Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering


mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Diperkirakan 50% pria usia
di atas 60 tahun dan hampir 90% pria usia 90 tahun di USA mempunyai gejala
dari pembesaran prostat dan membutuhkan terapi. 1 Bushman 1 melaporkan
bahwa 18% pria usia 40 tahun secara signifikan memeriksakan pembesaran
prostat yang menggangu sehingga memungkinkan mereka untuk meminta
bantuan medis. Penelitian yang dilakukan oleh divisi urologi di California
didapatkan bahwa dari 422 peserta, 91 orang (21,6%) mempunyai pembesaran
prostat pada kunjungan pertama. Odds Ratio (OR) pasien Benigna Prostatica
Hyperplasia (BPH) dengan overweight yaitu 1,41, obesitas yaitu 1,27 dan
obesitas berat yaitu 3,52.Sebelum memulai penatalaksanaan pada pasien BPH
diperlukan penetapan tingkat keparahan obstruksi yang dialami pasien,
diantaranya dengan menggunakan IPSS (International Prostatic System Score)
yang di anjurkan oleh WHO (World Health Organization) dan Clinical
Grading (Rest Urine). Penelitian yang dilakukan di Korea Selatan didapatkan
bahwa dari 417 pria tua, 19,7% menderita BPH.

Berdasarkan IPSS, 80,3% dilaporkan memiliki gejala ringan, 13,2%


memiliki gejala sedang dan 6,5% memiliki gejala berat, dan 42,7% dari
mereka tidak pernah berkonsultasi dengan siapapun mengenai gejala yang
mereka alami. 3 Perera, melaporkan dari 66 pasien Rumah Sakit di Srilanka, 5
pasien (7,57%) memiliki gejala ringan, 25 pasien (37,87%) memiliki gejala
sedang dan 36 pasien (54,4%) memiliki gejala berat. 4 Prevalensi BPH di
Indonesia pada kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 20%, 51-60 tahun 50%,
>80 tahun sekitar 90%. Angka tersebut bervariasi dari 24-30% kasus urologi
yang dirawat di beberapa rumah sakit. RS Cipto Mangunkusumo menangani
462 kasus selama rentang 4 tahun 1994-1997, RS Hasan Sadikin Bandung
selama kurun 1976-1985 menangani 1.185 kasus dan selama rentang 10 tahun
terakhir (1993-2002), tercatat 1.038 kasus.

Terdapat 1.948 kasus BPH di RS Dr. Soetomo Surabaya pada periode


1993-2002 dan pada rentang waktu itu juga di RS Sumber Waras memiliki
602 kasus. 5 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) akan timbul seiring dengan
bertambahnya usia, sebab BPH erat kaitannya dengan proses penuaan.
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini
berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar
hormon pria, terutama testosteron. Hormon testosteron dalam kelenjar prostat
akan diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT). DHT inilah yang kemudian
secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar.

Pembentukan nodul pembesaran prostat ini sudah mulai tampak pada


usia 25 tahun pada sekitar 25% kasus. 6, 7 Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di RS Kariadi Semarang, RSI Sultan Agung dan RS Roemani
Semarang faktor resiko yang berpengaruh terhadap BPH adalah umur ≥ 50
tahun (OR=6,27), adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit BPH
(OR=5,28), kebiasaan merokok (OR=3,95), riwayat obesitas (OR=1,784),
kebiasaan berolahraga < 3 kali/minggu selama 30 menit (OR=3,039) dan
kebiasaan minum-minuman beralkohol (OR=1,973). 8 Penelitian yang
dilakukan di Banjarmasin memperlihatkan dari 60 pasien BPH, 33 pasien
merokok dan 27 pasien tidak merokok. Selama rentang tahun 2007-2011 RSU
dr. Soedarso Pontianak menangani 2.276 kasus baru. 10 Pada usia 60 tahun
nodul pembesaran prostat tersebut terlihat pada sekitar 60%, tetapi gejala baru
dikeluhkan pada sekitar 30-40%, sedangkan pada usia 80 tahun nodul terlihat
pada 90% yang sekitar 50% di antaranya sudah mulai memberikan gejala.
7,11 Faktor lain yang mempengaruhi BPH adalah latar belakang kondisi 5
penderita misalnya meningkatnya kadar kolesterol darah dan pola makan
tinggi lemak hewani.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep medis dari penyakit BPH ?
2. Bagaimana konsep keperawatan dari penyakit BPH ?
3. Bagaimana tinjauan kasus dari penyakit BPH ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep medis dari penyakit BPH


2. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari penyakit BPH
3. Untuk mengetahui tinjauan kasus dari penyakit BPH
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)


1. Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar prostat yang mengalami


pembesaran, yang dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011).

Benigna Prostat Hiperplasi adalah pembesaran prostat yang mengenai


uretra, menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran
urine keluar dari bulu-buli. (Nursalam, 2006 ).

2. Tahap perkembangan penyakit BPH

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat


(2011) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :

a. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok


dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan
sisa urin kurang dari 50 ml
b. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok
dubur dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-
100 ml.
c. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas
atau prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari100
ml.
d. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total.
3. Faktor yang mempengaruhi

Etiologi/penyebab terjadinya BPH hingga sekarang masih belum


diketahui secara pasti, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH
erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria
usia 30-40 tahun.

Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan


patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya
sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90
tahun sekiatr 100% etiologi yang belum jelas maka terdpat beberapa faktor
yang mempengaruhi timbulnya BPH meliputi, Teori Dehidrotestosteron
(DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron),
faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel
(apoptosis), teori sel stem. (Purnomo, 2011).

a. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang


sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis
hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron
(DHT) dalam sel prostad merupakan faktor terjadinya penetrasi
DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada
RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein
yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada


BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal,
hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5 alfa – reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap
DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan
dengan prostat normal.

b. Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan


testosteron)

Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar


testosterone sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga
terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone
relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki
peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan
cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan
jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis).

Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat


rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi
lebih besar.

c. Faktor interaksi Stroma dan epitel

Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak


langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang
disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan
stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu
growth faktor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu
sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel
epitel maupun sel stroma.
Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dapat
menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang
lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. BFGF
dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi,
ejakulasi atau infeksi.

d. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah


mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar
prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel,
yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh
enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju


poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan
prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel
prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang
mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan
masa prostat.

e. Teori sel stem

Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan


selsel baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan
suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung
pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormon
androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis.

Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai


ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

4. Manifestasi klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih


maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda
dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala
pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah


1) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan
dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi
(sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten
(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah
miksi)
2) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi).
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi
prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala
obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan
tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda
infeksi atau urosepsis.
c. Gejala diluar saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan
penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini
dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda
lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik,
dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume
residual yang besar.

5. Patofisiologi Penyakit BPH

Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen


uretra pars prostatika dan menghambat aliran urine sehingga menyebabkan
tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat untuk melawan tekanan, menyebabkan
terjadinya perubahan anatomi buli-buli, yakni: hipertropi otot destrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel bulibuli.

Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai keluhan


pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS) . Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya
refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal ginjal.

6. Tindakan operasi / Penatalaksanaan Medis


a. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)

Prosedur pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi TURP


dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang langsung
melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang
mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah dan
kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama. Restoskop sejenis
instrumen hampir serupa dengan cystoscope tapi dilengkapi dengan alat
pemotong dan couter yang disambungkan dengan arus listrik dimasukan
lewat uretra.

Kandung kemih dibilas terus menerus selama prosedur berjalan.


Pasien mendapat alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng
logam yang diberi pelumas yang ditempatkan pada bawah paha. Kepingan
jaringan yang halus dibuang dengan irisan dan tempat pendarahan
dihentikan dengan couterisasi.

