan
Kesehatan

Diah Ari Purwanti, SKM


NIP. 19651218 198803 2 003

Anda mungkin juga menyukai