Setelah TURP dipasang folley kateter tiga saluran ( three way


cateter ) ukuran 24 Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon
kateter dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada
pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Kemudian ditraksi pada
kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga
dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran kateter yang besar dipasang
untuk memperlancar membuang gumpalan darah dari kandung kemih.

b. Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar


prostat dari uretra melalui kandung kemih.
c. Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat melalui suatu
insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan rektum.
d. Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati kelenjar
prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki
kandung kemih.
e. Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan dengan
cara memasukkan instrumen melalui uretra.
f. Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang dimasukkan melalui
uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang
dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas sehingga terjadi
koagulasi sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat.
(Sjamsuhidajat, 2011).
Pathway

Proses Penuaan

Ketidakseimbangan produksi androgen dan eksterogen

Kadar androgen turun kadar esterogen

Mempengaruhi RNA dalam inti Hiperplasi sel stoma

BPH

Terapi Onstruksi saluran Tindakan Operatif Anastesi

Kateterisasi Resiko bersihan


Retensi urine nafas tak efektif
Resiko infeksi Insisi/TURP

Distensi Bledder

Nyeri
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien BPH

1. Pengkajian

a. Data Dasar Pengkajian Pasien.


1) Data Subyektif.
a) Penurunana kekuatan pada dorongan atau aliran uirne, tetesan.
b) Keragu - raguan pada awal berkemih.
c) Ketidakmampuan dalam mengosongkan kandung kemih.
d) Nokturia, disuria, hematuria.
e) ISK beulang-ulang, riwayat batu (statis urinaria).
f) Anoreksia, mual muntah penurunan berat badan.
g) Nyeri punggung pubik atau bawah.
h) Takut inkontinesia atau menetes selama berhubungan intim.
i) Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi.
j) Riwayat keluarga kontraksi ejakulasi.
k) Penggunaan anti hipertensi atau depresan, antibiotik urinaria atau
agen antibiotik.

2) Data Objektif.
a) Peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
b) Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih),
nyeri tekan kandung kemih.
c) Hernia inguinalis, hermoroid (mengakibatkan tekanan abdominal
yang memerlukan pengosongan kandung kemih untuk mengatasi
tekanan darah).
d) Pembesaran nyeri tekan prostat
3) Pemeriksaan penunjang ( Doengoes M, 1999 : 672)
a) Lab: Urinalisa warna kuning coklat gelap, merah gelap atau
terang (berdarah), penampilan keruh, pH7 atau lebih besar
(emnunjukkan infeksi bakteri, SDP (leukosit), SDM (eritrosit))
mungkin ada secara mikroskopik.
b) Kultur Urine:dapat menunjukkan stapilococcus aureus
proteus, klebsiela, pseudomonas atau Esceri ciacoli.
c) Sitologi Urine dapat mengesampingkan kanker kandung kemih.
d) BUN / Kreatinin: meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi.
e) Penentuan kecepatan urine mengkaji derajat obstruksi kandung
kemih
f) Leukosit: mungkin lebih besar dari 11 UK/UI mengindentifikasi
infeksi.
g) Sistogram: mengukur tekanan dan volume dalam kandung
kemih untuk mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan
dengan BPH.
h) Sistouretroskop: untuk menggambarkan derajat pembesaran
prostat dan perubahan dinding kandung kemih.(Kontra indikasi
pada awalnya ISK Akut berhubungan dengan resiko sepsis
gram negative).
i) Sistrometri: mengevaluasi fungsi otot destruktor dan ototnya.
j) Ultra Sound Transtrektal mengukur ukuran prostat, jumlah
residu urine melokalisasi yang tidak berhubungan dengan BPH.

b. Data fokus yang perlu dikaji pada pasien post operasi BPH
1) Data Subyektif
a) Keluhan nyeri spasme kandung kemih.
b) Mual muntah.
c) Tidak nyaman pada waktu berkemih.
d) Kurangnya informasi cara perawatan selama penggunaan kateter.

2) Data Obyektif
a) Nyeri tekan.
b) Pemakaian kateter.
c) Tanda-tanda infeksi

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pre Operasi Pasien dengan BPH

1) Retensi urine berhubungan dengan ketidakmampuan kandung


kemih untuk berkontraksi dengan adekuat, tekanan dan iritasi kateter.
2) Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran prostat, distensi
kandung kemih, kolik ginjal, reflek spasme otot sekunder.
3) Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
status kesehatannya dan kemungkinan prosedur bedah/malignasi.
4) Risiko kurang volume cairan berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah, pembatasan masukan pra operasi.
5) Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter pre operasi.
6) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.

b. Post Operasi Pasien dengan BPH


1) Nyeri akut berhubungan dengan luka pasca operasi, spasme kandung
kemih, retensi urine.
2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,
penggunaan kateter.
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi, salah
interpretasi intervensi.

3. Intervensi / Perencanaan
a. Pre Operasi
1) Dx 1
Kriteria Evaluasi: pasien berkemih dengan jumlah cukup,
tak teraba, distensi kandung kemih.Menunjukkan residu pasca
berkemih kurang dari 50 ml dengan tak adanya tetesan/ kelebihan
aliran.
a) Kaji haluaran urine R/Retensi dapat terjadi karena edema area
bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
b) Dorong px untuk berkemih 2-4 jam dan bila tidak dirasakan R/
Meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung
kemih.
c) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih, perhatikan
penurunan keluaran urine dan perubahan bj R/ Retensi urine
meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan fungsi ginjal,
adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu
kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasikan
substansi
d) Dorong masukan cairan sampai 3000 ml/hari R/ Peningkatan
aliran cairan ginjal serta kandung kemih dari pertumbuhan
bakteri.
e) Anjurkan px untuk rendam duduk sesuai indikasi R/
Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema dan dapat
meningkatkan upaya berkemih
f) Kolaborasi pemberian anti spasmodic R/ Menghilangkan spasme
kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.

2) Dx 2
Kriteria Evaluasi : pasien melaporkan nyeri hilang atau
terkontrol, tampak rileks, dan mampu un tuk tidur atau istirahat
dengan tepat.
a) Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas dan lamanya R/
Memberikan informasi untuk membantu dalam pilihan
atau keefektifan intervensi.
b) Instruksikan px untuk tirah baring R/ Tirah baring
mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi
akut, namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola
berkemih normal dan menghilangkan nyeri kronik.
c) Anjurkan px untuk melakukan teknik relaksasi R/
Meningkatkan relaksasi otot dan memberi kenyamanan.
d) Anjurkan pada keluarga untuk melakukan teknik distraksi
R/ Mengalihkan perhatian px sehingga dapat mengurangi
nyeri.
e) Kolaborasi pemberian anlgetik R/ Untuk mengurangi nyeri.

3) Dx 3
Kriteria Evaluasi : pasien tampak rileks, menyatakan
pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang
tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut, dan melaporkan
ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
a) Ciptakan hubungan saling percaya dengan px R/ Menunjukkan
perhatian dan keinginan ntuk membantu mengetahui
masalah px.
b) Berikan informasi tentang prosedur dan pemerikasaan khusus
serta apa yang terjadi R/ Membantu px memahami tujuan dari
apa yang dilakukan dan mengrangi masalah karena
ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker, namun
kelebihan informasi juga dapat meningkatkan kecemasan.
c) Dorong px atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau
perasaan R/ Mendefinisikan masalah, memberikan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas
kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.
d) Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur menerima
px, lindungi privasi pxR/ Menyatakan penerimaan dan
menghilangkan rasa malu px.
e) Beri penguatan informasi px yang telah diberikan sebelumnya R/
Memungkinkan px untuk menerima kenyataan dan
menguatkan kepercayaan pada pemberian perawatan dan
pemberian informasi.

4) Dx 4
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat mempertahankan hidrasi
adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba,
pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab, dan keluaran
urine tepat.
a) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan R/ Indikator
keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian cairan
b) Pantau warna, konsistensi urine R/ Mengidentifikasi perdarahan
arterial dan memerlukan terapi yang tepat
c) Obserfasi drainage kateter, perhatikan perdarahan berlebihan atau
berlanjut R/ Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam
pertama tetapi perlu pendekatan perineal
d) Awasi tanda vital , peningkatan nadi, pernafasan, penurunan
tekanan darah , pucat, perlambatan kapiler dan membran mukosa
kering R/ Dehidrasi atau hipovolemik memerlukan intervensi cepat
untuk mencegah berlanjut ke syock
e) Berikan pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontra indikasi R/
Membilas kandung kemih dari bakteri dan fibris
tetapi dapat mengakibatkan kelebihan cairan bila tidak diawasi
dengan ketat.
f) Kolaborasi, awasi pemeriksaan lab sesuai indikasi R/ Berguna
dalam evaluasi kehilangan darah atau kebutuhan penggantian.
g) Kolaborasi, awasi dan pertahankan traksi kateter menetap,
plester kateter di bagian paha R/ Traksi berisi balon 30 ml
diposisikan pada fosa uretra prostat akan membuat tekanan
pada aliran darah pada kapsul prostat untuk membantu
mencegah atau mengontrol perdarahan.

5) Dx 5
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat mencapai waktu
penyembuhan dan tidak mengalami tanda infeksi.
a) Observasi keluhan px R/ Adanya keluhan yang dirasakan dapat
menentukan intervensi yang lebih cepat dan tepat.
b) Observasi tanda vital, perhatikan demam ringan,
menggigil, gelisah, disorientasi R/ Dapat mengidentifikasikan
terjadinya infeksi terutama suhu tubuh.
c) Kaji kelancaran posisi selang kateter dan kebersihan kateter R/
Untuk memonitor kelancaran urine agar tidak tertahan
yang dapat menimbulkan infeksi.
d) Pertahankan posisi kantong drainage agar lebih rendah dari tubuh
R/ Menghindari refluk baik urine yang dapat memasukkan
bakteri, peningkatan dalam kandung kemih.
e) Lakukan perawatan kateter dengan teknik aseptik dan
pertahankan kateter dalam keadaan terus terawatt R/ Perawatan
kateter dapat mencegah terjadinya infeksi.
f) Jaga kebersihan px dan lingkungan di sekitar px R/ Kebersihan px
dan lingkungan membantu pencegahan infeksi.
g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi R/ Berikan secara
profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi.

6) Dx 6
Kriteria Evaluasi : Pasien tidak mengalami mual dan
muntah, dapat menunjukkan berat badan stabil atau meningkat
sesuai dengan yang diharapkan nilai laboratorium normal.
a) Kaji atau catat pemasukan diet R/ Membantu dalam
mengidenrifikasi defisiensi kebutuhan diet. Kondisi fisik umum,
gejala uremik, contoh : mual, anoreksia dan pembatasan diet
multipel mempengaruhi pemasukan makanan
b) Beri makan sedikit dan sering. R/ Meminimalkan anoreksia dan
mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya
peristaltik
c) Berikan pasien atau orang terdekat daftar makanan atau cairan
yang di ijinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu R/
memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet.
Makanan dari rumah dapat meningkatkan nafsu makan.
d) Timbang berat badan setiap hari R/ Pasien puasa atau katabolik
akan secara normal kehilangan 0,2 sampai 0,5 kg/hari. Perubahan
kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan
keseimbangan cairan.
e) Kolaborasi, awasi pemeriksaan laboratorium, contoh :BUN,
Albumin serum, Transferin, Natrium dan KaliumR/ indikator
kebutuhan nutrisi pembatasan dan kebutuhan atau efektifitas
terpi.
f) Kolaborasi, antiemetik, contoh : Plokrolperazim ( compazine ),
Trimetobenzamit ( tigan ) R/ Diberikan untuk menghilangkan
mual atau muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.

b. Post Operasi
1) Dx 1
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat melaporkan nyeri hilang /
terkontrol, pasien tampak rileks dan mampu untuk tidur / istirahat
dengan tepat.
a) Kaji karakteristik nyeri nyeri, lokasi, intensitas dan lamanya R/
Memberikan informasi untuk membantu dalam pilihan atau
keefektifan intervensi.
b) Instruksikan px untuk tirah baring R/ Tirah baring mungkin
diperlukan pada awal selama fase retensi akut, namun
ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal
dan menghilangkan nyeri kronik.
c) Anjurkan px untuk melakukan teknik relaksasi R/ Meningkatkan
relaksasi otot dan memberi kenyamanan.
d) Anjurkan pada keluarga untuk melakukan teknik distraksi R/
Mengalihkan perhatian px sehingga dapat mengurangi nyeri.
e) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (narkotik, anti
bakteria dan anti spasmodik) R/ Untuk menghilangkan nyeri,
memberikan relaksasi mental dan fisik, anti bakteri
menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius dan juga
yang masuk melalui sistem drainase, anti spasmodik
menghilangkan kepekaan kandung kemih.

2) Dx 2
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat mencapai waktu
penyembuhan dan tidak mengalami tanda infeksi.
a) Observasi keluhan px R/ Adanya keluhan yang dirasakan dapat
menentukan intervensi yang lebih cepat dan tepat.
b) Observasi tanda vital, perhatikan demam ringan,
menggigil, gelisah, disorientasi R/ Dapat mengidentifikasikan
terjadinya infeksi terutama suhu tubuh.
c) Kaji kelancaran posisi selang kateter dan kebersihan kateter R/
Untuk memonitor kelancaran urine agar tidak tertahan
yang dapat menimbulkan infeksi.
d) Pertahankan posisi kantong drainage agar lebih rendah dari tubuh
R/ Menghindari refluk baik urine yang dapat memasukkan
bakteri, peningkatan dalam kandung kemih.
e) Lakukan perawatan kateter dengan teknik aseptik dan
pertahankan kateter dalam keadaan terus terawatt R/ Perawatan
kateter dapat mencegah terjadinya infeksi.
f) Jaga kebersihan px dan lingkungan di sekitar px R/ Kebersihan px
dan lingkunganmembantu pencegahan infeksi.
g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi R/ Berikan secara
profilaktik sehubungan dengan peningkatan resiko infeksi pada
prostatektomi.
3) Dx 3
Kriteria Evaluasi : Pasien dapat melakukan dengan benar
prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan, pasien
melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam
program pemgobatan.
a. Kaji kemampuan px (pengetahuan mengenai proses penyakit dan
pengalaman px) R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana
px dapat memuat pilihan informasi terapi.
b. Bantu px menyatakan rasa takut R/ Membantu px mengalami
perasaan yang merupakan rehabilitas vital.
c. Berian px informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual
R/ Mungkin merupakan ketakutan yang tidak dibicarakan.
d. Anjurkan menghindari makanan yang berbumbu, kopi alkohol R/
Dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Kasus
Tn. M berusia 70 tahun datang ke rumah sakit diantar oleh
keluarganya dengan keluhan susah buang air kecil sejak 1 bulan yang lalu
sebelum masuk RS. Penderita harus mengedan saat BAK dan urine keluar
menetes. Tn. M juga mengeluh tidak puas setelah melakukan buang air kecil.
Rasa nyeri juga dirasakan, selain itu Tn. M juga sering BAK lebih dari 5 kali
saat malam hari sehingga tidurnya terganggu. Vital sign: TD: 130/90 mmHg,
Nadi: 80x/menit, Respirasi 20x/menit, Suhu 37ºC. Keluarga pasien sangat
cemas melihat kondisi Tn. M dan sering bertanya tentang kondisi maupun
tindakan yang akan diberikan kepada Tn. M .

1. Pengkajian
a. Biodata :
1) Nama : Tn. M
2) Jenis kelamin : Laki-laki
3) Umur: 70 tahun
4) Status perkawinan : menikah
5) Pekerjaan : -
6) Agama : islam
7) Pendidikan terakhir : -
8) Alamat : -
9) Tanggal/Jam MRS : -
10) Tanggal/Jam pengkajian : 16 Mei 2019
b. Diagnosa Medis : BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)
c. Keluhan Utama : keluhan susah buang air kecil sejak 1 bulan yang lalu
sebelum masuk RS. Penderita harus mengedan saat BAK dan urine
keluar menetes. Tn. M juga mengeluh tidak puas setelah melakukan
buang air kecil. Rasa nyeri juga dirasakan, selain itu Tn. M juga sering
BAK lebih dari 5 kali saat malam hari sehingga tidurnya terganggu.
d. Riwayat Kesehatan / Penyakit Yang Lalu : keluhan susah buang air kecil
sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk RS.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak Ada Riwayat Penyakit Keluarga
f. Pola Aktivitas Sehari – Hari

NO Aktifitas Di Rumah Di RS
1. Makan dan minum Tidak dikaji Tidak dikaji
2. Pola istrahat dan tidur Tidak dikaji Tidak dikaji
3. Pola Eliminasi Tidak dikaji Tidak dikaji
4. Kebersihan diri Tidak dikaji Tidak dikaji
g. Riwayat Psikososial : Tidak ada riwayat psikososial
h. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : merasa sakit
2) Tanda – tanda vital :
- TD: 130/90 mmHg
- Nadi: 80x/menit
- Respirasi :20x/menit
- Suhu 37ºC.
3) Pemeriksaan kepala dan leher : Tidak ada pembengkakan didaerah
leher
4) Pemeriksaan integumen : Tidak ada pemeriksaan
5) Pemeriksaan dada / thorax : Dada tampak simetris
6) Pemeriksaan payudara : Tidak ada pemeriksaan
7) Abdoment : Tidak ada pemeriksaan
8) Genetalia : Adanya pembesaran kelenjar Prostat
9) Ekstremitas : Extremitas atas dan bawah lengkap
10) Pemeriksaan Neurologis : Tidak ada pemeriksaan
11) Pemeriksaan Penunjang : Tidak ada pemeriksaan

i. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: Susah buang air kecil 1.Retensi urine
-Klien mengeluh 2.Nyeri akut
Susah buang air kecil
sejak 1 bulan yang
lalu. Mengedan saat BAK
-Klien mengeluh tidak
puas setelah
melakukan buang air
kecil Urine keluar menetes
-Klien merasakan
nyeri
-Klien mengeluh
sering BAK lebih dari Tidak puas saat
5 kali saat malam hari melakukan BAK
sehingga tidurnya
terganggu
DO:
-TD: 130/90 mmHg Rasa nyeri dirasakan
- N : 80x/menit
-RR : 20x/menit
-S : 37ºC
- Keluarga pasien Sering BAK lebih dari 5
tampak cemas melihat kali saat malam hari
kondisi Tn. M
- Keluarga pasien
sering bertanya
tentang kondisi Tidur terganggu
maupun tindakan yang
akan diberikankepada
Tn. M

2. Diagnosa Keperawatan
a. Retensi urine berhubungan dengan susah buang air kecil ditandai dengan
pengeluaran urine sedikit / menetes.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
mengedan saat BAK.

3. Rencana Tindakan Keperawatan

No Dx keperawatan NOC NIC


1. Hambatan Setelah dilakukan perawatan 1.Irigasi kandung
eliminasi urine selama 2 x 24 jam, diharapkan kemih
berhubungan kriteri hasil : 2. Manajemen
dengan susah Indicator Awal akhir Cairan
buang air kecil Pola eliminasi 1 4 3.Monitor Cairan
ditandai dengan Jumlah urine 1 4 4.Manajemen
pengeluaran Intake cairan 1 4 Pengobatan
urine sedikit. Mengosongkan 1 4 5.Peresepan Obat
kantong kemih 6.Latihan otot
sepenuhnya pelvis
Mengenali 1 4 7.Manajemen Alat
keinginan Terapi per
untuk Vaginam
berkemih 8.Bantuan
Nyeri saat 1 4 Berkemih
kencing 9.Kateterisasi Urin
Keinginan 1 4 :Sementara
mendesak 10. Perawatan
untuk Inkontinesia
berkemih Urin
11. Perawatan
Inkontinensia
Urin : Enuresis
12. Perawatan
Retensi Urin
13. Pilihan
Intervensi
Tambahan :
14. Pengurangan
Kecemasan
15. Terapi
Hemodialisa
16. Kontrol Infeksi
17. Perlindungan
infeksi
18. Manajemen
Nyeri
19. Perawatan
Perineum
20. Perawatan
Postpartum
21. Bantuan
Perawatan Diri
: Eliminasi
22. Pengecekan
Kulit
23. Pengajaran :
Latihan Toilet
24. Perawatan
Selang :
Perkemihan
25. Manajemen
Berat Badan

4. Implementasi
a. Diagnose 1 :
- Kaji haluaran urine R/Retensi dapat terjadi karena edema area
bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
- Dorong px untuk berkemih 2-4 jam dan bila tidak dirasakan R/
Meminimalkan retensi urine, distensi berlebihan pada kandung
kemih.
- Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih, perhatikan
penurunan keluaran urine dan perubahan bj R/ Retensi urine
meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan fungsi ginjal,
adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu
kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasikan
substansi.
- Dorong masukan cairan sampai 3000 ml/hari R/ Peningkatan
aliran cairan ginjal serta kandung kemih dari pertumbuhan
bakteri.
- Anjurkan px untuk rendam duduk sesuai indikasi R/
Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema dan dapat
meningkatkan upaya berkemih.
- Kolaborasi pemberian anti spasmodic R/ Menghilangkan spasme
kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.

b. Diagnosa 2 : mengobservasi TTV, mengkaji tingkat nyeri,


mengajarkan teknik nafas dalam, memberikan terapi analgesic
dengan hasil nyeri dapat diatasi skala nyeri.

5. Evaluasi
a. Diagnosa 1
- S : Klien menyatakan sudah tidak ada masalah dalam berkemih
- O : Klien dan keluarga klien tampak tenang
- A : Masalah teratasi
- P : Intervensi dilanjutkan
b. Diagnosa 2
- S: Klien mengatakan nyeri sudah berkurang saat BAK, nyeri
seperti ngilu, skala nyeri 1-3, nyeri kadang-kadang.
- O: klien tampak rileks
- A: masalah teratasi sebagian dan.
- P: intervensi dilanjutkan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat yang mengalami


pembesaran, yang dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo 2011). Benigna Prostat
Hiperplasi adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala
urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari bulu-buli.
(Nursalam, 2006 ).

Etiologi/penyebab terjadinya BPH hingga sekarang masih belum diketahui


secara pasti, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya
dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat
perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urine sehingga menyebabkan tingginya tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat untuk melawan tekanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomi buli-
buli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel bulibuli.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall dan Moyet. 2013. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan.Edisi 13. Jakarta : EGC
Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, A. M.2000.
Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta : Media Aeskulapius NANDA
International. 2013.
Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Suzanne, Csmeltzzer. 2001. Buku Ajar Keperawatn Medikal Bedah Edisi
8.Jakarta : EGC
Purnomo, B. 2003. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi Edisi 2. Jakarta : Info Medika

Anda mungkin juga menyukai